Anda di halaman 1dari 23

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Cara Perawatan di Rumah pada Penyakit Tuberkulosis
Dosen Pengampu :
Akde Triyoga.,S.Kep.,Ns.,MM

Disusn Oleh :
1. Alif Lusy Wulandari
2. Irena Siska Manalu
3. Meri Pekei
4. Riska Vriana
5. Verenika Okcitasinara Hermanto

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS.BAPTIS KEDIRI PRODI


KEPERAWATAN STRATA I TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan ( CHN,1977 cit R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010). Di Indonesia
dikenal dengan sebutan perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS)
yang dimulai sejak permulaan konsep Puskesmas diperkenalkan sebagai
institusi pelayanan kesehatan professional terdepan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara komprehensif.
Asuhan keperawatan komunitas dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan. Penerapan dari proses perawatan bervariasi pada setiap situasi,
tetapi prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan
kesehatan masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu
memberi perhatian terhadap elemen-elemen tersebut yang akan tampak pada
rangkaian kegiatan dalam proses keperawatan yang berjalan
berkesinambungan secara dinamis dalam suatu siklus melalui tahap
pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. (R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010).
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar
TB umumnya menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ
lainnya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga
dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada
semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat
mudah ditularkan pada orang lain, bakteri Microbacterium tuberculosis
masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru,
kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh
lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas (bronkus)
atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya.

TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar


80% dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan
satu-satunya bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu
masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki
peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah
India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari
total jumlah pasien TB dunia.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana proses penyebaran infeksi ?
2. Bagaiamana sifat-sifat infeksi?
3. Apa upaya pencegahan penularan infesi?
4. Apa yang dimaksud dengan Tuberkolosis?
5. Bagaimana cara analisis situasi ?
6. Bagaimana cara penularan tuberkolosis ?
7. Bagaimana cara pencegahan tuberkolosis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan tuberkolosis ?
9. Bagaiamana penatalaksanaan diettuberkolosis ?
10. Apa saja komplikasi tuberkolosis ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mengetahui proses penyebaran infeksi
2. Untuk mengetahui sifat-sifat infeksi
3. Untuk mengetahui upaya pencegahan infeksi
4. Untuk mengetahui pengertian tuberkolosis
5. Untuk mengetahui cara analisis situasi
6. Untuk mengetahui cara penularan tuberkolosis
7. Untuk mengetahui pencegahan tuberkolosis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan tuberkolosis
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan diet tuberkolosis
10. Untuk mengetahui komplikasi tuberkolosis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyebaran penyakit infeksi

Penyekit infeksi adalah penyakit yang di sebebkan oleh mikroba


pathogen dan bersifat sangat di namis, Mikroba sebagai makhluk hidup
tentunya Ingin bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada suatu
Reservoir yang cocock dan mampu mencari Reservoir baru dengan cara
berpindah atau menyebar. Penyebaran mikroba pathogen ini tentunya sangat
merugikan bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat. Dan lebih lebih bagi
orang yang kondisi sakit (pemderita). Orang yang sehat akan menjadi sakit dan
orang sedang sakit serta sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah
sakit akan memproleh tambahan beban penderitahan” dari penyebaran megroba
pathogen yang memyebar proses penyebaran infeksi ini di sbut dengan infeksi
nosocomial.

Sebagai reservoir mikroba pathogen di lingkungan rumah skit dapat di


sebutkan antara lain: seorang atau manusia (penderita lain pathogen
penunjung), bahwa sisa makan atau makanan besi atau benda benda mati
lainya ( kotoran sampah) mikroba pathogen yang hidup dan berkembang biak
pada satu serervoir akan mencari Reservoir baru. Begitu seterusnya penyebaran
mikroba pathogen ke tubuh manusia melalui mekanisme tentunya yitu
mekanisme penularang (mode of trunsmssion).

Dalam garis besaranya mekanisme trasmisi mikroba pathogen ke pejamu yang


rentan melalui dua cara.

