KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Cara Perawatan di Rumah pada Penyakit Tuberkulosis
Dosen Pengampu :
Akde Triyoga.,S.Kep.,Ns.,MM
Disusn Oleh :
1. Alif Lusy Wulandari
2. Irena Siska Manalu
3. Meri Pekei
4. Riska Vriana
5. Verenika Okcitasinara Hermanto
PENDAHULUAN
1) Cara mekanis
Pada kaki serangan melekat kotoran/sputum (mikroba pathogen)
lalu hinggap pada makanan /minuman dimana selanjutnya akan
makasuk ke pencerna pejamu
2) Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh penjamu mikrobah mengalami siklus
perkembang biakan dalam tubuh verktor/ sarangga, selanjutnya
mikroba di pindakan ke tubuh penjamu melalui gigitan.
c. Food borne
Mkanan dan minuman adalaha media perantara yang cukup efelktif untuk
menyebar mikroba pathogen
d. Water borne
Tersediaanya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif
terutama untuk kebutuhan rumah sakit – adalah mutlak kialitas air
yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologi di harapkan
terbebas dari mikroba pathogen sehingga aman untuk di komsumsi
jika tidak sebagai media perantara –air sangat mudah menyebarkan
mikroba pathogen ke penjamu, mulai pinyu masuk saluran cerna
maupun pinyu masuk yang lain.
e. Air borne
Udara sangat mutlak di perlukan oleh setiap orang, namun adanya
udara yang terkontaminasi oleh mikroba pathogen sangat sulit untuk
dideteksi, Migroba pathogen dalam udara masuk ke seluruh nafas
pejamu dalam bentuk droplet nundei yang di keluarkan oleh penderita
(Reservoir) saat batuk atau bersin bernafas melalui mulut atau hidung
sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu
lantai/rumah penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi
dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung
ruangan/bangsal/kamar perawatan atau pada labiratorium klinik.
1. Tahap rentan
Pda tahap ini penjamu masih dalam kondisi relative sehat, namun peka
atau labil di sertai factor predisposisi yang mempermudah terkena
penyakit seperyti umur, kedaan fisik, perilaku kebiasaan hidup, social,
ekonomi dan lain-lain. Factor- factor preposisi tersebut mempercepat
masukknya agen penyebab penyaku (migroba pathogen) untuk beritraksi
dengan penjamu.
2. Tahap inkobasi.
Setela masuk ke tubuh penjamu, mikroba pathogen mulai peraksi, namun
tanda dan gejala penyakit belumtampak (subklinins). Saaf mu;ai masuk
migroba pathogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan
gejala penyakit di sebut masa inkobasi. Masa inkobasi satu
penyakitberbeda dengan penyakit lainaya: ada yang hanya berapa jam, da
nada pula yang bertahun tahun perhatikan tebal masa inkomasin berapa
penyakit di bawah ini.
Tabel 2.1 Masa inkobasi Berapa penyakit
3. Tahap klinis
Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculakan
tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan
berjalan secra bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit
masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari
dan masih dapat di atasi dengan berobat jalan. [ada tahap, lanjut
penayakit tidaka dapat diatasi dengan berobat jalan. Karena penyakit
pertambahaparah, baik secara objektif maupun sumjaktif. Pada tahapp ini
penderita tidak mampu lagi. Melakukan aktivitas sehari-hari dan jika
berobat. Umumnya harus memerlukan perawatan
4. Tahap akhir penyakit
Perjalan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalannan
penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 arternatif
a. Sembuh sempurna
Penderita sembu secara sempurna, bentuk dan fungsi sel/jaringan
/organ tubuh kembali seperti sedia kala.
b. Sembuh dengan cacar
Penderita sembuh dengan penyakitnya namun di sertai adanya ke
catatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun
cacat social
c. Pembawah
Perjalan penyakit seolah-olah berhenti, di tandai dengan menhilan
tanda dan gejala penyakit, pada kondisi ini agen penyebab penyakit
masih ada, masih potensial, sebagai sumber penularan.
d. Kronis perjalana penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala
yang tepat untuk tidak berubah.
e. Meninggal dunia.
Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi
organ.
Tidak berbedah dengan penyakit infeksi pada umumnya, kasus infeksi pada
nosokomia. Yang berumur pada rumah sakit dan lingkumgan dapat perluh di
cegah dan di kendaliakn dengan memperhatikan sikap pokok berikut:
1) Kesadaran dan rasa tanggun jawab para petugas bahwa dirinya dapat
menjadi sumber penullaran atau media perantara dalam setiap prosedur dan
tindakan medis ( diagnose dan terapi) sehingga dapat menimbulkan kejadia
infeksi nosocomial
2) Selalu ingat akan metode mengeliminasi mikroba pathogen melalui tindakan
aseptic, disifektan, dan trelirisassi
3) Di setiap unit pelayanan keperawatan unit tindakan medis. Khususnya,
kamar operasi dan kamar bersalin, harus berjaga mutu sanitasinya.
Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai
dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1
bulan.Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat infeksi HIV atau status gizi yang buruk.
a. Infeksi Primer
Infeksi primer merupakan saat orang pertama kali terpapar dengan
kuman tuberculosis. Masa inkubasi untuk penyakit ini sekitar 6 bulan.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilierbronkus dan terus berjalan sehingga sampai
di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru yang menyebabkan
peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahanreaksi dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon
daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB, meskipun
demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagi kuman persister atau
dormant (tidur). Jika daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, dalam beberapa bulan orang tersebut akan menjadi
penderita TB.
2.4.2 Penularan
2.4.3 Pencegahan
Berikut ini pencegahan primer, sekunder dan tersien tuberculosis.
1. Pencegahan primer
a. Tersedia sarana-sarana kedokteran,pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini
bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
b. Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
c. Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut
sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
d. Pencegahn infeksi : Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah
harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Tidak ada tindakan
pencegahan khusus untuk barang-barang (piring, sprei, pakaian, dal
lainnya). Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan
bisa ditambahkan dengan sinar UV.
e. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang –orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasi dengan vaksis BCG dan tindak lanjut bagi
yang positif tertular.
f. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi
risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.
g. Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB dengan cara
menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulosisnya positif. Susu di
pasteurisasi dikonsumsi.
h. Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan
tambang.
2.4.4 Kesimpulan
2.6Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta
memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
1. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat
badan normal
2. Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan
kadar albumin serum yang rendah (75-100 gram)
3. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
4. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
6. Macam diet untuk penyakit TBC:
7. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)
8. Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
9. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
10. Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)
2.7Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit infeksi adalah penyakit yang di sebebkan oleh mikroba pathogen
dan bersifat sangat dinamis.
Penularan tuberculosis dari seorang penderita ditentukan olehbanyaknya
kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, penyebaran penularan tersebut di
udara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB paru yang mengandung banyak
kuman dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya
(penderita BTA positif) adalah sangat menular. Penderita TB paru BTA positif
mengeluarkan kuman –kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada
waktu batuk atau bersin.
3.2 SARAN
Bagi para pembaca dan khususnya tenaga kesehatan dengan adanya
makalah ini semoga dapat menambah wawasannya mengenai trauma cara
perawatan pasien tuberkulosis dirumah, dan saat kita memberikan asuhan
keperawatan komunitas agar bisa memberikan asuhan yang optimal kepada
pasien.
Daftar pustaka
https://www.academia.edu/31086541/Askep_Komunitas_Tb_Paru.docx