Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO, 2007 mengatakan bahwa kesehatan jiwa bukanlah

sesuatu yang mudah untuk dijaga, karena dengan tekanan kehidupan yang

semakin berat untuk dihadapi, seiring dengan perkembangnya zaman dan

kemajuan teknologi semakin banyak pula masalah yang mesti dihadapi, baik

menggunakan fisik maupun psikologi untuk mencapai kesejahteraan hidup.

Dengan keadaan seperti ini yang akan menuntut para individu untuk

menyesuaikan atau adaptasi, karena setiap indivudu mempunyai hambatan

masalahnya masing–masing dan masalah yang datang pun tanpa diiringi

dengan pemecahan–pemecahan masalah akan menimbulkan ancaman-

ancaman bagi perasaan masing–masing individu yang dapat menyebabkan

gangguan jiwa.

Berdasarkan Depkes RI, (2013) menyebutkn 14,1% penduduk

Indinesia mengalami ganguan jiwa dari ringan hingga berat. Data dari 33 rumah

sakit jiwa di selruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita jiwa

berat mencapai 2,5 juta orang. Indonesia memiliki prevalensi sekitar 11% dari

total penduduk dewasa. Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa Tengah tahun

2012, angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara

3.300 orang sampai 9.300 orang. Angka ini merupakan penderita gagguan jiwa

yang sudah terdiagnosa. Dilihat dari kejadian atas penyebab yang paling sering

timbulnya gangguan jiwa adalah dikarenakan himpitan masalah ekonomi,

kemiskinan. Kemampuan dalam beradaptasi tersebut berampak pada

1
kebingunggan, kecemasan, frustasi, prilaku kekerasan, konflik batin dan

gangguan emosional menjadi faktor penyebab tumbuhnya penyakit mental.

Kesehatan jiwa adalah keadaan fisik, mental dan social, bukan

semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Videback, 2008).

Menutrut American Psychiatrie Association mendefinisikan gangguan jiwa

sebagai “ suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara

klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (mis;

gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi

yang penting) atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan,

nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan.” [Videbeck, 2008]

Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas cenderung

meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang

yang dicintai, putusnya hubungan social, pengangguran, masalah dalam

pernikahan, kesulitan ekonomi, tekanan di pekerjaan dan eskriminasi

mengingkat resiko penderita gangguan jiwa. Peningkatan angka penderita

gagguan jiwa akan terus menjadi masalah dan tantangan bagi tenaga

kesehatan. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diharapkan untuk

mengatasi hal tersebut (Kusumawati, 2010).

Karena Salah satu gangguan jiwa adalah Skizofenia yang

merupakan suatu penyakit otak peristen dan serius yang mengakibatkan prilaku

psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

interpersonal serta kesulitan dalam memecahkan masalah (Stuart, 2007).

Skizofenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama

2
pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses fikir,

afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai dengan distorsi kenyataan,

terutama karena waham dan halusinasi; asosialisasi terbagi-bagi sehingga

timbul inkoherensi [Direja, 2011]. Akibat dari penyakit skizofenia tersebut adalah

Dimensi Fisik, Dimensi Emosional, Dimensi Intelektual, Dimensi Sosial, Dimensi

Spiritual .

Dampak dari skizofenia terhadap halusinansi itu terjadi pada gejala

sekunder skizofenia yang menyebabkan halusinasi [Direja, 2011]. Sedangkan

pengertian halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan presepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan [Fitria,

2010]. Dan dampak dari halusinasi tersebut jika tidak ditangani secara tepat

dapat berakibat melakukan resiko prilaku kekerasan.

B. Rumusa Masalah

Berdasarkan fenomena bahwa halusinasi dapat menyebabkan

resiko prilaku kekerasan dan tingginya penderita halusinasi, maka penulis

mengambil judul makalah Konsep dan Asuhan Keperawatan Halusinasi

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan untuk mendapatkan gambaran dan pengolaan

kasus pada pasien dengan ganggun halusinasi

2. Tujuan Khusus

3
a. Mahasiswa dapat menggambarkan pengkajian pada pasien dengan

gangguan halusinasi Mahasiswa dapat menggambarkan analisa data

pada pasien dengan gangguan halusinasi

b. Mahasiswa dapat menggambarkan prioritas diagnose keperawatan pada

pasien dengan gangguan halusinasi

c. Mahasiswa dapat menggambarkan intervensi keperawatan jiwa pada

pasien dengan gangguan halusinasi

d. Mahasiswa dapat menggambarkan implementasi keperawatan jiwa pada

pasien dengan gangguan halusinasi

e. Mahasiswa dapat menggambarkan evaluasi keperawatan jiwa pada

pasien engan gangguan halusnans

f. Mahasiswa dapat menggambarkan dokumentasi keperawatan jiwa pada

pasien dengan gangguan hlusinasi

g. Mahasiswa dapat menggambarkan konsep teori dengan kenyataan di

klinik/lpangan dalam pengelolaan pada pasien dengan gangguan

halusinasi.

