Laporan Kajian Jurnal
Laporan Kajian Jurnal
Oleh:
M. Alimahdi (1702915)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan Proses Sains (KPS) memainkan peran kunci dalam
mengembangkan pemahaman konsep dan pemahaman procedural. The Framework for K-
12 Science Education and the Next Generation Science Standards melaporkan bahwa
peserta didik harus terlibat investigasi untuk mengungkapkan kemampuan praktik sains.
Jika pengembangan pengetahuan sains tidak menekankan keterampilan proses, peserta
didik dapat meninggalkan konsepsi yang naif, konsep yang dipahami peserta didik tidak
akan membantu memahamkan atau memecahkan masalah yang ada di dunia sekitar.
Berdasarkan literature Sain, Yilmaz-Tuzun (2014) menyebutkan bahwa prestasi sains
peserta didik yang tidak dapat menggunakan Keterampilan Proses Sains (KPS) secara
efektif rendah. Literature sains melaporkan bahwa KPS terintegrasi dan konten untuk
mengembangkan keterampilan penyelidikan itu penting (Duschl et al., 2007; Dewan riset
nasional, 2012). Meskipun tujuan dan standar kemampuan penyelidikan peserta didik
telah ditanamkan dengan baik di beberapa Negara, peluang peserta didik untuk
melakukan penyelidikan berbasis kegiatan dalam praktik mengajar masih terbatasi untuk
sebagian besar kelas K-12.
KPS memiliki peran utama dalam pembelajaran dengan pemahaman, apakah
dalam pembelajaran formal ataupun sepanjang hidup (Harlen, 1999). Carin dan Bass
(2001) menunjukkan bahwa KPS merupakan “komponen utama dalam berpikir dan
berguna dalam pemecahan masalah tidak hanya dalam sains tetapi juga di bidang
lain….setiap orang dapat melatih berpikir ilmiah tentang banyak hal yang menarik yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari” (hlm. 41-42). Sebagian besar karya ilmiah
membutuhkan KPS, penguasaan KPS memiliki pengaruh kuat pada keberhasil peserta
didik dalam kelas sains, oleh karena itu jelas bahwa mengajarkan KPS sejak dini pada
peserta didik dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang
konten sains dan literasi pengetahuan umum (Coil, Wenderoth, Cunningham, & Dirks,
2010). Jika kita hanya menekankan hanya pada pengembangan pengetahuan tanpa
menekankan keterampilan proses, peserta didik dapat meninggalkan dengan konsep
penyelidikan ilmiah yang naif, dan memunculkan konsep yang tidak membantu
2
memahami dunia sekitar (Harlen, 1999; National Research Council, 2012). Berdasarkan
literasi sains, Yilmaz-Tuzun (2014) melaporkan bahwa secara efektif prestasi peserta
didik yang tidak menggunakan KPS rendah. Ada keharusan mengembangkan KPS dan
mengevaluasi hasil KPS pada pembelajaran (Harrison, 2014), karena pentingnya KPS
yang telah disebutkan diatas. Laporan literasi sains tentang pentingnya mengintegrasi
proses dan konten sains untuk mengembangkan keterampilan menyelidiki/ inquiry
(Duschl et al, 2007; National Research Council, 2012). Maka berdasarkan pada literature,
kita dapat menyatakan bahwa penggunaan metode pembelajaran dan pengajaran berpusat
pada peserta didik memiliki peran penting dalam mengembangkan KPS.
B. Tujuan
Tujuan yang ingin diperoleh dari jurnal ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan wawasan baru terkait pendidikan khususnya di bidang penelitian dan
pendidikan
2. Mengetahui strategi pengembangan pembelajaran untuk meningkatkan Keterampilan
Proses Sains (KPS)
3. Mendapatkan bekal awal penulis untuk melaksanakan penelitian mengenai permasalahan
yang terjadi dalam dunia pembelajaran
3
BAB II
ISI JURNAL
A. Identitas Jurnal
5
Penelitian ini menggunakan metode quantitative dan qualitative atau Mix method
design. Desain penelitian yang digunakan adalah embedded design-experimental model,
data kualitatif yang tertanam. Pengumpulan data kuantitatif di awal dan di akhir (pretest-
postest). Data kuantitatif diperoleh menggunakan desain quasi eksperimen dengan
kelompok nonequivalent. Peneliti melakukan penanaman agar dapat lebih paham dampak
intervensi pada KPS, dan untuk mendukung dan meningkatkan data kuantitatif. Data
kualitatif diperoleh selama intervensi satu semester, data kuantitatif dan data kualitatif
dianalisis secara terpisah tetapi secara bersamaan.
