Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam Hierarki

Maslow. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak dipenuhi

manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam

kebutuhan, salah satunya adalah kebutuhan kesehatan temperatur tubuh

(Mubarak, 2007 cit. Utami, 2012).

Termoregulasi tidak efektif yaitu keadaan dimana seorang individu

mengalami atau berisiko mengalami ketidakmampuan untuk

mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif karena faktor-faktor

eksternal yang tidak sesuai atau mengalami perubahan (Tamsuri, 2006 :

42 cit. Utami, 2012).

Efek terganggunya termoregulasi paling sering adalah demam

atau hipertermia yang merupakan salah satu gejala penyakit yang paling

sering terjadi pada anak. Manifestasi ini sering disalah pahami dan

bahkan tidak terlalu diperhatikan orang tua. Demam merupakan

peningkatan suhu tubuh yang diatur oleh mekanisme thermostat

dihipotalamus sehingga pengaturan suhu tubuh lebih tinggi, yaitu diatas

38 (100 Hipertermia adalah situasi ketika suhu tubuh melebihi

normal (36,5-37,5 ,yang biasanya terjadi akibat kondisi tubuh atau

kondisi eksternal yang menciptakan lebih banyak panas dari yang dapat

dihilangkan tubuh, seperti heatstroke, toksisitas, kejang, atau

1
2

hipertiroidisme. Peningkatan suhu pada anak baik yang disebabkan oleh

demam atau hipertermia, harus tetap diatasi secara lebih agresif. Laju

metabolisme meningkat 10% untuk setiap 1 peningkatan suhu tubuh

dan meningkat tiga sampai lima kali selama menggiggil, meningkatkan

kebutuhan oksigen, cairan dan kalori. Jika sistem kardiovaskuler atau

neurologik anak sudah memburuk, peningkatan berbagai kebutuhan

tersebut akan sangat membahayakan. Imunisasi berperan pada

peningkatan suhu tubuh pada anak. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi

pada anak yang tidak mendapatkan imunisasi karena imunisasi

memberikan kekebalan sistem imun, dan jika anak tidak diberikan

imunisasi maka sistem kekebalan tubuh menurun dan anak akan mudah

terserang penyakit. Peningkatan suhu tubuh juga dapat menjadi

manifestasi demam pada anak setelah diberikan imunisasi. Pada semua

anak dengan peningkatan suhu, pemantauan hidrasi yang adekuat

sangat penting (Wong, 2008).

Menurut Robert & Edward (dalam Purwoko), ada sekitar 0,05%

kejadian hipertermia pada anak di Indonesia. Demam merupakan

mekanisme pertahanan tubuh yang penting. Peningkatan ringan suhu

tubuh sampai 39 akan meningkatkan sistem imun tubuh. Selama

episode demam, produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang

meningkat menurunkan konsentrasi zat besi dalam plasma, yang akan

menekan pertumbuhan bakteri (Potter & Perry, 2005).

Kasus penyakit yang gejala utamanya demam diantaranya

Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang jumlah angka


3

kesakitan/incidience Rate (IR) DHF pada tahun 2012 sebesar

19,29/100.000 penduduk, sedangkan pada tahun 2013 naik mencapai

45,52/100.000 penduduk, untuk Kota Semarang sendiri mencapai

29,12/100.000 penduduk, dan masih dalam target nasional yaitu

<20/100.000 penduduk. Angka Case Fatality Rate (CFR) Jawa Tengah

masih mencapai 1,21%, dan masih dalam target nasional mencapai <1%.

Pola kasus DHF Jawa Tengah pada bulan Desember tahun 2013

mencapai 701 kasus, sudah mengalami penurunan dari pola kasus DHF

pada bulan Desember tahun 2012 yang mencapai 1304 kasus (Dinkes,

2013). Data terbaru dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Semarang

pada tahun 2015 (Januari-Juni) jumlah penderita DBD sebanyak 1.500

jiwa (Dinkes, 2015).

Kasus demam disertai diare sebagian besar berobat jalan ke

Puskesmas yaitu sebanyak 34.593 orang, kejadian ini mengalami

penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah penderita

pneumonia umur < 1 tahun sebanyak 1.448 balita, penderita pneumonia

umur 1-4 tahun sebanyak 3.132 balita, penderita pneumonia berat umur <

1 tahun sebanyak 17 balita dan jumlah pneumonia berat umur 1-4 tahun

sebanyak 11 balita dimana penderita pneumonia ini juga disertai dengan

demam (Dinkes, 2010).

Pertumbuhan dan perkembangan pada anak merupakan aspek

terpenting dari kehidupan seseorang, karena menentukan dasar untuk

kehidupan selanjutnya. Disamping itu, menjelaskan tentang proses

pembentukan seseorang, baik dari fisik maupun psikososial. Namun,

sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua yang
4

mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah.

Mereka menganggap selama anak tidak sakit, berarti anak tidak

mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Sering kali orang tua mempunyai pemahaman bahwa

pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama.

Angka kejadian anak dengan demam selalu meningkat setiap tahunnya

dan menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian pada anak,

demam juga berpengaruh terhadap gangguan tumbuh kembang anak

karena dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan bahkan

kerusakan otak. Peran perawat dalam kasus ini sangatlah penting dalam

memberikan asuhan keperawatan untuk mengurangi masalah yang

dialami pada anak, terutama pada gangguan suhu tubuh (Susilaningrum,

Nursalam, & Utami, 2013).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

membahas mengenai gangguan termoregulasi pada anak untuk dapat

mengetahui lebih jelas tentang bagaimana Asuhan Keperawatan Pada

Anak Dengan Gangguan Sistem Termoregulasi.

B. Rumusan Masalah

Tingginya angka kematian anak dengan kasus gangguan pada

sistem termoregulasi seperti demam, hipertermia, maupun hipotermia

khususnya di wilayah Jawa Tengah penting untuk mendapat perhatian.

Pentingnya mengenali tanda dan gejala, penanganan, serta bagaimana

pencegahan peningkatan suhu tubuh pada anak. Selain itu, pentingnya

pemberian imunisasi dasar wajib pada anak harus ditekankan, karena

imunisasi juga merupakan salah satu penyebab dari demam pada anak.
5

Penurunan sistem imun tubuh menyebabkan anak mudah terserang

penyakit dan gangguan tumbuh kembang.

Rumusan masalah yang ditetapkan yaitu : “ Bagaimana Asuhan

Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia ?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan

Sistem Termoregulasi Hipertermia.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan masalah

keperawatan Gangguan Sistem Termoregulasi Hipertermia.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan

masalah keperawatan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia.

c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada anak dengan

masalah keperawatan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia.

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada anak dengan

masalah keperawatan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia.

e. Mampu melakukan evaluasi pada anak dengan masalah

keperawatan Gangguan Sistem Termoregulasi Hipertermia.

f. Mampu melakukan dokumentasi pada anak dengan masalah

keperawatan Gangguan Sistem Termoregulasi Hipertermia.


6

D. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini dapat menambah wawasan

serta ilmu bagi mahasiswa bagaimana melaksanakan asuhan

keperawatan pada anak dengan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia.

2. Bagi Institusi

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan

wawasan ilmu bagi institusi pendidikan di bidang Asuhan

Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia.

3. Bagi Rumah Sakit

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan

acuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan menjadi

lebih maksimal dengan memberikan fasilitas kesehatan dan

perawatan yang lengkap khususnya dalam memberikan Asuhan

Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Termoregulasi

Hipertermia.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang di gunakan dalam penulisan Karya

Tulis Ilmiah ini terdiri dari 6 (enam) BAB, yaitu :


7

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan umum, tujuan khusus, manfaat dan sistematika

penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka berisi tentang tinjauan pustaka yaitu

tinjauan keperawatan dan tinjauan proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan

evaluasi.

BAB III : Metodologi yang berisi tentang rancangan penelitian,

sampel dan metode pengambilan sampel, lokasi dan waktu penelitian,

metode pengambilan data, instrumen penelitian, analisis data, penyajian

data dan jalannya penelitian.

BAB IV: Tinjauan Kasus yang berisi tentang pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi.

BAB V : Pembahasan yang berisi tentang pengumpulan data

dasar, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi.

BAB VI: Penutup yang berisi tentang simpulan dan saran.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR TEORI SUHU TUBUH

1. Fisiologi

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang

diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke

lingkungan luar.

Panas yang diproduksi – pengeluaran panas = suhu tubuh

Temperatur inti manusia normal dipertahankan antara 36,5-37,5

pada suhu lingkungan dan dipengaruhi respon fisiologis tubuh (Potter

& Perry, 2010).

2. Pengeluaran Panas

Struktur kulit dan paparan terhadap lingkungan secara konstan,

pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi

dan evaporasi.

a. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu

objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan.

Panas menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingin di

sekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaaan suhu

antara objek juga meningkat.


9

Sampai 85% area permukaan tubuh manusia menyebarkan

panas ke lingkungan. Namun, bila lingkungan lebih hangat dari

kulit, tubuh mengabsorbsi panas malalui radiasi.

Perawat meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi

dengan melepaskan pakaian atau selimut. Menutup tubuh dengan

pakaian gelap dan rajutan juga mengurangi jumlah kehilangan

panas melalui radiasi.

b. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek

lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek

yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu dua objek sama,

kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui

benda padat, gas, dan cair. Perawat meningkatkan kehilangan

panas konduktif ketika memberikan kompres es atau memandikan

klien dengan air dingin. Memberikan beberapa lapis pakaian

mengurangi kehilangan konduktif. Tubuh menambah panas

dengan konduksi ketika kontak dilakukan dengan material yang

lebih hangat dari suhu kulit.

c. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara.

Panas dikonduksi pertama kali pada molekul udara secara

langsung dalam kontak dengan kulit. Arus udara membawa udara

hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan

panas konvektif meningkat. Kehilangan panas konvektif meningkat

ketika kulit lembab kontak dengan udara yang bergerak ringan.


10

d. Evaporasi

Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan

berubah menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas

hilang untuk setiap gram air yang menguap. Tubuh secara kontinu

kehilangan panas melalui evaporasi. Kira-kira 600 sampai 900 ml

sehari menguap dari kulit dan paru, yang mengakibatkan

kehilangan air dan panas.

Dengan mengatur perspirasi atau berkeingat, tubuh

meningkatkan kehilangan panas evaporative tambahan. Berjuta-

juta kelenjar keringat yang terletak dalam dermis kulit menyekresi

keringat melalui duktus kecil pada permukaan kulit. Ketika suhu

tubuh meningkat, hipotalamus anterior memberi sinyal kelenjar

keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress

emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu cara untuk

menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan

laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit

gatal bersisik, serta hidung dan faring kering.

e. Diaforesis

Diaforesis adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas.

Kelenjar keringat berada dibawah dermis kulit. Kelenjar

menyekresi keringat, larutan berair yang mengandung natrium dan

klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan kulit kelenjar

dikontrol oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat,

kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit

untuk meningkatkan kehilangan panas. Suhu tubuh rendah


11

menghambat sekresi kelenjar keringat. Diaphoresis kurang efisien

bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

Individu yang tidak mempunyai kelenjar keringat kongenital atau

mempunyai penyakit kulit serius yang merusak diaforesis tidak

dapat menoleransi suhu hangat karena mereka tidak dapat

mendinginkan diri mereka sendiri secara adekuat (Potter & Perry,

2010).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada

suhu tubuh dalam rentang normal terjadi ketika hubungan antara

produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh variabel

fisiologis atau perilaku. Perawat harus menyadari faktor ini ketika

mengkaji variasi suhu dan mengevaluasi penyimpangan dari normal.

a. Usia

Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat,

yang relatif konstan, masuk dalam lingkungan yang suhunya

berfluktuasi dengan cepat. Mekanisme kontrol suhu masih imatur.