C. Manfaat

a. Bagi Mahasiswa

Sebagai informasi bagi penulis dalam asuhan keperawatan jiwa khususnya

pada pasien dengan gangguan halusinasi.

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Sebagai sumber kepustakaan bagi mahasiswa Akademi Keperawatan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

4
a. Bagi profesi keperawatan

Sebagai masukan dan meningkatkan keterampilan dan keefektifan

pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan gangguan

halusinasi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Keperawatan

1. Definisi

Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang

dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa (Keliat, 2010). Sedangkan

menurut Fitria, (2010) mengatakan bahwa halusinasi adalah salah satu

gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan presepsi sensori,

seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan, atau penghiduan.

B. Etiologi

Menurut [Deden Dermawan, 2013] penyebab halusinasi ada beberapa faktor ,

yaitu:

a. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat meliputi kelima indra, tapi yang paling sering ditemukan

adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan dari beberapa

kondisi seperti kondisi kelelahan yang luar biasa. Penggunaan obat- obatan

demam tinggi hingga terjadi Delirium Intoksitasi, alcohol, dan kesulitan-

kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.

a. Dimensi Emosional

Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang

berlebihan yang tidak dapat diatasi. Isi halusinasi: perintah memaksa dan

6
menakutkan tidak dapat dikontrol dan menentang. Sehingga

menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

b. Dimensi Intelektual

Penunjukan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi

merupakan usaha ego sendiri melawan impuls yang menekan

menimbulkan kewaspadaan mengontrol prilaku dan mengambil seluruh

perhatian klien.

c. Dimensi Sosial

Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal

yang tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk

menurunkan kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, maupun

interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri

dan hanya bertujuan pada diri sendiri.

d. Dimensi Spiritual

Kien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk

sosial, mengalami ketidak harmonisan berinteraksi. Penurunan

kemampuan untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya

kualitas untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi

menguasai dirinya, klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupannya.

C. Patofisiologi

Menurut Direja, (2011), halusinasi berkembang melalui empat

fase, yaitu sebagai berikut:

7
a. Fase Pertama

Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang

menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa

bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien

mulai melamun dan memikirkan hal- hal yang menyenagkan cara ini

hanya menolong sementara.

Perilaku klien:tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal

yang lambat jika asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

b. Fase Kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu

halusinasi nenjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.

Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai

dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,

dan ia tetap dapat mengontrolnya.

Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda system saraf

otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien

asyik dengan halusinasi dan tidak bisa membedakan halusinansinya dan

tidak bisa menbedahkan realitas.

c. Fase Ketiga

8
Adalah fase controlling atau ansietas berat, yaitu

pengalaman sensori menjadi berkuasa termasuk dalam gangguan

psikotik.

Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin

menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan

tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang

perhatiannya hanya beberapa menit atau detik. Tanda – tanda fisik

berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase Keempat

Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan

halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam,

memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,

hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang

lain dan lingkungan.

Perilaku klien: prilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,

perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu

merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu merespon lebih

dari satu orang.

9
D. Phatway

Effect Resiko Tinggi Prilaku Kekerasan

Core problem
Perubahan Presepsi Sensori: Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 2.2 sumber: Keliat (2010) phatway Perubahan Presepsi


Sensori: Halusinasi

E. Jenis dan Tanda – tanda Halusinasi

Menurut Direja, (2011) tentang jenis dan tanda-tanda halusinasi,


sebagi berikut:

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi 1. Berbicara atau tertawa 1. Mendengarkan suara atua
Pendengaran sendiri kegaduhan
2. Marah – marah tanpa 2. Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap- cakap
3. Mengarahkan telinga ke 3. Mendengarkan suara yang
arah tertentu menyuruh melakukan hal-
4. Menutup telinga hal yang berbahaya