Partisipan yang digunakan sebanyak 43 peserta didik. 23 peserta didik adalah
kelompok eksperimen dan 20 orang adalah kelompok control, semuanya dari kelas tujuh
di suatu sekolah di Negara Turki bagian barat. Pengajaran utama sebelumnya, peserta
didik diajar dengan metode pembelajaran berpusat pada guru. Sampel diambil dengan
metode pengambilan sampel, kelompok eksperimen dan kelompok control beda kelas.
Penulis kedua merupakan guru kelas terkait yang berpengalaman lima tahun mengajar
sebagai guru sains dan memiliki gelar master di tingkat pembelajaran sains. Penulis
pertama juga mengamati pelajaran.
E. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : strategi intervensi instruksional
Variabel Terikat : konten materi (struktur dan sifat materi; cahaya; manusia dan
lingkungan)
Variabel Kontrol : keterampilan proses sains
F. Instrumen
Peserta menyelasaikan tes penilaian KPS yang dikembangkan oleh Smith dan
Weliver seperti dikutip dalam Basdag (2006) dan diadaptasi ke dalam bahasa Turki
sebagai pretes dan post test. Instrument ini terdiri 40 soal pilihan ganda, termasuk 13
KPS. Keterampilan mengamati, mengklasifikasi, menarik kesimpulan, memprediksi,
mengukur, menampilkan/ merekam data, hubungan ruang/ waktu, mendefinisikan secara
operasional, merumuskan hipotesa, merancang investigasi dan eksperimen,
mengendalikan dan memanipulasi variable, menganalisis data, membangun model.
6
Instrument yang digunakan diuji dan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar
0.814. Peneliti mengelompokkan jawaban benar menjadi 1 poin, kemudian blank atau
salah menjadi 0 poin dengan skor maksimum 40. Peneliti memanfaatkan juga format
instrument desain eksperimen skala kriteria analisis, daftar grafik garis, data tabulasi tes
kemampuan (TDST) dikembangkan oleh Temiz.
Peneliti beranggapan jika hanya penilaian kertas pensil berdasarkan data mungkin
tidak menunjukkan penampilan nyata peserta didik pada kemampuan penyelidikan, maka
penulis mengumpulkan data untuk mengetahui sejauh mana intervensi membuat
perbedaan pada kelas eksperimen, untuk menyelidiki kinerja peserta didik pada
ekperimen, untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai masalah yang dihadapi
peserta didik dalam menggunakan KPS selama interevensi. Peneliti menggunakan
worksheet dan laporan eksperimen karena alat yang mencerminkan kinerja peserta
menggunakan KPS. data kualitatif hanya diambil dari kelompok eksperimen, karena
penulis senagaja memodifikasi kegiatan pada buku teks dan worksheet dengan maksud
menanamkan KPS. ahli pendidikan sains memeriksa instrument dan kemudian
diputuskan bersama bahwa instrument dapat digunakan, meskipun tema lembar kerja bisa
berbeda menurut tingkat keterbukaan, bagian dari lembar kerja termasuk pertanyaan
penelitian atau scenario untuk menangkap peserta didik, hipotesis langsung atau pikiran
pada aktivitas praktis, penulis menilai Worksheet (WS) dan laporan eksperimen (LE)
secara kuantitatif dengan menggunakan kriteria yang dikembangkan oleh Temiz, untuk
memberikan informasi tentang masalah menggungakan KPS.
7
Gambar 2. Activity 2. Worksheet Relationships of Light Reflection- Absorption-
Temperature
9
dicatat bahwa karena penelitian ini bukan penelitian survey ataupun korelasi peneliti
tidak menggeneralisasi.
