Anda di halaman 1dari 32

Meet the Expert

Etiologi Leukokoria

Disusun Oleh:

Dini Reswari 1840312682


Sri Pertiwi Andry 1840312713
Trisha Alya Rahmi 1840312684

Preseptor :

dr. Kemala Sayuti, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-

Nya serta kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis bisa

menyelesaikan MTE ini yang berjudul “Etiologi leukokoria”. Shalawat dan salam

untuk junjungan mulia Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Penyusunan MTE ini

merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian

Ilmu Kesehatan Mata RSUP. Dr. M. Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas. Penulis menyadari bahawa MTE ini jauh dari sempurna, maka dari itu

sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan MTE ini. Semoga makalah ini

bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 9 Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Batasan Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 1
1.4 Metode Penulisan........................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Anatomi Mata.................................................................................................3
2.2 Defenisi leukokoria........................................................................................ 3
2.3 Epidemiologi leukokoria................................................................................ 4
2.4 Diagnosis leukokoria..................................................................................... 4
2.5 Etiologi leukokoria........................................................................................6
BAB 3 KESIMPULAN....................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya
ke bagian dalam mata. Ukuran pupil normal berbeda-beda antar manusia, pada anak-
anak umumnya lebih besar dan semakin menciut saat bertambah umur. Fungsi utama
dari pupil adalah mengontrol jumlah cahaya yang masuk kedalam mata untuk
mendapatkan fungsi visual terbaik pada berbagai derajat intensitas cahaya.1,2
Leukokoria atau yang bisa di kenal dengan pupil putih (white pupil)
merupakan kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya warna putih pada pupil
yang pada keadaan normal berwarna hitam. Leukokoria biasanya pertama kali dilihat
oleh orang tua seperti mata yang bersinar atau cat’s eye appearance. Pada leukokoria,
pupil dapat terlihat normal pada reflex cahaya, namun tidak memiliki red reflex pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Gejala leukokoria merupakan suatu keadaan adanya
patologi dimata. Setiap kelainan yang menghalangi jalan sinar ke retina akan
menimbulkan pantulan berwarna putih. 1
Menurut Journal of Clinical Oncology pada tahun 2011, penyebab tersering
leukokoria pada anak adalah disebabkan oleh retinoblastoma, persistent hyperplastic
primary vitreous retinopathy of prematurity, COAST disease, Toxocariasis,
Congenital Cataract, Phakomatoses, Norrie Disease, dan retinal displasia dan
detcahment.3
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kemala Sayuti dkk, di RSUP Dr. M.
Djamil Periode 2009 – 2011, penyebab tersering terjadinya leukokoria pada anak
yang berusia kurang dari 13 tahun adalah Retinoblastoma (33,4%), Katarak
kongenital (30,5%), Katarak traumatik (13,8%), Uveitis intrauterin (5,5%), dan ROP
(5,5%).4

1.2 Batasan Masalah


Penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
pada leukokoria
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, epidemiologi,
etiologi, pathogenesis pada leukokoria

4
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan makalah ilmiah.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.
Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang dan orang tua pupil mengecil akibat rasa
silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sclerosis. Pupil waktu tidur kecil, hal ini
dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur sesungguhnya.1
Pupil kecil waktu tidur akibat dari :1
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurang rangsangan hambatan miosis
Bila subkortek bekerja sempurna maka terjadi miosis. Pada waktu bangun
korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi kerja subkorteks yang
sempurna yang akan menjadikan miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah
aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera
foto yang diafragmanya dikecilkan. 1
Ukuran pupil normal bervariasi sesuai usia, dari orang ke orang, dan sesuai
dengan keadaan emosi, tingkat kesiagaan, derajat akomodasi dan cahaya ruangan.
Diameter pupil normal adalah sekitar 3-4 mm, lebih kecil pada bayi, cenderung lebih
besar pada masa kanak-kanak dan kembali mengecil secara progresif seiring dengan
pertambahan usia. Ukuran pupil berkaitan dengan berbagai interaksi antara dilator iris,
yang dipersyarafi secara parasimpatis, dengan kontrol supranukleus dari lobus
frontalis (kesiagaan) dan oksipitalis (akomodasi). Pupil secara normal juga berespon
terhadap respirasi. Dua puluh sampai 40% pasien normal memiliki sedikit perbedaan
dalam ukuran pupil (anisokoria fisiologik), biasanya kurang dari 1 mm. Obat-obat
midriatik dan siklopiegik bekerja lebih efektif pada mata yang berwarna biru
dibandingkan yang berwarna coklat.3
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya
ke bagian dalam mata. Ukuran lubang pupil dapat di sesuaikan oleh vasriasi kontraksi
otot-otot iris untuk memungkinkan lebih banyak atau sedikit cahaya masuk sesuai
keadaan.2 Evaluasi respon pupil penting untuk menentukan lokasi lesi yang mengenai
jaras optik. Pemeriksa harus mengetahui seluk-beluk neuroanatomi jaras-jaras respons
pupil terhadap cahaya dan jaras untuk melihat dekat.3

6
Gambar 2.1 Anatomi Mata. 5
2.2 Definisi Leukokoria
Leukokoria diartikan sebagai white pupil atau pupil putih. Leukokoria
merupakan refleks pupil putih yang dihasilkan oleh abnormalitas intraokuler yang
memantulkan cahaya ke arah observer. Leukokoria biasanya pertama kali dilihat
oleh orang tua seperti mata yang bersinar atau cat’s eye appearance. Pada
leukokoria, pupil dapat terlihat normal pada reflex cahaya, namun tidak memiliki
red reflex pada pemeriksaan oftalmoskopi. Gejala leukokoria merupakan suatu
keadaan adanya patologi dimata. Setiap kelainan yang menghalangi jalan sinar ke
retina akan menimbulkan pantulan berwarna putih.1–3
2.3 Epidemiologi Leukokoria
Menurut Journal of Clinical Oncology pada tahun 2011, penyebab tersering
leukokoria pada anak adalah disebabkan oleh retinoblastoma, persistent
hyperplastic primary vitreous retinopathy of prematurity, COAST disease,
Toxocariasis, Congenital Cataract, Phakomatoses, Norrie Disease, dan retinal
displasia dan detcahment.3

