Pemerintah dan masyarakat pada dasarnya adalah dua institusi yang memiliki fungsi
dasar sama, yaitu untuk merealisasikan segala kewajiban kolektif atau kewajiban publik
dalam mewujudkan falah. Dalam beberapa aspek, bentuk peran dari keduanya, pada
hakikatnya dapat saling menggantikan dan saling melengkapi satu sama lainnya sesuai
dengan situasi dan kondisi. Peran masyarakat akan menjadi semakin penting manakala
pemerintah tidak dapat menjalankan tugas fardh al-kifayah ini dengan baik. Misalnya, di
Indonesia masyarakat harus berperan aktif dalam pengelolaan dana ziswaf (zakat, infak,
sedekah, dan wakaf) sebab pemerintah tidak secara penuh mengelola zakat masyarakat
sebagaimana konsep pengelolaan zakat pada masa Islam klasik. Sebaliknya, peran langsung
masyarakat kemungkinan akan kecil ketika masyarakat gagal melaksanakan tugas fardh al-
kifayah sementara pemerintah mampu menjalankannya dengan baik. Jadi, mungkin saja
beberapa tugas yang di suatu negara dilaksanakan oleh pemerintah, maka di negara lain akan
diambil oleh oleh masyarakat.
Dari pemaparan sedikit di atas, maka pemakalah akan membahas tentang peran sektor
publik dalam Islam yakni yang mencakup sektor pemerintah dan sektor masyarakat.
II. Pembahasan
Peran Pemerintah Dalam Perekonomian
1. Rasionalisasi Peran Pemerintah
pada dasarnya peranan pemerintah dalam perekonomian yang Islami, memiliki dasar
rasionalitas yang kokoh. Dalam pandangan Islam, peran pemerintah didasari oleh beberapa
argumentasi, yattu:
a. Derivasi dari konsep kekhalifahan
b. Konsekuensi adanya kewajiban-kewajiban kolektif (Fardh al-Kifayah),serta
c. Adanya kegagalan pasar dalam merealisasikan falah.
Pemerintah adalah pemegang amanah Allah untuk mnjalankan tugas-tugas kolektif
dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan serta tata kehidupan yang baik bagi seluruh
umat. Jadi, pemerintah adalah agen dari Tuhan atau khalifatulah, untuk merealisasikan falah.
Sebagai pemegang amanah Tuhan, eksistensi dan peran pemerintah ni memiliki landasan
yang kokoh dalam Al-Qur’an san Sunnah, baik secara eksplisit maupun implisit[2].
Kehidupan Rasulullah dan Khulafaurrasyidin merupakan teladan yang amat baik bagi
eksistensi pemerintah. Dasar dalam menjalankan amanah tersebut pemerintah akan
menjunjung tinggi prinsip musyawarah sebagai salah satu mekanisme pengambilan
keputusan yang penting dalam Islam[3]. Dengan demikian, pemerintah pada dasarnya
sekaligus memegang amanah dari masyarakat.
Fardh al-kifayah merupakan suatu kewajiban yang ditujukan kepada masyarakat, di
mana jika kewajiban ini dilanggar, maka seluruh masyarakat akan menanggung dosa
sementara jika telah dilaksanakan (bahkan hanya oleh satu orang), maka seluruh masyarakat
akan terbebas dari kewajiban tersebut[4]. Dengan kata lain, jika individu gagal untuk
menjalankan kewajiban tersebut, maka ia akan menjadi beban publik. Selain pada shalat
jenazah, konsep fardh al-kifayah mengacu pada segala kepentingan masyarakat di mana jika
tidak ada masyarakat yang melakukannya, maka seluruh masyarakat akan menderita
kerugian. Beberapa contoh dari hal ini misalnya kewajiban untuk membangun industri yang
menyediakan kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok seperti trasnportasi, pendidikan,
pelayanan medis, dll. Transportasi adalah sesuatu yang esensial bagi kehidupan, sehingga jika
tidak ada anggota masyarakat yang bersedia untuk mengusahakannya, maka seluruh
masyarakat akan menderita kerugian.