H. Kesimpulan
Penelitian bertujuan untuk memeriksa efek dari intervensi instruksional
meningkatkan KPS peserta didik dengan menekankan KPS pada peserta didik kelas
tujuh, dan untuk menentukan masalah dalam menggunakan KPS mereka. Hasil
mengungkapkan beberapa temuan mendukung dalam meningkatkan KPS dan beberapa
memiliki masalah dalam menggunakan KPS melalui instruksional Intervensi. Menurut
hasil yang diperoleh dari tes penilaian KPS (SPA), ketika skor gain pre-pos tes penilaian
KPS diperiksa secara terpisah untuk dua grup, kelas eksperimen menunjukkan
peningkatan yang lebih besar dibandingkan kelompok control (nilai gain kelompok
eksperimen adalah 2.565 sedangkan kelompok control memiliki nilai gain 0.5). Hasil
yang diperoleh dari uji t untuk sepasang grup secara terpisah mengungkapkan ada
perbedaan yang signifikan antara nilai pre tes dan pos tes pada KPS kelas
eksperimen,t(22) = -2.613, p<0.05, namun tidak ada perbedaan signifikan antara nilai pre
tes dan pos tes kelas control, t(19) = -0.783, p> 0.05. Berdasarkan hasil tersebut, kita
dapat menyatakan bahwa peserta didik pada kelompok eksperimen yang mengikuti
intervensi terecana mendapatkan manfaat lebih dalam meningkatkan KPS dibandingkan
peserta didik pada kelas control yang tidak mengikuti instruksi terencana.
10
BAB III
KAJIAN DAN KOMENTAR
A. Kajian Teori
Keterampilan proses menurut Rustaman (2003: 23) adalah keterampilan yang
melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial.
Peserta didik menggunakan pikirannya/keterampilan kognitif dalam melakukan
keterampilan proses. Keterampilan manual jelas terlihat pada saat menggunakan alat dan
bahan, pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Keterampilan sosial terlihat ketika
terjadi interaksi peserta didik, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.
11
Keterampilan Proses Sains Indikatornya
masalah
a. Menemukan alat/bahan/sumber yang akan
digunakan
Merencanakan percobaan atau b. Menentukan variabel/faktor penentu
penyelidikan c. apa yang akan diukur diamati dan dicatat
d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan
berupa langkah kerja
a. Menggunakan konsep yang telah dipelajari
Menerapkan konsep atau dalam situasi baru
prinsip b. Menggunakan konsep pada pengalaman baru
untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
a. Bertanya tentang apa, mengapa, dan
Mengajukan pertanyaan bagaimana
b. Bertanya meminta penjelasan
c. Menanyakan latar belakang hipotesis
B. Kajian Tambahan
Kajian ini sudah cukup dalam penjelasannya, akan sangat bagus lagi jika kajian
ini diperdalam lagi dengan membandingkan penelitian yang serupa. Bisa dengan metode
atau strategi lain dalam meningkat kan keterampilan proses sains. Pengembangan pada
pembelajaran baik metode, strategi, bahan ajar ataupun penilaian perlu selalu dilakukan,
karena penerapan strategi seperti Intervensi Instruksional efektif menanamkan sikap dan
keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains ini tidak hanya digunakan di dalam
kelas atau laboratorium saja, lebih dari itu keterampilan proses sains bisa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dalam memecahkan masalah. Bayangkan jika setiap peserta
didik sekolah menengah pertama sudah terbiasa di lingkungan sains yang menerapkan
praktik proses sains, maka akan terbentuk banyak manusia-manusia yang bisa
memecahkan masalah. Tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa untuk menghadirkan
system yang bisa membentuk peserta didik menjadi seorang yang memiliki keterampilan
proses sains tidak bisa dilakukan dengan waktu yang cepat, tetepi harus dilakukan secara
bertahap dan terencana dan yang paling penting perlu kesadaran tinggi dari calon-calon
guru.
12
K-12 merupakan sebutan untuk system pendidikan (pendidikan dasar dan
pendidikan menengah) di turki. K-12 merupakan singkatan dari kindergarten to 12th
grade atau jika diartikan menjadi taman kanak-kanak hingga kelas dua belas.
Kementerian pendidikan nasional mengelola system pendidikan K-12 di Turki.
Pendidikan wajib berlangsung selama 12 tahun, dan selanjutnya peserta didik dapat
melanjutkan ke pendidikan tinggi. System pendidikan K-12 di turki terdiri dari
pendidikan pra-sekolah dasar (Okul Oncesi), pendidikan dasar (İlkoğretim), dan
pendidikan menengah (Lise).
Pendidikan pra-sekolah dasar (Okul Oncesi) di turki bersifat opsional dan
disediakan oleh taman kanak-kanak, pusat penitipan anak, sekolah taman kanak-
kanak, ruang kelas persiapan, dan pusat penitipan anak. Pendidikan Pra-SD menuju
perkembangan intelektual, fisik dan emosional anak-anak. Kurikulum menciptakan
suasana untuk pertumbuhan dan juga mempersiapkan anak-anak untuk pendidikan
dasar. Pendidikan Pra-SD ini diperuntukan bagi anak usia 0 tahun hingga 6 tahun.