7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kemala Sayuti dkk, di RSUP Dr. M.
Djamil Periode 2009 – 2011, penyebab tersering terjadinya leukokoria pada anak
yang berusia kurang dari 13 tahun adalah Retinoblastoma (33,4%), Katarak
kongenital (30,5%), Katarak traumatik (13,8%), Uveitis intrauterin (5,5%), dan
ROP (5,5%).4

2.4 Diagnosis Leukokoria


 Anamnesis :
1. Riwayat Penyakit Sekarang
A. Onset : Retinoblastoma rata-rata terdiagnosis pada 18 bulan. Pada penyakit
Coats rata-rata terdiagnosis pada usia 5 tahun
B. Durasi leukokoria : Perubahan menjadi leukokoria dari sebelumnya pernah
merah dapat menyingkirkan kemungkinan leukokoria akibat PFV
C. Gejala lain, termasuk nyeri, kemerahan, fotofobia, strabismus dan
gangguan penglihatan.
2. Riwayat Penyakit Mata Dahulu
A. Riwayat retinopati sebelumnya : Retinopathy of Prematurity muncul sebagai
pupil putih akibat jaringan fibrosa retrolental dan ablasi retina total.
B. Trauma: Trauma pada okuler bisa menyebabkan ablasi retina atau
perdarahan vitreus. Sehingga menyebabkan refleks pupil abnormal
3. Riwayat kesehatan sebelumnya
A. Prematuritas
B. Artritis , uveitis padat yang akan menunjukan leukokoria
C. Infeksi prenatal: Sindrom TORCH
D. Trauma kelahiran
E. Toxocariasis / Toxoplasmosis
F. Lesi kulit yag berhubungan dengan hiperpigmentasi
G. Tuberkulosis Sklerosis, yang berhubungan dengan astrositoma retina,
endophtalmitis endogen
4. Riwayat Penyakit keluarga : Beberapa kondisi yang menghasilkan
leukocoria memiliki riwayat.

8
A. Retinoblastoma : Autosomal dominan dengan penetrasi tidak (sekitar 90%),
walaupun hanya 10% pasien dengan retinoblastoma memiliki riwayat
keluarga.
C. Vitreretinoplasti Eksudatif Familial , Memiliki pola pewarisan dominan
autosomal meskipun banyak pasien tidak menunjukan gejala
D. Coloboma: Warisan dominan mutasi autosom pada gen PAX6 pada
kromosom 11 telah dicatat.2
 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis menyeluruh sangat penting untuk diagnosis leukocoria.
Pemeriksaan yang dapat membedakan antar kondisi sebagai berikut:
1. Posisi Leukocoria.
A. Unilateral: Retinoblasoma (60%), penyakit Coats, PFV, toksocariasis,
perdarahan vitreous, ablasi retina.
B. Bilateral: Retinoblastoma (40%), FEVR, ROP, astrocytic hamartoma,
endophthalmi tis endogen.
2. Warna Refleks
A. Refleks pupil putih adalah tipikal retinoblastoma (Gambar. 1B).
B. Refleks pupil kuning, atau xanthocoria, dari eksudat dan detasemen retina
eksterna merupakan indikasi stadium lanjut penyakit Coats (Gambar. 2).
C. pupil biru keabu-abu an umumnya terlihat pada katarak kongenital..
3. Tekanan Intraokular.
TIO dapat meningkat pada retinoblastoma dan penyakit Coats yang disebabkan
oleh neovaskularisasi segmen anterior. TIO juga dapat meningkat pada JIA uveitis
karena trabeculitis.
4. Segmen Anterior.
A. PFV: Temuan terkait termasuk mikrofthalmia, mikroskornea, ruang anterior
dangkal, tunica vasculosa lentis persisten, katarak, pembuluh darah halus mengalir
di atas iris ke permukaan lensa anterior, dan membran fibrovaskular retrolental.
B. Anterior chamber retinoblastoma: Dapat muncul sebagai biji putih, halus pada
stroma iris atau dilapisi sebagai pseudo-hipopion.
C. Medulloepithelioma tubuh ciliary: Tanda-tanda termasuk coloboma lensa, kaktus,
glaukoma, dan massa retrolental.

9
D. Penyakit Coats: Kolesterolosis ruang anterior dengan kolesterol kristal kuning
mengambang bebas- nya dalam air.
E. Iris coloboma: Dapat dikaitkan dengan koloboma koroid.
F. Peradangan ruang anterior: Pertimbangkan uveitis JIA dan endoftalmitis endogen.
G. Neovaskularisasi iris dan glaukoma: Dapat dilihat pada retinoblastoma dan
penyakit Coats dan juga dapat dikaitkan dengan ablasi retina yang telah lama ada.3

Funduskopi
A. Vitreous: Pada penyakit Coats, cairan vitreus tetap jernih; sementara pada
retinoblastoma vitreus menjadi putih. Terdapat vitritis pada toksocariasis dan kanal
hyaloid persisten pada PFV.

B. Diskus Optikus: Coloboma dapat menyebabkan leukokoria. Dalam PFV, temuan


fundus bisa termasuk bergmeister papilla, retina fold dari disk ke perifer, hipoplastik
atau makula tertarik, hipoplastik saraf optik, atau retina detachment

C. Pembuluh retina: Pada retinoblastoma, pembuluh akan melebar dan berliku


secara seragam, tetapi pada penyakit Coats, pelebaran pembuluh darah tidak
teratur ,dan mungkin terdapat telangiektasia perifer . Pada retinoblastoma, pembuluh
retina masuk ke dalam detasment,tidak seperti penyakit Coats, di mana mereka berada
di atas detasment .Juga, penarikan pembuluh darah perifer dari proliferasi
fibrovaskular akan ditemukakan pada FEVR.

