Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pengetahuan

1) Definisi Pengetahuan

(Notoatmodjo, 2010) memberi batasan pengetahuan sebgai berikut :

“Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior)”

2) Proses Adopsi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan.

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :

(1) Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

subjek sudah mulai timbul.

7
8

(3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

(4) Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru

(5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo, dalam

Wawan dan Dewi, 2010 adalah :

(1) Faktor Internal

a) Umur

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-

penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang

dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin

bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan

seseorang diperleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang

diperoleh dari orang lain.

b) Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluuh kemampuan

dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga dalam pendidikan perlu

dipertimbangkan umur (proses erkembangan klien) dan hubungan dengan

proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi presepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan

teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan kualitas


9

manusia. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan membuahkan

pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas.

c) Pekerjaan

Bekerja pada umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja

bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

(2) Faktor Eksternal

a) Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

tau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi.

4) Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, dalam Wawan dan Dewi, 2010 pengetahuan terbagi

kedalam beberapa tingkatan, yaitu :

(1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.


10

(2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

(3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

(4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

(5) Sintesis (Synthesis)

Dalam tahapan ini seseorang mampu menghubung-hubungkan suatu

bagian menjadi bagian yang baru, misalnya mampu merencanakan,

meringkas dan menyesuaikan dari suatu teori.

(6) Evaluasi (Evaluation)


11

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria – kriteria yang ada.

5) Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan - tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Tingkatan pengetahuan dapat

dikategorikan berdasakan nilai sebagai berikut:

(1) Pengetahuan baik : mempunyai nilai pengetahuan > 75 %

(2) Pengetahuan cukup : mempunyai nilai pengetahuan 60-75 %

(3) Pengetahuan kurang : mempunyai nilai pengetahuan < 60 % (Arikunto 2006)

2.1.2 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon

(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.


12

Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, presepsi dan

sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata). Sedangkan stimulus disini

terdiri dari 4 unsur pokok, yaitu : sakit, penyakit, sitem pelayanan kesehatan dan

lingkungan. Secara terperinci perilaku kesehatan itu mencakup :

1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia

berespon baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempresepsi penyakit

dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun secara aktif

(tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

Tingkat pencegahan penyakit:

(1) Perilaku peningkatan pemeliharaan kesehatan

(2) Perilaku pencegahan penyakit

(3) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan

(4) Perilaku pemulihan kesehatan

2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional

3) Perilaku terhadap makanan ( nutrion behavior ), adalah respon seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

4) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan ( environmental health behavior),

adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan

manusia.

Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), perilaku diperilaku

oleh 3 faktor utama, yaitu:

1) Faktor predisposisi (predisposing factors)


13

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya.

2) Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah,

tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dsb. Termasuk juga

fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dsb.

Termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan suami maupun keluarga.

3) Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toma), sikap dan perilaku pada petugas kesehatan. Termasuk

juga disini undang-undang peraturanperaturan baik dari pusat maupun dari

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.1.3 Balita

1) Pengertian

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).

Menurut Riwidikdo, 2010 dalam Wangi 2012, secara psikologis rentang

usia balita tersebut dibagi dalam tiga tahapan yaitu masa sebelum lahir, masa bayi

dan masa kanak-kanak. Pada ketiga tahapan tersebut banyak tejadi perubahan
14

yang mencolok, baik fisik maupun psikologis, karena tekanan budaya dan harapan

untuk menguasai tugas-tugas perkembangan tertentu, yang kan mempengaruhi

tumbuh kembang anak. Pembagian menurut tahapan tersebut sangat tergantung

fada faktor sosial, yaitu tuntutan dan harapan untuk menguasai proses

perkembangan yang harus di lampaui anak dari lingkungannya.

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang

manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa

tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak

akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.

Apabila pada masa tersebut anak balita tidak memperoleh penanganan dan

pembinaan secara baik, anak tersebut akan mengalami gangguan permkembangan

emosi, sosial, mental, intelektual dan moral yang akan sangat menentukan sikap

serta nilai pola prilaku seseorang di kemudian hari.

2) Ciri-ciri balita sehat

Menurut Ronal H.S, 2010 dalam Wangi 2012, ciri-ciri balita sehat adalah :

(1) Lincah dan aktif

(2) Bahagia dan responsif

(3) Rambut tidak mudah kusam dan rontok

(4) Gusi merah muda tak mudah berdarah

(5) Gigi cemerlag

(6) Kulit bersih dan jika luka mudah sembuh

(7) Kuku merah muda


15

(8) Suhu tubuh antara 36,50C – 37,50C

(9) Makan lahap

(10) Tidur lelap

(11) BAB lancar

(12) Cocok dengan KMS (Kartu Menuju Sehat )

(13) Antusias bermain

(14) Bentuk kaki normal

(15) Harum baunya

Dengan mengetahui ciri-ciri balita sehat, maka ibu bisa memantau perkembangan

dan pertumbuhan buah hati tercinta.

2.1.4 ISPA

1) Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan

akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan

otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis,

bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu

14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran

pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti

sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2008).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-

keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin

gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam
16

keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam

kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,

meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang

ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan

tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes RI, 2008).