Halusinasi 1. Mununjuk-nunjuk ke 1. Melihat banyangan, sinar


Penglihatan arah tertentu berbentuk geometris,
2. Ketakutan pada bentuk kartoon, melihat
sesuatu yang tidak jelas hantu atau monster

Halusinasi 1. Menghidu seperti 1. Menbaui bau – bauan


Penghidu sedang membaui bau- seperti: bau darh, urine,

10
bauan tertentu feses kadang – kadang bau
2. Menutup hidung itu menyenangkan
Halusinasi 1. Seing mel;udah 1. Merasakan rasa seperti
Pengecap 2. Muntah darah, urine atau feses
Halusinasi 1. Menggaruk – garuk 1. Mengatakan seringa ada
Perabaan permukaan kulit serangga di permukaan kulit
2. Merasa tersengat listrik

F. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan

halusinasi meliputi (Muhith, 2015) :

a. Regensi: menjadi malas beraktivitas sehari – hari.

b. Proyeksi: mencoba menjelaskan gangguan presepsi sensori dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.

c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal

d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami pasien

G. Penatalaksanaan secara medis pada halusinasi

Penatalaksanaan klien skizofenia yang mengalami halusinasi

adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, (Muhith, 2015)

yaitu:

a. Psikofarmologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi

pendengaran merupakan gejala psikosis pada klien skizofenia adalah

obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah

Fenotiazin Asetofenazin (Tidal), Klorpromazin (thorazine),Flufenazin

(Prolixin, Permitil), Mezokridazin (Serentil), Perfenazin (Trilafon),

Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine), Tioridazin (Mellaril),

11
Trifluoperazin (Stelazine), Trifluopromazine (Vespirin 60 – 120 mg,

Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane), 75 – 600 mg,

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg, Dibenzodiazepin Klozapin

(Clorazil) 300 – 900 mg, Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20 -150

mg, Dihidroindolol Molindone (Moban) 15 – 225 mg

b. Terapi kejang listrik / Elektro Compulsive Therapy (ECT)

c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

H. Tinjauan Proses Keperawatan

Menurut Deden, (2013) mengatakan bahwa pengkajian terdiri atas:

1. Pengkajian

a. Faktor Presipitasi

1) Social Budaya

Teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat

menyebabkan terjadi respon neurobiologist yang maladaptive,

misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik (bermusuhan),

kehilangan kemandirian dalam kehidupan, kehilangan harga diri,

kerusakan hubungan interpersonal dan gangguan dalam hubungan

interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.

Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat

menunjang terhadap terjadi gangguan psikotik tetapi tidak diyakini

sebagai penyebab utama gangguan.

2) Biokimia

12
Dolpamine, norepinepin, zat halusinagen dapat menimbulkan

presepsi yang dingin oleh klien sehingga klien cenderung

membenarkan apa yang dikhayal.

b. Faktor predisposisi

1) Faktor Biologis

Adanya hambatan dalam perkembangan otak khusus

konteks lobus provital, temporal dan limbic yang disebabkan

gangguan perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat. Sehingga

menyebabkan hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan

mungkin perilaku menarik diri, perilaku menarik diri dapat

menyebabkan orang tidak mau bersosialisasi sehingga kemampuan

dalam menilai dan berespon dengan realita dapat hilang dan sulit

membedakan.

2) Faktor Psikologis

Haliusinasi dapat terjadi pada orang yang mempunyai

over protektif sangat cemas. Hubungan dalam kluarga yang dingin

dan tidak harmonis, perhatian dengan orang lain yang sangat berlebih

ataupun yang sangat kurang sehingga menyebabkan koping individu

dalam menghadapi stress tidak adaptif.

3) Faktor Sosial Budaya

Kemiskinan dapat sebagai faktor terjadi halusinasi bila

individu mempunyai koping tidak efektif maka ia suka berkhayal

menjadi orang hanya dan lama kelamaan.

13
c. Perilaku

Pengkajian pada pasien halusinasi perlu ditekankan pada

fungsi kognitif (proses berfikir), fungsi presepsi, fungsi emosi, fungsi

motorik dan fungus sosial.

1) Fungsi kognitif

Pada fungsi kognitif terjadi perubahan daya ingat, klien

mengalami kesukaran dalam menilai dan menggunakanm,emorinya

atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang/ pendek.