2A 2B

2C 2D

2E 2F

10
Gambar 2.2 Gambaran retina pada Leukokoria
1. Retinoblastoma dapat hadir dalam 3 pola pertumbuhan: exophytic, yang mengarah
ke detasemen retina ;endofit dengan seeding vitreous; dan tipe infiltrasi difus yang
jarang, yang tumbuh di sepanjang lapisan retina, tanpa menyebabkan peningkatan
retina, dan mirip uveitis.
2. Penyakit Coats muncul sebagai eksudasi retina dan ablasi retina eksudatif. Eksudasi
makula dapat menyerupai retinoblastoma. Fitur yang berbeda termasuk telangiectasia
irreguler di fundus perifer dan eksudasi kuning di subretinal dan intraretinal. Nodul
gliotik subretinal pada penyakit Coats dapat disalahartikan sebagai lesi retinoblastoma
soliter. Namun, tidak terdapat gambaran vena yang berbelok-belok seperti di
retinoblastoma.
3. PFV biasanya unilateral dengan tangkai fibrovaskular sentral yang berasal dari
diskus, seringkali dengan ablasi retina.
4. Toxocaria
menyebabkan granuloma retina atau subretinal yang dapat meniru retinoblastoma
eksofit. Toxocariasis kronis endophthalitis muncul sebagai vitritis granulomatosa
berat dengan membran siklitik, ablasi retina, leukocoria, dan hipopion.
5. FEVR
ditandai oleh nonperfusi retina perifer dengan neovaskularisasi yang dihasilkan, traksi
retina, dan proliferasi fibrovaskular yang mengarah ke ablasi retina.
6. ROP juga hadir dengan vaskularisasi abnormal yang mengarah ke pemeriksaan
fundus menyeluruh yang mengevaluasi lesi massa atau benih retal atau vitreous
sangat penting.
fibrosis dan ablasi retina.
7. Hamartoma astrositik pada sklerosis tuberous muncul sebagai flat atau meningkat
luka. Ini dapat dibedakan dari retinoblastoma oleh kurangnya ablasi retina, kurangnya
pertumbuhan, dan perjalanan pembuluh darah retina di bawah atau di sekitar tumor
astrositik.

11
8. Perdarahan vitreous dapat disebabkan oleh trauma, uveitis posterior, atau kelainan
vaskular yang disebutkan di atas. Pemeriksaan hati-hati dari retina yang mendasarinya
akan mengarah pada diagnosis.
9. Uveal coloboma muncul sebagai penggalian yang ditandai dengan tajam, putih
berkilau, berbentuk mangkuk di fundus. Tidak seperti retinoblastoma, tidak ada massa
yang terlihat.
10. endophthal- endogen
mitis muncul sebagai peradangan segmen anterior dan posterior dan mungkin ada
tanda-tanda sepsis sistemik. Budaya mungkin bersifat konfirmasi.
11. Ablasi retina dari etiologi lain misal: trauma .2

Tes Tambahan dan Pencitraan


I. Ultrasonografi. Kami merekomendasikan melakukan ultrasonografi
pada semua pasien dengan leukocoria, karena tidak mahal, tidak invasif, dan sangat
spesifik untuk mendeteksi kation kalsi yang khas dari retinoblastoma (terlihat pada
90% kasus). Berikut ini adalah temuan karakter.
A. Retinoblastoma: Massa retina padat dengan gema internal intensitas tinggi karena
kalsifikasi intratumoral
B. Penyakit Coats: Tanpa cairan subretinal dan ablasi retina tanpa
massa retina padat. Kadang-kadang, makrocyst retina dapat terlihat. Jarang, mungkin
ada kation kalsit retina distrofi linear dari ablasi retina kronis pada tingkat RPE, tidak
seperti retinoblastoma, di mana kalsifikasi berada di dalam tumor intraokular.
C. PFV: Sisa-sisa hyaloid persisten dalam PFV.
D. Toxocariasis okular: Tidak adanya calci kation pada granuloma yang meningkat.
E. Medulloepithelioma: Ultrasonografi biomikroskopi berguna untuk menunjukkan
reflektivitas internal multicystic ireguler tubuh ciliary.
F. Ablasi retina: Pada pasien dengan ablasi retina, ultrasonografi dapat bermanfaat
untuk mengevaluasi keberadaan massa.
G. Astrosit hamartoma: Kalsifikasi dapat terjadi pada hamartoma astrositik, tetapi
mereka berwarna kuning berkilau daripada putih kusam yang terlihat pada
retinoblastoma.

II Fluorescein Angiography. FA dengan fotografi Retcam berguna dalam


mengevaluasi anak-anak dengan leukocoria.

12
Pada penyakit Coats, FA menunjukkan teliiectasia retina yang bermanifestasi sebagai
"bola lampu" dengan kebocoran yang terlambat dari pembuluh darah abnormal dan
nonperfusi perifer. Retinoblastoma dikaitkan dengan hipertensi homogen yang relatif
cepat tanpa menyeret retina, sementara granuloma akibat toksokariasis menunjukkan
hiper- retensi retikuler dan biasanya dikaitkan dengan traksi retina. Zona avaskular
perifer terlihat di ROP dan FEVR. AKU AKU AKU. Tomografi Koherensi Optik.
OCT semakin banyak digunakan untuk mengevaluasi tumor makula atau
mensimulasikan lesi. Noninvasif dan ditoleransi dengan baik, ini memberikan
informasi berharga pada
adanya brosis, edema, atau cairan subretinal di makula.

IV. Tomografi Terkomputerisasi. CT umumnya dihindari pada anak-anak karena


risiko radiasi tetapi dapat dipertimbangkan jika ada kalibrasi yang dapat
dipertanyakan. Ultrasonografi memiliki sensitivitas yang baik untuk mendeteksi
kalori; dengan demikian, CT sangat jarang diperlukan.