Pemerintah dapat memiliki peranan penting dalam menjalankan fardh al-kifayah ini
karena kemungkinan masyarakat gagal untuk menjalankannya atau tidak dapat
melaksanaknnya dengan baik. Kemungkinan kegagalan masyarakat dalam menjalankan fardh
al-kifayah ini disebabkan beberapa hal, yaitu:
a. Kekurangan informasi
b. Pelanggaran moral
c. Kekurangan sumber daya atau kesulitan teknis
Masyarakat kemungkinan tidak memiliki informasi yang memadai tentang adanya
suatu kewajiban publik, sehingga mereka tidak melaksanaknnya. Dalam kenyataan,
pemerintah biasanya memiliki informasi yang lebih lengkap dan akurat dibandingkan
masyarakat, karena pemerintah memiliki sumber daya yang lebih baik dalam mencari dan
mengolah informasi. Seandainya informasi tentang kewajiban publik ini diketahui
masyarakat, maka belum tentu mereka akan dapat menjalankannya karena alasan rendahnya
kesadaran terhadap fardh al-kifayah ini. Jika kesadaran masyarakat terhadap kewajiban
publik rendah, maka mereka tidak akan melakukannya, meskipun mengetahui adanya
kewajiban ini. Bahkan, masyaraakat keungkinan juga akan mengabaikan atau setidaknya
tidak dapat melaksanakan kewajiban publik dengan baik karena ketiadaan sumber daya atau
keahlian yang dubutuhkan. Jika salah satu atau ketiga hal ini terjadi, maka pemerintah harus
mengambil alih kewajiban-kewajiban tersebut.
Kegagalan pasar juga merupakan latar belakang perlunya pemerintah untuk berperan
dalam perekonomian. Pasar gagal dalam menyelesaikan beberapa permasalahan ekonomi
karena dua hal, yaituketidaksempurnaan mekanisme kerja pasar dan tidak berjalannya
mekanisme kerja pasar dengan efisien. Pasar bekerja dengan mekanisme pemerintahan dan
penawaran di mana masyarakatkan suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Komoditas
seperti ini harus memiliki suatu harga, sedangkan untuk memiliki harga komoditas seperti ini
otomatis harus bisa diukur. Dalam kenyataan, terdapat banyak kebutuhan masyarakat yang
tidak memiliki harga dan tidak dapat diperdagangkan, sehingga tidak dapat disediakan oleh
pasar.
Selain itu daam realitas mekanisme kerja pasar juga tidak dapat beroperasi secara
optimal karena tidak terpenuhinya syarat-syarat pasar yang Islami. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Ibn Taimiyah, mekanisme pasar dapat berjalan dengan efisien dan
menghasilkan kesejahteraan yang optimum bagi masyarakat apabila harga yang
dihasilkannya adalah harga yang adil. Untuk menghasilkan harga yang adil ini, maka harus
terpenuhi syarat teknis dan syarat moral sekaligus, secara teknis, mekanisme kerja pasar yang
efisien dapat berlangsung apabila terdapat informasi yang sama di antara pelaku pasar, tidak
adanya hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar, serta jumlah penjual yang banyak.
Dengan kata lain, pasar yang bersaing sepurna memiliki peluang untuk menghasilkan harga
yang adil. Secara moral, mekanisme kerja pasar yang efisien menuntut adanya sikap
kejujuran, keterbukaan, sportivitas, dan keadilan. Moralitas akan menuntun persaingan di
pasar menjadi kompetisi yang indah dalam rangka mewujudkan kebaikan, sehingga
memberikan maslahah bagi masyarakat luas.
Dalam kenyataan sehari-hari, syarat-syarat teknis tersebut sering kali tidak ada atau
ada, tetapi tidak memadai sehingga memerlukan upaya pemerintah dan atau masyarakat
untuk mewujudkannya. Realitas menunjukkan, bahwa hambatan perdagangan, monopoli.
Bahkan, hal-hal tersebut dapat terjadi secara alamiah, sehingga terpenuhinnya syarat-syarat
teknis tersebut sering di anggap sebagai ketidakmungkinan. Moralitas sering kali juga
menjadi hambatan yang serius dalam mewujudkan pasar yang efisien. Pelaku pasar terkadang
melanggar nailai-nilai moralitas untuk memenangkan persaingan. Pelaku pasar juga dapat
menggunakan kemampuan bersaingnya untuk kepentingan pribadi yang kemungkinan tidak
sejalan dengan kepentingan masyarakat. Jika tidak terdapat intervensi pemeritah, secara
alamiah pasar yang bersaing akan menuju pada monopoli. Persaingan akan memberikan
ruang kepada pelaku yang kuat untuk semakin mendominasi pasar, dan mendorong keluar
pelaku yang lemah. Ketika kekuatan dominan, pasar ini telah menjadi monopolist, maka
terbuka lebar baginya mencari rente yang merugikan masyarakat.