Klien menjadi pelupa dan tidak berminat.

a) Cara berpikir Magisatau Primitif: klien menganggap bahasa diri

dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain, misalnya

dapat berubah menjadi spiderman. Cara berpikir klien seperti

anak pada tingkat perkembangan anak pra sekolah.

b) Perhatian: klien tidak mampu mempertahankan perhatiannya atau

mudah teralih, serta konsentrasi buruk, akibatnya mengalami

kesulitan dalammenyelesaikan tugas dan berkonsentrasi terhadap

tugas.

c) Isi Pikir: klien tidak mampu memproses stimulus interna dan

eksterna dengan baik sehingga terjadi curiga, siar piker, sisip

piker, somatic.

d) Bentuk dan Pengorganisasian Bicara: klien tidak mampu

mengorganisasikan pikiran dan menyusun pembicaraan yang

logis serta kohern. Gejala yang sering ditimbulkan adalah

14
kehilangan asosiasi, kongensial, inkohern / neologisme,

sirkumfasial, tidak masuk akal. Hal ini dapat didefintikasikan dari

pembicaran klien yang tidak relevan, tidak logis bicara yang teliti.

2) Fungsi Emosi

Emosi digambarkan dengan istilah mood adalah

suasana emosi sedangkan efek adalah mengacu kepada ekspresi

emosi yang dapat siamati dalam ekspresi wajah. Gerakan tangan,

tubuh dan nada suara ketika individu menceritakan perasaannya.

Pada proses neurologis yang maladaptive terjadi

gangguan emosi yang dapat dikaji melalui perubahan afek:

a) Afek Tumpul: kurangnya respon emosional terhadap pikiran,

orang lain atau pengalaman klien tampak apatis.

b) Afek Datar: tidak tampak ekspresi aktif, suara menahan dan wajah

datar, tidak ada keterlibatan perasaan.

c) Afek tidak sesuai: afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.

d) Reaksi Berlebihan: reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu

kejadian.

e) Ambivalen: timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada saat

yang bersamaan.

3) Fungsi Motorik

Respon Neurologis Maladaptive menimbulkan prilaku

aneh, membingungkan dan kadang nampak tidak kenal dengan orang

lain. Perubahan tersebut adalah:

15
a) Impulsif: cenderung melakukan gerakan yang tiba – tiba dan

spontan.

b) Manerisme : dilihat melalui gerakan dan ucapan seperti

grimasentik.

c) Stereobipik : gerakan yang diulang tidak bertujuan dan tidak

dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.

d) Katatonia : kekecauan psikomotor pada skizofenia tipe katatonik

(eq : catatonic excitement, stupor, catalepsy, flexibilitascerea),

imobilitas karena factor psikologis, kadang kala ditandai oleh

periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah

– olah dalam dalam kedaan setengah sadar.

4) Fungsi Sosial

Perilaku yang terkait dengan hubungan social sebagai

akibat orang lain respon neurologis yang maladaptive adalah sebagai

berikut:

a) Kesepian

Perasaan terisolasi dan tersaing, perasaan kosong dan

merasa putus asa sehingga klien terpisah dengan orang lain.

b) Isolasi Sosial

Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan

emosional dari lingkungan. Isolasi diri klien tergantung pada

tingkat kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam

berhubungan dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada orang

16
lain merupakan inti masalah klien. Pengalaman berhubungan

yang tidak menyenangkan menyebabkan klien menganggap

hubungan saat ini berbahaya. Klien merasa terancam setiap

ditemani orang lain karena ia menganggap orang tersebut akan

mengontrolnya, mengancam, menuntutnya oleh karena itu klien

tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman yang menyedihkan

terulang kembali.

c) Harga Diri Rendah

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif

dan objektif yang ditemukan pada pasien adalah Gangguan Presepsi Sensori

: Halusinasi………….(sesuai dengan Jenis Halusinasi) (Dermawan, 2013)

3. Intervensi Keperawatan

Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk

membantu klien dalam mencapai intervensi evaluasi [Muhith, 2015]

Tujuan Umum: Klien dapat mengontrol halusinasinya

a. TUK 1: Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang,

ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau

menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat dan

mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

17
Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi teraupeutik.

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

b. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya

Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya

halusinasi dan klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap

halusinasinya.