1. Trangmisi langsung (direct transnmission)


Penularan langsung oleh mikro pathogen ke pintu masuk yang sesuai
dari penjamu sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman
atau adanya droplet saat bersing batuk atau saat tranfusi darah dengan
darah yang terkontaminasi migro patogen
2. Tranmisi tidak langsung (indrirect transimisi)
Penularan migroba pathogen yang memerlukan adanya” media
perantar”m baik maupun barang bahan air udara makanaa atau minuman
maupun vector.
a. Vehide bornr
Sebagai media perantara menular adalah bahan atau bahan yang
terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrument
benda/bidanan, peraratan laboratorium peralatan infus atau tranfusi
b. Vektor borne

Sebagai media peralatan penularan adalah vector (serangga) yang


memindakan mikroba pathogen ke penjamu dengan cara sebagai
berikut.

1) Cara mekanis
Pada kaki serangan melekat kotoran/sputum (mikroba pathogen)
lalu hinggap pada makanan /minuman dimana selanjutnya akan
makasuk ke pencerna pejamu
2) Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh penjamu mikrobah mengalami siklus
perkembang biakan dalam tubuh verktor/ sarangga, selanjutnya
mikroba di pindakan ke tubuh penjamu melalui gigitan.
c. Food borne

Mkanan dan minuman adalaha media perantara yang cukup efelktif untuk
menyebar mikroba pathogen

d. Water borne
Tersediaanya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif
terutama untuk kebutuhan rumah sakit – adalah mutlak kialitas air
yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologi di harapkan
terbebas dari mikroba pathogen sehingga aman untuk di komsumsi
jika tidak sebagai media perantara –air sangat mudah menyebarkan
mikroba pathogen ke penjamu, mulai pinyu masuk saluran cerna
maupun pinyu masuk yang lain.
e. Air borne
Udara sangat mutlak di perlukan oleh setiap orang, namun adanya
udara yang terkontaminasi oleh mikroba pathogen sangat sulit untuk
dideteksi, Migroba pathogen dalam udara masuk ke seluruh nafas
pejamu dalam bentuk droplet nundei yang di keluarkan oleh penderita
(Reservoir) saat batuk atau bersin bernafas melalui mulut atau hidung
sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu
lantai/rumah penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi
dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung
ruangan/bangsal/kamar perawatan atau pada labiratorium klinik.

Masalah tranfusnmisi mikroba pathogen atau penularan penyakit


infeksi sangat jelas tergambar dalam uraian di atas, dari Reservoir ke
penjamu yang paker atau rentan dalam riwaya perjalan penyakit
penjamu yang pake akan berintraksi dengan migro pathogen yang
secara alamiah akan melewati 1 tahap

1. Tahap rentan
Pda tahap ini penjamu masih dalam kondisi relative sehat, namun peka
atau labil di sertai factor predisposisi yang mempermudah terkena
penyakit seperyti umur, kedaan fisik, perilaku kebiasaan hidup, social,
ekonomi dan lain-lain. Factor- factor preposisi tersebut mempercepat
masukknya agen penyebab penyaku (migroba pathogen) untuk beritraksi
dengan penjamu.

2. Tahap inkobasi.
Setela masuk ke tubuh penjamu, mikroba pathogen mulai peraksi, namun
tanda dan gejala penyakit belumtampak (subklinins). Saaf mu;ai masuk
migroba pathogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan
gejala penyakit di sebut masa inkobasi. Masa inkobasi satu
penyakitberbeda dengan penyakit lainaya: ada yang hanya berapa jam, da
nada pula yang bertahun tahun perhatikan tebal masa inkomasin berapa
penyakit di bawah ini.
Tabel 2.1 Masa inkobasi Berapa penyakit

NO Penyakit Masa Inkobasi


1. Botulisme 12-36 jam
2. Kolera 3-6 hari
3 Konjuntuva 1-3 hari
4 Difteri 2-5 hari
5 Disentri amoeba 2-4 minggu
6 Disentri basiler 1-7 hari
7 Demam berdara denguq 4-5 hari
8 Gonorhea 2-5 hari
9 Hepatitis infeksiosa 2-6 hari
10 Herpes zoster 1-2 minggu
11 Inpluesa 1-3 hari
12 Keracunan makan tersangka salmonella 6-12 jam
13 Lomfogranuloma venereum 2-5 minggu
14 Marbili/campak 10-14 hari
15 Morbus Hansen/ lepra 3-5 tahun
16 Parotitis epidemika 12-25 hari
17 Poliomyelitis 7-12 hari
18 Pertusis / batuk rejan 7-20 hari
19 Sifilis 10-90 hari
20 Tetanus +7 hari
21 Tuberkolosis 4-12 minggu
22 Tifus abdominalis 1-2 minggu
23 Varicella 2-3 minggu
24 Variola 7-15 hari

3. Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculakan
tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan
berjalan secra bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit
masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari
dan masih dapat di atasi dengan berobat jalan. [ada tahap, lanjut
penayakit tidaka dapat diatasi dengan berobat jalan. Karena penyakit
pertambahaparah, baik secara objektif maupun sumjaktif. Pada tahapp ini
penderita tidak mampu lagi. Melakukan aktivitas sehari-hari dan jika
berobat. Umumnya harus memerlukan perawatan
4. Tahap akhir penyakit
Perjalan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalannan
penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 arternatif
a. Sembuh sempurna
Penderita sembu secara sempurna, bentuk dan fungsi sel/jaringan
/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
b. Sembuh dengan cacar
Penderita sembuh dengan penyakitnya namun di sertai adanya ke
catatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun
cacat social
c. Pembawah
Perjalan penyakit seolah-olah berhenti, di tandai dengan menhilan
tanda dan gejala penyakit, pada kondisi ini agen penyebab penyakit
masih ada, masih potensial, sebagai sumber penularan.
d. Kronis perjalana penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala
yang tepat untuk tidak berubah.
e. Meninggal dunia.
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi
organ.

2.2 Sifat- sifat penyakit infeksi

Sebagai agen penyebeb penyakit (biotis), migroba pathogen memiliki


sifat-sifat khusus yang sangat berbedah dengan agen penyebab penyakit lainya
(abiotis), sebagai makluk hidup mikroba pathogen memiliki ciri” kehidupan
yaitu:

a. Mempertahankan kelangsungan kehidupannya dengan cara


berkembang biak.
b. Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan
kehidupanya
c. Bergerak dan berpindah tempat (dinamis)
Ciri –ciri kehidupan migroba pathogen tersebut diatas merupakan sifat –sifat
spesifikmikroba pathogen dalam upaya mempertahankan kehidupanya cara
menyeran atau ivasi kepejamu atau manusia melalui tahap sedang berikut:

a) Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita) mikroba pathogen hidup dan


berkembang biak pada serervoir (orang penderita hewan benda benda
lainya )
1. Untuk mencapai pejamub (calon penderita) di perlukan adanya
mekanisme penyebaran dapayt di lihat pada figure 2.2)
2. Untuk masuk ke tubuh penjamu ( calan penderita) mikroba
pathogen memerlukan pintu masuk seperti kulit atau mukosa
yang terluka hidung rongga mulut dan sebagainya
3. Adanya tengan waktu saat masuknya mikrobaga pathogen melalui
timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba
pathogen perbeda-beda.
4. Pada prinsipnya semua orang penjamu dapat tersegan oleh
mikroba pathogen, namun berapa minkroba pathogen secara
selektif hanya menyerang orang-orang tubuh tertentu dari pejamu.
(target organ)
5. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi
klinis dari mikroba pathogen terhadap penjamu dapat di nilai
daroi beberapa factor berikut:
a. Infeksivitas
Besarnya kemmapuan mikroba pathogen melakukan ivasi,
berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat
tinggal pada jaringan tubuh pejamu.
b. Patogenitas
Derajat respon/reaksi pejamu untuk terjadi sakit
c. Virulensi
Besarnya kemampuan merusak mikroba pathogen terhadap
jaringan pejamu.
d. Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba pathogen untuk menhasilkan
toksin dimana toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit.
e. Antigenitas
Kemampuan mikroba pathogen merangsan timbulnya
mekanisme perubahan tubuh (antibody) pada diri pejamu.
Kondisi ini akan mempersulit mikroba pathogen itu sendiri
untuk berkembang biak, karena melemahnya respon pejamu
menjadi sakit kembali kepada riwayat alamiah penyakit
dengan memerhatikan segitiga epidemiologi. Sering kembali
pengaruh positif terdahap perkembangbiakan mikroba
pathogen serta trasmisinya ke pejamu. Dan sering kali pula
perpengaruh negative pada [ejamu, Hasil Akhirnya adalah
pejamu menjadi seorang penderita (sakit) penyakit infeksi , C
ontohnya yang mudah di amati adalah lingkunga rumah sakit,
lingkungan ini sangan berpotensi untuk menyabarkan atau
menyulaarkan mikroba pathogen yang berkibat timbulnya
kasus-kasus yang di sebut infeksi nosocomial.

