Anda di halaman 1dari 7

 3.

Aliran-Aliran Pokok Dalam Filsafat Modern


a. Rasionalisme

Usaha kritis dalam filsafat adalah untuk memeriksa kembali nilai pengetahuan manusia. Hal
ini di pandang sebagai usaha manusia untuk membedakan apa yang mantap dengan apa yang
rapuh di dalam keyakinan-keyakinan umum. Namun kesulitannya adalah menemukan norma
untuk melaksanakan pembedaan ini. Apakah ciri hkas dari pengetahuan yang kokoh yang
membedakannya dari pengetahuan yang palsu ? Salah satu usaha radikal dan cerdik untuk
menjawab persoalan ini ialah dengan metode yang dikenal nama metode rasional.

Rasionalisme. Mazhab ini dipelopori oleh Rene descartes (1596-1650), seorang filosof
Prancis yang digelar sebagai bapak filsafat modern. Setelah lama merenung ia munculkan untuk
menghidupkan kembali pemikiran filsafat idealitas yang berakar pada idealisme Plato. Ia
melahirkan prinsip yang terkenal cagito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Dalam pencarian
pondasi yang kuat bagi pengetahuan, ia memutuskan untuk tidak menerima kebetulan-kebetulan
dan menolak semua yang tidak pasti.

Dalam hal, Kennet T Gallagher menyebutnya sebagai skeptisme moderat, lawan dari
skeptisme absolut dimana Descartes mengistilahkan metodenya sebagi keraguan metodis
Universal. Ia menggunakan keraguan untuk mengatasi keraguan. Salah satu cara untuk
mengetahui sesuatu yang pasti dan tidak dapat diragukan adalah dengan melihat seberapa jauh
sesuatu itu dapat diragukan.

Menurut Decartes observasi melalui penginderaan, kadang-kadang menipu manusia,


konsekwensinya manusiapun kadang melakukan kesalahan dalam penalaran. Namun jika
manusia “membuang” semua dimensi inderawinya, maka kalaupun ada, apalagi yang tersisa?
Dia mengatakan;

Kita harus mengakui benda-benda jasmani ada. Namun, mungkin benda-benda tersebut
tidak persis sama seperti yang saya tangkap dengan indera, sebab pemahaman dengan indera ini
dalam banyak hal sangat kabur dan kacau; tetapi kita sekurang-kurangnya harus mengakui
bahwa semua benda yang saya pahami di dalamnya dengan jelas dan disting...haruslah sungguh-
sungguh dipahami sebagai obyek luar.
Bagi Descartes dunia yang nampak oleh indera tidak akan mampu memberikan
keyakinan benar, seperti oase di tengan pada pasir. Oleh karena apa yang nampak bahkan tubuh
kita sendiri, nampaknya sangat meragukan, sehingga tidak ada satupun yang nyata kecuali
keraguan itu sendiri.

Ketika segalanya nampak meragukan, tentu saja saat itu ada sesuatu yang melakukan
tindakan meragu, yaitu “aku” yang sedang ragu, berpikir dan sadar. Inilah pengetahuan yang
terang dan jelas (clara et distincta) kebenaran yang tidak lagi terbagi. Ide seperti ini ini, clara et
distincta, adalah cita-cita kesempurnaan bagi suatu pengetahuan dan hanya yang tak terbatas
yang menyebabkan ide itu ada dalam diri manusia. Dan yang sempurna itulah tuhan. Oleh karena
itu

Tuhan adalah aksistensi yang jelas dengan sendirinya. Dia-lah yang menjamin
keberadaan akal manusia, sehingga kerja akal turut dalam dalam jaminan Tuhan. Maka konsepsi
akal mengenai jumlah, letak dan ukuran, semua obyek yang bersifat materi pastilah benar. Pada
posisi ini manusia mampu memahami kebenaran secara obyektif. Oleh karena itu rasionalisme
Descartes memandang ilmu pengetahuan bersifat obyektif.

Descartes mengajukan tiga jenis subtansi dasar yaitu; Tuhan, pikiran dan materi. Tuhan
adalah subtansi utama yang menciptakan dua subtansi yang lain. Pikiran sesungguhnya adalah
kesadaran ia tidak mengambil tempat dalam ruang, karena tidak dapat dibagi. Sedangkan dunia
luar atau badan adalah materi yang cenderung mengalami perluasan (ekstensa) dan mengambil
tempat dalam ruang, karenanya dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil. Alam atau materi
adalah kumpulan dari bagian-bagian kecil yang bekerja menurut hukum mekanik. Dengan
demikian tubuh manusia, sebagai alam materi, seperti mesin otomatis atau arloji yang dapat
bekerja sendiri meskipun lepas dari pembuatnya.

