BST Pterigium - 3A - (Dini Reswari & Risa Firka) PDF
BST Pterigium - 3A - (Dini Reswari & Risa Firka) PDF
PTERIGIUM
Oleh:
Preseptor:
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Pterigium merupakan salah satu penyakit gangguan mata yang paling umum. Pterigium
merupakan suatu perluasan pinguecula ke kornea yang sering pada orang dewasa seperti
daging berbentuk segitiga dengan ujung menghadap pusat kornea dan umumnya bilateral di
sisi nasal. Keadaan ini merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,
lingkungan yang berangin, terkena sinar matahari, berdebu, dan berpasir. Lapisan bowman
kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastic.1
Pterigyum memiliki etiologi dan lokasi yang sama dengan pinguecula. Pterigium
memiliki vaskularisasi yang menonjol dan dapat melebar hingga kornea.2 Pterigium harus di
eksisi jika sudah mengganggu sampai ke daerah pupil (visual axis) atau bila menyebabkan
iritasi kronis.1,2 kekhawatiran estetika dan penurunan penglihatan merupakan masalah
penting yang terkait dengan masalah ini. Pada tahap awal, biasanya asimptomatik dan
dengan pertumbuhan lambat itu lebih ke estetika. Namun, dengan perkembangan lebih
lanjut, ini berpotensi menyebabkan penurunan ketajaman visual yang signifikan.3
Untuk prevensi dapat digunakan kacamata yang memblok sinar ultraviolet. Terapi
bedah dan beberapa pengobatan dapat juga membantu.
TINJAUAN PUSTAKA
Kejadian pterigium di dunia sebesar 12% dengan 3% pada usia 10 – 20 tahun, dan
19,5% pada usia di atas 80 tahun. Prevalensi kejadian sebesar 13% pada pria dan 12%
pada wanita. Prevalensi terbesar terjadi di China sebesar 53%.3 Usia rata – rata pasien
pterigium adalah 58,4 ± 14 tahun dengan 56,9% adalah laki - laki. Kecenderungan
pterigium ditemukan pada individu dengan status ekonomi rendah dan pada populasi
yang tinggal di pedesaan. Beberapa penyakit yang dikaitkan dengan pterigium seperti
blefaritis dan chalazion.5
2.3 Patogenesis
Teori stem cell menyatakan bahwa pajanan faktor lingkungan (sinar ultraviolet,
angin, debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya sitokin pro-
inflamasi,sehingga merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan stem cell yang juga
akan memproduksi sitokin dan berbagai growth factors. Sitokin dan berbagai growth
factor akan mempengaruhi sel di limbus, sehingga terjadi perubahan sel fibroblas
endotel dan epitel yang akhirnya akan menimbulkan pterigium. Penumpukan lemak
bisa karena
iritasi ataupun karena air mata yang kurang baik.
Pterygium terdiri dari tiga bagian: visor, kepala dan tubuh dengan ekor (juga sering
digambarkan memiliki kepala, badan, dan ekor). Visor adalah tepi depan zona datar
pada kornea, terutama terdiri dari fibroblas, yang tumbuh ke dalam membran Bowman.
Kepala adalah bagian vaskularisasi dari pterygium, yang terletak tepat di belakang
pelindung dan melekat erat pada kornea. 3 Fibroblast yang terletak di stroma anterior
kornea (di bawah membran Bowman) dapat diaktifkan oleh radiasi ultraviolet (UV) dan
dapat menyebabkan membran Bowman pecah karena perlekatan kuat pterigium ke
stroma. Tubuh / ekor adalah area seluler konjungtiva bulbar, yang dapat dengan mudah
dipisahkan dari jaringan di bawahnya. Pterigium memiliki 4 derajat gambaran klinis:
Derajat II : jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
Derajat III : jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal.
Derajat IIII : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
DIAGNOSIS
Diagnosis pterigium ditegakkan secara klinis, sering bersifat asimptomatik. Jika ditemukan
gejala, yang dijumpai antara lain mata kering, berair, gatal, mata merah hingga penglihatan
terganggu. Pada slitlamp, pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler di permukaan
konjungtiva; paling sering di konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, dapat pula
ditemukan di daerah temporal.
TATALAKSANA
Sebagai tindakan preventif, gunakan kacamata yang dapat memblok sinar ultraviolet (UV-A
dan UV-B) karena faktor risiko utama pterigium adalah pajanan sinar ultraviolet. Manajemen
medikamentosa jika terdapat keluhan. Obat tetes mata artifisial atau steroid jika disertai
inflamasi mata. Medikamentosa tidakakanmengurangiataupunmemperparah pterigium, hanya
1
mengurangi keluhan.
