BAB I
UMUM
A. LATAR BELAKANG
Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran/ transportasi
laut memegang peranan yang sangat penting dan strategis sehingga
penyelenggaraannya dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh
Pemerintah dalam rangka menunjang, menggerakkan dan mendorong pencapaian
tujuan nasional, menetapkan wawasan nusantara, serta memperkokoh ketahanan
nasional.
Untuk menunjang perekonomian nasional, minyak dan gas bumi merupakan
komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku
industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dan penghasil devisa negara
sehingga pengelolaannya harus dilakukan seoptimal mungkin agar dapat
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Pertamina adalah BUMN yang didirikan untuk menyelenggarakan usaha di bidang
minyak dan gas bumi baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta kegiatan
usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas
bumi mempunyai tujuan untuk mengupayakan keuntungan dan memberikan
kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi bagi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Selain itu dapat melaksanakan penugasan dari Pemerintah
untuk penyediaan dan pelayanan Bahan Bakar Minyak (BBM) keperluan dalam
negeri. Dalam kerangka kegiatan di bidang usaha hulu maupun hilir minyak dan gas
bumi Pertamina memerlukan sarana Pelabuhan bagi penyaluran hasil explorasi dan
produksi, memasok bahan baku kilang (crude dan lain-lain) menyalurkan hasil
produksi kilang, bongkar muat kebutuhan peralatan penunjang, dan sebagai saluran
distribusi ke seluruh tanah air melalui Depot-Depot Pemasaran. Sesuai Regulasi
Kepelabuhanan Nasional, Pelabuhan yang dibangun dan dioperasikan untuk
kepentingan sendiri disebut Pelabuhan Khusus yang merupakan bagian yang tidak
terlepas dari Tatanan Kepelabuhanan Nasional.
Sampai dengan saat ini Pertamina telah membangun dan mengoperasikan 116 lokasi
Pelabuhan Khusus operasi sendiri, mengelola 2 lokasi Pelabuhan Khusus LNG PT
Badak dan PT Arun serta 36 lokasi Pelabuhan khusus milik Kontraktor Kontrak
Kerjasama (KKKS) di bawah pengawasan BP. MIGAS.
Dalam rangka Pengelolaan Pelabuhan Khusus Migas yang memenuhi ketentuan
regulasi nasional dan standar internasional untuk keselamatan pelayaran,
keselamatan bongkar muat, keamanan, kelestarian lingkungan, dan lain-lain maka
perlu disusun suatu Pedoman sebagai panduan bagi Pengelola dan Operator
Pelabuhan Khusus didalam melaksanakan pengoperasiannya.
Pedoman
B. TUJUAN
Maksud pembuatan Pedoman ini adalah sebagai acuan bagi Pengelola dan Operator
Pelabuhan Khusus Migas dalam menerapkan prinsip-prinsip Pengelolaan Pelabuhan
Khusus Migas yang mengikuti kaidah kemaritiman nasional maupun internasional,
kelaikan teknis sarana dan fasilitas pelabuhan, memenuhi aspek keselamatan
pelayaran, keamanan dan kelestarian lingkungan dan sekaligus mengusahakan jasa
pelabuhan, jasa komunikasi maritim dan usaha lain penunjang pelabuhan yang
memungkinkan sehingga diharapkan operasional dapat berjalan dengan aman,
selamat, lancar, cepat, menekan biaya semaksimal mungkin dan memperoleh
pendapatan dari pengelolaan jasa pelabuhan dan usaha lain penunjang kegiatan
pelabuhan.
Tujuannya adalah untuk mempermudah bagi para pengelola dan operator Pelabuhan
Khusus Migas dalam rangka melaksanakan kegiatan :
- Perencanaan pembangunan pelabuhan khusus dari aspek operasi, jenis sarana
tambat dengan mempertimbangan Rencana Tata Ruang Wilayah, aspek
kemaritiman, keamanan, keselamatan pelayaran dan kelestarian lingkungan
pelabuhan.
- Pengurusan perijinan yang meliputi ijin penetapan lokasi, ijin pembangunan dan
ijin operasional Pelsus serta persetujuan pengelolaan DUKS.
- Pematuhan regulasi kepelabuhanan nasional dan internasional.
- Operasional Pelsus mengikuti kaidah kemaritiman nasional dan internasional
- Kelancaran proses sandar lepas kapal yang berpijak pada aspek keselamatan
pelayaran.
- Kelancaran proses bongkar muat yang berpijak pada aspek keselamatan
bongkar muat.
- Kehandalan sarana dan prasarana pelabuhan.
- Pelayanan maksimal sehingga waktu tunggu kapal di pelabuhan
(Port Time) lebih singkat.
- Pendapatan dari jasa pelabuhan dan usaha lain secara maksimal.
- Pelayanan jasa komunikasi maritim dan accounting authority.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku di lingkungan Pertamina yang memiliki Pelabuhan/Dermaga
Khusus Migas yang ijin operasinya diberikan oleh Pemerintah kepada Pertamina.
Pedoman
D. PENGERTIAN
1. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan ekonomi yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau
bongkar muat barang, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan
antar moda transportasi.