V. Pencitraan Resonansi Magnetik. MRI dilakukan untuk mengevaluasi kelenjar


pineal dan memvisualisasikan saraf optik dan koroid untuk mendeteksi ltrasi pada
pasien dengan retinoblastoma. Retinoblastoma tampak isointense menjadi hiper-
intens pada T1 dan hypointense pada T2.
Penyakit Coats muncul sebagai eksudat subretinal hiperintens. Toxocariasis okular
muncul sebagai granuloma isointense pada T1 dan hyperintense pada T2.

VI. Pekerjaan Darah. Paparan toksopara


adalah umum, sehingga tes serologis positif mendukung tetapi tidak diagnostik.
Pekerjaan darah juga berguna untuk mendiagnosis infeksi TORCH dan untuk
mengidentifikasi penyakit yang mendasari pada pasien dengan endophthalmitis
endogen.
VII. Pengujian Genetik. Ini penting pada penyakit seperti retinoblastoma, FEVR, dan
hamartoma astrositik, baik untuk menegakkan diagnosis dan untuk konseling genetik.
Studi yang lebih baru telah mengindikasikan mutasi somatik pada gen NDP (mutan
pada penyakit Norrie) pada penyakit Coats.

13
VIII. Biopsi Aspirasi Jarum Halus. FNAB dihindari pada pasien yang diduga
memiliki retinoblastoma karena risiko metastasis. Jika retinoblastoma
dikesampingkan, keran intravitreal mungkin berguna pada mata dengan
endophthalmitis endogen untuk membuat diagnosis atau pada pasien dengan
endophthalmitis kronis karena toksocariasis di mana sitologi humor air akan
mengungkapkan eosinofil.

2.5 Etiologi Leukokoria


2.5.1 Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah tumor ganas dalam mata yang berasal dari jaringan
embrional retina. Insidennya 1:14.000-1:20.000 kelahiran hidup.1-3 Meskipun
retinoblastoma dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada anak-
anak sebelum usia 2 tahun. Sekitar 95% kasus retinablastoma didiagnosis sebelum
usia 5 tahun. Retinoblastoma secara tipikal didiagnosis secara sporadik didiagnosis
antara usia 1 dan 3 tahun. Onset setelah usia 5 tahun jarang namun dapat juga
terjadi.4,5-9
Retinoblastoma merupakan tumor yang dapat terjadi secara herediter (40%), dan
non herediter (60%). Retinoblastoma herediter meliputi pasien dengan riwayat
keluarga positif (10%) dan yang mengalami mutasi gen yang baru pada waktu
pembuahan (30%).5,6 Bentuk herediter dapat bermanifestasi sebagai penyakit
unilateral atau bilateral. Pada bentuk herediter, tumor cenderung terjadi pada usia
muda. Tumor unilateral pada bayi lebih sering dalam bentuk herediter, sedangkan
anak yang lebih tua lebih sering mengalami bentuk non-herediter. Tumor unilateral
pada anak yang muda mengalami abnormalitas genetik yang ringan dibandingkan
pada anak yang lebih tua.7,9

Dahulu retinoblastoma dianggap berasal dari mutasi gen autosomal dominan,


tetapi pendapat terakhir menyebutkan bahwa kromosom alela nomor 13q14 berperan
dalam mengontrol bentuk hereditable dan non-hereditable (sifat menurun atau tidak
menurun) suatu tumor. Jadi pada setiap individu sebenarnya sudah ada gen
retinoblastoma normal. Pada kasus yang herediter, tumor muncul bila satu alela
13q14 mengalami mutasi spontan sedangkan pada kasus yang non-herediter baru
muncul bila kedua alela 13q14 mengalami mutasi spontan. Pada saat ini banyak
sekali pilihan terapi retinoblastoma. Pemilihan terapi tergantung pada luasnya

14
penyakit dalam mata dan penyebaran penyakit, baik ke otak atau bagian tubuh yang
lain. Oleh karena itu banyak sekali kontroversial dalam tata laksana terapi
retinoblastoma karena banyaknya pilihan terapi.
Patogenesis Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah suatu neuroblastik tumor ganas yang tidak berdiferensiasi


yang muncul dari lapisan retina manapun, dan secara biologik mirip dengan
neuroblastoma dan medulo- blastoma. Studi imunohistokimia menunjukkan bahwa
sel tumor terwarnai positif pada enolase neuron-spesifik, fotoreseptor segmen rod-
outer-S antigen spesifik, dan rhodopsin. Sel tumor juga menyekresi substansi
ekstrasel seperti interfotoreceptor retinoid-binding protein (produk normal
fotoreseptor). Adanya sejumlah kecil jaringan glial dalam retinoblastoma
menunjukkan bahwa sel tumor dapat memengaruhi kemampuan berdiferensiasi
menjadi astroglia atau sel glial residen berproliferasi sebagai respon sel neoplasma
primer

Manifestasi klinik Retinoblastoma


Gejala dan tanda-tanda retinoblastoma ditentukan oleh luas dan lokasi tumor
pada waktu didiagnosis. Gejala yang paling sering ialah leukokoria (refleks putih
pada pupil) sekitar 50-62%, strabismus (20%).1-5 Ciri-ciri lain meliputi heterokromia,
hifema spontan, amauritic cat’ eye (bila mata kena sinar akan memantulkan cahaya
seperti mata kucing) dan selulitis.3,4 Dalam perkembangan selanjutnya tumor dapat
tumbuh ke arah badan kaca (endofilik) dan kearah koroid (eksofilik). Pada
pertumbuhan endofilik, tampak massa putih yang menembus melalui membran
limitan interna. Retinoblastoma endofilik kadang-kadang berhubungan dengan
adanya sel individual atau fragmen jaringan tumor pada vitreus yang terpisah dari
massa utama. Kadang- kadang sel ganas memasuki anterior chamber dan
membentuk pseudo hipopion.