Secara demikian Descartes, sebagai tokoh sentral rasionalisme modern, memandang


bahwa alam materi hanya dapat dipahami dengan metode analisis, yaitu mereduksi realitas
material menjadi bagian-bagian kecil dan matematika adalah bahasannya. Tuhan berlaku sebagai
penjamin keberadaan akal dan materi, tuhan menciptakan alam seperti seorang menciptakan jam
yang sekali jadi tidak ada lagi hubungan dengan penciptanya. Hubungan pencipta dengan yang
diciptakan hanyalah berlaku sebagai hubungan pertama.
Epistemologi rasionalitas-Cartesian jelas memisahkan antara pengetahuan alam materi
dengan pengetahuan alam metafisik. Alam materi hanya dapat diperoleh melalui analisis,
eksprimentasi, sedangkan kebenaran tentang Tuhan atau kebenaran yang bersifat metafisik
berhenti secara sederhana. Tuhan tetap aman pada tempatnya sebagai pencipta, selain itu tidak
ada “tempat” untuk Tuhan.

Mengenai hal ini Kennet T Gallagher menyebut pandangan Descartes sebagai pandangan
dikotomis yang dilain sisi menegaskan pandangan mekanis mengenai alam semesta yang
memungkinkan kemajuan pesat di dalam sains, tetapi memperlakukan manusia seperti “hantu
yang merasuki sebuah mesin” yang bekerja dengan hukum mekanika mesin. Pada realitas ini,
Descartes menimbulkan masalah lain yaitu tentang akal budi manusia yang sangat rumit, terkait
dengan segala dimensi idealitasnya.

Selain Descartes, rasionalisme abad 17 memiliki beberapa tokoh sentral seperti Spinoza
(1632-1677), Lebnis (1648-1716). Kebanyakan para filosof rasionalis tertap mempertahankan
eksistensi Tuhan, walaupun tetap terjadi pemisahan radikal antara alam dengan Tuhan.

b. Empirisme

Empirisme pertama kali diperkenalkan oleh filsuf dan negarawan Inggris Francis Bacon
pada awal-awal abad ke-17. Ia bermaksud meninggalkan ilmu pengetahuan yang lama karena
dipandang tidak memberi kemajuan tidak mem- beri hasil yang bermanfaat, dan tidak
memberikan hal-hal yang baru bagi kehidupan.Akan tetapi perkembangan pemikiran empirisme
ini di desain secara lebih sistemik oleh John Locke yang kemudian dituangkan dalam buku- nya
“Essay Concerning Human Understanding (1690)”.John Locke memandang bahwa nalar
seseorang pada waktu lahirnya adalah ibarat sebuah tabula rasa, sebuah batu tulis kosong tanpa
isi, tanpa pengetahuan apapun.

Lingkungan dan pengalamanlah yang menjadikannya berisi. Pengalaman indrawi


menjadi sumber pengetahuan bagi manusia dan cara mendapatkannya tentu saja lewat observasi
serta pemanfaatan seluruh indra manusia. John Locke adalah orang yang tidak percaya terhadap
konsepsi intuisi dan batin.
Menurut John Locke ide dalam benak manusia didapatkan melalui pengalaman atau
aposteriori. Ide manusia lalu terbagi dua yaitu ide sederhana dan ide kompleks. Ide sederhana
didapatkan melalui penginderaan yang disebut sensasi, sedangkan ide kompleks ialah refleksi
terhadap ide sederhana yang kemudian membentuk persepsi. Pengetahuan yang rumit harus
dapat dilacak kembali pada penginderaan yang sederhana, jika tidak akan beresiko menjadi
pengetahuan yang keliru, karenanya harus ditolak.

Bagi Locke persepsi manusia dapat membedakan dua kualitas pada benda, yaitu kualitas
primer dan kualitas sekunder. Kawalitas primer bersifat riil yang terdapat pada benda itu sendiri,
seperti; kepadatan, keluasan, bentuk, gerak, berat, jumlah dan lain-lain. ide yang timbul dari
kualitas primer merepresentasikan benda secara akurat, kualitas inilah yang merupakan bagian
esensial dalam kerakteristik kebenaran pengetahuan. Karena itu ilmu bersifat obyektif yang
dikarenakan berdasarnya nilai pada indera yang merefleksikan kualitas primer pada benda.
Selain kualitas primer ide juga merupakan kualitas lain ketika mempersepsi kualitas sekunder
seperti, warna, bau, rasa, suara, yang bergantung pada kemampuan persepsi manusia, karena
tidak menggambarkan realitas sejati dan mungkin saja meleset sehingga tidak terjamin
kebenarannya.