Tantangan utama terapi pembedahan adalah mengatasi komplikasi rekurensi yang sering
terjadi, berupa pertumbuhan fibrovaskuler dari limbus ke tengah kornea. Indikasi terapi
pembedahan antara lain: tajam penglihatan berkurang akibat astigmatisma, ancaman aksis visual
1
terganggu, gejala iritasi berat, dan indikasi kosmetik.
Teknik eksisi sederhana pada bagian kepala dan badan pterigium serta membiarkan
dasar sklera (scleral bed) terbuka sehingga terjadi re-epitelisasi. Kerugian teknik ini adalah
tingginya tingkat rekurensi yang dapat mencapai 24-89%
Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir limbus.
Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah badannya
dengan menggunakan gunting.
2. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser
untuk menutupi defek.
3. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva
yang dirotasi pada tempatnya.
4. Conjunctival autograft technique
Angka rekurensi 2% hingga paling tinggi 40%. Prosedur menggunakan free graft
yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superotemporal, dieksisi sesuai
ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
perekat jaringan. Faktor yang penting untuk keberhasilan operasi pterigium
adalah kemampuan untuk diseksi graft tipis dan tepat ukuran untuk menutupi
defek konjungtiva dengan inklusi minimal dari jaringan Tenon. Hasil graft yang tipis
dan bebas tegangan telah terbukti tidak terjadi retraksi setelah operasi,
menghasilkan hasil kosmetik yang baik dengan tingkat rekurensi yang rendah. Hirst,
dkk. merekomendasikan insisi luas untuk eksisi pterigium dan graft yang besar
8
karena dengan teknik ini rekurensinya sangat rendah.
Terapi Tambahan
1
Angka rekurensi tinggi yang berkaitan dengan operasi terus menjadi masalah.
1,5,7
Terapi tambahan yang diberikan antara lain:
2. Terapi iradiasi beta. Terapi ini digunakan untuk mencegah rekurensi karena
1
dapat menghambat mitosis cepat di dalam sel pterigium. Efek samping radiasi
antara lain nekrosis sklera, endoftalmitis, pembentukan katarak. Akibat efek
samping ini, terapi ini tidak banyak digunakan.
Komplikasi
Prognosis
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien
setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali6.
SIMPULAN
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10
Pterigium adalah pertumbuhan fibrovaskuler non-maligna konjungtiva
berbentuk segitiga yang biasanya mencapai kornea; terdiri dari degenerasi
fibroelastis dengan proliferasi fibrotik yang dominan. Faktor risiko pterigium
bersifat multifaktorial, antara lain pajanan sinar ultraviolet, pajanan debu atau
iritan, peradangan, serta kekeringan pada mata. Sebagai tindakan preventif,
gunakan pelindung mata seperti kacamata, topi untuk mengurangi pajanan
terhadap sinar ultraviolet matahari, dan debu. Berdasarkan angka rekurensi,
teknik operasi optimal yang dapat digunakan adalah conjunctival autograft surgery.
Metode alternatif yang diterima lainnya adalah amniotic membrane grafting
dan pemberian MMC intraoperatif.12
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. G
Usia : 51 tahun
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kedua mata terasa mengganjal kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu.
Kedua mata terasa mengganjal kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu.
Kedua mata merah sejak 2 tahun yang lalu bersifat hilang timbul.
Kedua mata terasa perih dan silau sejak 2 tahun yang lalu bersifat hilang timbul.
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Status Optalmikus
STATUS OPHTALMIKUS OD OS
Madarosis [ - ] Madarosis [ - ]
Margo palpebra Entropion (-), ektropion (-) Entropion (-), ektropion (-)
Aparat lakrimalis Epifora (-), dry eye (-) Epifora (-), dry eye (-)
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-), folikel (-), Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-), benda asing (-) papil (-),benda asing (-)
Fundus:
2:3 2:3
-Pembuluh darah retina
(A:V)
Gambar :
Diagnosa Klinis
Penatalaksanaan
Avastin ed 4 x 1 ODS
Cenfresh ed 6 x 1 ODS
10. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum: Konjungtiva. 17th
Ed. Jakarta: EGC; 2009 .p.67-72
11. Krishnacharya PS, Singhal A, Angadi PA, Naaz AS, Redy AR. Changing trends in
pterygium management. Albasar Int J Ophtalmol 2017:4:4-7.
12. Hirst LW. Prospective study of primary pterygium surgery using pterygium
extended removal followed by extended conjunctival transplantation.
Ophtalmology 2008;115(10):1663-72
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17