Tumor eksofilik berwarna putih- kekuningan dan terjadi pada ruang subretinal
sehingga pembuluh darah retina yang terdapat di atasnya sering bertambah ukurannya
dan berkelok-kelok. Pertumbuhan eksofilik retinoblastoma sering kali
berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal yang dapat mengaburkan tumor dan
hampir mirip dengan exsudative retinal detachment yang memberi kesan coats’
disease.

15
Tumor yang besar sering menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan endofilik dan
eksofilik. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti sistem pembuluh darah, maka
sebagian sel tumor akan mengalami nekrosis dan melepaskan bahan-bahan toksik
yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul uveitis disertai dengan
pembentukan hipopion dan hifema. Komplikasi lain berupa terhambat- nya
pengaliran akuos humor, sehingga timbul glaukoma sekunder.3,4,8

Pada metastase yang pertama terjadi penyebaran ke kelenjar preaurikuler dan


kelenjar getah bening yang berdekatan. Metastase kedua terjadi melalui lamina
kribosa ke saraf optik, kemudian mengadakan infiltrasi ke vaginal sheath
subarachnoid masuk kedalam intrakranial. Metastase ketiga dapat meluas ke koroid
dan secara hematogen sel tumor akan menyebar ke seluruh tubuh

Tabel 1. Tanda dan gejala retinoblastoma

Untuk mendiagnosis retinoblastoma perlu diketahui juga diagnosis banding


agar tidak salah mendiagnosis. Pada saat ini terdapat bermacam-macam diagnosis
banding leukokoria yang merupakan tanda klinis terbanyak dari retinoblastoma sepeti
pada Gambar 3B. Oleh karena itu diperlukan ketelitian dalam memeriksa dan
menetapkan diagnosis. Lesi retina yang paling mirip dengan retinoblastoma ialah
coats’ disease. Pada coats’ disease terdapat adanya material pada lensa kristalina,
cairan subretinal yang berlebihan, dan abnormalitas pembuluh darah perifer,

16
dikombinasi dengan tidak adanya kalsium. Adanya Kalsifikasi pada USG merupakan
sebuah patognemonic dari Retinoblastoma.

Gambar 2.3 Reflex Fundus Normal (red)

Gambar 2.4. Leukocoria Pada Retinoblastoma (white)

2.5.2 Uveitis
Uveitis terjadi ketika lapisan tengah bola mata meradang (merah dan bengkak).
Lapisan ini, yang disebut uvea, memiliki banyak pembuluh darah yang menyehatkan
mata. Uveitis dapat merusak jaringan mata vital, yang menyebabkan hilangnya
penglihatan permanen.
Jenis Uveitis :

17
Ada 3 jenis uveitis. Mereka didasarkan pada bagian mana dari uvea yang
terkena. Pembengkakan uvea dibagian depan mata disebut uveitis anterior. Itu mulai
tiba-tiba dan gejalanya bisa bertahan hingga 8 minggu. Beberapa bentuk uveitis
anterior sedang berlangsung, sementara yang lain pergi tetapi terus datang kembali.
Pembengkakan uvea di tengah mata disebut intermediate uveitis. Gejala dapat
berlangsung selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun. Bentuk ini bisa melalui
siklus menjadi lebih baik, kemudian semakin buruk. Pembengkakan uvea ke arah
belakang mata disebut posterior uveitis. Gejala dapat berkembang secara bertahap dan
berlangsung selama bertahun-tahun.
Etiologi dari Uveitis adalah infeksi seperti virus herpes zoster, virus herpes
simpleks, sifilis, penyakit Lyme, dan parasit seperti toksoplasmosis. Beberapa
penyakit radang sistemik seperti penyakit radang usus (IBD), rheumatoid arthritis atau
lupus.
Uveitis dapat berkembang secara tiba-tiba. Gejala dapat berupa mata merah
dengan atau tanpa rasa sakit, mata menjadi sangat sensitif terhadap cahaya terang,
penglihatan buram, melihat "floaters" tiba-tiba.

Gambar 2.4. Uveitis

2.5.3 Katarak kongenital


Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.1

18
Katarak yang berkembang penuh pada waktu lahir akan
menghambat perkembangan daya penglihatan yang normal, kecuali bila
diatasi dalam beberapa
bulan.1 Katarak kongenital bisa merupakan penyakit keturunan yang
diwariskan secara autosomal dominan atau bisa disebabkan oleh infeksi
kongenital yang didapat dari ibu saat kehamilan atau berhubungan dengan
penyakit metabolik.2

Gambar 2.5 Katarak Kongenital

Etiologi
Katarak pada dewasa sering dihubungkan dengan proses penuaan
(degeneratif). Tetapi berbeda dengan katarak kongenital, kekeruhan lensa
yangterjadi dapat akibat kelainan localintraocular atau kelainan umum
yang menampakan prosespenyakit pada janin atau bersamaan dengan
proses penyakit ibu yang sedang mengandung.1,2
Pada umumnya katarak kongenital bersifat sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya. Dua puluh tiga persen dari katarak kongenital
merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan.
Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang merupakan penyakit
herediter adalah mikroftalmus, aniridia, kolobama iris, keratokonus, lensa
ektopik, displasia retina dan megalo kornea. Selain itu katarak kongenital
dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
infeksi seperti rubella, rubeola, chikenpox, cytomegalo virus, herpes
simplek, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Epstein-Barrsyphilis dan
19
toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada trimester I. Sementara yang
behubungan dengan penyakit metabolic adalah galaktosemia,
homosisteinuria, diabetes mellitus dan hipoparatiroidisme.2,3
Katarak congenital juga ditemukan pada bayi premature dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Katarak kongenital juga mungkin bisa disebabkan oleh2:

- sindromakondrodisplasia

- sindromadown (trisomi 21)

- sindromapierre-robin

- katarak kongenital familial

- sindromahallerman-streiff

- sindromaserebrohepatorenalis (sindromalowe)

- trisomi 13

- sindromaconradi

- sindromadisplasiaektodermal

- sindromamarinesco-sjögren.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu setelah rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang
pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urin
yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering
katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem
syaraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.5

Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan


oleh ibu-ibu yang menderita homosisteinuri, diabetes melitus
hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis.
Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan

20
penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-
kornea.5
Seperti telah disinggung di atas, katarak kongenital dapat
disebabkan oleh rubela kongenital. Bila ibu hamil 4 minggu pertama
menderita rubela. Adapun trias sindroma rubela: mata-telinga-jantung.
1. Kerusakan mata: katarak, mikroftalmus, retinopati berpigmen.