Hari pembibitan/ pertumbuhan: 0-36 bulan (0-3 tahun)
Taman Kanak-kanak: (4-5 tahun)
Kelas Pra-sekolah: 61-72 bulan (6 tahun)
Level 1: Meliputi nilai 1 hingga 4, dan untuk peserta didik berusia 6 hingga 9
tahun
Level 2: Meliputi nilai 5 hingga 8, dan untuk peserta didik berusia 10 hingga
14 tahun
13
Di sekolah dasar, dasar-dasar banyak mata pelajaran diajarkan. Dari kelas 4,
bahasa asing diajarkan. Kelas bahasa Inggris, Jerman atau Prancis juga diadakan. Hingga
kelas 6, seorang guru tunggal mengajarkan semua mata pelajaran kepada peserta didik
Turki. Sejak kelas 7 dan seterusnya, guru yang berbeda hadir untuk mengajar mata
pelajaran yang berbeda.
Mata pelajaran pilihan: sastra Turki, Turki modern dan sejarah dunia, sejarah,
bahasa dan ekspresi, bahasa asing, kimia, matematika, logika, psikologi, geometri, bahasa
asing kedua, biologi, sosiologi, dan fisika.
14
2) Metode Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian campuran
quantitative dan qualitative. Pada metode penelitian quantitative yang digunakan
adalah desain quasi eksperimen. Bentuk desain eksperimen ini merupakan
pengembangan dari true experimental design, yang sulit dilakukan. Desain ini
mempunyai kelompok control, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variable-variabel luar yang memengaruhi pelaksanaan eksperimen. Jenis
desain eksperimen yang digunakan oleh peneliti adalah nonequivalent control group
design. Desain ini hamper sama dengan pretest-posttest control group design, tetapi
pada desain ini pengambilan sampel tidak menggunakan teknik sampling acak.
Teknik sampling yang digunakan adalah teknik convenience sampling. Teknik ini
dilakukan berdasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk
mendapatakannya. Sampel diambil karena ada pada tempat dan waktu yang terpat.
Karena salah satu dari peneliti merupakan guru yang berpengalaman di sekolah
umum yang terletak di barat laut turki maka sampel yang digunakan merupalam
peserta didik-peserta didik yang diajar. Sampel ini mudah diakses, mudah diukur dan
sangat bisa diajak bekerja sama untuk menyelesaikan/ mengumpulkan data demi
kepentingan penelitian.
3) Convenience Sampling
Seringkali untuk memilih suatu teknik sampling random atau sistematik
nonrandom sangat sulit dilakukan. Pada saat seperti itu peneliti mungkin
menggunakan teknik sampling convenience sampling. Convenience sample
contohnya adalah kelompok individu yang (mudah) tersedia untuk dijadikan objek
penelitian.
15
Gambar 1. Convenience Sampling
16
4) Seorang professor universitas membandingkan reaksi mahapeserta didik untuk
dua buku yang berbeda pada kelas fisika dasar
Masing-masing contoh di atas, untuk grup atau orang tertentu dipilih untuk
penelitian karena mereka bersedia. Keuntungan yang jelas dari teknik sampling ini adalah
kemudahan. Tetapi jelas juga, teknik sampling ini memiliki kelemahan utama dalam
sampel yaitu akan sangat mungkin menjadi bias. Misalnya kasus reporter yang
mengambil seorang yang lewat di sudut jalan kota sebagai objek wawancara. Besar
kemungkinan sumber bias yang ada. Tentu saja, siapapun yang tidak berada di tempat
pada saat itu tidak memiliki kesempatan untuk diwawancarai. Kedua, orang-orang yang
tidak ingin memberikan pandangan tidak akan diwawancarai. Ketiga, siapapun yang
bersedia diwawancara kemungkinan menjadi orang yang memiliki pendapat yang kuat
tentang stadion. Keempat, bergantung pada waktu, siapapun yang diwawancara sangat
mungkin menganggur atau memiliki tugas yang tidak memerlukan mereka dalam
ruangan. Dan sebagainya. Secara umum convenience sample tidak dapat dianggap
sebagai representasi dari sebuah populasi dan sebisa mungkin hindari teknik sampling ini.
Sayangnya, kadang-kadang peneliti tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan
teknik ini. Ketika situasi ini terjadi, peneliti harus ekstra hati-hati memasukkan informasi
dalam demografi atau karakteristik lain pada sampel yang diteliti. Penelitian juga harus
diulang dengan jumlah sample yang sama untuk mengurangi kemungkinan bahwa hasil
penelitian yang diperoleh hanya terjadi satu kali.