 Oleh karena itu ide yang muncul dari kualitas sekunder bersifat subyektif. Berdasarkan
pemahaman ini maka pengetahuan manusia tentang Tuhan dengan sendirinya bersifat subyektif.
Karena berdasarkan teori ini, ide tentang Tuhan dapat dirasakan melalui eksistensi diri, bahwa
diri manusia adalah sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada hanya tercipta dari keabadian dan
ketiadaan tidak mungkin mengahasilkan sesuatu. Pengetahuan manusia yang bersumber dari
eksistensi dirinya bermula dari eksistensi yang lebih luas atau eksistensi abadi dan inilah yang
disebut Tuhan. Namun sayangnya pengetahuan manusia mengenai eksistensi tergolang dalam
kualitas sekunder, dimana kualitas sekunder mungkin saja keliru. Karena itu meskipun metode
Locke mengakui ide tentang Tuhan namun ide tersebut sangatlah samar dan meragukan. Hanya
sains yang jelas dan terang serta pasti, karena berangkat dari kualitas primer yang
mengambarkan dunia materi secara akurat meskipun dunia yang digambarkan adalah dunia yang
tak bernyawa dan tidak berbeda dari mesin.

Filsuf empirisme lainnya adalah Hume. Ia memandang manusia sebagai sekumpulan


persepsi (a bundle or collection of perception). Manusia hanya mampu menangkap kesan-kesan
saja lalu menyimpulkan kesan-kesan itu seolah-olah berhubungan. Pada kenyataannya, menurut
Hume, manusia tidak mampu menangkap suatu substansi. Apa yang dianggap substansi oleh
manusia hanyalah kepercayaan saja. Begitu pula dalam menangkap hubungan sebab-akibat.
Manusia cenderung menganggap dua kejadian sebagai sebab dan akibat hanya karena
menyangka kejadian-kejadian itu ada kaitannya, padahal kenyataannya tidak demikian. Selain
itu, Hume menolak ide bahwa manusia memiliki kedirian (self). Apa yang dianggap sebagai diri
oleh manusia merupakan kumpulan persepsi saja.

c. Kritisme

Skeptisme yang dibangun oleh Hume secara perlahan mengilhami munculnya pemikiran
kritis asal jerman bernama Immanuel Kant (1724-1804). Dalam sebuah pengakuannya Kant
menyataklan bahwa Hume-lah yang membangunkannya dari ketidak sadaran dogmatis yang
dialaminya. Mulanya Kant mengaku rasionalisme lalu kemudian empirisme datang
mempegaruhinya. Namun Kant tidak sepenuhnya di bawah pengaruh empirisme dan tidak
menerima metodenya dengan begitu saja, karena dia menganggap emperisme membangun
keraguaan terhadap akal budi. Walaupun dia mengakui kebenaran pengatahuan indera sambil
tetap juga mengakui kebenaran akal budi, tetapi syarat-syaratnya harus tetap dicari, yaitu dengan
menyelidiki atau mengkritik pengetahuan akal budi dan akan diterangkan apa sebabnya, dengan
demikian pengetahuan menjadi mungkin, itulah sebabnya mengapa aliran Kant disebut kritisme.

Kant merupanya menggabungkan empirisme dan rasioaliosme dengan mencari sintesis


antara keduanya. Dalam pandangan Kant, manusia tidak dapat mengetahui dunia hanya dengan
nalar dan observasi. Kemampuan manusia terbatas dalam memahami hakekat dunia, tetapi tidak
berarti dunia tidak dapat dipahami oleh manusia.