2. Kerusakan telinga: tuli karena kerusakan pada alat corti.

3. V.S.D.: VentriculalSeptalDefect.

Patogenesis
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa –
nukleus fetal atau nukleus embrional, tergantung pada waktu stimulus
karaktogenik– atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila
kelainannya terletak di kapsul lensa.3
Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul pada
saat lensa dibentuk. Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan normal.
Hal ini merupakan kelainan kongenital. Kekeruhan lensa, sudah terdapat
pada waktu bayi lahir. Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya, tergantung
saat terjadinya gangguan pada kehidupan janin, sesuai dengan
perkembangan embriologik lensa. Bentuk katarak kongenital memberikan
kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga saat terjadinya
gangguan pada perkembangan tersebut.2
Kekeruhan lensa kongenital sering dijumpai dan sering secara
visual tidak bermakna. Kekeruhan parsial atau kekeruhan di luar sumbu
penglihatan – atau tidak cukup padat untuk mengganggu transmisi
cahaya – tidak memerlukan terapi selain pengamatan untuk menilai
perkembangannya. Katarak kongenital sentral yang padat memerlukan
tindakan bedah.3
Katarak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan
yang bermakna harus dideteksi secara dini – sebaiknya di ruang bayi baru
lahir oleh dokter anak atau dokter keluarga. Katarak putih tampak sebagai
leukokoria yang dapat dilihat oleh orangtua. Katarak infantilis unilateral
21
yang padat, terletak di tengah, dan garis tengahnya lebih besar dari 2 mm
akan menimbulkan ambliopia deprivasi permanen apabila tidak diterapi
dalam masa 2 bulan pertama kehidupan sehingga mungkin memerlukan
tindakan bedah segera. Katarak bilateral simetrik memerlukan
penatalaksanaan yang tidak terlalu segera, tetapi apabila penanganannya
ditunda tanpa alasan yang jelas, dapat terjadi ambliopia deprivasi
bilateral.3
Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk dan gambaran morfologik. Pada pupil mata bayi yang menderita
katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada
setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk
menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria
dilakukan dengan melebarkan pupil.5
Bila fundoskopi tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan
oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi.6
Jika pada katarak kongenital ini kekeruhannya hanya kecil saja
sehingga tidak menutupi pupil, maka penglihatannya bisa baik dengan cara
memfokuskan penglihatan di sekitar kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup
katarak seluruhnya maka penglihatannya tidak akan normal dan fiksasi
yang buruk akan mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia.
Pernah dilaporkan katarak monokular dan binokular yang telah dioperasi
secara dini penglihatannya baik setelah diberi koreksi afakia. Katarak
kongenital merupakan indikasi untuk dirujuk segera ke dokter ahli mata.7

2.5.4 ROP
Retinopathy of Prematurity (ROP) adalah kelainan vasoproliferatif retinal
yang unik pada bayi premature. Ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1950
berhubungan dengan untuk menyelamatkan bayi premature dengan dosis tinggi dari
suplemen oksigen. Perkembangan vaskular retina dimulai dari usia gestasi 16 minggu.
Jaringan mesenkimal (sumber pembuluh darah retina) bertumbuh secara sentrifugal

22
dari optic disk, mencapai bagian nasal ora serata pada usia 36 minggu gestasi dan
mencapai temporal ora serata pada usia 40 minggu gestasi. ROP sebagai hasil dari
pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah retina pada bayi prematur karena
interaksi kompleks antara vascular endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like
growth factor (IGF-I).1

Faktor risiko untuk pengembangan ROP


Usia kehamilan dan berat saat lahir, 2 dari faktor risiko terkuat untuk ROP,
berkorelasi terbalik dengan perkembangan ROP: bayi yang lebih kecil dan mereka
yang lahir pada usia kehamilan sebelumnya berisiko lebih tinggi. Insiden ROP yang
membutuhkan perawatan lebih rendah di antara bayi Afrika-Amerika dibandingkan
bayi non-Afrika-Amerika.1
Penggunaan oksigen tambahan adalah faktor risiko, seperti yang ditunjukkan
pada 1960-an ketika ROP menurun tajam (dan kematian dan cerebral palsy meningkat
tajam) dengan keterbatasan oksigen yang parah untuk bayi prematur. Namun, peran
pasti yang dimainkan oksigen masih belum dipahami dengan baik. Meskipun banyak
penelitian, jumlah optimal oksigen tambahan untuk diberikan kepada bayi prematur
untuk mendorong perkembangan normal dan membatasi ROP tetap sulit dipahami.
Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa mempertahankan tingkat
saturasi oksigen pada tingkat yang lebih rendah daripada kebiasaan sebelum usia
terkoreksi 34 minggu dapat menurunkan kejadian ROP, tidak jelas apakah
manfaatnya cukup signifikan untuk menjamin risiko sistemik pada bayi. Level awal
IGF-1 yang rendah dikaitkan dengan kenaikan berat badan yang lebih lambat dari
yang diperkirakan dan ROP yang lebih parah. Alga berat, JGF-1, neonatal ROP
(WINROP) (Premacure AB, Uppsala, Swedia) adalah sistem pengawasan yang

23
mengidentifikasi bayi yang berisiko tinggi terhadap pengembangan ROP tipe 1.
Algoritme ini - yang menggunakan usia kehamilan, kadar IGF-1 serum, dan
pelacakan kenaikan berat badan bayi - memungkinkan skrining yang ditargetkan dan
hemat biaya pada bayi berisiko tinggi untuk ROP berat.1
Diagnosa ROP
Pemeriksaan fundus dilatasi harus dilakukan untuk menyaring ROP pada bayi
yang lahir pada usia kehamilan 30 minggu atau lebih awal atau memiliki berat lahir
kurang dari 1500 g. Mereka juga harus dilakukan pada bayi prematur dengan kursus
yang tidak stabil jika dokter anak percaya bahwa anak berisiko tinggi untuk ROP.
Pemeriksaan pertama harus dilakukan pada usia kronologie (postnatal) 4 minggu atau
pada usia kehamilan terkoreksi 30-31 minggu, mana yang lebih lambat (tetapi tidak
lebih dari usia kronologie 6 minggu).1
Siklomidril (cyclopentolate 0,2% dan fenilefrin 1,0%) direkomendasikan
untuk pemeriksaan bayi prematur. Sebagai alternatif, tropicamide 0,5% atau 1,0% dan
fenilephrine 2,5% dapat digunakan. Instrumen steril harus digunakan untuk
memeriksa bayi.1
Seorang perawat harus hadir untuk pemeriksaan di unit perawatan intensif
neonatal karena bayi dapat mengalami apnea dan bradikardia selama pemeriksaan.
Jika pemeriksaan harus ditunda, penundaan dan alasan medis harus didokumentasikan
dalam rekam medis pasien. Pemeriksaan tindak lanjut harus dilakukan sesuai Tabel
25-4.1

24
Saat ini, insiden ROP meningkat di negara-negara berkembang, menggemakan
epidemi yang terjadi di Amerika Serikat dan Inggris pada 1940-an dan awal 1950-an.
Bayi yang terkena dampak di negara-negara berkembang lebih besar dan lebih tua
usia kehamilan daripada bayi di Amerika Serikat di mana ROP berkembang,
menunjukkan bahwa kriteria skrining untuk ROP harus dimodifikasi di negara-negara
berkembang.1
Fotografi retina digital sangat akurat untuk mendeteksi ROP yang signifikan
secara klinis. Oleh karena itu, telemedicine yang melibatkan skrining berbasis gambar
retina telah digunakan di daerah-daerah yang kurang terlayani untuk mengidentifikasi
bayi yang berisiko tinggi memerlukan perawatan.1
2.5.5 Penyakit Coats
Temuan klasik pada penyakit Coats adalah eksudat subretinal dan
intraretinallipid kuning yang terkait dengan kelainan vaskular retina-paling sering
telangiectasia, tortuosity, dilatasi an-eropa, dan nonperfusi kapiler retina. Presentasi
klinis bervariasi, mulai dari perubahan ringan hingga ablasi retina total (Gambar 25-
23).1

25
Pria lebih sering terkena daripada wanita, dan kondisinya biasanya,
tetapi tidak selalu, unilateral. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 6-8 tahun,
tetapi penyakit ini juga telah diamati pada bayi. Etiologi penyakit Coats tidak
diketahui. Asosiasi dengan berbagai penghapusan gen telah dilaporkan, tetapi
penyakit ini terisolasi dalam banyak kasus.1
Diagnosa Coats
Diagnosis penyakit Coats memerlukan adanya pembuluh retina
abnormal, yang kadang-kadang kecil dan sulit ditemukan. Eksudat subretinal
diduga berasal dari pembuluh anomali yang bocor. Angiografi fluorescein
dapat membantu dalam mengidentifikasi kebocoran dari pembuluh
telangiectatic dan dalam menilai efektivitas terapi.1
Diagnosis banding meliputi PFV, ROP, toksocariasis, vitreorinopati
eksudatif familial, penyakit Norrie, displasia retina, endophthalmitis, leukemia,
dan retliblastoma. Kalsium sering dideteksi dengan ultrasonografi pada
retinoblastoma tetapi jelas jarang pada penyakit Coats. Penyakit Coats sering
disertai dengan xanthocoria (refleks pupil kuning), sedangkan retinoblastoma
datang dengan leukocoria (refleks pupil putih).1
2.5.6 Congenital Retinal Fold
Congenital retinal fold pertama kali di gambarkan pada tahun 1935 sebagai
anomali bawaan yang langka. Patogenesisnya diinvestigasi secara histologi dan
terdapat anomali yang dihipotesiskan sebagai pembuluh darah hyoid yang perisisten
yang mengarah ke retina displastik yang ditarik.
Para peneliti mengunakan istilah PHPV posterior untuk lipatan falciform
retina dan istilah PHPV untuk kongenital retina fold. Namun sekarang PHPV
dinamakan persistent fetal vasculature yang biasanya terjadi sebagai satu set
malformasi vaskular yang mengenai satu mata pada bayi yang normal. Menurut Pruett

26
dan Schepens gambaran fundus vitreus band dan lipatan retina tidak bisa dibedakan.
Vitreus bands dan retina fold meluas ke tepi fundus dan paling banyak ke daerah
nasal.
Pada tahun 1969, familial (dominan) vitreoretinopati eksudatif (FEVR),
gangguan perkembangan pembuluh darah retina, dideskripsikan dan diduga sebagai
kemungkinan asal lipatan retina kongenital. Baru-baru ini, lipatan retina kongenital
diperkirakan terjadi bahkan setelah lahir dan disebabkan oleh berbagai penyakit
infantil seperti FEVR, retinopati prematuritas (ROP), penyakit Norrie, inkontinensia
pigmenti, dan toksoplasmosis bawaan. Namun, lipatan retina yang membedakan
secara klinis tanpa hubungan sistemik seringkali sulit, dan patogenesisnya masih
kontroversial.