2. Pelabuhan Umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan
pelayanan masyarakat umum termasuk pelabuhan daratan (Dry Port).
3. Pelabuhan Khusus (Pelsus) adalah pelabuhan yang dibangun dan dioperasikan
untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
4. Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) adalah dermaga dan fasilitas
pendukungnya yang berada di dalam DLKR dan atau DLKP Pelabuhan Laut yang
dibangun, dioperasikan dan digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang
kegiatan tertentu.
5. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) adalah wilayah daratan dan
perairan yang digunakan langsung untuk kegiatan Pelabuhan Umum.
6. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) adalah wilayah perairan
diluar DLKR perairan Pelabuhan Umum yang dipergunakan untuk menjamin
keselamatan pelayaran.
7. Pengelola Pelsus/DUKS Migas adalah pemegang ijin Operasi
Pelsus/Pengelolaan DUKS Migas, dalam hal ini adalah Direksi Pertamina.
8. Operator Pelsus /DUKS Migas adalah pelaksana kegiatan operasional
Pelsus/DUKS Migas di Unit Operasi.
9. Jasa Pelabuhan adalah pelayanan/jasa yang diberikan oleh pengelola/operator
pelabuhan kepada kapal dalam rangka proses kegiatannya di pelabuhan.
10. Biaya Jasa Pelabuhan adalah biaya yang diperhitungkan dan dibebankan kepada
kapal yang dilayani atas pemakaian jasa pelabuhan.
11. Sarana Pelabuhan adalah alat atau sarana yang secara langsung digunakan bagi
pelayaran atau digunakan kapal untuk masuk dan keluar ke dan dari pelabuhan
termasuk untuk penambatan kapal.
12. Prasarana Pelabuhan adalah alat atau sarana yang secara tidak langsung
digunakan untuk membantu kapal melaksanakan bongkar muat, termasuk fasilitas
penunjang kegiatan pelabuhan.
13. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) adalah sarana yang dibangun atau
terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu
navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta memberitahukan
bahaya dan atau rintangan pelayaran untuk kepentingan keselamatan berlayar.
Pedoman
E. REFERENSI
1. Undang-Undang No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran.
2. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
4. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai.
5. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan /
atau Perusakan Laut.
6. Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2000 tentang Tarif Atas PNBP Yang Berlaku
di Departemen Perhubungan
7. Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2000 tentang Kenavigasian.
8. Peraturan Pemeritah No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan.
9. Konvensi International Chamber of Shipping “Oil Companies International Marine
Forum (OCIMF)” tahun 1978 - International Maritime Organization (IMO) tentang
The International Safety Guide for Oil Tankers and Terminals (ISGOTT),
Amandement SOLAS 1974 Chapter XI tentang ISPS Code dan Standar
Internasional lainnya.
10. Peraturan Menteri Pertambangan No. 04/P/M/Pertmb/1973 tanggal 22 Maret 1973
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Perairan Dalam Kegiatan
Eksplorasi dan/atau Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.
11. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM - 54 tahun 2002 tanggal 29 Agustus
2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.
Pedoman
BAB II
REGULASI KEPELABUHANAN DAN KOMUNIKASI MARITIM
C. KENAVIGASIAN
Kenavigasian adalah kegiatan yang meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Telekomunikasi Pelayaran, Hydrografi, Alur dan
Pelintasan, Pemanduan, Penanganan Kerangka kapal, Salvage dan Pekerjaan
Bawah Air untuk kepentingan keselamatan pelayaran.
Pedoman
D. KEPELABUHANAN
Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas
kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra
dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.
Pedoman
BAB III
PELABUHAN KHUSUS / DUKS MIGAS DAN KOMUNIKASI
MARITIM
• Alur pelayaran.
Perencanaan kedalaman dan lebar perairan untuk alur pelayaran dengan
mempertimbangkan panjang, lebar dan maksimun Draft kapal yang
sesuai dengan kapasitas sarana tambat.
• Kolam pelabuhan.
Perencanaan kolam pelabuhan termasuk turning basin yang
memperhitungkan faktor panjang kapal dan maksimun Draft kapal yang
sesuai dengan kapasitas sarana tambat.
• Sarana bantu navigasi pelayaran.
Jumlah dan jenis sarana bantu navigasi pelayaran yang diperlukan
sesuai dengan kondisi perairan setempat.
• Pengerukan atau reklamasi pantai.
Diperlukan adanya pekerjaan pengerukan atau reklamasi pantai,
disesuaikan dengan kondisi perairan setempat dan kebutuhannya.
• Break Water / penahan ombak.
Pembangunan Break Water / penahan ombak diperlukan untuk
mempertahankan kontinuitas operasi sarana tambat dermaga dari
pengaruh kondisi perairan setempat/ombak dan gelombang.
• Merencanakan batas-batas wilayah daratan dan perairan atau perairan
dilengkapi titik-titik koordinat untuk keperluan rencana induk pelabuhan
khusus.