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang

terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara

maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena

penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi

dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa (klinikita,

2007).

2) Penyebab ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman

yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Pada

ISPA atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Di negara berkembang, ISPA

bawah terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus,

haemofilus, pnemokokus, bordetella dan korinebakterium, sedang di negara maju

ISPA bawah disebabkan oleh virus, miksovirus, adenivirus, koronavirus,

pikornavirus dan herpesvirus (Putranto, 2007 dalam Sani 2010).

3) Klasifikasi Ispa

Menurut Depkes RI tahun 2008, klasifikasi dari ISPA adalah :


17

a. Berat (pneumonia berat) Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor,

membran keabuan di taring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus,

sianosis dan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke

dalam.

b. Ringan (bukan pneumonia) Batuk tanpa pernafasan cepat / kurang dari 40 kali

/ menit, hidung tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair.

c. Sedang (pneumonia sedang) Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang

telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis

purulen dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adentis

servikal).

4) Gejala ISPA

Menurut Putranto, 2007 dalam Sani 2010, faktor yang mendasari timbulnya gejala

penyakit pernafasan :

(1) Batuk Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi

rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya

trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan.

Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada

mukosa saluran pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir)

secara mendadak disertai bunyi khas.

(2) Dahak Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands)

dan sel goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat,

alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping


18

dahak dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari

bagian jaringan yang berdegenerasi.

(3) Sesak nafas Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara

dalam saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi

karena saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang

menghalangi arus udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung

pernafasan dalam satu menit.

(4) Bunyi mengi Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan

yang turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

5) Penatalaksanaan

Menurut Rasmaliah, 2005 dalam Sani 2010, penatalaksan ISPA ada tiga:

1) Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita tidak

mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol

keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu

ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

2) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigen dan sebagainya.

3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk

lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat

penurun panas yaitu parasetamol. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan
19

tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan

selanjutnya.

6) Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang

menderita ISPA:

(1) Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan

parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus

segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan

diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan

pada air (tidak perlu air es).

(2) Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu

jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,

diberikan tiga kali sehari.

(3) Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu

lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang

menyusu tetap diteruskan.


20

(4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak

dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan

menambah parah sakit yang diderita.

(5) Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang

berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih

parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi

cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak

memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.

Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan

agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.

Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari

anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

7) Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

(1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

(2) Immunisasi.

(3) Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

(4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.


21

2.2 Kerangka Teoritis

Pengetahuan Ibu tentang


Ispa

 Pengertian
 Penyebab
 Tanda dan Gejala
 Pencegahan Ispa
Penangan ISPA di
rumah
Ispa pada
 Mengatasi panas
Balita
(demam)
Faktor Pengetahuan  Mengatasi batuk
 Pemberian
 Umur makanan
 Pendidikan  Pemberian
 Pekerjaan minuman
 Faktor lingkungan
 Sosial budaya
(Notoatmodjo, 2011)

Faktor Prilaku

 Faktor predisposisi
(predisposing
factors)
 Faktor penguat
(reinforcing factors)
 Faktor pendukung
(enabling factors)
( Green dalam
Notoatmodjo 2010)
22

Skema 2.1

Kerangka Teori Penelitian

2.3 Kerangka Konsep


Baik
VVCCV
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Pengetahuan
1.Sikap Cukup
Persepsi
Karakteristik Kurang

Faktor Enabling
Sarana
Pelaksanaan Perawatan
Biaya
Inspeksi Saluran
Jarak
Petugas Kesehatan Pernafasan Akut (ISPA)

Faktor Reinforcing

1. Dukungan
keluarga
2. Dukungan
lingkungan
masyarakat

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Skema 2.2
23

Kerangka Konsep penelitian, ( Notoatmodjo, 2010 )

2.4 Definisi Operasional

Tabel 2.1

Definisi Operasional

Definisi Hasil
No Variabel Cara Ukur Skala
Operasional Pengukuran
1 Pengetahuan Adalah segala Kuisioner Baik 76-100 % Ordinal
Ibu sesuatu yang Cukup 60-75 %
diketahui atau hal Kurang 0-59 %
hal yang diketahui (Arikunto 2010)
oleh ibu yang
meliputi tentang
pengetian ISPA,
penyebab, tanda-
tanda, pengobatan,
perawatan dan
pencegahan
2 Perawatan Adalah sikap Kuisioner Baik 76-100 % Ordinal
ISPA di responden atau Cukup 60-75 %
rumah langkah yang harus Kurang 0-59 %
di perhatikan dan (Arikunto 2010)
dilaksanakan untuk
menanggulangi
kesakitan pada
pasien ISPA

2.5 Hipotesa Penelitian / Pertanyaan Penelitian

1. H1 : Ada hubungan ibu dengan pelaksanaan perawatan penderita ISPA

pada balita di rumah di kecamatan Panumbangan Kabupaten

Ciamis
2. H2 : Tidak ada hubungan ibu dengan pelaksanaan perawatan penderita

ISPA pada balita di rumah di kecamatan Panumbangan Kabupaten


24

Ciamis

Anda mungkin juga menyukai