Pengakuan keterbatasan ini dikemukakan Kant lewat teori kritiknya, yaitu; usaha-usaha
untuk meninjau batas-batas pengetahuan manusia lewat realitas. Menurutnya realitas memiliki
hal empirik dan transendental. Sesuatu yang transendental adalah sesuatu yang pasti
kebenarannya, sehingga ia bersifat laten dan harus diterima tanpa ada kritikan. Oleh karena itu ia
berada diluar tapal batas pengetahuan manusia, yang oleh Khan disebut noumena. Akan tetapi
yang transendental itu memililki refleksi empirik, yaitu apa yang nampak sebagai citra dari
noumena dan dapat diketahui manusia sebagai fenomena.
Pengetahuan adalah tidak lebih dari sebentuk keputusan yang terdiri dari pengetahuan
apriori dan pengetahuan apestriori. Pengetahuan apriori terlepas dari pengalaman yang disebut
sebagai keputusan analitik. Pengetahuan apestriori bersumber dari indera yang menghasilkan
keputusan sintesis. Menurut Khan, pengetahuan analitik tidak memajukan ilmu pengetahuan
karena penemuan-penemuan baru tidak dapat menemuikan jalan untuk berhubungan untuk
berhuungan dengan dunia materi. Sebaliknya pengetahuan sintetis melalui indera tidak
mempunyai validitas ilmiah karena indera hanya berhubungan dengan sesuatu yang tunggal dan
terpisah. Oleh karena itu Khan mencoba meakukan terbosan baru yaitu adanya pernyataan
sintetik yang bersifat opriori. Teori mengatakan bahwa benak manusia tidak hanya bersifat fassif
menerima data-data inderawi, tetapi justru aktif, memaksakan strukturnya kedata-data inderawi.

Berpikir menurut Khan tidak hanya menerima kesan inderawi, tetapi juga membuat
keputusan tentang apa yang kita alami. Pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama
dalam benak; pertama, fakultas pencerapan, kedua, fakultas pemahaman yang membuat
keputusan pada data indera dan diperoleh melalui fakultas pertama. Fakultas pencerapan
menerima data inderawi dan menatanya dengan kategori ruang dan waktu, sedangkan fakultas
pemahaman menyatakan pengalaman yang diterima pencerapan, melalui kategori-kategori
apriori untuk ditata higga menjadi keputusan. Kategori yang dimaksud ialah kuantitas, kualitas,
rasio dan modalitas.

Karena bentuk-bentuk intelektual ini adalah apriori, ia mempuanyai sifat universal dan pasti.
Kategori-kategori tersebut merupakan syarat apriori yang memungkinkan suatu keputusan
tentang obyek. Pikiran manusia mampu mengetahui benda-benda sebagaimana ia nampak sesuai
dengan kategori atau bentuk-bentuk intelektual, tetapi Ia tidak dapat sampai pada hakekat
pengetahuan tentang obyek. Kant berpendapat bahwa pengetahuan tidak perlu melampaui
pengalaman, karena penampakan obyek indera menjadi wilayah obyektif yang akan menyatakan
pengetahuan ilmiah. Dengan mengetahui keteraturan pada dunia eksternal melalui kategori-
kategori, manusia akan mengetahui secara akurat mengenai obyek sebagaimana adanya hingga
fakta dapat dipahami. Dengan demikian pengetahuan bersifat obyektif karena benak manusia
mampu memahaminya secara benar melalui kategori-kategori yang bersifat pasti.

Pemikiran yang dikembangkan oleh Khan jelas memisahkan antara fenomena dan neomena
antara dunia materi dan dunia metafisika, serta antara akal dan Tuhan. Manusia hanya akan
mampu menangkap fenomena melalui dunia materi, sedangkan nomena dan metafisika tidak
dapat dipahami. Begitu pula halnya akal dan kebebasannya, tidak mungkin memahami Tuhan
sebab paradigma ilahiyah hanya dapat diyakini melalui moral berdasarkan perasaan.

Ciri pokok filsafat modern adalah:

1. pertama, bebas nilai, subyek peneliti harus mengambil jarak dari semesta dan bersikap imparsial-
netral.

2. Kedua, fenomenalisme, yaitu pengetahuan yang absah hanya berfokus pada fenomena
alam semesta, sehingga proposisi-propososi metafisika seperti “keberadaan Tuhan”
ditolak mentah-mentah karena ia adalah proposisi tak berarti, tidak masuk akal, sebab
tidak ada pembuktian indrawinya, oleh karena itu Tuhan dan wacana-wacana spritual
dalam kacamata positivisme dianggap nonsense.

3. Ketiga, nominalisme. Kenyataan satu-satunya adalah individual partikuler, sedangkan


unversalisme adalah penamaaan semata.

4. Keempat, reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat dipersepsi.

5. Kelima naturalisme. Peristiwa-peristiwa alam adalah keteraturan yang menisbikan


penjelasan adikodrati.

6. Keenam, mekanisme. Semua gejala-gejala alam bekerja secara determinis-mekanis


seperti mesin.

Anda mungkin juga menyukai