2.3 Upaya pencegahan penularan penyakit infeksi

Tindakan atau upaya pencegahan penuaran penyakit infeksi adalah


tindakan yang paling utama. Upaya pencegah ini dapat di lakukan dengan cara
memutuskan rantai penularanya, Rantai penularan adalah rentelan proses
berpindahanya mikroba pathogen dan sumber penularan reservoin serta
mengamati mekanisme transmisi. Khusus ya yang menggunakan media parentara

Sebagai sumber penularan atau serevoin adalah orang atau (penderita)


hewan, serangga seperti lalat nyamuk kecoa yang sekaligus dapat berfungsi
sebagai media paretera. Contoh lain adalah sampa, limbah eksreta/ sekreta dari
penderita sisa, makana, dan lain-lain apabila pelaku hidup sehat sudah menjadi
budaya dan di inplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, serta sanitasi
lingkungan yang sudah terjamin di harapkan kejadia penularan penyakit infeksi
dapat dikenakan seminimal mungkin.

Tidak berbedah dengan penyakit infeksi pada umumnya, kasus infeksi pada
nosokomia. Yang berumur pada rumah sakit dan lingkumgan dapat perluh di
cegah dan di kendaliakn dengan memperhatikan sikap pokok berikut:

1) Kesadaran dan rasa tanggun jawab para petugas bahwa dirinya dapat
menjadi sumber penullaran atau media perantara dalam setiap prosedur dan
tindakan medis ( diagnose dan terapi) sehingga dapat menimbulkan kejadia
infeksi nosocomial
2) Selalu ingat akan metode mengeliminasi mikroba pathogen melalui tindakan
aseptic, disifektan, dan trelirisassi
3) Di setiap unit pelayanan keperawatan unit tindakan medis. Khususnya,
kamar operasi dan kamar bersalin, harus berjaga mutu sanitasinya.

2.4 Definisi Tuberkolosis

Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai
dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1
bulan.Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat infeksi HIV atau status gizi yang buruk.

Infeksi primer merupakan saat orang pertama kali terpapar dengan


kuman tuberkulosis. Penyebaran kuman tersebut di udara melalui dahak
berupa droplet. Prevelensi TB Paru di Indonesia 0.4 %. Case notification rate
(CNR), angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia sebesar
81,0 per 100.000 penduduk.

2.4.1analisi Anilisis Situasi


Tuberkulosis (TB) sudah menjadi permasalahan kesehatan jutaan orang di
dunia. Tuberkulosis menjadi penyebab utama kedua kematian dari penyakit
menular diseluruh dunia,setelah Human Imunodeficiency Virus (HIV).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung melalui droplet orang
yang telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis (Mycrobacterium tuberculosis).
Gejala utamanya dalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan
gejala tambahan yaitu dahak,dahak bercampur darah, sesah nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun,malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan.

Lembaga kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2013 mendeklarasikan


kedaruratan global tuberkulosis karena sebagian besar negara-negara didunia tidak
berhasil mengendalikan tuberkulosis sehingga rendahnya angka kesembuhan
penderita tuberkulosis yang berdampak pada tingginya tingkat penularan. Kasus
TB di dunia diperkirakan sebanyak 9 juta orang sakit dengan TB dan 1,5 juta
meninggal akibat penyakit ini di 22 negar di dunia pada tahun 2013. Estimasi
550.000 anak menderita penyakit TB dan 80.000 anak HIV-negatif meninggal
karena TB paru, perlu diapresisi di dunia dengan diagnosis dini dan kepatuhan
berobat TB. Tingkat kematian TB turun 45% antara tahun 1990 dan 2013.sejak
tahun 2000 hingga 2013, diperkirakan 37 juta jiwa diselamatkan melalui diagnosis
dan pengobatan TB.

Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdes (2013), prevelensi penduduk


Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4
persen , dengan lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%),
Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%),Banten (0.4%) dan Papua
Barat (0.4%). Proporsi penduduk dengan gejala TB paru batuk ≥ 2 minggu
sebesar 3,9 persen dan batukdarah 2.8 persen. Sedangkan berdasarkan angka
notifikasi kasus atau Case Notifikasition Rate (CNR), angka notifikasi kasus
BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia sebesar 81.0 per 100.000 penduduk.provinsi
dengan CNR BTA+ terendah yaitu DI Yogyakarta (35.2), Bali (40,1), dan Jawa
Tengah (60,6). Sedangkan provinsi yang tertinggi yaitu Sulawesi Utara (224,2),
Sulawesi Tenggara 9183,9) dan Gorontalo (177,3).

Menurut WHO, riwayat terjadinya Tuberkulosis terbagi menjadi dua bagian,


yaitu:

a. Infeksi Primer
Infeksi primer merupakan saat orang pertama kali terpapar dengan
kuman tuberculosis. Masa inkubasi untuk penyakit ini sekitar 6 bulan.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilierbronkus dan terus berjalan sehingga sampai
di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru yang menyebabkan
peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahanreaksi dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon
daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB, meskipun
demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagi kuman persister atau
dormant (tidur). Jika daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, dalam beberapa bulan orang tersebut akan menjadi
penderita TB.

b. Post Primary Tuberculosis


Tuberculosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat infeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luar karena dengan
terjadinya kapitas atau efusi pleura. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan
luas sistem daya tahan tubuh seluler (Celullar imunity), sehingga bila
terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan busa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat
pula.

2.4.2 Penularan

Penularan tuberculosis dari seorang penderita ditentukan


olehbanyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, penyebaran
penularan tersebut di udara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB paru yang
mengandung banyak kuman dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada
pemeriksaan dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat menular. Penderita
TB paru BTA positif mengeluarkan kuman –kuman ke udara dalam bentuk
droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil
ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberculosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Droplet
yang mengandung kuman ini dapat terhidup oleh orang lain. Jika kuman tersebut
sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman akan
mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang ke
orang lain.

2.4.3 Pencegahan
Berikut ini pencegahan primer, sekunder dan tersien tuberculosis.
1. Pencegahan primer
a. Tersedia sarana-sarana kedokteran,pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini
bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
b. Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
c. Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut
sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
d. Pencegahn infeksi : Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah
harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Tidak ada tindakan
pencegahan khusus untuk barang-barang (piring, sprei, pakaian, dal
lainnya). Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan
bisa ditambahkan dengan sinar UV.
e. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang –orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasi dengan vaksis BCG dan tindak lanjut bagi
yang positif tertular.
f. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi
risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.
g. Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB dengan cara
menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulosisnya positif. Susu di
pasteurisasi dikonsumsi.
h. Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan
tambang.

Fase pre-patogenesis Fase pathogenesis


Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder Pencegahan
Tersier
Promosi Perlindunga Diagnosis Pembatasan Rehabilitasi
kesehatan n umum dan awal dan ketidakmamp
spesifik perawatan uan
tepat waktu
Penyuluhan Pemberian Pemeriksaa Pengobatan Rehabilitasi
kepada imunisasi n khusus penyakit TB dan
masyarakat BCG bakteoriolo selama 6-12 pencegahan
tentang gis dahak, bulan penyakit paru kronis
gejala, screening
bahaya dan dan
akibat yang pemeriksaa
ditimbulkan n foto
penyakit TBC rontgen.
2. Pencegahan sekunder
a. Pengobatan prenventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan
terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai
pencegahan.
b. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi,pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya bagi penderita
yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis
untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
c. Pemeriksaan bakteriolohis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
d. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beriiko
tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita,
petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
e. Pemeriksaan rontgen pada orang –orang yang positif dari hasil
pemeriksaan Tuberculin test.
f. Pengobtan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan).
Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan
penyelidikan oleh dokter.
3. Pencegahan tersier
a. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup
udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan
sebagainya.
b. Rehabilitasi.