4) Uji-T
Uji T merupakan salah satu tehnik pengolahan data statistic inferensial. Dalam
statistika inferensial terdapat dua tehnik ysng dapat digunakan, yaitu tehnik
parametric dan tehnik nonparametric. Uji-t merupakan bagian dari tehnik parametric.
Ada beberapa jenis uji-t yang bisa digunakan oleh peneliti. Uji-t meliputi t-test for
means, t-test for independent means, t-test for correlated means.
T-test for means atau uji-t rata-rata merupakan uji statistic parametric yang
digunakan untuk melihat apakah perbedaan antara rata-rata antara dua sampel
signifikan (Fraenkel, 2012, hlm, 233). Uji ini menghasilkan nilai t, kemudian penliti
17
memeriksa nilai t tersebut pada sebuah table statistical untuk menentukan tingkat
signifikan yang telah dicapai. Jika tingkat signifikan 0.05 dicapai biasanya peneliti
menolak hipotesis nol (H0) dan menyimpulkan ada perbedaan yang signifikan.
Ada dua jenis t-test, t-test for independent means dan t-test for correlated means.
T-test for independent means digunakan untuk membandingkan skor rata-rata dari
dua yang berbeda, atau variable bebas, kelompok.
T-test for correlated means digunakan untuk membandingkan skor rata-rata
kelompok yang sama sebelum dan sesudah perlakuan diberikan, untuk melihat jika
ada nilai gain yang signifikan atau ketika desain penelitian melibatkan dua kelompok
sepadan. Uji ini juga dapat digunakan ketika subjek yang sama menerima perlakuan
yang berbeda dalam penelitian.
Selain itu ada juga uji-t untuk menganalisis jenis kategori data yaitu t-test for
proportion. T-test for difference in proportion paling umum digunakan untuk
menganalisis data kategori apakah proporsi dalam satu kategori (misal kategori laki-
laki) berbeda dari proporsi pada kategori yang lain (misal kategori perempuan). Sama
halnya dengan t-test for means, ada dau bentuk yaitu t-test for independent
proportions dan t-test for correlated proportions. Yang terakhir digunakan ketika
kelompok yang sama dibandingkan, seperti dalam proporsi individu yang menyetujui
pernyataan sebelum dan sesudah menerima beberapa macam intervensi.
5) Simulasi Dalam Pendidikan Sains
Simulasi adalah salah satu alat popular untuk mengajar dan belajar (Bayraktar,
2001) karena meningkatnya ketersediaan computer, smart boards,dan perangkat
mobile dalam kelas (Pambayun et al, 2019); Rutten, van Joolingen, and van der Veen,
2012; Yahya & Adebola, 2019). Simulasi merupakan program yang berisi model
system atau proses (de Jong and van Joolingen 199, p.4) dan memiliki banyak
manfaat untuk peserta didik seperti menyediakan visualisasi dinamis, umpan balik
cepat, dan layak mengikuti pembelajaran penyelidikan (Moore, Herzoe, and Perkins,
2013). Simulasi mendorong peserta didik untuk menggunakan pembelajaran spasial
dan system persepsinya yang tidak dapat dicapai melalui interaksi teks dan verbal
(Lindgren & Schwartz, 2009). Hal ini memungkinkan untuk memodelkan fenomena
saintifik yang tidak dapat diamati dalam kelas nyata konteks arus listrik dan struktur
18
sel (Clark, Nelson, Sengupta, & D’Angelo, 2009). Clark et al. (2009) menjelaskan
empat dimensi simulasi yaitu the degree of user control, the extent and nature of the
surrounding guiding framework in which the simulations are embedded, how
information is represented, dan the nature of what is being modeled (p.6).
a) Degree of User Control
Degree of User Control (DUC) atau Tingkat Kontrol Pengguna bervariasi. Dari
sebagian besar terstruktur hingga versi sebagian besar open-ended. Peserta didik
memungkinkan untuk mengontrol beberapa variable atau sebagai pengganti
adalah perhatian yang penting karena itu salah satu hal penting yang menentukan
keberhasilan peserta didik. Jika kebutuhan proses kognitif tidak dapat diberikan
oleh guru untuk menangani pengontrolan sejumlah variable maka dimungkinkan
peserta didik gagal. Poin penting disini adalah pengetahuan dan pengalaman
peserta didik (Chen, Fan, & Macredie, 2006; Lim, 2004) karena peserta didik
yang ahli mungkin lebih banyak memiliki keuntungan untuk menangani dengan
simulasi open-ended.