2.5.7 Retinal Detachment


Retinal detcahment atau terlepasnya retina merupakan kejadian yang serius
karena dapat menyebabkan buta total. Bagian luar dari fotoreseptor menerima oksigen

27
dan nutrisi dari koroid. Jika retina terlepas dari koroid, fotoreseptor akan tidak terjadi.
Pada fovea tidak memiliki pembuluh darah retina dan tergantung pada koroid untuk
oksigennya, sehingga apabila terjadi detachment dari makula akan menyebabkan
kerusakan permanen pada sel batang dan sel kerucut pada posterior pole dan
kehilangan pengelihatan. Tetapi bila makula tidak terlepas, pengelihatan masih bagus
bila retina di tempel kembali.4
Gejala dan Tanda
Gejala RD yang paling umum adalah kehilangan penglihatan yang tiba-tiba
dan tidak menyakitkan atau penglihatan kabur pada mata yang terkena. Beberapa
pasien dengan RD mengalami kehilangan lapangan padang, yaitu, kehilangan
penglihatan hanya dalam satu bagian bidang visual dan menggambarkan ini sebagai
kerudung atau bayangan di satu area penglihatan mereka. Berkedip dan melayang
mungkin terjadi pada mata yang terpengaruh beberapa hari atau minggu sebelum
kehilangan penglihatan. Ini disebabkan oleh degenerasi vitreus dan traksi pada retina.
Detachment retina inferior sering tidak bergejala dan progresif perlahan sehingga
onset RD tidak diketahui sampai mencapai kutub posterior. Kadang-kadang RD
disertai dengan ketidaknyamanan ringan dan kemerahan karena uveitis dan hipotonik
yang terkait, dan ini dapat secara keliru didiagnosis sebagai antenatal atau uveitis
idiopatik. Pada anak-anak dan dewasa muda, RD mungkin asimtomatik pada awalnya
dan didiagnosis hanya setelah mata yang terkena mengalami juling, atau kemerahan,
atau refleks pupil putih (leukokoria) karena perkembangan katarak yang cepat.4
Di negara-negara berkembang, ablasi retina sering terlambat, dan ini berarti
makula terlepas pada sekitar 90% mata saat presentasi. Pasien lebih cenderung
memiliki jaringan parut dan fibrosis retina, dan masalah lain yang terkait dengan
ablasi retina yang berlangsung lama. Karena kelainan yang menyebabkan detachment
sering bilateral, hingga sepertiga dari pasien mungkin buta di mata mereka yang lain
pada presentasi - sering karena ablasi retina yang tidak diobati.4

Diagnosis Retina Detachment


Metode terbaik untuk mendiagnosis RD adalah dengan ophthalmoscopy tidak
langsung teropong dengan lekukan scleral. RD jelas dikenali oleh hilangnya refleks
fundus merah dan peningkatan retina yang nyata (Gambar 1). Retina tampak abu-abu,
dan menunjukkan lipatan dan undulasi. Detachment dangkal sulit untuk didiagnosis

28
tetapi dapat dilihat dengan visualisasi stereoskopis pembuluh retina yang memberikan
bayangan pada epitel pigmen retina yang mendasarinya (Gambar 2).4

Penting untuk menilai keadaan makula. Jika makula masih melekat, ini darurat
medis, dan pasien harus menjalani operasi dalam waktu 24 jam untuk mencegah

29
lepasnya makula dan kehilangan penglihatan permanen. Jika makula sudah terlepas,
maka operasi harus dilakukan dalam satu atau dua minggu.4
Di mata dengan media buram, ultrasonografi B-scan okular berguna untuk
mendiagnosis RD dan patologi terkait, seperti vitreoretinopati proliferatif (PVR),
benda asing intraokular, dll. Ultrasonografi juga menyingkirkan banyak lesi yang
terkait dengan ablasi retina eksudatif. seperti tumor, skleritis posterior, dll.4

30
BAB III
KESIMPULAN
1. Leukokoria merupakan kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya warna
putih pada pupil yang pada keadaan normal berwarna hitam.
2. Leukokoria disebabkan oleh retinoblastoma , persistent hyperplastic primary
vitreous retinopathy of prematurity, COAST disease, Toxocariasis, Congenital
Cataract, Phakomatoses, Norrie Disease, dan retinal displasia dan detcahment.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. A Stepwise Approach to leukocoria . Pediatric Opthalmic Pearls. University of


Louisville, Kentucky.2017.
2. Kaliki S, Shields CL. Differential diagnosis of retinoblastoma. In:
Ramasubramanian A, Shields CL, eds. Retinoblastoma. New Delhi, India: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2012;46-60.
3. Shields CL et al. Ophthalmology. 2013;120(2): 311-316.
4. Jubran RF, Erdreich-Epstein A, Butturini A, Murphree AL, Villablanca JG.
Approaches to treatment for extraocular retinoblastoma: Children's Hospital Los
Angeles experience. J Pediatric Hematol Oncol 26 (1): 31-4, 2004
5. Opthalmic Pathology and Intraocular 6; American Academy of Opthalmology, 2006-
7: Chapter 26; p. 390-9.
6. Vaughan DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 11, Alih Bahasa
Tambajong J, Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 1992 : 95.
7. Tumors. Basic and Clinical Science Course. Section 4; American Academy of
Opthalmology, 2006-7: Chapter 19; p. 251-64.
8. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.
9. American Academy of Ophtalmology. 2008-2009. Lens and Cataract. San
Fransisco: AAO.
10. American Academy of Ophtalmology. 2011. Cataract in the Adult Eye. San
Fransisco: AAO
11. Sayuti K. Profil leukokoria pada anak di RSUP DR.MDjamil Padang.Artikel
penelitian.2015;37(1):38-40.
12. Ilyas, Sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1998 : 209-210.
13. Ilyas, Sidarta, Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 146.

32

Anda mungkin juga menyukai