Intervensi :

1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan

tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ ke kanan/ ke depan

seolah-olah ada teman bicara

3) Bantu klien mengenal halusinasinya:

a) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah

ada suara yang di dengar

b) Jika klien menjawab ada, lanjutkan dengan menanyakan apa

yang dikatakan

18
c) Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,

namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada

bersahabat tanpa menuduh dan menghakimi

d) Katakana bahwa klien lain juga ada yang seperti klien

e) Katakan bahwa perawat akan membantu klien

4) Diskusikan dengan klien :

a) Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi

b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan

malam atau jiak sendiri, jengkel/sedih)

5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya

c. TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya

Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan

untuk mengendalikan halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru

dalam mengontrol halusinasinya, klien dapat memilih cara mengatasi

halusinasi seperti yang telak didiskusikan dengan klien, klien dapat

melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan

halusinasinya, klien dapat mengikuti terapi aktifitas kelompok.

Intervensi :

1) Identifikasi bersama klien apayang dirasakan jika terjadi halusinasi

( tidur, marah, menyibukkan diri sendiri, dan lain – lain)

19
2) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat

beri pujian

3) Identifikasi bersama klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(tidur, marah, menyibukkan diri sendiri, dan lain – lain)

4) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat

beri pujian

5) Diskusikan dengan cara baru untuk memutus/ mengontroltimbulnya

halusinasi antara lain dengan:

a) Katakan : saya tidak mendengar kamu (pada saat hal;usinasi

terjadi)

b) Menemui orang lain (perawat, teman, anggota keluarga) untuk

bercakap – cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar

c) Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak

muncul

d) Meminta keluarga / perawat/ teman menyapa jika tampak

berbicara sendiri

6) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara

bertahap

7) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dipilih. Evaluasi

hasilnya dan beri pujian bila berhasil

8) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi

realita, stimulasi presepsi.

d. TUK 4 : Klien dapat dukungan kluarga dalam mengontrol halusinasinya

20
Kriteria Hasil : Keluarga dapat membina hubungan saling percaya

dengan perawat, keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan

tindakan untuk mengendalikan halusinasinya

Intervensi :

1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi

2) Diskusikan dengan keluarga ( pada saat keluarga berkunjung/pada

saat kunjungan rumah:

a) Gejala halusinasi yang dialami klien

b) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus

halusinasi

c) Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi di

rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,

bepergian bersama

d) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapatkan

bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang

lain.

e. TUK 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

Kriteria Hasil : Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis,

dan efek samping, klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat,

klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat, klien dan

keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek smping obat, klien

dapat mendemonstrasikan penggunaan obat, klien dapat informasi

21
tentang manfaat dan efek samping obat, klien memahami akibat

berhentinya obat tanpa lupa konsultasi, klien dapat menyebutkan prinsip

benar penggunaan obat

Intervensi :

1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi serta

manfaat obat

2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan

manfaatnya

3) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek

samping obat yang dirasakan

4) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi serta

manfaat obat

5) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawata dan merasakan

manfaatnya

6) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek

samping obat yang dirasakan

7) Diskusikan akibat berhentinya obat – obat tanpa konsultasi

8) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar

4. Implementasi

a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien

1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:

a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

22
b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya

c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

2) Tindakan keperawatan

a) Membantu pasien mengenali halusinasi.

b) Melatih pasien mengontrol halusinasi.

(1) Menghardik halusinasi

(2) Bercakap – cakap dengan orang lain

(3) Melakukan aktivitas yang terjadwal

(4) Menggunakan obat – obat secara teratur

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasinya, menjelaskan

cara – cara mengontrol halusinasinya, mengajarkan

pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama :

menghardik halusinasi.

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua :

bercakap – cakap dengan orang lain.

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga :

melaksanakan aktivitas terjadwal

SP 4 Pasien : Melatih poasien menggunakan obat secara teratur

b. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga

1) Tujuan :

23
Keluarga dapat terlibat dalamperawatan pasien,bak di rumah sakit

maupun dirumah, dan keluarga dapat menjadi system pendukung

yang efektif untuk pasien.

2) Tindakan Keperawatan

Keluarga merupakan factor penting yang menentukan keberhasilan

asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan

keluarga selam pasien dirawat dirumah sakit sangat dibutuhkan

sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat

pasien tidak lagi dirawat ditumah sakit (dirawat dirumah). Keluarga

yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien

mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal.

Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien

akan kambuh kembali sehingga untuk memulihkannya lagi akan

sangat sulit. Untuk itu, perawat harus memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi

pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat

dirumah sakit maupun dirumah.

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien

halusinasi adalah :

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat

pasien.

24
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,

tanda dan gejala halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien,

proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.

c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara

merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.

d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga

SP 1 Keluarga : Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,

tanda dan gejala halusinasi, jenis halusinasi yang

dialami pasien, proses terjadinya halusinasi, dan

cara merawat pasien halusinasi.

SP 2 keluarga : Melatih keluarga praktik merawat pasien langsung

dihadapan pasien.

SP 3 Keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan

item – item atau perilaku yang dapat diamatidan dipantau untuk menemukan

apakah hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah

ditentukan.

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek

dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus

pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

Keliat (2005).

25
Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

SOAP sebagai berikut:

S :Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O :Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A: Analisa dari data subjektif dan objektif yang menyimpulkan apakah

masalah masih tetap muncul atau munculmasalah baru atau data – data

yang kontra indikasi dengan masalah yang ada.

P :Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil respon klien Keliat

(2005)

Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif

yang menyatakan tentang evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan

intervensi dengan respon sefera evaluasi sumatif yang merupakan

rekapitulasi dari hasil observaswi dan analisa status pasien pada waktu

tertentu.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan

pencapaian tujuan keperawatan:

a. Tujuan teratasi sebagian

Jika klien menunjukkan perubahan sebagian Kriteria yang telah

ditetapkan.

b. Masalah belum teratasi

26
Jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan

sama sekali serta dapat timbul masalah baru.

c. Masalah teratasi

Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

27
BAB III
PEMBAHASAN

Menurut penulis, halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangsangan internal atau pikiran dan rangsangan eksternal

atau dunia luar. Pasien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa

ada obyek atau rangsangan yang nyata. sebagai contoh pasien mengatakan

mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara. Adapun penyebab

halusinasi ada beberapa faktor diantaranya halusinasi yang disebabkan oleh kondisi

fisik seperti kelelahan yang luar biasa, halusinasi karena ada perasaan cemas yang

berlebihan yang tidak dapat diatasi, menunjukan penurunan fungsi ego, adanya

masalah interpersonal yang tidak dapat diselesaikan, dan penurunan kemampuan

untuk menghadapi stress serta kecemasan.

Maka dari itu kami sebagai tenaga kesehatan dapat mengatasi pasien

dengan halusinasi, dengan cara bina hubungan saling percaya dengan

mengungkapkan prinsip komunikasi teraupeutik dan melakukan pendekatan pada

pasien agar pasien dapat mengenali halusinasinya. kami mengajak keluarga untuk

dapat mengontrol halusinasi pasien.

28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan presepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan.

Tanda-tanda halusinasi diantaranya Halusinasi Pendengaran,

Halusinasi Penglihatan, Halusinasi Penghidu, Halusinasi Pengecap,

Halusinasi Perabaan. Dan penatalaksanaan klien skizofenia yang mengalami

halusinasi adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain,

(Muhith, 2015) yaitu: Psikofarmologis, obat yang lazim digunakan pada

gejala halusinasi pendengaran merupakan gejala psikosis pada klien

skizofenia adalah obat anti psikosis, Terapi kejang listrik / Elektro

Compulsive Therapy (ECT), dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

B. Saran

1. Mahasiswa Keperawatan mampu memahami tentang konsep halusinasi.


2. Mahasiswa Keperawatan dapat bekerja sama dengan perawat kesehatan
jiwa dalam mengatasi pasien dengan halusinasi.
3. Semoga makalah ini menjadi salah satu bahan untuk menambah
wawasan mengenai konsep keperawatan jiwa.

29
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A , Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku

Dermawan,Deden, Rusdi. S.( 2013). Keperawatan Jiwa Konsep & Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Publishing.

Direja, Hermawan Surya Ade. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Fitria, Nita. (2010). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP &SP). Jakarta :
Salemba Medika

Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa ( Teori dan Aplikasi).


Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.

Videbeck, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Psychiatric Mental Health
Nursing). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Depkes RI. (2013). Hasil Riskesdas 2013 – Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/tgl akses : 1 Desember
2015 jam: 11.00 WIB

Kusumawati. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart, S. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. Alih Bahasa Akhir Yani S.
Jakarta: EGC

30

Anda mungkin juga menyukai