C2. Untuk Komunikasi Maritim diperlukan ijin dari Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut Departemen Perhubungan dan Departemen Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi meliputi :
1. Ijin Stasiun Radio (ISR).
2. Ijin Komunikasi Radio (IKR).
3. Ijin Penyelenggaraan Perhitungan Jasa Telekomunikasi.
BAB IV
PENGOPERASIAN
A. PELAYANAN KAPAL
Pelayanan kapal masuk/keluar meliputi persiapan penerimaan kapal, selama berada
di pelabuhan sampai keluar/berangkat, antara lain : pemberitahuan rencana
kedatangan kapal, koordinasi dalam rangka kesiapan sarana dan prasarana
pelabuhan termasuk muatan, permintaan pelayanan kebutuhan Bunker, air tawar,
transportasi awak kapal, pelayanan komunikasi.
C. KESELAMATAN PELAYARAN
Keselamatan pengoperasian pelabuhan meliputi keselamatan kapal mulai masuk alur
pelabuhan, berlabuh jangkar, kegiatan bongkar/muat dipelabuhan, keselamatan
terminal dan lingkungan perairan pelabuhan hingga kapal meninggalkan pelabuhan.
Untuk dapat terpenuhinya aspek keselamatan tersebut di atas, diperlukan prosedur-
prosedur antara lain :
1. Operasional Pelsus/DUKS Migas
2. Perawatan alur dan kolam pelabuhan
3. Standar keselamatan operasional bongkar/muat
4. Keselamatan kapal dan terminal
5. Perawatan sarana bantu navigasi pelayaran
6. Pengamanan pelabuhan
7. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
8. Pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak di perairan
Pedoman
E. PENGUSAHAAN PELABUHAN
Dalam rangka pengelolaan Pelsus/DUKS Migas dapat dilakukan usaha-usaha
sepanjang tidak bertentangan dengan regulasi kepelabuhanan dan dapat menambah
pendapatan dari pemanfaatan sarana dan prasarana pelabuhan.
Usaha-usaha dimaksud dapat berupa :
- Jasa kepelabuhanan meliputi : Jasa labuh, jasa tambat, jasa pandu, jasa tunda
dan kepil.
- Jasa barang meliputi : jasa bongkar muat, jasa gudang, jasa penumpukan dan
jasa dermaga.
- Jasa-jasa lainnya seperti penjualan air tawar, bunker, kerja sama penundaan,
kerja sama pemanfaatan fasilitas pelabuhan, kerja sama operasi
penanggulangan tumpahan minyak di perairan, biaya pemakaian peralatan
komunikasi, biaya pemakaian service boat, pemakaian telepon, dan lainnya.
Atas pelayanan yang diberikan tersebut dikenakan biaya atau pungutan sesuai
dengan ketentuan dan tarif yang berlaku.
H. PENYELESAIAN PERMASALAHAN
Penyelesaian permasalahan operasional pelabuhan meliputi :
1. Adanya silang pendapat dalam penerapan regulasi.
2. Kendala/hambatan operasional Pelsus/DUKS Migas.
3. Jasa kepelabuhanan.
4. Klaim atas kerusakan fasilitas sarana dan prasarana pelabuhan.
5. Pemanfaatan/pemakaian sarana pelabuhan oleh pihak lain.
6. Legalitas perizinan Pelsus/DUKS Migas.
7. Tanah dan perairan Pelsus/DUKS Migas.
8. Keamanan pelabuhan.
9. Sengketa dengan pihak lain berkaitan dengan keberadaan Pelsus/DUKS Migas.
10. Aspek kepelabuhanan lainnya.
Prosedur dan pelaksanaan penyelesaian permasalahan dimaksud sesuai mekanisme
dan ketentuan yang berlaku.
K. PELAPORAN
Terdapat 2 jenis laporan :
1. Laporan rutin operasional
Laporan operasional Pelsus/DUKS Migas dan Komunikasi Maritim wajib
disampaikan setiap bulan oleh Pengelola Pelsus/DUKS Migas kepada
Pemerintah sesuai ijin yang diberikan.
Operator Pelsus/DUKS Migas Unit Operasi, setiap bulan harus menyampaikan
laporan operasional Pelsus/DUKS Migas kepada pengelola pelabuhan meliputi :
a. Laporan kegiatan operasional pelabuhan dan komunikasi maritim.
b. Laporan penerimaan jasa-jasa pelabuhan.
c. Laporan kegiatan lindungan lingkungan perairan pelabuhan.
Pedoman
2. Laporan insidentil
Laporan disampaikan oleh operator Pelsus/DUKS Migas Unit Operasi kepada
Fungsi Pengelolaan Pelabuhan Khusus pada saat situasi terjadi.
Laporan disampaikan secara lisan melalui pesawat telepon dan disusul tertulis
melalui facsimile.
Laporan meliputi hal-hal yang tidak masuk dalam laporan rutin operasional
Pelsus/DUKS Migas, seperti terjadinya kecelakaan/musibah dalam pelaksanaan
operasional Pelsus/DUKS Migas dan gangguan keamanan terhadap fasilitas
pelabuhan.
Vice President
Manajemen Aset