2.4.4 Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri


Mycrobacterium tuberculosis dan menular langsung melalui droplet orang yang
telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis (Mycrobacterium tuberculosis). Gejala
utamanya adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dahak, dahak
bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, maliase, berkeringat malamhari tanpakegiatan fisik, demam lebih dari 1
bulan. Masa inkubasi TB adlah 6 bulan.pada fase pre-patogenesis tindakan
pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah promosi kesehatan, penyuluhan
kepada masyarakat.

2.5 penatalaksanaan keperawatan

Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau


tidak. Sering kali “sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak pernah
ditemukan. Pada saat yang sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi sehingga
mereka dapat menjalani “follow-up” untuk menentukan apakah mereka terinfeksi
dan mempunyai penyakit aktif atau tes tuberculin positif. Keluhan pasien yang
paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat malam hari.

Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB


mencakup batu produktif, kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin
dengan indurasi 10 mm atau lebih dan rotgen dada yang menunjukkan infiltrat
pulmonal (Niluh dan Christie, 2003). 

2.6Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta
memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
1. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat
badan normal
2. Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan
kadar albumin serum yang rendah (75-100 gram)
3. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
4. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
6. Macam diet untuk penyakit TBC:
7. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)
8. Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
9. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
10. Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)

2.7Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.

2. 9 Cara untuk merawat pasien TBC dirumah

1. Mengedukasi untuk memisahkan makanan keluarga dengan penderita,


berikan pengertian dengan baik dan lembut kepada penderita kenapa hal
ini dilakukan.
2. Mengedukasi untuk memisahkan dan cuci sampai bersih alat makan yang
digunakan penderita.
3. Mengedukasi agar pasien menggunakan masker. Lebih penting penderita
yang menggunakan masker daripada kita yang berada di sekitar penderita.
Penggunaan masker meminimalisasi kemungkinan tersebarnya bakteri saat
pasien bersin atau batuk.
4. mengingatkan penderita agar tidak membuang dahaknya sembarangan.
Sarankan untuk membuang dahaknya di kloset, kemudian segera
menyiramnya. Upayakan tempat membuang dahak pasien memiliki
sirkulasi langsung dengan udara luar.
5. memperbaiki sirkulasi udara yang derada di rumah terutama membuka
jendela rumah.
6. membiarkan ruang kamar penderita dan tempat tidur penderita terpapar
sinar matahari langsung. Sinar matahari akan berfungsi sebagai “perangkat
sterilisasi alami” bagi bakteri TB yang ada pada ruangan dan barang-
barang pasien. Tempat yang lembab dan gelap adalah ekosistem yang
menyenangkan bagi Mycobacterium tuberculosis untuk dapat bertahan
selama bertahun-tahun lamanya.
7. mengawasi pemberian obat pada penderita, penderita harus mengonsumsi
obat setiap hari. Pemberian obat diberikan dalam dua tahap yaitu tahap
intensif (2 bulan pertama) dan tahap lanjutan. Pengobatan ini dilakukan
selama 6 bulan tanpa terputus.
8. Selalu konsultasikan perkembangan pasien dengan dokter ataupun petugas
di Puskesmas.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit infeksi adalah penyakit yang di sebebkan oleh mikroba pathogen
dan bersifat sangat dinamis.
Penularan tuberculosis dari seorang penderita ditentukan olehbanyaknya
kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, penyebaran penularan tersebut di
udara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB paru yang mengandung banyak
kuman dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya
(penderita BTA positif) adalah sangat menular. Penderita TB paru BTA positif
mengeluarkan kuman –kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada
waktu batuk atau bersin.

3.2 SARAN
Bagi para pembaca dan khususnya tenaga kesehatan dengan adanya
makalah ini semoga dapat menambah wawasannya mengenai trauma cara
perawatan pasien tuberkulosis dirumah, dan saat kita memberikan asuhan
keperawatan komunitas agar bisa memberikan asuhan yang optimal kepada
pasien.

Daftar pustaka

Najmah. (2016). Epidemologi Penyakit Menular. Jakarta. TIM

Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial: Problematika dan pengendaliannya.


Jakarta. Salemba Medika

https://www.academia.edu/31086541/Askep_Komunitas_Tb_Paru.docx

Anda mungkin juga menyukai