Suhu tubuh bayi dapat berespons secara drastis terhadap

perubahan suhu lingkungan. Pakaian harus cukup dan paparan

pada suhu yang ekstrem harus dihindari. Bayi baru lahir

pengeluaran lebih dari 30% panas tubuhnya melalui kepala dan

oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk

mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari lingkungan

yang ekstrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5 sampai


12

39,5 . Produksi panas akan meningkat seiring dengan

pertumbuhan bayi memasuki masa anak-anak. Perbedaan secara

individu 0,25 sampai 0,55 adalah normal. Regulasi suhu tidak

stabil sampai anak-anak mencapai pubertas.

b. Olahraga

Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan

pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan

peningkatkan metabolisme dan produksi panas. Segala jenis

olahraga dapat meningkatkan produksi panas akibatnya

meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari

jarak jauh, dapat meningkatkan suhu tubuh untuk sementara

sampai 41 .

c. Irama Sirkadian

Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 sampai 1 selama

periode 24 jam. Suhu merupakan irama paling stabil pada

manusia. Suhu tubuh biasanya paling rendah antara pukul 1:00

dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari, suhu tubuh naik, sampai

sekitar pukul 18.00 dan kemudian turun seperti pada dini hari.

Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis berubah pada

orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu

waktu 1-3 minggu untuk perputaran tersebut berubah. Secara

umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia.

d. Lingkungan
13

Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam

ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu

meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas

dan suhu tubuh akan naik. Jika klien berada dilingkungan luar

tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena

penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif.

Bayi paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena

mekanisme suhu mereka kurang efisien (Potter & Perry, 2005).

4. Perubahan Suhu

Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi

titik pengaturan hipotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan

produksi panas berlebihan, kehilangan panas berlebihan produksi

panas minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi keduanya.

Sifat perubahan akan mempengaruhi jenis masalah klinis yang

dialami klien.

a. Demam

Hiperpireksia atau demam, terjadi karena ketidakmampuan

mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas

yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Demam

tidak berbahaya jika dibawah 39 , dan pengukuran tunggal tidak

menggambarkan demam. Selain adanya tanda klinis, penentuan

demam juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang

berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal

individu tersebut.
14

Demam sebenarnya terjadi akibat perubahan titik pengaturan

hipotalamus. Pirogen, seperti bakteri atau virus meningkatkan

suhu tubuh. Pirogen bertindak sebagai antigen yang memicu

respons sistem imun. Hipotalamus akan meningkatkan titik

pengaturan dan tubuh akan menghasilkan serta menyimpan

panas. Untuk mencapai titik pengaturan baru tersebut dibutuhkan

waktu beberapa jam. Selama periode ini, individu tersebut akan

menggigil dan merasa kedinginan walaupun suhu tubuhnya

meningkat. Fase dingin akan hilang jika titik pengaturan baru telah

tercapai. Selama fase berikutnya, dingin akan hilang dan individu

tersebut merasa hangat dan kering. Jika titik pengaturan telah

diperbaiki, atau pirogen dimusnahkan (contohnya: penghancuran

bakteri oleh antibiotik), maka fase ketiga dari episode febris akan

terjadi. Titik pengaturan hipotalamus akan turun, sehingga

respons kehilangan panas dimulai. Kulit menjadi hangat dan

merah karena vasodilatasi. Diaforesis membantu kehilangan

panas melalui evaporasi. Saat demam menghilang, klien menjadi

afebris.

Demam adalah mekanisme pertahanan yang penting.

Peningkatan suhu ringan sampai 39 menambah sistem imunitas

tubuh. Saat episode febris, produksi sel darah putih dirangsang.

Peningkatan suhu akan menurunkan konsentrasi besi dalam

plasma darah sehingga menekan pertumbuhan bakteri. Demam

juga melawan infeksi virus dengan menstimulasi interferon, yaitu

substansi antivirus alamiah pada tubuh.


15

Demam dan polanya dapat membantu diagnosis. Pola demam

bergantung pada pirogen penyebab. Peningkatan atau penurunan

aktivitas pirogen mengakibatkan peningkatan (spike) dan

penurunan demam pada waktu yang berbeda. Durasi dan tingkat

demam bergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan

respons individu. Istilah fever of unknown origin (FUO) merujuk

kepada demam tanpa etiologi yang diketahui.

Saat demam, terjadi peningkatan metabolisme selular dan

konsumsi oksigen. Detak jantung dan pernapasan meningkat

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Metabolisme ini

menggunakan energi yang menghasilkan panas tambahan. Jika

klien tersebut menderita masalah jantung atau pernapasan maka

demam menjadi berat. Demam dalam jangka panjang akan

menghabiskan simpanan energi klien dan membuatnya lemah.

Metabolisme yang meningkat membutuhkan oksigen tambahan.

Jika tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen tambahan,

maka terjadi hipoksia selular. Hipoksia miokardial menimbulkan

angina (nyeri dada). Hipoksia serebral menimbulkan rasa bingung.

Intervensi saat demam meliputi terapi oksigen. Saat air hilang

melalui pernapasan cepat dan diaforesis, klien beresiko menderita

defisit cairan. Dehidrasi merupakan masalah serius pada anak-

anak dengan berat badan rendah. Mempertahankan status

volume cairan merupakan tindakan keperawatan yang penting.

b. Hipertermia
16

Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan

ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun

mengurangi produksi panas disebut hipertermia. Hipertermia, bila

suhu tubuh mencapai 40 . Demam merupakan perubahan

berupa naiknya titik pengaturan, sedangkan hipertermia terjadi

karena adanya beban yang berlebihan pada mekanisme

pengaturan suhu tubuh. Penyakit atau trauma pada hipotalamus

dapat menganggu mekanisme kehilangan panas. Hipertermia

malignan merupakan kondisi herediter dimana terjadi produksi

panas yang tidak terkontrol, biasanya terjadi saat individu tersebut

mendapat obat anestesi tertentu.

c. Heatstroke

Panas akan menekan fungsi hipotalamus. Pajanan yang lama

terhadap matahari atau lingkungan panas akan membebani

mekanisme kehilangan panas pada tubuh. Kondisi ini

mengakibatkan heatstroke, yaitu suatu kegawatan berbahya

dengan mortalitas yang tinggi. Anak-anak beresiko mengalami

heatstroke. Risiko ini juga terdapat pada individu yang

mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengurangi kemampuan

tubuh untuk membuang panas (contohnya fenotiazin,

antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis beta-

adrenergik).

Tanda dan gejala heatstroke adalah rasa bingung, derilium,

haus yang sangat, mual, kram otot, gangguan penglihatan, dan


17

bahkan inkontinensia. Suhu tubuh dapat mencapai 45 dan

terdapat peningkatan frekuensi denyut jantung dan penurunan

tekanan darah. Tanda paling penting pada heatstroke adalah kulit

yang panas dan kering. Korban heatstroke tidak berkeringat

karena terjadi kehilangan elektrolit yang berat dan malfungsi

hipotalamus. Jika berlanjut, klien heatstroke dpat kehilangan

kesadaran dengan pupil yang nonreaktif. Kerusakan neurologis

permanen dapat terjadi kecuali tindakan pendinginan segera

dilakukan.

d. Kehabisan Panas

Kehabisan panas (heat exhaustion) terjadi pada diaforesis

berlebihan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit. Hal

ini disebabkan pajanan panas lingkungan. Klien menunjukan

tanda dan gejala defisit volume cairan. Pertolongan pertama

meliputi memindahkan klien ke lingkungan yang lebih dingin dan

mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit.

e. Hipotermia

Panas yang hilang saat pajanan lama terhadap lingkungan

dingin akan melebihi kemampuan tubuh untuk menghasilkan

panas, sehingga terjadi hipotermia. Hipotermia dikelompokkan

oleh pengukuran suhu inti. Hipotermia yang disengaja dapat dilihat

selama prosedur operasi untuk menurunkan kebutuhan

metabolisme dan oksigen.

Hipotermia yang tidak disengaja biasanya terjadi secara

perlahan dan tidak terlihat selama beberapa jam. Saat suhu tubuh
18

turun ke 35 , klien mengalami menggigil. Jika suhu tubuh turun

dibawah 34,4 , terjadi penurunan tekanan darah dan kulit

menjadi sianotik. Jika hipotermia terus berlanjut, klien akan

mengalami disritmia jantung, kehilangan kesadaran, dan tidak

responsif terhadap nyeri. Pada hipotermia berat, seseorang

memperlihatkan tanda klinis seperti kematian (contohnya: tidak

ada respons terhadap stimulus dan pernapasan serta denyut nadi

yang sangat lambat). Saat dicurigai adanya hipotermia, harus

mengukur suhu inti. Dibutuhkan thermometer khusus dibutuhkan

karena alat standar tidak dapat mengukur di bawah 35 .

Frostbite (radang dingin) terjadi saat tubuh terpajan ke suhu di

bawah normal. Kristal es akan terbentuk di dalam sel, dan terjadi

kerusakan permanen pada sirkulasi dan jaringan. Daerah tubuh

yang rentan adalah daun telinga, ujung hidung, jari tangan dan

kaki. Daerah yang terkena menjadi putih, berkilat, dan kaku saat

disentuh. Klien kehilangan sensasi pada daerah yang terkena.

Intervensi yang dilakukan meliputi tindakan penghangatan

gradual, analgesik, dan perlindungan terhadap jaringan cedera

(Potter & Perry, 2010).

5. Etiologi

a. Hipotermia

Hipotermia terjadi bila temperatur inti kurang dari 36ºC

(96.8ºF). Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu

disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh


19

tidak di terapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi

yaitu 6-12 jam pertama setelah lahir. Luas permukaan tubuh pada

bayi baru lahir (terutama jika berat badannya rendah), relatif lebih

besar dibandingkan dengan berat badannya sehingga panas

tubuhnya cepat hilang. Pada cuaca dingin, suhu tubuhnya

cenderung menurun. Panas tubuh juga bisa hilang melalui

penguapan, yang bisa terjadi jia seseorang bayi yang baru lahir

dibanjiri oleh cairan ketuban.

Faktor yang mendukung kejadian hipotermia bervariasi, meliputi

berikut ini :

1) Kerusakan hipotalamus

2) Menurunnya metabolisme

3) Ekstrem usia

4) Ekstrem berat badan

5) Transfer panas (konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi) yang

tidak aktif

6) Kurangnya pengetahuan perawatan mengenai

penanggulangan hipotermia

7) Pakaian yang tidak memadai

8) Kurangnya pasokan lemak di bawah kulit

9) Suhu lingkungan yang rendah

10) Gizi buruk

11) Agen farmasi

12) Radiasi

13) Trauma
20

14) Pemberian anestesia umum

15) Pemberian anestesia regional

Bayi baru lahir

1) Penundaan pemberian ASI

2) Jaringan lemak subkutan tipis

3) Awal memandikan bayi yang baru lahir

4) Kelahiran beresiko tinggi dari rumah sakit

5) Stratum korneum belum dewasa

6) Luas permukaan tubuh meningkat terhadap perbandingan

berat badan

7) Meningkatnya pasokan oksigen

b. Hipertermia

Hipertermi umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada

hipotalamus, atau sebaliknya dapat disebabkan adanya infeksi

saluran pernafasan atas dan bawah, faringitis, otitis media,

saluran kemih, pneumonia, meningitis, dan gangguan imunologik

(E.Muscari, 2005).

Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat

bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat

yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat

pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen.

Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein dan zat lain,

terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri atau

pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh (Triyawati,

2014 cit. Ariyanto, 2015).


21

Hipertermia menurut NANDA (2015-2017) disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu penurunan respon keringat, dehidrasi, suhu

lingkungan yang tinggi, kesakitan, pakaian yang tidak memadai,

peningkatan metabolisme, iskemia, agen farmasi, sepsis, trauma

dan aktivitas bertenaga.

6. Patofisiologi

Fungsi termoregulasi mengalami perubahan yang diakibatkan oleh

banyak faktor. Pasa bayi yang baru lahir meninggalkan lingkungan

yang hangat, yang relatif konstan, masuk dalam lingkungan yang

suhunya berfluktuasi dengan cepat dan mekanisme kontrol suhunya

masih imatur. Suhu tubuh bayi dapat berespons secara drastis

terhadap perubahan suhu lingkungan maka pakaian harus cukup dan

paparan pada suhu yang ekstrem harus dihindari. Suhu tubuh

berubah secara normal 0,5 sampai 1 selama periode 24 jam.

Suhu tubuh biasanya paling rendah antara pukul 1:00 dan 4:00 dini

hari. Sepanjang hari, suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul 18.00 dan

kemudian turun seperti pada dini hari. Sewaktu kulit bayi menjadi

dingin, saraf afferent menyampaikan pada sentral pengatur panas di

hipotalamus. Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh, yaitu jika suhu

dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu

meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan

suhu tubuh akan naik. Jika klien berada dilingkungan luar tanpa baju

hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif

dan pengeluaran panas yang konduktif.


22

Persepsi dingin secara subjektif tergantung pada input aferen

suhu pada kulit dan vasodilatasi perifer. Setelah terjadi redistribusi

panas tubuh ke perifer, hipotermia selanjutnya tergantung pada

keseimbangan antara pelepasan panas pada kulit dan metabolisme

panas yang akan melepas panas tubuh. Menggigil merupakan

mekanisme pertahanan terakhir yang timbul bila mekanisme

kompensasi yang lain tidak mampu mempertahankan suhu tubuh

dalam batas normal. Karena alasan‐alasan itulah, mempertahankan

pasien pada suhu normal merupakan baku perawatan (Potter & Perry,

2010).

Hipertemi dapat terjadi ketika suhu set point meningkat misalnya

saat infeksi yang merupakan penyebab utama hipertermi. Pada

kondisi tertentu, peningkatan suhu tubuh diatas rerata fisiologis justru

membawa manfaat adaptif pada saat terjadi infeksi. Hipertermi

merupakan respon yang dibutuhkan untuk memfasilitasi

penyembuhan melalui peningkatan kerja sistem imun dan

menghambat replikasi mikro-organisme. Oleh karena itu, secara

ilmiah, hipertermi dapat disebut sebagai respon homeostatik. Pada

kondisi tersebut, endotoksin dan sitoksin proinflamasi berinteraksi

dengan reseptor tertentu di sel endothelial vaskular dan

subendothelial mikroglia dan terjadilah aktivasi cycloocxygenase

untuk memproduksi PGE2.

Selain menyebabkan hipertermi, endotoksin juga secara otomatis

mengaktifkan respon antidemam sehingga suhu tubuh tidak

meningkat berlebihan. Dilakukan dengan menstimulasi sumbu


23

hipotalamus – hipofisis – adrenal. Proses terjadinya hipertermi ada

tiga fase yaitu :

a. fase menggigil dimana pada fase ini terjadi pelepasan sitokin

proinflamsi yang berlangsung sampai suhu tubuh mencapai

puncaknya.

b. fase suhu menetap tinggi dimana pada fase ini suhu menetap

tinggi untuk beberapa saat, sitokin berhasil meningkatkan set

point.

c. fase suhu turun dimana pada fase ini suhu akan menurun dengan

atau tanpa obat (Pujiarto, 2008 cit. Ariyanto, 2015).

Mekanisme Hipertermi dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh

terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan

akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit

pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna

hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat Interleukin-1 ke dalam

cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen

endogen. Interleukin-1 ketika sampai di hipotalamus akan

menimbulkan hipertermi dengan cara meningkatkan temperatur tubuh

dalam waktu 8-10 menit, Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan

prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengan

zat ini, yang selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan

reaksi hipertermi. Exofagus dan pirogen (bakteri, virus, komplek

antigen antibody) akan menstimulasi sel host inflamasi (makrofag sel

DMN) yang memproduksi endogenus pyrogen (EPS) interleukin I

sebagai protot typical EB EPS menyebabkan endothelium


24

hipotalamus meningkatkan prostaglandin anterior dengan

memproduksi peningkatan sel-point mekanisme tubuh secara

fisiologis mengalami (vasokontriksi) perifer menggigil dan perilaku

ingin berpakaian tebal atau memakai selimut dan minum air hangat

(Triyawati, 2014 cit. Ariyanto, 2015).

7. Penatalaksanaan

a. Perawatan Akut

1) Demam

Saat terjadi peningkatan suhu tubuh, mulailah intervensi

untuk demam. Tujuan terapi adalah meningkatkan kehilangan

panas, mengurangi produksi panas, dan mencegah

komplikasi.

Intervensi ditentukan oleh penyebab, efek samping,

intensitas, dan durasi peningkatan suhu. Untuk penyebab,

dapat dilakukan pengambilan pirogen kausatif. Terkadang

dibutuhkan pengambilan kultur spesimen untuk analisis

laboratorium seperti urine, darah, sputum, dan lokasi luka.

Setelah kultur diperoleh, dapat diberikan antibiotik untuk

menghancurkan bakteri pirogenik. Hal ini akan menghilangkan

stimulus peningkatan suhu.

Sebagian besar demam pada anak disebabkan oleh virus,

berlangsung singkat, dan berpengaruh kecil. Namun anak


25

memiliki mekanisme pengaturan suhu yang belum matang dan

suhu dapat meningkat cepat. Dehidrasi dan kejang demam

terjadi saat temperatur meningkat pada anak usia 6 bulan

sampai 3 tahun. Kejang demam jarang ditemukan pada anak

usia diatas 5 tahun. Terkadang demam merupakan bentuk

hipersensitivitas terhadap obat. Demam ini sering disertai

gejala alergi lain seperti ruam kulit atau pruritus (gatal).

Penanganan dilakukan dengan menghentikan obat.

Antipiretik adalah obat penurun demam. Obat nonsteroid

seperti asetaminofen, salisilat, indometasin, dan ketorolac

menurunkan demam dengan meningkatkan kehilangan panas.

Steroid menurunkan produksi demam dengan memodifikasi

sistem imun dan menyembunyikan tanda infeksi. Steroid tidak

digunakan untuk penanganan demam. Namun, steroid dapat

menekan demam yang terjadi akbiat pirogen.

Terapi nonfarmakologis dilakukan dengan menggunakan

metode pembuangan panas lewat evaporasi, konduksi,

konveksi, atau radiasi. Mandi air hangat dengan spons, mandi

dengan larutan air alkohol, pemberian bungkus es ke area

aksila dan paha, dan kipas angin awalnya digunakan untuk

menurunkan demam; tetapi hindari terapi ini karena dapat

mengakibatkan menggigil. Tidak ada keuntungan yang

mengungguli antipiretik.Selimut dingin dengan air yang

bersirkulasi memungkinkan pembuangan panas konduktif.

Ikuti instruksi pabrik untuk penggunaan selimut hipotermia ini


26

karena adanya resiko iritasi kulit dan ‘luka bakar beku’. Selimut

mandi yang diletakkan diantara klien dan selimut hipotermia

serta pembungkusan ekstermitas distal (jari dan genital)

menurunkan resiko cedera kulit dan jaringan akbiat hipotermia.

Pastikan tindakan keperawatan untuk meningkatkan

pendinginan badan tidak mengakibatkan mengiggil.

Membungkus ekstermitas klien dapat menurunkan insidens

dan intensitas menggigil. Obat seperti meperidine atau

butorphanol menurunkan mengiggil.

2) Heatstroke

Heatstroke merupakan kondisi darurat. Klien harus

dipindahkan ke lingkungan yang lebih dingin, dilepaskan dari

pakaian yang berlebihan, dikompres dengan handuk basah

dingin pada kulit, dan gunakan kipas angina untuk

meningkatkan pembuangan panas konvektif. Penanganan

medis darurat termasuk cairan intravena, irigrasi lambung dan

usus dengan larutan dingin, dan selimut hipotermia.

3) Hipotermia

Prioritas terapi pada hipotermia adalah pencegahan

penurunan suhu tubuh lebih lanjut. Melepaskan pakaian

basah, menggantinya dengan yang kering, dan menyelimuti

klien adalah intervensi keperawatan penting yang harus

dilakukan. Pada kondisi darurat yang berada jauh dari

lingkungan layanan kesehatan, klien diharuskan berbaring di

bawah selimut disamping individu sehat dengan suhu tubuh


27

hangat. Selain itu, tutupi kepala, tempatkan klien didekat api

atau ruang yang hangat, atau tempatkan lembaran panas

disisi tubuh (kepala dan leher) yang paling cepat kehilangan

panas.

4) Hipertermia

Prosedur yang digunakan untuk mengintervensi dan

mengatasi naiknya suhu bergantung pada penyebab demam,

efek yang merugikan, kekuatan, intensitas, durasinya. Perawat

mengambil kultur spesimen untuk analisis laboratorium seperti

urine, darah, sputum dan tempat luka. Pengumpulan spesimen

ini memerlukan teknik aseptik yang tepat untuk menghindari

masuknya organisme dari luar yang dapat mempengaruhi

hasil kultur. Pemberian obat antibiotik setelah kultur didapat.

Pemberian antibiotik menghancurkan bakteri pirogen dan

menghilangkan stimulus tubuh terhadap demam. Perawat

memberi antibiotik dengan tepat dan mengajarkan klien

mengenai pentingnya mengonsumsi dan melanjutkan

antibiotik sampai pengobatan selesai.

Infeksi virus tidak dapat diidentifikasi dengan kultur.

Kebanyakan demam pada anak-anak disebabkab oleh virus,

berakhir dengan singkat dan efeknya terbatas. Namun, anak-

anak masih memiliki mekanisme kontrol suhu yang imatur dan

dapat naik dengan cepat pada anak-anak dibawah 5 tahun.

Beberapa penelitian meyakini bahwa jumlah kenaikan lebih

penting daripada suhu sebenarnya dalam mencetuskan


28

kejang. Anak-anak sangat berisiko terhadap kekurangan

cairan karena mereka dapat kehilangan cairan dalam jumlah

yang besar dengan cepat karena proporsi berat tubuh mereka.

Perawat mempertahankan keakuratan pencatatan masukan

dan haluaran dan mendorong asupan cairan.

Demam mungkin merupakan respons hipersensitif

terhadap obat. Demam yang disebabkan obat dapat disertai

dengan gejala alergi seperti ruam atau pruritus (gatal-gatal).

Tindakan keperawatan mandiri meningkatkan

kenyamanan, menurunkan kebutuhan metabolik dan memberi

nutrisi untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi.

b. Pelayanan Restoratif dan Kontinu

Edukasi klien demam tentang kepentingan antibiotik susuai

instruksi sampai penatalaksanaan pengobatan selesai. Anak

berisiko menderita defisit cairan karena kehilangan cairan yang

besar dibandingkan proporsi berat tubuh. Mengidentifikasi cairan

yang digunakan dan mendorong masukan cairan oral merupakan

intervensi keperawatan berkesinambungan yang harus dilakukan

(Potter & Perry, 2010).

8. Pemeriksaan Penunjang

Pada anak dengan hipertermi dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium antara lain :

a. Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, jumlah dan hitung jenis

leukosit, trombosit

b. Analisis (pemeriksaan) urin rutin


29

c. Pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi)

d. Pemeriksaan fungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis

Pada anak dengan hipertermi dapat dilakukan pameriksaan

laboratorium dan uji diagnostik (E.Muscari, 2005).

a. Uji sensitivitas dan kultur dilakukan pada cairan tubuh dan eksudat

untuk mengidentifikasi organisme dan antibiotik yang paling

rentan.

b. ELIZA (Enzime-Linked immunosorbent assay) dan EIA (Enzyme

immunosorbent assay) mendeteksi antigen virus dalam cairan

tubuh. Mac Elisa merupakan uji serologi singkatan dari IgM

captured Elisa, selain itu dapat pula dilakukan uji terhadap IgG.

c. Uji DFA (direct fluorescent antibody) mendeteksi antibodi yang

melekat pada enzim spesifik.

Pada anak dengan hipotermia dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, leukosit, trombosit,

hemoglobin.

a. Analisis (pemeriksaan) urin rutin

b. Pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi)

B. PROSES KEPERAWATAN

1. Konsep proses keperawatan anak

Keperawatan anak merupakan pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada anak dan keluarga untuk kesejahteraan anak dan

memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, social anak yang sehat maupun

sakit. Tujuan keperawatan anak dan remaja yaitu untuk meningkatkan


30

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai

mahluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan

masyarakat. Lingkup keperawatan anak merupakan batasan asuhan

keperawatan pada anak usia 28 hari sampai 18 tahun. Dalam asuhan

keperawatan anak harus berdasar kebutuhan asah (stimulasi mental),

asih (kasih sayang), dan asuh (kebutuhan fisik) (Susilaningrum,

Nursalam, & Utami, 2013).

a. Pertumbuhan dan perkembangan anak

Pertumbuhan pada masa anak mengalami perbedaan yang

bervariasi sesuai dengan bertambahnya usia anak. Sedangkan,

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan

struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur,

serta dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil proses

diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem yang

terorganisasi. Aspek perkembangan ini sifatnya kualitatif, yaitu

pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian

tubuh, yang diawali dengan jantung bisa berdenyut memompa

darah, kemampuan bernapas sampai anak mempunyai

kemampuan tengkurap, duduk, berjalan, bicara, memungut

benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial

anak. Tahap perkembangan awal akan menentukan

perkembangan selanjutnya. Meskipun pertumbuhan dan

perkembangan mempunyai arti yang berbeda, keduanya saling

mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan).


31

Adanya petambahan ukuran fisik akan disertai pertambahan

kemampuan (perkembangan) anak.

Tumbuh kembang pada masa anak sudah dimulai sejak dalam

kandungan sampai usia 18 tahun. Hal ini sesuai dengan

pengertian anak menurut WHO yaitu sejak terjadinya konsepsi

sampai usia 18 tahun. Tahapan tumbuh kembang yang paling

memerlukan perhatian dan menentukan kualitas seseorang di

masa mendatang adalah masa anak. Mengoptimalkan tumbuh

kembang pada awal-awal kehidupan bayi dan anak adalah sangat

penting (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013).

b. Perawatan berpusat pada keluarga (family centered care)

1) Respect/ menghormati

Menghormati martabat manusia dalam keluarga,

keahlian/kemampuan anak, nilai-nilai budaya, cara mengatasi

masalah, yaitu sebagai landasan untuk komunikasi dan

hubungan dengan keluarga.

2) Strength/kekuatan

Kekuatan dapat ditemukan di setiap keluarga, bahkan

dalam situasi krisis. Perawat/tenaga kesehatan dapat

menggunakan kekuatan ini untuk membantu anak dan

keluarga.

Contoh : perawat meminta orangtua untuk membantu

perawatan di rumah sakit, merupakan cara mengakui dan

memperkuat peran orang tua sebagai pengasuh.

3) Choice/pilihan
32

Keluarga sangat beragam dan akan membuat pilihan yang

berbeda untuk anak dan diri sendiri.

Contoh : beberapa orang tua lebih memilih untuk tetap

dengan anaknya selama prosedur perawatan, tetapi ada orang

tua lainnya yang tidak ingin bersama anaknya selama

prosedur perawatan, maka perawat perlu menghargai pilihan

orangtua.

4) Information/informasi

Informasi membantu keluarga dalam membuat pilihan

selama memberikan perawatan. Sangat penting bahwa

keluarga memiliki akses yang mudah bahwa keluarga memiliki

akses yang mudah untuk memahami informasi mengenai anak

mereka/perawatan mereka sendiri.

5) Support/dukungan

Dukungan yang dibutuhkan oleh setiap orang dalam suatu

krisis kesehatan, tetapi bervariasi dari keluarga ke keluarga,

mungkin terdapat keluarga yang mengalami kesulitan

dibanding keluarga lain karena adanya masalah psikososial.

6) Collaboration/kolaborasi

Kolaborasi adalah pilar utama dalam perawatan yang

berpusat pada keluarga (family center care). Dalam perawatan

individu, keluarga dan tenaga kesehatan berkolaborasi

sebagai mitra untuk menentukan apa yang terbaik untuk anak

dan keluarga.

7) Empower/pemberdayaan
33

Memberdayakan individu dan keluarga dan kemandirian

dalam perawatan.

Dukungan emosional, sosial dan perkembangan adalah

bagian integral dari pelayanan perawatan. Melibatkan pasien

dan keluarga dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pelayanan keperawatan/kesehatan.

c. Atraumatic Care

Atraumatic care yaitu perawatan yang tidak menimbulkan

adanya trauma pada anak dan keluarga.

Prinsip utama dalam atraumatic care yaitu :

1) Mencegah/meminimalkan dampak perpisahan (family

center).

2) Tingkatkan kemampuan orangtua dalam mengontrol

perawatan anak.

3) Mencegah/meminimalkan cidera fisik dan psikologis.

4) Tidak melakukan kekerasan pada anak.

5) Modifikasi lingkungan

(Wong, 2009)

2. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Menurut NANDA (2015-2017), fase pengkajian mempunyai

komponen utama yaitu mengumpulkan data, memvalidasi data,

mengorganisasi data, dan menuliskan data.

Pengkajian pada anak dengan masalah keperawatan

termoregulasi meliputi :
34

1) Identitas klien

Pada pengkajian Identitas klien dapat ditanyakan beberapa

pertanyaan diantaranya adalah : nama, no registrasi, umur,

jenis kelamin, suku / agama, tanggal masuk RS, diagnosa

medis, serta identitas penanggung jawab.

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama

Pada pengkajian mengenai keluhan utama yang

dirasakan klien adalah mengalami peningkatan/penurunan

suhu tubuh.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang ditanyakan

tentang keluhan peningkatan/penurunan suhu tubuh.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian mengenai riwayat penyakit dahulu

yang berhubungan dengan penyakit yang dialami saat ini.

Riwayat yang ditanyakan meliputi apakah pernah

mengalami peningkatan/penurunan suhu tubuh

sebelumnya, apakah pernah mengalami penyakit infeksi

sebelumnya, apakah pernah terpapar lingkungan

panas/dingin sebelumnya, apakah pernah terpapar

anestesi sebelumnya, apakah pernah mengalami dehidrasi

sebelumnya, apakah mengalami aktivitas berlebih

sebelumnya.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga


35

Pada pengkajian riwayat keluarga yang berhubungan

dengan penyakit yang dialami saat ini, riwayat yang

ditanyakan meliputi apakah ada anggota keluarga yang

pernah mengalami peningkatan/penurunan suhu tubuh

seperti klien saat ini.

3) Pola Fungsional Gordon

a) Pola persepsi dan manajemen kesehatan

Pada pengkajian ini dapat ditanyakan kepada keluarga

bagaimana persepsi mengartikan keadaan sehat itu seperti

apa, serta bagaimana dengan manajemen didalam

keluarga untuk dapat menjaga kesehatan pada saat anak

mengalami peningkatan/penurunan suhu tubuh.

b) Pola istirahat tidur

Pada pengkajian ini dapat ditanyakan kepada keluarga

atau klien bagaimana kecukupan klien dalam pemenuhan

istirahat tidur siang maupun malam serta dapat ditanyakan

pula apakah ada gangguan sebelum serta sesudah klien

mengalami peningkatan/penurunan suhu tubuh.

c) Pola Nutrisi

Pada pengkajian ini dapat ditanyakan kepada keluarga

atau klien bagaimana pemenuhan nutrisi pada klien baik

pola makan klien, pola minum klien, berapa kali dan

bagaiamana porsinya setiap hari. Apakah ada perbedaan

sebelum dan sesudah klien mengalami

peningkatan/penurunan suhu tubuh.


36

d) Pola persepsi kognitif

Pada pengkajian ini dapat dilakukan observasi secara

langsung terhadap klien dengan peningkatan/penurunan

suhu tubuh mengenai keadaan umum klien apakah

terdapat gangguan kognitif dalam pola berfikir, berbicara,

penglihatan serta pendengaran sebelum dan sesudah

mengalami peningkatan/penurunan suhu tubuh.

e) Pola eliminasi

Pada pengkajian ini dapat ditanyakan dan diobservasi

secara langsung terhadap klien berapa kali buang air kecil,

pola buang air besar ada tidaknya gangguan serta keringat

berlebih.

4) Pemeriksaan fisik

a) Tanda-tanda vital (pantau suhu, nadi, pernafasan, tekanan

darah terhadap adanya peningkatan/penurunan suhu

tubuh) (Engel, 2008 cit. Ariyanto, 2015).

(1) Suhu

Pengukuran suhu pada anak dapat dilakukan pada

beberapa bagian tubuh yang bertujuan untuk

mendapatkan data yang valid mengenai suhu tubuh

anak diantaranya :

aksila : semua kelompok usia.

rektal : semua kelompok usia, beberapa sumber

menganjurkan untuk anak yang lebih dari 2 tahun,

karena resiko kerusakan dan perforasi.


37

oral : anak usia 5-6 tahun yang kooperatif, anak

usia sekolah.

(2) Nadi

Pemeriksaan nadi seharusnya dilakukan dalam

keadaan tidur atau istirahat. Pemeriksaan nadi dapat

dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan denyut

jantung untuk mengetahui adanya pulsus defisit yang

merupakan denyut jantung lebih tinggi daripada denyut

nadi.

(3) Pernafasan

Pada saat melakukan pengkajian amati siklus

pernafasan secara lengkap, hitung pernafasan 1 menit

penuh. Pernafasan pada bayi dan anak kecil dapat

tidak teratur. Ketika menghitung, perhatikan kedalaman

dan irama pernafasan, perhatikan pula sianosis pada

bantalan kuku, tangan, kaki serta perhatikan adanya

sianosis pada bibir, dan mukosa oral.

(4) Tekanan Darah

Pada pengkajian tekanan darah harus

memperhatikan ukuran manset dari tensimeter yang

digunakan, jika manset yang terpasang mengalami

kelonggaran serta tidak tepat sesuai ukuran lengan

atau paha klien, maka akan mempengaruhi nilai

pengukuran tekanan darah pada klien. Perhatikan


38

setiap perubahan tekanan darah anak pada saat

mengalami peningkatan/penurunan suhu tubuh, pantau

keadaan umum klien jika mengalami peningkatan atau

penurunan tekanan darah.

b) Head to Toe

(1) Inspeksi

Hipertermia :

Inspeksi kulit adanya kemerahan dan membran

mukosa terhadap adanya ikterik dan ruam. Jika

terdapat ruam, catat penampakannya, lokasi, dan

penyebarannya. Amati mata terhadap adanya

kemerahan pada konjungtiva dan rabas. Pengkajian

lidah, tonsil, mukosa bukal, dan faring terhadap adanya

kemerahan, lesi, dan eksudat.

Hipotermia :

Inspeksi adanya kuku sianotik, muka pucat, kulit

ikterik.

(2) Palpasi

Hipertermia : Palpasi pada kulit terhadap adanya akral

hangat.

Hipotermia : Palpasi pada kulit terhadap adanya akral

dingin.

(3) Auskultasi
39

Auskultasi jantung terhadap adanya

takikardi/bradikardi dan apakah denyut jantung di

atas/bawah tingkat normal.

Auskultasi paru terhadap adanya suara nafas

abnormal dan suara tambahan. Dengarkan suara

batuk, dan catat karakteristiknya.

c) Pemeriksaan tumbuh kembang

Peningkatan/penurunan suhu tubuh yang terjadi pada

anak akan berdampak pada perkembangan tumbuh

kembang anak, sehingga dapat dilakukan tes KPSP sesuai

dengan umur anak sehingga dapat mengukur dan

mengetahui perkembangan tumbuh kembang anak

tersebut.

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan untuk klien dengan perubahan suhu

tubuh adalah:

1) Hipertermia

Definisi : Suhu tubuh inti di atas kisaran normal karena

kegagalan termoregulasi.

Ciri khas :

a) Apnea

b) Koma

c) Kejang

d) Kulit memerah

e) Tekanan darah tinggi (hipertensi)


40

f) Bayi tidak dapat menghisap

g) Iritabilitas

h) Lesu/letargi

i) Kulit terasa hangat bila tersentuh

j) Pingsan

k) Takikardia

l) Takipnea

m) Vasodilatasi

Faktor yang berhubungan :

a) Penurunan respon keringat

b) Dehidrasi

c) Suhu lingkungan yang tinggi

d) Kesakitan

e) Pakaian yang tidak memadai

f) Peningkatan metabolisme

g) Iskemia

h) Agen farmasi

i) Sepsis

j) Trauma

k) Aktivitas bertenaga

2) Hipotermia

Definisi : Suhu tubuh inti di bawah kisaran normal karena

kegagalan termoregulasi.

Ciri khas :

a) Akrosianosis
41

b) Bradikardia

c) kuku sianotik

d) Penurunan kadar glukosa darah

e) Kurangnya ventilasi

f) Tekanan darah tinggi (hipertensi)

g) Hipoglikemia

h) Hipoksia

i) Peningkatan kecepatan metabolisme

j) Konsumsi oksigen meningkat

k) Terjadinya vasokonstriksi perifer

l) Piloereksi

m) Menggigil

n) Kulit terasa dingin bila tersentuh

o) Pengisian pembuluh kapiler lambat

p) Takikardia

Suhu tubuh rendah pada anak-anak

a) Hipotermia rendah, suhu inti 32-35° C

b) Hipotermia sedang, suhu inti 30-32° C

c) Hipotermia berat, suhu inti <30° C

Anak-anak sakit

a) Hipotermia, suhu inti <35° C

b) Hipotermia berat, suhu inti <32° C

Bayi baru lahir

a) Hipotermia kelas 1, suhu inti 36-36.5° C

b) Hipotermia kelas 2, suhu inti 35-35.9° C


42

c) Hipotermia kelas 3, suhu inti 34-34.9° C

d) Hipotermia kelas 4, suhu inti <34° C

e) Bayi dengan energi cukup untuk mempertahankan hisapan

f) Bayi dengan berat badan yang cukup (<30 g/d)

g) Mudah marah

h) Penyakit kuning

i) Asidosis metabolik

j) Muka pucat

k) Gangguan pernapasan

Faktor yang berhubungan :

a) Kebiasaan mengkonsumsi alkohol

b) Kerusakan hipotalamus

c) Menurunnya metabolisme

d) Kelemahan ekonomi

e) Ekstrem usia

f) Ekstrem berat badan

g) Transfer panas (konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi)

yang tidak aktif

h) Kurangnya pengetahuan perawatan mengenai

penanggulangan hipotermia

i) Pakaian yang tidak memadai

j) Kurangnya pasokan lemak di bawah kulit

k) Suhu lingkungan yang rendah

l) Gizi buruk

m) Agen farmasi
43

n) Radiasi

o) Trauma

Bayi baru lahir

a) Penundaan pemberian ASI

b) Awal memandikan bayi yang baru lahir

c) Kelahiran beresiko tinggi dari rumah sakit

d) Stratum korneum belum dewasa

e) Luas permukaan tubuh meningkat terhadap perbandingan

berat badan

f) Meningkatnya pasokan oksigen

g) Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru

h) Kendali pembuluh darah tidak efektif

i) Thermogenesis nonshivering tidak efektif

j) Kelahiran yang tidak direncanakan dari rumah sakit

c. Perencanaan

1) Perawatan Hipertermia

Definisi : manajemen gejala dan kondisi terkait yang

berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi

termoregulasi.

Tujuan : Suhu tubuh dalam rentang normal

Kriteria hasil :

a) Suhu tubuh dalam rentang 36,5 sampai 37,5

b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal : suhu, nadi,

tekanan darah, pernafasan

c) Berkeringat saat panas


44

Perencanaan :

a) Monitor tanda-tanda vital, monitor suhu pasien

menggunakan alat ukur yang paling tepat (warna dan suhu

kulit)

b) Anjurkan pasien banyak beristirahat dan banyak minum

c) Hindarkan pasien dari sumber panas

d) Longgarkan atau lepaskan pakaian

e) Terapkan metode pendinginan eksternal (bungkusan

dingin untuk leher, dada, perut, kulit kepala, ketiak, dan

selangkangan) yang sesuai

f) Berikan kompres hangat dibeberapa bagian tubuh

g) Pasang akses IV line dan pasang kateter kemih

h) Berikan cairan IV sesuai kebutuhan

i) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (paracetamol)

Rasional :

a) Dapat mengetahui kondisi perkembangan suhu tubuh

pasien, suhu 38,9 sampai 41,1 menunjukkan proses

penyakit infeksius akut

b) Hipertermia meyebabkan peningkatan haluan cairan

melalui kulit (evaporasi) dan keringat. Cairan penting

dalam mempertahankan regulasi suhu tubuh.

c) Mencegah dan mengurangi hipertermi oleh lingkungan.

d) Meningkatkan kenyamanan dan mempercepat

pengeluaran panas.

e) Mengurangi demam.
45

f) Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara

konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas

secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi/menggigil.

g) Mempertahankan cairan adekuat dan memudahkan

pemberian obat.

h) Mengurangi demam.

2) Perawatan Hipotermia

Definisi: pencegahan kehilangan panas, dan pengawasan

seorang pasien yang inti suhu tubuh abnormal rendah sebagai

akibat dari keadaan yang tidak ditimbulkan.

Tujuan : Suhu tubuh dalam rentang normal

Kriteria hasil :

a) Suhu tubuh dalam rentang 36,5 sampai 37,5

b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal : suhu, nadi,

tekanan darah, pernafasan

c) Menggigil saat dingin

Perencanaan :

a) Observasi tanda-tanda vital, monitor suhu pasien

menggunakan alat ukur yang paling tepat (warna dan suhu

kulit).

b) Hindarkan pasien dari lingkungan dan faktor penyebab

dingin.

c) Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermia

ringan (takipnea, menggigil, hipertensi, dan diuresis),

hipotermia sedang (atrial aritmia, hipotensi, apatis, dan


46

penurunan refleks), dan hipotermia berat (oliguria, edema

paru, dan kelainan asam basa).

d) Anjurkan pasien hipotermia ringan untuk mengkonsumsi

minuman hangat, cairan tanpa alkohol atau kafein.

e) Anjurkan pasien memakai selimut, penutup kepala, dan

pakaian hangat.

f) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

Rasional :

a) Mengetahui keadaan umum dan mencegah resiko lanjut.

b) Menjaga suhu tubuh dalam rentang normal.

c) Penanganan awal.

d) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.

d. Implementasi

1) Hipertermia

a) Memonitor tanda-tanda vital, memonitor suhu pasien

menggunakan alat ukur yang paling tepat (warna dan suhu

kulit)

b) Menganjurkan pasien banyak beristirahat dan banyak

minum

c) Menghindarkan pasien dari sumber panas

d) Melonggarkan atau lepaskan pakaian

e) Menerapkan metode pendinginan eksternal (bungkusan

dingin untuk leher, dada, perut, kulit kepala, ketiak, dan

selangkangan) yang sesuai

f) Memberikan kompres hangat dibeberapa bagian tubuh


47

g) Memasang akses IV line dan pasang kateter kemih

h) Memberikan cairan IV sesuai kebutuhan

i) Mengkolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi

(paracetamol)

2) Perawatan Hipotermia

a) Mengobservasi tanda-tanda vital, monitor suhu pasien

menggunakan alat ukur yang paling tepat (warna dan suhu

kulit)

b) Menghindarkan pasien dari lingkungan dan faktor

penyebab dingin

c) Memonitor gejala yang berhubungan dengan hipotermia

ringan (takipnea, menggigil, hipertensi, dan diuresis),

hipotermia sedang (atrial aritmia, hipotensi, apatis, dan

penurunan refleks), dan hipotermia berat (oliguria, edema

paru, dan kelainan asam basa)

d) Menganjurkan pasien hipotermia ringan untuk

mengkonsumsi minuman hangat, cairan tanpa alkohol atau

kafein

e) Menganjurkan pasien memakai selimut, penutup kepala,

dan pakaian hangat

f) Mengkolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi

e. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respons klien

terhadap hasil yang diharapkan dari rencana layanan. Tentukan

apakah dibutuhkan revisi rencana. Setelah intervensi, ukur suhu


48

tubuh klien untuk mengevaluasi perubahan. Selain itu, evaluasi

juga dilakukan dengan palpasi kulit dan pemeriksaan frekuensi

nadi dan pernapasan. Jika terapi efektif, suhu tubuh akan kembali

normal (36,5-37,5 ), tanda vital menjadi stabil, dan klien

melaporkan rasa nyaman.


49

BAB III
METODOLOGI

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan single

case study (SCS). Single case study (SCS) adalah suatu penelitian yang

arah penelitiannya terpusat pada satu kasus atau fenomena saja. Dalam

studi kasus tunggal umumnya tujuan atau fokus penelitian langsung

mengarah pada konteks atau inti dari permasalahan (Suryabrata, 2011).

B. Sampel Dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Besar sampel pada penelitian ini adalah satu orang pasien anak

dengan masalah keperawatan hipertermia

Metode pengambilan sampel pada penelitian SCS adalah dengan

pendekatan purposive sampling (Baxer and Jack, 2008). Kriteria inklusi

sampel yang dipilih yaitu pasien anak, dengan masalah hipertermia

dengan tanda dan gejalanya pada pasien sesuai dengan yang ada di

teori hipertermia seperti adanya kenaikan suhu diatas rentang normal dan

akral teraba hangat. Keluarga pasien menyetujui anaknya di jadikan

pasien kelolaan.

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Kariadi

Semarang di Ruang Rawat Inap yaitu di Ruang Anak Lantai Satu Kamar

Tiga Bed Satu.

Waktu penelitian dimulai dari tanggal 19 April 2016 sampai dengan

tanggal 22 April 2016 dengan mengikuti jadwal sif, pagi dari pukul 07.00

s.d 14.00 dan siang dari pukul 14.00 s.d 21.00 WIB.
50

D. Metode Pengambilan Data

Penelitian SCS merupakan penelitian yang mendalam dan kaya. Hal

tersebut karena penelitian ini menggunakan berbagai sumber data dan

pengumpulan data menggunakan berbagai teknik pengumpulan data

(Baxter dan Jack, 2006; Hancock dan Algozzin, 2008). Teknik-teknik

dalam pengumpulan data SCS antara lain adalah dengan mengobservasi

secara langsung kondisi pasien, melakukan wawancara kepada orang tua

pasien dan perawat penanggung jawab pasien, studi dokumentasi,

pemeriksaan fisik secara langsung ke pasien dan pemeriksaan KPSP.

Sumber data pada penelitian SCS ini meliputi pasien, keluarga pasien,

dokumen rekam medis, perawat yang merawat, serta dokter yang

merawat pasien.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan format

pengkajian asuhan keperawatan pada anak, format dokumentasi asuhan

keperawatan pada anak, dan format KPSP untuk anak sesuai umur.

F. Analisis Data

Teknik analisis data yang dipilih pada penelitian rancangan case

study yaitu Expalanation-building (mainly explanatory). Metode analisis

pada penelitian case study dengan cara membangun penjelasan-

penjelasan tentang kasus dan mengidentifikasi penyebabnya. Metode ini

merupakan hasil dari serangkaian pengulangan langkah-langkah ini :

Diawali dengan menyampaikan penjelasan berdasarkan literature

kemudian membandingkan dengan data yang ditemukan kemudian


51

membuat kesimpulan kemudian menyampaikan data-data yang lebih

detail dan terakhir membandingkan dengan temuan dari peneliti yang lain.

G. Penyajian Data

Hasil penelitian case study dapat disajikan dalam berbagai bentuk.

Hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti ketika menyajikan data adalah

pembaca memahami hasil penelitian tersebut dan dapat mengambil

kesimpulan apakah hasil penelitian tersebut dapat diaplikasikan ditempat

lain atau tidak. Teknik penyajian data yang digunakan oleh peneliti yaitu

penyajian secara naratif (Yin, 2003).

H. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian merupakan penjelasan yang cukup rinci proses

penelitian meliputi :

Tahap persiapan dimulai dengan penyusunan proposal karya tulis

ilmiah. Penulis mengajukan surat permohonan ijin pengambilan kasus

karya tulis ilmiah kepada Direktur Akademi Keperawatan Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah yang akan ditujukan kepada Direktur RSUP Dr.

Kariadi Semarang kemudian penulis menyerahkan surat pemohonan ijin

dari institusi ke bagian Diklat dan dari pihak Diklat menyerahkan surat

pengantar yang ditujukan kepada kepala ruang rawat inap ruang anak

lantai satu. Selanjutnya penulis menemui kepala ruang dan menjelaskan

tujuan dan permohonan ijin pengambilan data dan kemudian memilih

pasien sesuai dengan kriteria gangguan pada sistem termoregulasi yang

ada dan mendiskusikan dengan CI dan pembimbing. Penulis menyiapkan

format pengkajian asuhan keperawatan pada anak, format dokumen

asuhan keperawatan anak dan format KPSP sesuai umur.


52

Pengumpulan data penulis menggunakan teknik – teknik untuk

pengumpulan data antara lain observasi langsung ke pasien, wawancara

kepada keluarga dan perawat yang merawat pasien, dokter yang

merawat, pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan KPSP sesuai umur,

catatan rekam medis dan studi dokumentasi. Sumber data pada

penelitian SCS ini meliputi pasien, keluarga, dokumen rekam medis,

perawat yang merawat.

Analisis data penulis menggunakan teknik Expalanation-building

(mainly explanatory). Metode analisis pada penelitian case study dengan

cara membangun penjelasan-penjelasan tentang kasus dan

mengidentifikasi penyebabnya. Diawali dengan menyampaikan

penjelasan berdasar literatur, membadingkan dengan data yang

ditemukan, membuat kesimpulan, menyampaikan data-data yang lebih

detail, serta membandingkan dengan temuan dari penelitian lain.

Penyajian laporan penelitian penulis menggunakan teknik penyajian

data secara naratif.


53

BAB IV
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Pengkajian pada An F dengan diagnosa medis DHF dilakukan pada

tanggal 19 April 2016 pukul 07.15 WIB di ruang Anak Lantai Satu RSUP

Dr. Kariadi Semarang. Pengkajian diperoleh dari berbagai informasi dan

sumber diantaranya adalah pasien, keluarga pasien, perawat ruangan

dan catatan medis

Identitas pasien berinisial An F, berumur 9 bulan berjenis kelamin

perempuan. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 18 April 2016

dengan no register 8477XXX. Penanggung jawab pasien bernama Tn W

sebagai orang tua pasien dengan pekerjaan swasta.

Keluhan utama yaitu keluarga pasien mengatakan anaknya

mengalami demam. Riwayat kesehatan sekarang keluarga pasien

mengatakan bahwa 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien

mengalami panas, panas mulai tengah malam pukul 11.45 sd 01.00 wib.

Pasien dibawa ke dokter keluarga dan mendapat obat penurun panas,

namun panas hanya turun sesaat dan naik lagi dan akhirnya dibawa ke

dokter keluarga kembali dan disarankan oleh dokter untuk periksa ke

laboratorium klinik namun karena kawatir kedua orangtua langsung

membawa An F ke IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang 18 April 2016 dan

masuk ruang rawat inap anak di Ruang Anak Lantai Satu tanggal 19 April

2016 pukul 00.30 wib.


54

Riwayat kesehatan masa lampau pasien dari prenatal yaitu ibu

pasien mengatakan saat hamil usia enam bulan terkena Demam

Berdarah dan di rawat di RSUP Dr.Kariadi Semarang selama satu

minggu. Saat hamil ibu pasien selalu memeriksakan kehamilannya ke

bidan setiap satu bulan sekali. Gizi ibu pasien saat hamil tecukupi dengan

baik dan tidak pernah mengkonsumsi obat - obatan yang membahayakan

janin, bayi lahir dengan persalinan normal. Pada saat natal persalinan

bayi dilahirkan di bidan secara normal dan saat lahir pasien nangis

spontan dengan memiliki BBL 3100 g, panjang badan = 47 cm. Masa post

natal pasien dilahirkan dengan baik, bayi spontan menangis, reflek

menghisap baik, dan tidak ada kelainan pada bayi. Riwayat penyakit pada

saat masih kecil keluarga pasien mengatakan An F belum pernah

menederita sakit yang parah. Riwayat pasien dirawat di rumah sakit

keluarga mengatakan An F belum pernah di rawat di rumah sakit, ini baru

pertama kalinya An F dirawat di rumah sakit. Keluarga mengatakan saat

ini An F tidak mengkonsumsi obat - obatan apapun, kecuali yang

diberikan dari rumah sakitseperti obat penurun panas. Selain itu keluarga

pasien mengatakan An F tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan

maupun dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Riwayat kecelakaan,

keluarga mengatakan An F tidak pernah mengalami kecelakaan.

Imunisasi yang sudah di dapat An F yaitu imunisasi Polio, BCG. DPT, dan

Campak.

Riwayat kesehatan keluarga, keluarga mengatakan didalam keluarga

pasien tidak ada yang menderita penyakit panas dua bulan terakhir.

Tetangga sekitar juga tidak ada yang mengalami demam berdarah.


55

Riwayat sosial pasien, keluarga pasien mengatakan setiap harinya An F

diasuh oleh tetangganya saat ditinggal kerja oleh kedua orangtuanya.

Keadaan kesehatan saat ini An F di diagnosa medis oleh dokter

Febris dan DHF grade 1. Keluarga mengatakan An F belum pernah

menjalani operasi. Saat ini An F mendapat terapi RL 44 tpm mikro 2 jam

dan 30 tpm mikro (09.00-13.00) pertama dan selanjutnya adalah RL 20

tpm, serta paracetamol setengah sendok takar per 4 s.d 6 jam peroral jika

suhu lebih dari 38⁰ C. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien

positif Dengue IgM dan IgG negatif. Hasil pemeriksaan darah lengkap

pasien didapatkan hasil hematokrit 46.7 ℅ (H), dan trombosit 127 10 ̂ 3/ul

(L).

Pengkajian pola fungsional gordon, Ibu mengatakan jika ada anggota

keluarga yang mengalami sakit biasanya di periksakan ke dokter

keluarga. Jika anaknya demam biasanya oleh keluarga diberikan obat

penurun panas yang di dapat dari dokter keluarga karena ibu pasien

belum mengetahui tentang kompres dengan air hangat. Ibu pasien

memberikan imunisasi kepada An F secara teratur. Kekuatan menghisap

pasien baik.

Model konseptual pengkajian keperawatan Virginia Henderson, hasil

pengkajian aktifitas, ibu pasien mengatakan An F adalah anak yang aktif

dan bergerak aktif di ruang rumahnya. Pengkajian suhu tubuh keluarga

mengatakan suhu tubuh anak naik turun dan saat ini tubuh An F panas.

An F biasanya suka memegang benda – benda kecil di sekitarnya dan

memainkannya namun kadang juga An F memakannya.


56

Hasil pemeriksaan fisik pasien sadar, suhu 38,50C, kulit teraba

hangat pada badan dan kepala. Tidak terdapat warna kemerahan pada

kulit.

Pemeriksaan tumbuh kembang dengan menggunakan format KPSP

baik perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan sosialisasi

dan kemandirian, perkembangan bicara dan bahasa pada pasien An F

yang dilakukan penulis sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 9

bulan, sesuai dengan panduan KPSP anak sesuai umurnya.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien An F

adalah Hipertermia berhubungan dengan penyakit (virus) ditandai dengan

hasil pemeriksaan darah Dengue Blot IgM positif dan IgG negatif, akral

hangat, suhu tubuh 38,50 C dan trombosit 127 10ˆ3 / uL serta hematokrit

46,7℅.

C. Rencana Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien An F

yaitu setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 14 jam

diharapkan masalah hipertermia pasien dapat teratasi dengan kriteria

hasil suhu badan pasien dalam rentang normal antara 36,50C sampai

37,70C, trombosit dalam batas normal 150 s.d 400 10ˆ3 / uL dan

hematokrit dalam batas normal antara 32 s.d 44 ℅. Intervensi yang

diberikan pada pasien An F untuk mengatasi masalah hipertermia yaitu

monitor tanda-tanda vital (suhu, nadi, dan pernafasan), anjurkan keluarga

memberikan banyak minum atau ASI dan banyak beristirahat, longgarkan

atau lepaskan pakaian, ajarkan keluarga teknik kompres hangat dan


57

berikan kompres hangat dibeberapa bagian tubuh (leher, ketiak, dahi),

berikan cairan IV sesuai kebutuhan, kolaborasi pemberian obat sesuai

indikasi (paracetamol).

D. Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan penulis pada pasien An F

pada hari Selasa, 19 April 2016 yaitu memonitor tanda-tanda vital pasien

dengan rasionalnya agar dapat mengetahui kondisi perkembangan suhu

tubuh pasien karena suhu 38,90C sampai 41,10C menunjukkan proses

penyakit infeksius akut. Menganjurkan keluarga untuk memberikan

banyak minum atau ASI untuk pasien dan menganjurkan untuk banyak

beristirahat dengan rasional hipertermia menyebabkan peningkatan

haluan cairan melalui kulit (evaporasi) dan keringat, cairan penting dalam

mempertahankan regulasi suhu tubuh. Melonggarkan atau melepaskan

pakaian pasien dengan rasional meningkatkan kenyamanan dan

mempercepat pengeluaran panas. Mengajarkan kepada keluarga teknik

kompres air hangat dibeberapa bagian tubuh seperti leher, ketiak, dan

dahi jika mengalami panas dengan rasional agar membantu menurunkan

suhu tubuh pada pasien dengan pemindahan panas secara konduksi, air

hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa

menyebabkan hipotermi atau menggigil. Memberikan cairan IV sesuai

kebutuhan RL 44 tpm mikro 2 jam dan 30 tpm mikro (09.00-13.00)

pertama dan selanjutnya adalah RL 20 tpm, dengan rasional untuk

mempertahankan cairan adekuat. Mengkolaborasikan pemberian obat

sesuai indikasi yaitu obat penurun panas atau paracetamol dengan

rasional agar suhu An F turun.


58

Pada hari Rabu, 20 April 2016 penulis memberikan tindakan

keperawatan untuk An F diantaranya memonitor tanda-tanda vital pasien

dengan rasionalnya agar dapat mengetahui kondisi perkembangan suhu

tubuh An F dihari kedua karena suhu 38,90C sampai 41,10C menunjukkan

proses penyakit infeksius akut, menganjurkan keluarga untuk

memberikan banyak minum atau ASI untuk pasien dan menganjurkan

untuk banyak beristirahat dengan rasional hipertermia menyebabkan

peningkatan haluan cairan melalui kulit (evaporasi) dan keringat, cairan

penting dalam mempertahankan regulasi suhu tubuh pasien,

mengajarkan keluarga teknik kompres hangat dan memberikan kompres

air hangat dibeberapa bagian tubuh seperti leher, ketiak, dan dahi jika

mengalami panas dengan rasional agar membantu menurunkan suhu

tubuh An F pada hari kedua dengan pemindahan panas secara konduksi,

air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa

menyebabkan hipotermi atau menggigil. Memberikan cairan IV sesuai

kebutuhan yaitu RL 20 tpm, dengan rasional untuk mempertahankan

cairan adekuat. Mengkolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi yaitu

obat penurun panas atau paracetamol dengan rasional agar suhu An F

turun.

Pada hari Kamis, 21 April 2016 penulis memberikan tindakan

keperawatan pada pasien An F antara lain memonitor tanda-tanda vital

pasien dengan rasionalnya agar dapat mengetahui kondisi

perkembangan suhu tubuh pasien pada hari ketiga karena suhu 38,90C

sampai 41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

Menganjurkan keluarga untuk memberikan banyak minum atau ASI untuk


59

pasien dan menganjurkan untuk banyak beristirahat dengan rasional

hipertermia menyebabkan peningkatan haluan cairan melalui kulit

(evaporasi) dan keringat, cairan penting dalam mempertahankan regulasi

suhu tubuh. Memberikan kompres hangat dibeberapa bagian tubuh

seperti leher, ketiak, dan dahi jika mengalami panas dengan rasional agar

membantu menurunkan suhu tubuh pada pasien dengan pemindahan

panas secara konduksi, air hangat mengontrol pemindahan panas secara

perlahan tanpa menyebabkan hipotermia atau menggigil. Memberikan

cairan IV sesuai kebutuhan yaitu RL 20 tpm stop pukul 07.00 dan diganti

RL 15 tpm, dengan rasional kebutuhan cairan pasien mulai adekuat.

Mengkolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi yaitu obat penurun

panas atau paracetamol dengan rasional agar suhu An F turun.

E. Evaluasi

Evaluasi di lakukan pada hari Jumat pukul 08.00 WIB penulis

melakukan evaluasi pada pasien An F dengan masalah hipertermia yang

didapatkan dengan data keluarga pasien mengatakan badan An F masih

panas, panasnya naik turun, suhu badan An F 37,50 C, nadi 108 kali

permenit, pernafasan An F 36 kali permenit, terdapat ruam-ruam merah

dikedua kaki pasien, trombosit pasien terakhir 19.0 10ˆ3 / uL, leukosit

11.3 10ˆ3 / uL, dan hematokrit pasien 31.6℅. Masalah hipertemia pada

pasien belum teratasi ditandai dengan tanda-tanda vital yang belum

stabil, trombosit pasien terakhir 19.0 10ˆ3 / uL, leukosit 11.3 10ˆ3 / uL,

hemoglobin pasien 10.2 g/dL dan hematokrit pasien 31.6℅, dan ruam-

ruam merah masih ada. Penulis menuliskan rencana tindak lanjut (RTL)

melanjutkan intervensi memonitor tanda-tanda vital seperti suhu, nadi,


60

dan pernafasan pasien, menganjurkan keluarga memberikan banyak

minum atau ASI untuk pasien dan banyak beristirahat, longgarkan atau

lepaskan pakaian jika tubuh An F panas, berikan kompres hangat

dibeberapa bagian tubuh (leher, ketiak, dan dahi), berikan cairan IV

sesuai kebutuhan, kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi atau

paracetamol.
61

BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan pembahasan asuhan keperawatan

pada An F dengan hipertermia di ruang anak lantai satu RSUP Dr.Kariadi

Semarang dengan membandingkan antara tinjauan teori yang ada dengan hasil

praktik serta pengelolaan asuhan keperawatan pada An F dengan Hipertermia

pada tanggal 19 April 2016 sampai dengan 22 April 2016 di ruang anak lantai

satu RSUP Dr.Kariadi Semarang. Pembahasan dimulai dari tahap pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan

keperawatan anak.

A. Pengkajian

Pengkajian yang didapatkan adalah suhu tubuh An F 38,50 C. Hipertermia

adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan

tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas, bila

suhu diatas rentang normal 36,50 C sampai 37,50 C dan bila suhu 37,800 C

secara oral atau 38,800 C secara rectal yang disebabkan oleh berbagai

faktor eksternal (Carpenito, 2009; Potter & Perry, 2010). Tinjauan teori

tersebut sesuai dengan kondisi perubahan suhu tubuh yang dialami pasien

An F yang suhu tubuhnya diatas rentang normal.

Peningkatan suhu tubuh An F dikarenakan tubuh sedang mengalami

proses infeksi virus dengue, keadaan ini sesuai dengan tinjauan teori yang

menyatakan bahwa jika tubuh mengalami infeksi virus maka secara respon

tubuh akan terjadi mekanisme dimana hipotalamus akan meningkatkan set


62

point sehingga menimbulkan hipertermi pada suhu tubuh (Triyawati, 2014

cit. Ariyanto, 2015).

Pasien An F selama demam baik dirumah maupun saat dirawat dirumah

sakit mengalami fluktasi suhu tubuh, hal ini sesuai dengan penjelasan

hipertermi meliputi tiga fase yaitu (Pujiarto, 2008 cit. Ariyanto, 2015) :

1. fase menggigil dimana pada fase ini terjadi pelepasan sitokin proinflamsi

yang berlangsung sampai suhu tubuh mencapai puncaknya.

2. fase suhu menetap tinggi dimana pada fase ini suhu menetap tinggi

untuk beberapa saat, sitokin berhasil meningkatkan set point.

3. fase suhu turun dimana pada fase ini suhu akan menurun dengan atau

tanpa obat.

Sesuai dengan data perubahan suhu tubuh pasien An F sejak sebelum

dan sesudah masuk rumah sakit mengalami naik turun, pada grafik terlihat

perkembangan suhu An F menyerupai pelana kuda. Kondisi ini sesuai

dengan pernyataan (Nadesul, 2007) yang menjelaskan bahwa di Indonesia

DHF dikenal sebagai demam lima hari, orang Belanda menyebutnya

viffdaagse koorts, sedangkan Dokter Inggris menjulukinya saddle back fever

atau dijuluki demam pelana kuda oleh karena bersifat khas, yakni tiga hari

pertama demam tinggi (39 - 400 C) kemudian demam mereda pada hari

keempat, lalu demam bangkit kembali setelah hari kelima. Jadi, kalau

digrafik DHF digambar kurva demamnya menyerupai pelana kuda.

Penulis mendapatkan data laboratorium serologi An F pada tanggal 19

April 2016, yang menyatakan hasil dengue IgG negatif dan dengue IgM
63

positif. (Nadesul, 2007) menjelaskan bahwa hasil dengue IgG negatif dan

dengue IgM positif dikatakan sebagai Dengue Primer. Dengue primer terjadi

pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya.

Dalam pemeriksaan laboratorium pasien An F ditemukan data nilai

trombosit turun dari 127 10ˆ3 / uL pada tanggal 18 April 2016, menjadi 19,0

10ˆ3 / uL pada tanggal 21 April 2016, selama 4 hari nilai trombosit pasien An

F selalu mengalami penurunan. Menurut (Nadesul, 2007), pada penderita

DHF selalu terjadi trombositopenia yang mulai ditemukan pada hari ketiga

dan berakhir pada hari kedelapan sakit. Umumnya jumlah trombosit

<100.000 10ˆ3 / uL. Terjadinya penurunan trombosit maka An F mengalami

trombositopenia. Kejadian ini merupakan penurunan jumlah trombosit dalam

sirkulasi. Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan resiko perdarahan

hebat, bahkan hanya dengan cedera ringan atau perdarahan spontan kecil.

Trombositopenia ditandai dengan bercak kecil akibat perdarahan di subkutan

yang disebut ptekie (Corwin, 2009), sesusai dengan kondisi klinis pasien An

F yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pada tanggal 21 April 2016

tampak bintik kemerahan pada kulit kedua kaki pasien An F.

Hasil pengkajian lain yang didapatkan adalah akral teraba hangat.

Hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu selalu menjaga keseimbangan

antara jumlah panas yang di produksi tubuh dari metabolisme dengan panas

yang dilepas. Jika produksi panas berlebih maka laju metabolisme akan

meningkat maka panas tubuh akan di lepas melalui permukaan kulit tubuh

sehingga kulit teraba hangat saat mengalami hipertermi. Hal ini sesuai

dengan di teori yang menyebutkan bahwa panas menyebar dari kulit ke

setiap objek yang lebih dingin di sekelilingnya. Penyebaran meningkat bila


64

perbedaaan suhu antara objek juga meningkat. Sampai 85% area

permukaan tubuh manusia menyebarkan panas ke lingkungan. Namun, bila

lingkungan lebih hangat dari kulit, tubuh mengabsorbsi panas malalui radiasi

(Potter & Perry, 2010).

Kulit pasien tidak terlihat merah seperti pada batasan karakteristik

NANDA (2015) yang menyebutkan kulit kemerahan. Kulit tubuh bisa menjadi

merah dan panas karena pembuluh darah melebar untuk meningkatkan

pembuangan panas dan akan semakin buruk jika tubuh tidak mengeluarkan

keringat. Pasien berkeringat saat panas sehingga kulit pasien tidak tampak

kemerahan. Hal ini sesuai dengan teori Potter & Perry (2010) tentang

pengeluaran panas secara diaforesis yaitu bila suhu tubuh meningkat,

kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk

meningkatkan kehilangan panas.

Menurut Suranto (2010) keadaan menggigil merupakan meningkatnya

suhu tubuh melebihi 410 C. Teori ini tidak sesuai dengan kondisi An F karena

saat dirumah maupun di rumah sakit An F mengalami peningkatan suhu

tubuh namun tidak sampai menggigil. Selain itu pada An F tidak terjadi

peningkatan nadi dan pernafasan seperti pada batasan karakteristik NANDA

(2015).

Hasil pengkajian pemeriksaan tumbuh kembang baik perkembangan

motorik kasar dan halus, perkembangan sosialisasi dan kemandirian,

perkembangan bicara dan bahasa pada pasien An F yang dilakukan penulis

sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 9 bulan, sesuai dengan

panduan KPSP anak sesuai umurnya.


65

B. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan yang dirumuskan adalah hipertermi. Hal ini sesuai

dengan batasan karakteristik pada diagnosa keperawatan menurut NANDA.

Hasil pengkajian data obyektif didapatkan suhu tubuh 38,5 ‘C dan kulit

teraba hangat. Data tersebut termasuk dari beberapa batasan karakteristik

untuk masalah hipertermi NANDA (2015) yaitu apnea, bayi tidak dapat

mempertahankan menyusu salah satu, gelisah, hipotensi, kejang, kulit

kemerahan, kulit teraba hangat, letargi, postur abnormal, stupor, takikardi,

takipnea, vasolidasi. Menurut NANDA juga dijelaskan bahwa definisi

hipertermi adalah suhu tubuh diatas kisaran normal diurnal karena

kegagalan termoregulasi. Suhu pasien didapatkan 38,5’C, hal ini

menunjukkan bahwa suhu tubuh pasien diatas kisaran normal.

Etiologi yang penulis tetapkan adalah penyakit. Hal ini sesuai dengan

faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertermi menurut NANDA

adalah salah satunya penyakit. Penyakit dalam hal ini disebabkan oleh virus

yaitu virus dengue yang menyebabkan anak menderita Dengue

Haemorrhagic Fever (DHF). Adanya virus dibuktikan dengan pemeriksaan

laboratorium serologi yang menyatakan hasil dengue IgG negatif dan

dengue IgM positif. (Nadesul, 2007) menjelaskan bahwa hasil dengue IgG

negatif dan dengue IgM positif dikatakan sebagai Dengue Primer. Dengue

primer terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya.

Sehingga diagnosa keperawatan yang dirumuskan adalah Hipertermi

berhubungan dengan penyakit (virus). Diagnosa keperawatan ini dirumuskan

karena jika hipertermi tidak teratasi makan akan mengakibatkan komplikasi

antara lain edema serebral, dengue syok syndrome (DSS).


66

C. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan.

Intervensi yang disusun penulis berdasarkan Nursing Outcomes

Classification (NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC) yang

terbaru. Terdapat enam perencanaan keperawatan yang akan diberikan

kepada pasien An F selama 3 x 14 jam dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Perawatan hipertermia adalah manajemen gejala dan kondisi yang

berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi

termoregulasi. Tujuan yang diharapan dari asuhan keperawatan anak

dengan hipertermia yaitu suhu tubuh dalam rentang normal. Kriteria hasil

yang diharapkan yaitu suhu tubuh dalam rentang 36,5 sampai 37,5 ,

tanda-tanda vital dalam rentang normal (suhu, nadi, pernafasan) dan

berkeringat saat panas (NOC, 2013).

Intervensi yang di berikan yaitu monitor tanda-tanda vital nadi, RR, dan

suhu minimal setiap dua jam yang bertujuan untuk mengetahui

perkembangan suhu yang terjadi pada An F, suhu 38,9 sampai 41,1

menunjukkan proses penyakit infeksius akut serta dengan memperhatikan

naik dan turunnya suhu akan mempermudah dalam melakukan tindakan

keperawatan yang sesuai pada pasien (NIC, 2013).

Anjurkan keluarga untuk memberikan An F banyak minum atau ASI serta

banyak beristirahat karena hipertermia meyebabkan peningkatan haluan

cairan melalui kulit (evaporasi) dan keringat. Dengan mengatur perspirasi

atau berkeingat, tubuh meningkatkan kehilangan panas evaporative


67

tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat yang terletak dalam dermis kulit

menyekresi keringat melalui duktus kecil pada permukaan kulit. Ketika suhu

tubuh meningkat, hipotalamus anterior memberi sinyal kelenjar keringat

untuk melepaskan keringat. Selain itu cairan juga penting dalam

mempertahankan regulasi suhu tubuh, karena saat produksi panas

meningkat dan metabolisme meningkat tubuh akan memberikan respon

untuk mengeluarkan keringat sehingga tubuh akan semakin kekurangan

cairan (Potter & Perry, 2010).

Longgarkan pakaian atau lepaskan pakaian karena dapat membantu

mengurangi penguapan panas hal ini sesuai dengan teori Potter & Perry

(2010) yaitu meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi dengan

melepaskan pakaian atau selimut. Menutup tubuh dengan pakaian gelap dan

rajutan juga mengurangi jumlah kehilangan panas melalui radiasi.

Ajarkan keluarga teknik kompres hangat di beberapa bagian tubuh seperti

leher, ketiak, dan dahi yang bertujuan untuk membantu menurunkan panas

secara non farmakologis jika terjadi peningkatan suhu tubuh, sesuai dengan

jurnal M. Ali hamid (2011) bahwa keefektifan kompres hangat mulai pada

menit keenam sampai menit kesembilan puluh dengan nilai penurunan suhu

hingga 10 C. Kompres hangat dapat mengurangi panas dengan pemindahan

panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara

perlahan tanpa menyebabkan hipotermi / menggigil.

Berikan cairan IV sesuai kebutuhan yang bertujuan untuk

mempertahankan cairan adekuat. Cairan intravena sangat penting bagi

pasien yang mengalami defisit volume cairan karena dapat mencukupi


68

kebutuhan cairan tubuh karena cairan yang masuk langsung ke pembuluh

darah.

Kolaborasi pemberian obat anti piretik sesuai indikasi bila perlu yang

bertujuan agar dapat menurunkan panas jika pasien mengalami suhu tubuh

yang meningkat dengan penanganan secara farmakologis.

D. Tahap implementasi

Penulis telah melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan

perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Tindakan keperawatan yang

telah dilakukan penulis dalam waktu 3 x 14 jam adalah :

Mengkaji keadaan umum pasien, tingkat kesadaran pasien, dan

memonitor tanda – tanda vital, yaitu mengukur suhu, nadi, dan RR dengan

menggunakan termometer digital milik penulis karena diruangan hanya

memiliki satu termometer air raksa saja. Menurut M. Wilkinson (2012), tanda

– tanda vital merupakan salah satu indikator penting dalam mengkaji kondisi

kesehatan pada pasien hipertermia untuk mengetahui keadaan pasien. Hasil

yang didapatkan dari memonitor tanda – tanda vital pasien pada tanggal 19

April 2016 adalah nadi: 104 x/menit, suhu: 38,50 C, RR: 38 x/menit.

Sedangkan pada tanggal 20 April 2016 ada perbedaan pada hasil suhu yaitu

36,80 C pada pukul 08.00 WIB. Pada tanggal 21 April 2016 hasil tanda –

tanda vital suhu 38,20 C, RR 39x / menit, nadi 120x / menit. Selain itu penulis

juga melakukan observasi adanya warna bintik kemerahan pada kulit An F

yang didapatkan hasil baru ada pada hari Kamis, 21 April 2016 warna bintik

kemerahan terlihat jelas pada kedua kaki pasien.

Menganjurkan keluarga untuk memberikan An F banyak minum atau ASI

serta banyak beristirahat untuk memenuhi kebutuhan asupan intake cairan


69

dalam tubuh untuk mengurangi resiko terjadinya dehidrasi pada An F,

keluarga bersedia untuk memberikan minum yang cukup pada anak.

Melonggarkan atau melepaskan pakaian An F agar dapat mengurangi

peningkatan suhu tubuh. Keluarga mengatakan sudah melakukannya jika An

F mengalami panas, keluarga terlihat melonggarkan pakaian anak dengan

melepaskan kancing baju An F.

Penulis juga mengajarkan kepada keluarga untuk melakukan dan

memberikan teknik kompres hangat dibeberapa bagian tubuh seperti di

leher, ketiak dan dahi dengan menggunakan waslap, waskom dan air hangat

pada pasien An F agar dapat membantu proses penurunan panas suhu

tubuh An F, penulis memberikan waslap kepada keluarga karena diruangan

selain hanya memiliki satu termometer saja namun ruangan juga belum

menyediakan waslap untuk pasien dengan peningkatan suhu tubuh dan

persediaan waskom yang terbatas sehingga kurang maksimal dalam

memberikan asuhan keperawatan, keluarga mengatakan belum mengetahui

teknik tersebut karena An F jika panas keluarga mengkompres dengan air

biasa atau diperiksakan ke dokter keluarga.

Memberikan cairan IV sesuai kebutuhan yang bertujuan untuk

mempertahankan cairan adekuat, pengaturan tetesan infus disesuaikan

terapi cairan yang di berikan oleh dokter. Keluarga mengatakan semenjak

dipasang infus An F buang air kecilnya lebih banyak.

Penulis mengkolaborasikan memberikan obat penurun panas atau

paracetamol sesuai dengan indikasi yaitu diberikan bila pasien panas diatas

380 C setengah sendok takar agar mengurangi panas sehingga membantu

proses penurunan suhu tubuh pada An F, keluarga mengatakan bersedia


70

untuk meminumkan parasetamol jika panas, obat parasetamol sirup

pemberian setengah sendok takar.

Pada implementasi selanjutnya penulis tetap memonitor tanda-tanda vital

pasien untuk mengetahui perkembangan kondisi An F.

Memotivasi keluarga pasien An F agar mau memberikan banyak minum

sehingga membantu proses penurunan panas yang dialami An F. Keluarga

mengatakan bersedia untuk memberikan An F banyak minum.

Kemampuan keluarga agar mengerti peningkatan suhu tubuh anak saat

dirumah maka, implementasi selanjutnya memberikan termometer pada

keluarga pasien agar dapat mengetahui secara dini panas yang terjadi pada

anaknya, sehingga harapan penulis keluarga dapat melakukan

penatalaksanaan penurunan panas dengan cara non farmakologis dengan

dilakukannya teknik kompres hangat. Keluarga mengatakan bersedia untuk

mengukur suhu An F secara dini jika mengalami peningkatan suhu tubuh,

keluarga mencoba mengukur suhu tubuh An F secara mandiri dan keluarga

tampak senang dengan pemberian termometer.

Penulis melakukan pemantauan KPSP dan sekalian membantu melatih

tahap perkembangan An F agar dapat mengetahui perkembangan An F

apakah sesuai dengan tahap pekembangan anak usia 9 bulan dibuku

panduan KPSP. Selama memberikan asuhan keperawatan penulis selalu

menjaga kepercayaan dan komunikasi baik dengan keluarga pasien, penulis

juga meminta orangtua untuk membantu perawatan An F selama di rumah

sakit dan orang tua pasien memilih untuk tetap dengan anaknya selama

prosedur perawatan. Penulis selalu melibatkan pasien dan keluarga dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan /


71

kesehatan. Kolaborasi antara penulis dengan keluarga merupakan pilar

utama dalam perawatan yang berpusat pada keluarga. Dalam perawatan

individu, keluarga dan tenaga kesehatan berkolaborasi sebagai mitra untuk

menentukan apa yang terbaik untuk pasien dan keluarga. Tindakan

keperawatan ini tidak ada dalam perencanaan yang sudah disusun penulis,

karena sangatlah penting mengetahui tahapan perkembangan anak sesuai

dengan tahapan usia perkembangnnya, selain itu penulis menggunakan

termometer yang berbentuk mainan hewan sehingga anak tidak menangis

dan penulis bisa tetap melakukan tindakan keperawatan kerena penting jika

anak diberikan terapi bermain dirumah sakit agar mengurangi rasa bosan

selama proses hospitalisasi, penulis juga tidak memaksakan untuk

melakukan tindakan saat anak sedang rewel serta meminimalkan

perpisahan dengan kelurag dan meminimalkan cidera fisik atau menyakiti

pasien.

E. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 14 jam didapatkan

data suhu masih diatas rentang normal yaitu 37,7 0 C hal ini belum tercapai

sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan penulis pada

perencanaan yang menyatakan suhu tubuh pasien dalam rentang normal

36,50 C, namun untuk tanda-tanda vital dalam rentang normal seperti nadi

dan pernafasan, serta berkeringat saat panas.

Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut bahwa analisa masalah

hipertermia pada pasien An F, penulis menyatakan masalah hipertermi

belum teratasi, karena suhu masih diatas rentang normal. Hal ini disebabkan

karena fase kenaikan suhu pada DHF seperti pelana kuda yaitu suhu naik
72

hari pertama sampai hari ketiga dan suhu turun di hari keempat dan suhu

kembali naik pada hari kelima dan enam dimana fase ini adalah fase

penyembuhan.

Perencanaan yang diberikan penulis sesuai perencanaan awal

melanjutkan intervensi memonitor tanda-tanda vital seperti suhu, nadi, dan

pernafasan pasien, menganjurkan keluarga memberikan banyak minum atau

ASI untuk pasien dan banyak beristirahat, longgarkan atau lepaskan pakaian

jika tubuh An F panas, beikan kompres hangat dibeberapa bagian tubuh

(leher, ketiak, dan dahi), berikan cairan IV sesuai kebutuhan, kolaborasi

pemberian obat sesuai indikasi atau paracetamol. Serta perencanaan

kepada keluarga bersifat penatalaksanaan jika sudah pulang ke rumah,

penulis berharap agar keluarga dapat melakukan perencanaan yang sudah

disampaikan penulis rencana tindak lanjut antara lain dapat mengukur suhu

anak saat panas dengan termometer secara mandiri dan mampu

memberikan kompres hangat saat anak mengalami panas.


73

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan oleh penulis pada

BAB V maka, dapat disimpulkan tentang asuhan keperawatan pada

pasien An F sebagai berikut :

1. Hasil pengkajian keperawatan didapatkan pasien mengalami

peningkatan suhu tubuh yaitu suhu 38,50 C.

2. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan adalah Hipertermia

berhubungan dengan penyakit (virus) ditandai dengan suhu tubuh

meningkat diatas rentang normal, kulit teraba hangat, hal ini sesuai

dengan NANDA (2015).

3. Rencana Keperawatan yang ditetapkan adalah selama 3 x 14 jam

untuk mengatasi masalah hipertermi. Tujuan yang diharapan dari

asuhan keperawatan anak dengan hipertermia yaitu suhu tubuh

dalam rentang normal. Kriteria hasil yang diharapkan yaitu suhu tubuh

dalam rentang 36,5 sampai 37,5 , tanda-tanda vital dalam rentang

normal (suhu, nadi, pernafasan) dan berkeringat saat panas (NOC,

2013).

4. Tindakan asuhan keperawatan pada An F dapat dilaksanakan semua

oleh penulis sesuai dengan rencana keperawatan selama 3 x 14 jam.

5. Hasil evaluasi asuhan keperawatan pada An F selama 3 x 14 jam,

masalah keperawatan hipertermi belum teratasi, karena fase kenaikan


74

suhu pada DHF seperti pelana kuda yaitu suhu naik hari pertama

sampai hari ketiga dan suhu turun di hari keempat dan suhu kembali

naik pada hari kelima dan enam dimana fase ini adalah fase

penyembuhan.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu bagi

mahasiswa bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan pada

anak dengan Gangguan Sistem Termoregulasi Hipertermia

khususnya pada penyakit DHF yang fase kenaikan suhunya seperti

pelana kuda yaitu suhu naik hari pertama sampai hari ketiga dan suhu

turun di hari keempat dan suhu kembali naik pada hari kelima dan

enam dimana fase ini adalah fase penyembuhan, hal ini dapat

dijadikan pembelajaran di kelas dan juga pembelajaran di

laboratorium.

2. Bagi Institusi

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian teoritis terkait

dengan Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem

Termoregulasi Hipertermia khususnya pada DHF, serta institusi selalu

memberikan dukungan penuh kepada mahasiswa untuk memberikan

bimbingan secara komprehensif selama pengambilan kasus kepada

mahasiswa agar tercapai asuhan keperawatan yang sesuai dengan

prinsip teori yang diberikan pada perkuliahan.

3. Bagi Rumah Sakit


75

Diharapkan bisa menyediakan dan menambah fasilitas kesehatan

yang belum tersedia, terutama penyediaan alat kesehatan berupa

thermometer yang selalu ada di bed pasien serta adanya waslap dan

baskom air hangat yang bermanfaat pada pasien dengan hipertermia,

selain itu tersedianya tempat dan prasarana bermain untuk anak-anak

yang mendukung seperti mainan dan poster juga sangat penting

untuk memberikan asuhan keperawatan yang maksimal agar tercapai

tujuan yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai