Anda di halaman 1dari 16

INOVASI SUB TEMA KEGAWATAN GERIATRI

ALGORITMA PENATALAKSANAAN NYERI SENDI PADA LANSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Pada Program Studi Profesi


Ners STIKES Ngudia Husada Madura

Disusun Oleh :
1. Beni Purnomo, S.Kep

2. Evin Oliviani, S.Kep

3. Faisol, S.Kep

4. M. Dimas , S.Kep

5. Nur Aini, S.Kep

6. Nurma Santi, S.Kep

7. Reny Susanti, S.Kep

8. Siti Maysaroh, S.Kep

9. Umar Faruq, S.Kep

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
2019/2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masa lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan


seseorang. Pada periode ini seorang telah beranjak jauh dari kehidupan sebelumnya
yang lebih menyenangkan atau beranjak dari masa yang pernah dengan manfaat.
Ditandai dengan adanya penurunan pada kapasitasfisik dan psikologis. Seringkali
orang melihat masa lampaunya, umumnya dengan penuh penyesalan dan cenderung
ingin hidup pada masa sekarang, mencoba mengabaikan masa depan sebisa
mungkin.

Jumlah lanjut usia diseluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 629 juta dan
pada tahun 2025 lanjut usiaakan mencapai 1,2 milyar. Setengah dari jumlah lansia
didunia sebesar 400 juta berada di Asia (Data Informasi & Kesehatan RI, 2013).
Pada tahun 2005-2010 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia diperkirakan akan
sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) dari keseluruhan
jumlah penduduk di Indonesia. Bahkan pada tahun 2020-2025 Indonesia
diperkirakan akan menduduki peringkat ke-4 dengan struktur dan jumlah penduduk
lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat dengan usia harapan hidup
diatas 70 tahun (Badan Pusat Statistik, 2013)

Prosentase penyebaran penduduk lansia paling tinggi berada pada provinsi


Daerah IstimewaYogyakarta (13,04%), Jawa Timur (10,40%), dan Jawa Tengah
(10,34 %) (Susenas BPS RI, 2012). Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sukoharjo tercatat jumlah penduduk sukoharjo sebanyak 843.127 orang. Dari jumlah
tersebut jumlah penduduk yang berusia 45-65 tahun sebanyak 155.081 orang dan
penduduk yang berusia 65 tahun ke atas sebanyak 77.794 orang.

Seiring dengan usia yang semakin bertambah, lansia mengalami beberapa


masalah dalam kehidupan dimana penurunan aspek kesehatan terjadi secara alamiah
pada lansia, serta aspek psikologis dimana menurunnya fungsi dan peranan sosialnya
menyebabkan terbatasnya kesempatan dalam memperoleh kebutuhan dasar seperti
kesehatan, pendapatan, dan mobilitas dimasyarakat (Kasternberg et , 2004). Menurut

2
Singh Manoux (2005) saat memasuki usia Pra Lansia rendahnya tingkat aktifitas
fisik dapat mempengaruhi fungsi kognitif. Pernyataan ini juga diperkuat dalam
penelitian Cumming (2012) yang menyatakan bahwa aktifitas fisik juga dapat
melindungi kesehatan otak di usia tua.

Berdasarkan hasil survei penduduk Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebesar 253,60 juta jiwa. Dari hasil survei ini
menunjukkan kecenderungan penambahan jumlah penduduk lansia. Pada tahun 2015
terdapat 21,8 juta jiwa lansia dan terus meningkat pada tahun 2016 menjadi 22,6 juta
jiwa, dan sampai akhir 2018 nanti jumlah penduduk lansia diprediksi mencapai 24
juta jiwa. (Aprizal, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep Nyeri Sendi?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien lansia dengan Nyeri

Sendi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep Nyeri Sendi
2. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan
1.4 Manfaat
1. Menambah literature pengetahuan
2. Untuk melatih diri agar terampil dalam menulis
3. Untuk menambah wawasan

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang
individu (Potter, P. 2005). Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai
dengan pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya
gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu
sendi yang terserang (Handono, 2013).
Nyeri musculoskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem musculoskeletal,
yang terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen,
tendo dan bursa. Sejumlah penelitian menunjukkan penyebab nyeri yang sering
terjadi pada lansia, mulai dari yang paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia, gout,
neuropati (diabetik, postherpetik), osteoartritis, osteoporosis dan fraktur, serta
polimialgia rematik (Rachmawati, 2006).

