Dosen Pembimbing
TULUNGAGUNG
Telp/fax (0355)322738
E-mail : stikeshahta@yahoo.co.id
1
II. DEFINISI
Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN)
ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia
dan lipiduria.
Pada proses awal atau SN ringan, untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
ditemukan. Proteinuria massif merupakan tanda khas SN akan tetapi pada SN berat yang
disertai kadar albumin rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria
juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
III. ETIOLOGI
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau
toksin dan akibat penyakit sistemik.
2
dan toksin seperti obat anti imflamasi non steroid, pinisilin, captopril, dan heroin. Yang
disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, pre eklamsia
IV. PATOFISIOLOGI
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria, yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus. Penyebab
peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan dengan hilangnya
glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.
Mekanisme timbulnya edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh hipoalbumin akibat
proteinuria. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
terjadi transudasi cairan dari kompartemen intravaskulerke ruangan interstitial.
Penurunan volum intravaskuler menyebabkan penurunan perfusi renal sehingga
mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron yang selanjutnya menyebabkan
reabsorpsi natrium di tubulus distal ginjal. Penurunan volum intravaskuler juga
menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang akan meningkatkan reabsorpsi
air di tubulus kolektivus.
3
4
V. PATHWAY
Kerusakan glomerulus
Protein terfiltrasi
5
Hipovolemia
6
7
VI. TANDA DAN GEJALA ( MANIFESTASI KLINIK)
8
c. Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat.
Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus diberikan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah
protein adalah aman, dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya
fungsi ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat
pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang kekurangan protein akibat
sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari
dapat mengurangi proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan kalau pasien
mengalami kekurangan vitamin ini.
d. Terapiantikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan dengan
heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang diperlukan untuk mencapai waktu
tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan
jumlah antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral dengan
warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.
e. TerapiObat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid yaitu
prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 – 6 minggu.
Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg)
kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada
saat tapering off, keadaan penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri),
diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat
kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik (prednisone,
metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion (MGL), focal segmental
glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis. Obat antiradang
nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa dan
glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan
dilatasi. Ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan
intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon, kambuh
yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat diberikan
siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti
9
simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL, trigliserida
dan meningkatkan kolesterol HDL.
f. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5 mg), kalsium
antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat enzim konversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor
angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai
efek aditif dalam menurunkan proteinuria.
VIII. KOMPLIKASI
a. Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol pada
umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai sedikit
tinggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL (low density
lipoprotein) yaitu sejenis lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Tingginya kadar
LDL pada SN disebabkan oleh peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme
hati. Mekanisma hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis
lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.
b. Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai oleh akumulasi lipid pada debris sel
dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast. Lipiduria
lebih dikaitkan dengan protenuria daripada dengan hiperlipidemia.
c. Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi
intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya trombosis vena
renalis cukup tinggi. Emboli paru dan trombosis vena dalam sering dijumpai pada SN.
Terjadinya infeksi oleh kerana defek imunitas humoral, selular, dan gangguan system
komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul seperti Haemophilus influenzae
and Streptococcus pneumonia boleh menyebabkan terjadinya infeksi. Penurunan IgG,
IgA dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh kerana sintesis yang
menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang
melalui urine.
Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan berakumulasi di
dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam sirkulasi darah. Penurunan aliran
darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan timbulnya
nekrosis tubular akut.
10
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Uji urine
a. Protein urin – meningkat.
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah.
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
a. Albumin serum – menurun.
b. Kolesterol serum – meningkat.
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi).
d. Laju endap darah (LED) – meningkat.
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
X. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Darah
11
XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pengkajian :
Identitas anak : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
Riwayat kesehatan yang lalu : pernahkah sebelumnya klien sakit seperti ini ?
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan sehari-hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur,
aktivitas atau bermain, dan pola eleminasi.
2. Riwayat penyakit saat ini :
Keluhan utama
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Lamanya sakit
3. Pengkajian sistem
Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada ( terkait dengan
edema ).
o Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya
sianosis, diaphoresis.
o Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronkhi, retraksi
dada, cuping hidung.
o Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku (mood, kemampuan
intelektual, proses pikir), kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi
pupil.
12
o Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
o Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
XIII. INTERVENSI
13
jumlah urin meningkat oksigenasi (Oksimetri
nadi, AGD)
monitor status
cairan( masukan dan
haluaran, turgor kulit,
CRT)
monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
periksa riwayat alergi
Terapeutik :
Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
kurang dari 94%
Pasang jalur V Jika
perlu
pasang kateter urin
untuk menilai
produksi urin Jika
perlu
melakukan skin test
untuk mencegah reaksi
alergi
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan
14
rentang gerak (ROM) jantung dan tekanan
Meningkat darah sebelum
memulai mobilisasi
monitor keadaan
umum selama
melakukan mobilisasi
terapeutik :
Fasilitas aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu ( misalnya pagar
tempat tidur)
fasilitasi melakukan
pergerakan Jika perlu
edukasi :
Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan
Jelaskan tujuan dan
berhubungan dengan keperawatan selama …. x 24
prosedur mobilisasi
kerusakan integritas jam diharapkan tingkat
kulit infeksi menurun dengan
kriteria hasil :
Pencegahan infeksi
Demam menurun
observasi :
kemerahan menurun
Monitor tanda dan
nyeri menurun
gejala infeksi lokal
bengkak menurun
dan sistemik
kadar sel darah putih
Terapeutik :
4 membaik
Berikan perawatan
kulit pada area edema
cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
pertahankan teknik
aseptik pada pasien
15
beresiko tinggi
edukasi :
Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
16
17