Pada dimensi ini, ada dua jenis yang paling utama dari simulasi. Jenis pertama
adalah simulasi sederhana yang mengizinkan peserta didik atau guru mengakses
simulasi secara langsung dan guru dapat mengintegrasikannya ke setiap bahan
kurikulum yang lain (yaitu eksperimen hands-on) (Clark et al. 2009). Jenis yang
kedua adalah platform yang lebih besar atau kerangka yang terdapat alat lain
seperti papan diskusi, papan penggaris, menggambar kegiatan atau penyelidikan,
pengumpulan data dengan simulasi dalam platform (Clark et al, 2009).
c) Representation of Information
19
d) Nature of What is Modeled
C. Pendapat Penulis
Penelitian seperti ini dirasa perlu dilakukan juga di Indonesia, khususnya pada
anak-anak sekolah menengah pertama. Karena hal itu penting untuk membentuk
pengetahuan procedural dan pengetahuan konseptual yang akan dimiliki oleh anak-anak
Indonesia. Keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik sedikit bayak akan
memengaruhi kemajuan bangsa Indonesia. American Association for the Advancement of
Science mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan
terpadu (Kemendikbud, 2013: 215). Klasifikasi keterampilan proses tersebut tertera pada
table berikut.
20
Peserta didik yang diberikan perlakuan Intervensi Instruksional mendapatkan
dampak yang lebih dari hanya sekedar peserta didik belajar mandiri. Peserta didik bisa
merancang, melaksanakan penyelidikan sendiri, mengajukan pertanyaan, menentukan
metode, melaksanakan penelitian, melaporkan, mengkritisi hasil penyelidikan mereka
sendiri dengan bimbingan instruksional yang kuat. Bimbingan yang dilakukan haruslah
bertahap, misal dirancang tertutup, parsial hingga eksperimen terbuka. Pemberian
bimbingan seperti Intervensi Instruksional harus dilakukan secara terus menerus hingga
pada akhirnya peserta didik terbiasa melakukan proses sains. Jika peserta didik hanya
melakukan proses sains satu kali atau jarang sekali, maka peserta didik memerlukan
waktu yang lama untuk memiliki keterampilan proses sains, bahkan tidak pernah
memiliki keterampilan proses sains.
Rencana Pengembangan Penelitian Skripsi
Berdasarkan dari hasil kajian jurnal, penulis berniat untuk mengembangkannya
menjadi penelitian skripsi. Aspek yang akan diambil dari jurnal tersebut adalah cara
meningkatkan KPS peserta didik beserta pengukurannya. Penulis memilih subjek
penelitian tingkat SMP atau SMA. Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh strategi
Intervensi Instruksional dengan bantuan ekperimen virtual menggunakan software PhET.
Instrument yang digunakan adalah tes penilaian KPS berbentuk pilihan ganda sebanyak
40 soal, kuisioner, worksheet, dan laporan eksperimen yang dibuat oleh peserta didik.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode campuran. Desain penelitiannya
quasi eksperimen dengan jenis pretest-posttest nonrandomized control group designs.
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi intervensi instruksional diterapkan pada proses pembelajaran bertujuan
untuk membentuk keterampilan proses sains pada peserta didik. Keterampilan itu tidak
hanya bisa digunakan di dalam kelas, namun dalam kehidupan sehari hari juga. Strategi
ini cukup signifikan dalam membangun keterampilan proses sains yang dimiliki peserta
didik di Negara Turki untuk peserta didik kelas 7 SD. Selain memantau peningkatan
keterampilan proses sains pada peserta didik hendaknya guru juga mengevaluasi
pembelajaran yang berlangsung di kelas termasuk kesulitan yang dihadapi peserta didik
saat menggunakan keterampilan proses sains. Penulis bertekad melakukan penelitian dan
pengembangan menggunakan strategi Intervensi Instruksional untuk meningkatkan KPS.
B. Saran
Penerapan strategi pembelajaran Intervensi Instruksional hendaknya instrument
dan media yang digunakan harus sangat diperhatikan baik penggunaan secara teknis
maupun bahasa yang digunakan mudah dimengerti. Selain itu peneliti harus melakukan
observasi buku-buku yang digunakan di sekolahan Indonesia yang berbasis eksperimen.
22
DAFTAR PUSTAKA
23