Anda di halaman 1dari 1

AHLI DEBAT

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

َ َ‫ فَإِنَّ َما أَ ْهل‬.‫َمانَهَ ْيتُ ُك ْم َع ْنهُ فَاجْ تَنِبُوْ هُ َو َما أَ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه فَأْتُوا ِم ْنهُ َما ْستَطَ ْعتُ ْم‬
‫ك الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم َك ْث َرةُ َم َسائِلِه ْم‬
(‫ )متفق عليه‬.‫اختِالَفِ ِه ْم َعلَى أَ ْنبِيَائ ِه ْم‬ ْ ‫َو‬

Apa yang aku larang, tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan, kerjakanlah sebisa kalian. Karena
sesungguhnya kebinasaan orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya perselisihan dan
pertentangan mereka terhadap para nabinya. (HR. Bukhari Muslim)

Pada suatu hari, Imam Malik pernah ditanya oleh seorang yang bernama Haitsam bin Jamil: “Wahai Abu
Abdillah (yakni imam Malik), seorang yang memiliki ilmu tentang sunnah apakah boleh dia berdebat untuk
membelanya?” Imam Malik menjawab: “Jangan! Tetapi hendaklah dia menyampaikan sunnah tersebut. Jika
diterima, itulah yang diharapkan; namun jika ditolak, maka diamlah”. (Jami’ Bayanul Ilmih wa Fadlihi, juz 2 hal.
94)
Demikian pula Imam Ahmad menyatakan: “Sampaikanlah sunnah dan jangan kalian memperdebatkannya”.
(Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, melalui nukilan Syaikh Barjas dalam Dlaruratul Ihtimam, hal. 89)

Memang orang-orang yang sesat seringkali diberi oleh Allah keahlian dalam berdebat dan bersilat lidah.

(‫ (رواه أحمد‬.‫ض َّل قَوْ ٌم بَ ْع َد هُدًى َكانُوْ ا َعلَ ْي ِه إِالَّ أُوْ تُوا ْال َجد ََل‬
َ ‫َما‬
Tidaklah sesat satu kaum setelah datangnya petunjuk kecuali setelah diberikan kepada mereka kepandaian
debat. (HR. Ahmad) (Syaikh Barjas dalam Dlaruratul Ihtimam, Syaikh Barjas, hal. 89)

Dikisahkan oleh Ma’n bin Isa: “Imam Malik bin Anas rahimahullah pada suatu pernah pulang dari suatu majlis
dalam keadaan beliau bertekan pada tanganku. Kemudian beliau ditemui oleh seseorang yang dipanggil
dengan nama Abul Hauriyah. Orang ini termasuk orang yang sesat beraliran murji’ah. Ia berkata: “Wahai
hamba Allah, dengarkanlah dariku sesuatu. Aku ingin berbicara denganmu menyampaikan argumentasiku
kepadamu dan menyampaikan pendapatku kepadamu (yakni mengajak berdebat –pent.)”. Maka Imam Malik
menjawab: “Bagaimana jika engkau bisa mengalahkanku?” Ia berkata: “Jika engkau kalah, maka engkau harus
mengikutiku”. Imam Malik berkata lagi: “Jika datang orang ke-3 menyampaikan argumentasinya kepada kita,
kemudian ia mengalahkan kita?” Ia menjawab: “Jika kita kalah, maka kitapun mengikutinya”. Mendengar
jawaban ini, imam Malik berkata: “Wahai hamba Allah, Allah telah mengutus Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wassalam dengan agama yang satu, tetapi aku melihat engkau berpindah-pindah dari satu agama ke
agama yang lain”. Dalam riwayat yang lain: “Bukanlah agama ini milik para pemenang debat”. (Asy-Syari’ah, al-
Ajurri, 64)

Anda mungkin juga menyukai