2.2 Etiologi

Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti.
Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti
bakteri, mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai
penyebab nyeri sendi yaitu:
1. Mekanisme imunitas.
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya
yang di kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor
antigama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang
lebih besar 1:100, biasanaya di kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang
buruk.
4
2. Faktor metabolik.
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses

autoimun.
3. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan.
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik.
Juga dengan masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan penataan yang
buruk dan lembab juga memicu penyebab nyeri sendi.
4. Faktor usia
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap
penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik. (Smeltzer,
2002)
2.3 Manifestasi Klinis

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit reumatik yang paling sering


menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis. Gejala yang sering lainnya
mencakup pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan kelemahan dan
perasaan mudah lelah.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi, sekalipun dalam stadium penyakit


yang dinisebelum terjadi perubahan tulang dan dan ketika terdapat reaksi
inflamasiyang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas,
membengkak serta nyeri tidak mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga
atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi yang lama dapat
menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas
dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi akibat pembengkakan,
destruksi sendi yang progresif atau subluksasio yang terjadi ketika sebuah tulang
tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi. (Smeltzer, 2002).

2.4 Klasifikasi Nyeri Sendi

Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan
dalam dua kelompok besar yaitu rematik artikular dan rematik Non artikular.
Rematik artikular atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang

5
berlokasi pada persendian diantarannya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis
dan gout arthritis. Rematik non artikular atau ekstra artikular yaitu gangguan rematik
yang disebabkan oleh proses diluar persendian diantaranya bursitis, fibrositis dan
sciatica. Rematik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu :
5. Osteoartritis.
Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara lamabat, tidak
simetris dan noninflamasi yang terjadi pada sendi yang dapat digerakkan
khususnya pada sendi yang menahan berat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh
degenerasi kartilago sendi dan oleh pembentukan pembentukan tulang baru
pada bagian pinggir sendi.
(Stockslager, 2007)
6. Artritis rematoid.
Arthritis reumatoid adalah kumpulan gejala (syndrom) yang berjalan
secara kronik dengan ciri: radang non spesifik sendi perifer. Penyebab dari
Reumatik hingga saat ini masih belum terungkap. (Yuli,R. 2014).

7. Olimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan
kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan
panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut
sekitar 50 tahun ke atas
8. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari
pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan,
sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause.

2.5 Patofisiologi Nyeri Sendi

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang
paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk
menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut:

6
a. Resepsi

Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal,


mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan substansi
yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin tekanan friksi
dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti
histamin,bradikinin dan kalium yang brgabung dengan lokasi reseptor di
nosiseptor. Impuls saraf yang dihasilkan stimulus nyeri, menyebar disepanjang
serabut saraf perifer aferen. Dua tipe saraf perifer
mengonduksi stimulus nyeri.

b. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus
nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari
talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak., termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi
yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi
dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.

c. Reaksi
• Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang
otak dan talamus sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian
dari respon stres. Neri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri
yang superfisial menimbulkan reaksi “flight atau
fight) yang merupakan sindrom adaptasi umum
• Respon perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus,
yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk
menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu secara
bermakna. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar

7
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya. Dengan intruksi dan
dukungan yang adekuat, klien belajar untuk memahami nyeri dan
mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam
membantu klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang benar
membantu klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka alami.
Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien mungkin
memilih untuk tidak mengekspresika nyeri apabila mereka yakin bahwa
ekspresi tersebut akan membuat orang lain merasa tidak

nyaman atau hal itu akan merupakan tanda bahwa mereka kehilangan
kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri
mampu menahan nyeri tanpa bantuan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus
ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet
untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa
dan mensekresikan cairan kedalamruang antara-tulang. Cairan sinovial ini
berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang
memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas
dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan
degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki
keaneka ragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga
kelainan multi sistem yang sistemik, semua penyakit reumatik meliputi
inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus.
Inflamasi akan terlihat pada persendian yang
mengalami pembengkakan.
Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses
primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan
akibat dari respon imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif
dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder, pembengkakan ini biasanya
lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar

8
kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan
dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas
dari karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor
imunologi dapat pula terlibat. Nyeri yang dirasakan bersifat persisten yaitu
rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan
mudah lelah karena memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra
untuk mengatasi nyeri tersebut. (Smeltzer, 2002).
2.6 Algoritma Nyeri Sendi

Nyeri sendi pada jari jari , kaki,


pergelangan kaki, pergelanagan tangan,
siku, lutut

Anamnesis riwayat serangan akut, batu


asam urat di saluran kemih, cidera pada
lutut dll

Pemeriksaan fisik :
1. Pesendian bengkak dan kaku
2. Eritema pada sendi
3. Sembuh dengan sendirinya dengan
resolusi komplit
4. Keterlibatan sendi yang sering di
pakai

Terapi non farmakologi :


1. Istirahat
2. Pengaturan pola makan
3. Alat bantu
4. Pendidikan kesehatan
5. Sendi yang terkena posisi
ditinggikan dan diistirahat

Respon Cukup ?

Ya Tidak

9
Terapi Terapi farmakologi :
dilanjutkan 1. Terapi lini pertama dengan NSAID’s yaitu
ibu profen 1200 mg/hari atau kurang sampai
dengan 2 hari setelah gejala hilang. Jika ada
riwayat perdarahan lambung ditambah
omeprazole
2. Pilihan terapi lini berikutnya adalah
Ya methylprednisolone 20-40 mg/hari
Tidak

Terapi dilanjutkan Rujuk ke pelayanan


kesehatan jika :
1. Dugaan
arthiritis septic
Pertimbangan analgesic 2. Komplikasi Respon Cukup ?
narkotik, dan evaluasi berat, contoh
untuk pembedahan nephropaty
\

2.7 Penatalaksanaan
Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis
dibuat dan termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan kondisi
tersebut.
a. Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikn sejak dini untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
c. DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis
reumatoid. Keputusan penggunaannya tergantung pertimbangan risiko manfaat
oleh dokter.
d. Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas harapan hidup pasien.
Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan,
pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada
sendi berkurang atau minimal.

10
e. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien arthritis reumatoid umumnya bersifat
orthopedic, misalnya sinovectomi, artrodesis,

memperbaiki deviasi ulnar.Untuk menilai kemajuan pengobata dipakai

parameter:
• Lamanya morning stiffness
• Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan
• Kekuatan menggenggam
• Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter
• Peningkatan LED
• Jumlah obat-obatan yang digunakan(Yuli, R. 2014)

f. Non-Farmakologis
• Bimbingan antisipasi
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri,
menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk menghilangkan
nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat
jika klien mengantisipasi pengalaman nyeri.
• Distraksi
Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang menyakitkan jika
seseorang menerima masukan sensori yang menyenangkan menyebabkan
pelepasan endorfin. Individu yang merasa bosan atau diisolasi hanya
memikirkan nyeri yang dirasakan sehingga ia mempersepsikan nyeri
tersebut dengan lebih akut. Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal
yang lain. dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan trerhadap nyeri
bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri.
• Hipnosis diri
Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui pengaruh

11
sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri
menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang
nyaman dan damai.
• Relakasasi dan teknik imajinasi
Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi-afektif. Latihan
relaksasi progresif meliputi latihan kombinasi pernapasan yang terkontrol
dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan
berbafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.
Saat klien melakukan pola pernapasan yang teratur, perawat mengarahkan
klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot,
berpikir bagaimana rasanya,

menenangkan otot sepenuhnya dan kemudian merelaksasikan otot-otot


tersebut.

12
a) Kerusakan bladder
Jika kandung kemih menjadi membentang terlalu jauh atau untuk waktu
yang lama, otot-otot mungkin rusak secara permanen dan kehilangan kemampuan
untuk berkontraksi.

13
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagian besar lansia mampu mengganti pakaian setelah mandi,
mampu mencuci pakaian sendiri secara benar, memiliki kebiasaan mandi
sehari 2 kali tanpa di perintah. Keluhan yang dirasakan lansia adalah
nyeri ; pada sendiri khusus nya pada kaki

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat yang memiliki basic keilmuan diharapkan
setiap melaksanakan asuhan keperawatan senantiasa berpegang pada konsep
yang sudah diberikan pada perkuliahan sehingga penatalaksanaan klien dengan
retensi urin dapat terlaksana dengan tepat dan benar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Marry et al. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:
EGC;16-21.
Basuki B Purnomo. 2003. Dasar-dasar Urology. Edisi 2.Jakarta : Sagung Seto.
Black, JM & Hawks, JH. 2009. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcomes. 7th Edition. St. Louis – Missouri : Saunders Elsevier Inc.
Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnoses, Tenth edition. Garsington Road :
Pondicherry
Borrie, Michael j, Karen C, Zora A.A., Judy Bray, Pauline Hart, Terri Labate, Paul
Hesch. 2001. Urinary Retention in Patients in a Geriatric Rehabilitation Unit :
Prevalence, Risk Factors, and Validity of Bladder Scan Evaluation. Volume 26,
number 5. Rehabilitation Nursing. Wiley Online Library.
Bulechek, Gloria M. Butcher, Howard K. Dochterman, McCloskey, Joanne. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC),Sixth edition. St.louis, Missouri :
Elsevier mosby
Corwin, Elizabeth J. (2001). Hands Book of Pathophysiologi.Jakarta : EGC
Finucane, Brendan T. (2007). Complication of Regional Anesthesia 2nd Edition. Springer
Science Business Media, USA : 153
Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. (2007). Surgery at a Glance 3 Edition.Jakarta :
Penerbit Erlangga; 60-61
Heisler, J. (2011). Understandingt the Risks of Anesthesia. Diunduh dari
http://surgery.about.com/od/proceduresaz/ss/AnesthesiaRisks.htm
Hidayat, A. Aziz Alimul dan MusrifatulUliyah.(2008). Keterampilan Dasar Praktik
Klinik untuk Kebidanan 2 Edition. Jakarta: Salemba Medika; 66.
Kozier & Erb, (2009).Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Lewis, SL, Dirksen, SR, Heitkemper, MM, Bucher, L & Camera, IM. 2011. Medical
Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical Problem. 8th Edition.
St. Louis-Missouri : Saunders Elsevier Inc.
M.J. Speakman, Odunayo Kalejaiye.(2009). European Association of Urology:
Management of Acut and Chronic Retention in Men. UK: Elsevier; 523-529

15
McConnell JD, Roehrborn CG, Bautista OM, et al; The Long-Term Effect of Doxazosin,
Finasteride, and Combination Therapy on The Clinical Progression of Benign
Prostatic Hyperplasia. N Engl J Med. 2003 Dec 18;349(25):2387-98.
Moorhead, Sue. dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth edition.
St.louis, Missouri : Elsevier mosby
Pierce & Borley, (2006).At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: EMS.
Purnomo B. Basuki.(2011). Dasar-dasar Urologi, Edisi ketiga.Jakarta : CV Sagung Seto
Selius Brian, Subedi Rajesh. Urinary Retention in Adults: Diagnosis and Initial
Management. American Family Physician. 2008; 77. P. 643-650.
Smeltzer, S. (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.(Ed.8).
(Vol.2). Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai