Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS SIKLUS I ( KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN )

PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL PADA BAYI NY. N DENGAN


HIPERPIREKSIA DI RUANG I\IGD RSUD PADANG PARIAMAN

OLEH
KELOMPOK 3:

1. AQSHA WIJAYA : 1840322046


2. YUMNI HASYIFAH ADZHANI : 1840322026
3. NOVI AULIA DRIZA : 1840322025
4. ANISA WAHYUNI : 1840322055
5. YUNITA CHAIRANI : 1840322001
6. HENNY DHARMA PRATIWI : 1840322010
7. NORA MAGHFIROH : 1840322006
8. WELLA DWI ANJANI : 1840322031
9. NABYLA ANNISA : 1840322059
10. ELSA GEBRI UTAMI : 1840322035

PRESEPTOR LAPANGAN : SOFIA AGUSTIN, Amd. Keb

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Kekurangan
oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya
kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk menjamin agar
kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.
Tubuh kita mempunyai daya pertahanan untuk menjaga agar paru dan saluran
napas kita dapat berfungsi dengan baik. Oksigen memegang peranan penting dalam
semua proses tubuh secara fungsional serta kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan
yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Oksigen diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi energi yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas fisik, penyerapan makanan,
membangun kekebalan tubuh, pemulihan kondisi tubuh, juga penghancuran beberapa
racun sisa metabolisme. Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem
organ yaitu sistem kardiovaskuler, hematologi, dan respirasi. Jika aliran oksigen ke
jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di jaringan maka metabolisme
akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi yang
cukup untuk metabolisme.

Dalam pelaksanaannya, pemenuhan kebutuhan dasar tersebut masuk ke dalam


bidang garapan tenaga medis. Karenanya, setiap tenaga medis harus paham dengan
manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu mengatasi
berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu,
tenaga medis  perlu memahami secara mendalam konsep oksigenasi pada manusia.

2. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian demam?
2. Bagaimana Mekanisme demam?
3. Bagaimana Penanganan pada demam pada anak?
4. Bagaimana Tatalaksana demam?
5. Bagaimana Cara Pemberian Terapi Oksigen?
3. Tujuan Penulisan
3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan laporan ini yaitu untuk mengetahui keterampilan dasar
praktik klinik pemberian oksigen melalui nasal kanul pada Bayi Ny. N dengan
hiperpireksia di Ruang IGD RSUD Padang Pariaman.

3.2 Tujuan Khusus


1. Memahami Pengertian Demam
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Mekanisme demam
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Penanganan pada demam pada anak
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Tatalaksana demam
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Cara Pemberian Terapi Oksigen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahas ttg demam, llau hubungannya dgn oksigen,

2.1 Demam

2.1.1 Pengertian Demam

Demam adalah keadaan dimana temperatur rektal >38 0C. Menurut American
Academy of Pediatrics (AAP) suhu normal rektal pada anak berumur kurang dari 3
tahun sampai 38 0C, suhu normal oral sampai 37,5 0C. Pada anak berumur lebih dari 3
tahun suhu oral normal sampai 37,2 ˚C , suhu rektal normal sampai 37,8 0C.
Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatric Nurse) disebut demam
bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38 0C. Pada anak umur
lebih dari 3 bulan, suhu aksila dan oral lebih dari 38,3 0C.

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung


dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang,
misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan rangsang pirogenik lain. Bila
produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi
maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan; tetapi bila telah
melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis
sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.

2.1.2 Mekanisme Demam

Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik,maka monosit, makrofag, dan


sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(IL-1, TNFα, IL-6 dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus
untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik
patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen endogen
meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 0C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal
prademam sebesar 37 0C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme- mekanisme
respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh.
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh
berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk
mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan eksogen seperti eksotoksin dan endotoksin
menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten
diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan interferon (IFN). Pirogen endogen
ini akan bekerja pada sistem syaraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum Laminae
Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus preoptik,
hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut
maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui
metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2), dan menimbulkan
peningkatan suhu tubuh terutama demam.

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal macrophage
inflammatory protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langsung
terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin,
demam melalui aktivitas MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,


sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi
pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan
demikian, pembentukan demam sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik adalah
sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
termoregulasi.
Adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah:

1. Suhu oral, antara 35,5° – 37,5° C


2. Suhu aksila, antara 34,7° – 37,3° C
3. Suhu rektal, antara 36,6° – 37,9° C

Sebaiknya orangtua mempertimbangkan untuk menghubungi/mengunjungi dokter bila:


1. Demam pada anak usia di bawah 3 bulan
2. Demam pada anak yang mempunyai penyakit kronis dan defisiensi sistem
imun
3. Anak gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman
4. Demam berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam)

2.1.3 Penangangan demam pada anak


Perhatian khusus harus diberikan terhadap anak dengan demam:
Anamnesis
1. Lama dan sifat demam
2. Ruam kemerahan pada kulit
3. Kaku kuduk atau nyeri leher nyeri kepala (hebat)
4. Nyeri saat buang air kecil atau gangguan berkemih lainnya (frekuensi lebih
sering)
5. Nyeri telinga tempat tinggal atau riwayat bepergian dalam 2 minggu terakhir
ke daerah endemis malaria.
Pemeriksaan fisis
1. Keadaan umum dan tanda vital napas cepat
2. Kuduk kaku
3. Ruam kulit: makulopapular
4. Manifestasi perdarahan pada kulit: purpura, petekie selulitis atau pustul kulit
5. Cairan keluar dari telinga atau gendang telinga merah pada pemeriksaan
otoskopi
6. Pucat pada telapak tangan, bibir, konjungtiva
7. Nyeri sendi atau anggota gerak
8. Nyeri tekan lokal
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap:Hb,Ht,jumlah dan hitung jenis
leukosit,trombosit
2. Apus darah tepi
3. Analisis (pemeriksaan) urin rutin, khususnya mikroskopis
4. Pemeriksaan foto dada (sesuai indikasi)
5. Pemeriksaan pungsi lumbal jika menunjukkan tanda meningitis

Diagnosis banding
Terdapat empat kategori utama bagi anak demam:
1. Demam karena infeksi tanpa tanda lokal
2. Demam karena infeksi disertai tanda lokal
3. Demam disertai ruam
4. Demam lebih dari tujuh hari
Beberapa penyebab demam hanya ditemukan di beberapa daerah endemis (misalnya
malaria)

2.1.4 Tatalaksana Demam


Suhu yang dibahas dalam buku panduan ini merupakan suhu rektal, kecuali
bila dinyatakan lain. Suhu mulut dan aksilar lebih rendah, masing-masing sekitar 0.5°
C dan 0.8° C. Demam bukan merupakan indikasi untuk pemberian antibiotik, bahkan
dapat membantu kekebalan tubuh melawan penyakit. Namun demikian, demam yang
tinggi (>39° C) dapat menimbulkan efek yang mengganggu seperti:
1. Berkurangnya nafsu makan.
2. Membuat anak gelisah.
3. Menyebabkan kejang pada beberapa anak yang berumur antara 6 bulan - 5
tahun. meningkatkan konsumsi oksigen (misalnya pada pneumonia sangat
berat, gagal jantung atau meningitis).
Pemberian Antipiretik
Parasetamol
Pemberian parasetamol oral harus dibatasi pada anak umur ≥ 2 bulan yang
menderita demam ≥ 39° C dan gelisah atau rewel karena demam tinggi tersebut. Anak
yang sadar dan aktif kemungkinan tidak akan mendapatkan manfaat dengan
parasetamol. Dosis parasetamol 15 mg/kgBB per 6 jam.
Obat lainnya
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama karena
dikaitkan dengan sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius yang
menyerang hati dan otak. Hindari memberi aspirin pada anak yang menderita cacar
air, demam dengue dan kelainan hemoragik lainnya. Obat lain tidak
direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif (dipiron, fenilbutazon) atau
mahal (ibuprofen). Perawatan penunjang Anak dengan demam sebaiknya berpakaian
tipis, dijaga tetap hangat namun ditempatkan pada ruangan dengan ventilasi baik dan
dibujuk untuk banyak minum. Kompres air hangat hanya menurunkan suhu badan
selama pemberian kompres.

2.2 Terapi/Pemberian Oksigen


Indikasi
Jika tersedia, pemberian oksigen harus dipandu dengan pulse oxymetry (lihat
halaman 305). Berikan oksigen pada anak dengan kadar SaO2 < 90%, dan naikkan
pemberian oksigen untuk mencapai SaO2 hingga > 90%. Jika pulse oxymetry tidak
tersedia, kebutuhan terapi oksigen harus dipandu dengan tanda klinis, yang tidak
begitu tepat.
Bila persediaan oksigen terbatas, prioritas harus diberikan untuk anak dengan
pneumonia sangat berat, bronkiolitis, atau serangan asma yang: mengalami sianosis
sentral, atau tidak bisa minum (disebabkan oleh gangguan respiratorik). Jika
persediaan oksigen banyak, oksigen harus diberikan pada anak dengan salah satu
tanda berikut:
1. Tarikan dinding dada bagian bawah yang dalam
2. Frekuensi napas 70 kali/menit atau lebih
3. Merintih pada setiap kali bernapas (pada bayi muda)
4. Anggukan kepala (head nodding).

2.2.1 Metode Pemberian Oksigen


Terdapat tiga metode yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen yaitu
dengan menggunakan nasal prongs, kateter nasal dan kateter nasofaring. Nasal
prongs atau kateter nasal lebih sering dipakai dalam banyak situasi. Nasal prongs
merupakan metode terbaik dalam pemberian oksigen pada bayi muda dan anak
dengan croup yang berat atau pertusis.
Penggunaan kateter nasofaring membutuhkan pemantauan ketat dan reaksi
cepat apabila kateter masuk ke esofagus atau timbul komplikasi lainnya. Penggunaan
sungkup wajah atau headbox tidak direkomendasikan.

 Nasal prongs. Nasal prongs adalah pipa pendek yang dimasukkan ke dalam
cuping hidung. Letakkan nasal prongs tepat ke dalam cuping hidung dan
rekatkan dengan plester di kedua pipi dekat hidung. Jaga agar cuping hidung
anak bersih dari kotoran hidung/lendir, yang dapat menutup aliran oksigen.
Pasang aliran oksigen sebanyak 1–2 liter/menit (0.5 liter/menit pada bayi
muda) untuk memberikan kadar-oksigen-inspirasi 30–35%. Tidak perlu
pelembapan.
 Kateter Nasal. Kateter berukuran 6 atau 8 FG yang dimasukkan ke dalam
lubang hidung hingga melewati bagian belakang rongga hidung. Tempatkan
kateter dengan jarak dari sisi cuping hidung hingga ke bagian tepi dalam dari
alis anak. Pasang aliran oksigen 1–2 liter/ menit. Tidak perlu pelembapan.
 Kateter Nasofaring. Kateter dengan ukuran 6 atau 8 FG dimasukkan ke dalam
faring tepat di bawah uvula. Letakkan kateter pada jarak dari sisi cuping
hidung hingga ke arah telinga (lihat gambar B). Jika alat ini diletakkan terlalu
ke bawah, anak dapat tersedak, muntah dan kadang-kadang dapat timbul
distensi lambung. Beri aliran sebanyak 1–2 liter/menit, yang memberikan
kadar-oksigeninspirasi 45-60%. Perlu diperhatikan kecepatan aliran tidak
berlebih karena dapat menimbulkan risiko distensi lambung. Perlu dilakukan
pelembapan.
Pemantauan
Latih perawat untuk memasang dan mengeratkan nasal prongs atau kateter
dengan tepat. Periksa secara teratur bahwa semua alat berfungsi dengan semestinya
dan lepaskan serta bersihkan prongs atau kateter sedikitnya dua kali sehari. Pantau
anak sedikitnya setiap 3 jam untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang
terjadi, meliputi:
 Nilai SaO2 menggunakan pulse oxymetry
 Kateter nasal atau prongs yang bergeser
 Kebocoran sistem aliran oksigen
 Kecepatan aliran oksigen tidak tepat\
 Jalan napas anak tersumbat oleh lendir/kotoran hidung (bersihkan hidung dengan
ujung kain yang lembap atau sedot perlahan).
 Distensi lambung (periksa posisi kateter dan perbaiki, jika diperlukan).

Pulse oxymetry
Merupakan suatu alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah secara
non-invasif. Alat ini memancarkan cahaya ke jaringan seperti jari, jempol kaki, atau
pada anak kecil, seluruh bagian tangan atau kaki. Saturasi oksigen diukur pada
pembuluh arteri kecil, oleh sebab itu disebut arterial oxygen saturation (SaO2). Ada
yang dapat digunakan berulang kali hingga beberapa bulan, adapula yang hanya sekali
pakai. Nilai saturasi oksigen yang normal pada permukaan laut pada anak adalah 95–
100%; pada anak dengan pneumonia berat, yang ambilan oksigennya terhambat, nilai
ini menurun. Oksigen biasanya diberikan dengan saturasi < 90% (diukur dalam udara
ruangan). Batas yang berbeda dapat digunakan pada ketinggian permukaan laut yang
berbeda, atau jika oksigen menipis. Reaksi yang timbul dari pemberian oksigen dapat
diukur dengan menggunakan pulse oxymeter, karena SaO2 akan meningkat jika anak
menderita penyakit paru (pada PJB sianotik nilai SaO2 tidak berubah walau oksigen
diberikan). Aliran oksigen dapat diatur dengan pulse oxymetry untuk mendapatkan
nilai SaO2 > 90% yang stabil, tanpa banyak membuang oksigen.

Lama pemberian oksigen


Lanjutkan pemberian oksigen hingga anak mampu menjaga nilai SaO2 > 90%
pada suhu ruangan. Bila anak sudah stabil dan membaik, lepaskan oksigen selama
beberapa menit. Jika nilai SaO2 tetap berada di atas 90%, hentikan pemberian
oksigen, namun periksa kembali setengah jam kemudian dan setiap 3 jam berikutnya
pada hari pertama penghentian pemberian oksigen, untuk memastikan anak benar-
benar stabil. Bila pulse oxymetry tidak tersedia, lama waktu pemberian oksigen dapat
dipandu melalui tanda klinis yang timbul pada anak walaupun hal ini tidak begitu
dapat diandalkan (WHO, 2009).
BAB III
LAPORAN KASUS
Sesuaikan dgn judul cover
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “Ny. N” DENGAN
Hyperphyrexia

DI RUANG IGD RSUD PADANG


PARIAMAN TANGGAL 21
Februari 2019

NO MR : 065719
Tanggal : 21/2/2019
Pukul : 19.10

SUBJEKTIF

1. Identitas/Biodata

Nama Bayi : Bayi Ny. N


Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Ibu Ny. Nofrita Yeni


Umur
: Tahun
Suku/Bangsa
: Minang/ Indonesia
Pendidikan
:
P
: ekerjaan
A
: lamat Sicincin
:
2. Keluhan : ibu mengatakan bahwa bayi demam sejak 2 hari yang lalu dan
pada pukul 19.15 suhu meningkat pada hari ini hingga 400C disertai batuk
ringan. Disertai vatuk ringan dan seesak nafas
3. Riwayat Keluarga
a. Data Keluarga
- Bayi anak ke 2
b. Riwayat
kesehatan
keluarga
Ibu dan keluarga tidak sedang menderita penyakit asma, jantung, hepatitis dan
hipertensi. Anak pertama pernah mengalami demam tinggi.
4. Nutrisi bayi : bayi masih menyusu dan mengonsumsi MPASI
5. Riwayat imunisasi
6. Riwayat
 BCG : ada
 DPT : ada

OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum :
 KU Bayi : Lemah

2. Pemeriksaan TTV
 Denyut nadi : 105 kali per menit
 Suhu : 40,4 0C
 Pernafasan : 40 kali per menit

3. Pemeriksaan antropometri
Berat Badan : 7500 gr
 Panjang Badan : 73 cm

4. Pemeriksaan Khusus
Inspeksi auskultasi perkusi dll
 Mata : Simetris, warna bola mata hitam, tidak ada perdarahan sub
konjungtiva dan sclera tidak kuning
 Hidung : Simetris, terdapat dua lubang hidung yang dibatasi oleh sekat
hidung. Tidak terdapat kelainan.
 Telinga : Simetris, lubang telinga ada dan daun telinga terbentuk
sempurna
 Mulut : bibir pucat, tidak ada kelainan.
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyriod dan kelenjer limfe
 Dada :
 Bentuk dada : simetris
 Gerakan dada : simetris
 Suara napas : stridor +
 Bunyi jantung : teratur
 Tangan :
 Gerakan : aktif
 Jumlah jari : 10
 Kelainan : tidak ada
 Abdomen :
 Bentuk perut : normal
 Bising usus : ada

 Kaki :
 Gerakan : aktif
 Jumlah jari : 10
 Kelainan : tidak ada

 Punggung :
 Bentuk punggung : normal
 Gangguan lainnya : tidak ada

 Anus :
 Bentuk anus : normal

 Kulit :
 Warna kulit : pucat
 Oedema : tidak ada
ASSESMENT
o Diagnosa : By.Ny.N usia 7 bulan dengan hyperphyrexia
o Masalah : Sesak nafas dan batuk
o Kebutuhan :
1. Beritahu hasil pemeriksaan pada orangtua bayi
2. Berikan oksigenasi
3. Gantikan pakaian tebal bayi dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
4. Berikan kompres hangat
5. Berikan obat antipiretik
6. Pasang infus
7. Pantau suhu tubuh bayi
8. Anjurkan untuk rawat inap

PLANNING
1. Beritahu hasil pemeriksaan pada orangtua bayi
2. Berikan oksigenasi
3. Gantikan pakaian tebal bayi dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
4. Berikan kompres hangat
5. Berikan obat antipiretik
6. Pasang infus
7. Pantau suhu tubuh bayi
8. Anjurkan untuk rawat inap

CATATAN PELAKSANAAN ASUHAN


No Hari/ tanggal Asuhan yang diberikan paraf

1 Kamis/ 21 februari memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil


2019 pemeriksaan bahwa keadaan umum bayi lemah, suhu

tubuh bayi 40,4 0C.

Evaluasi : ibu mengerti dengan penjelasan bidan


tentang hasil pemeriksaan
2 Kamis/ 21 februari Memberikan oksigen sebanyak 2L pada bayi.
2019 Evaluasi : telah diberikan oksigen melalui nasal kanul
sebanyak 2L
3 Kamis/ 21 februari Menggantikan pakaian tebal bayi dengan pakaian
2019 yang tipis dan menyerap keringat. Tindakan ini untuk
membantu proses penurunan suhu tubuh bayi.
Evaluasi : bayi sudah diberikan pakaian yang longgar
dan tidak menggunakan kaos kaki.
4 Kamis/ 21 februari Memberikan kompres hangat untuk membantu
2019 meringankan demam terutama pada bagian lipatan
tubuh bayi seperti leher, ketiak, lengan dan kepala.
Evaluasi : telah diberikan kompres hangat secara
teratur
5 Kamis/ 21 februari Memberikan obat antipiretik yaitu Dumin Rectal
2019 Tube 125mg/2,5mL.
Evaluasi : telah diberikan obat antipiretik melalui
suppositoria
6 Kamis/ 21 februari Memasang infus untuk mengganti cairan tubuh bayi
2019 yang hilang akibat suhu tubuh meningkat dan
mengatasi dehirasi pada bayi.
Evaluasi : telah diberikan infus
7 Kamis/ 21 februari Memantau suhu tubuh bayi setelah dilakukan
2019 penanganan awal.
Evaluasi : telah dilakukan pengukuran suhu kedua
engan hasil suhu tubuh anak sudah turun menjadi
39oC.
8 Kamis/ 21 februari Menganjurkan bayi untuk dirawat inap untuk
2019 dilakukan observasi berkelanjutan terhadap kondisi
pasien.
Evaluasi : keluarga menolak untuk di rawat inap.
Anak selanjutnya dipulangkan.
BAB IV
ANALISIS KASUS KEBIDANAN
NARASAIKAN PER SUBJEKTIF OBJEKTIF ASSESMENT DAN
PLANNINGNYA.
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia,
dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh.
Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yang sangat berarti bagi tubu, salah
satunya adalah demam dan dampak yang lebih buruk yaitu kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen
tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya  setiap tenaga kesehatan
harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta
mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan
tesebut. 

Dalam kasus ini, pasien (bayi) mengalami hyperphyrexia disertai batuk dan
sesak nafas. Terapi yang diberikan berupa obat antipiretik dan terapi oksigen. Pada
saat ibu datang membawa bayi ke IGD, langsung dilakukan pengkajian dan ibu
mengatakan kalau bayinya sudah demam sejak 2 hari yang lalu dan suhu meningkat

pada hari ini hingga 400C disertai batuk ringan. Kemudian dilakukan pemeriksaan
kepada bayi dengan hasil keadaan umum bayi lemah, berkeringat, suhu tubuh bayi

40,4 0C dan bayi terlihat sesak nafas. Tatalaksana awal yang dilakukan kepada bayi
tersebut adalah dengan pemasangan oksigen melalui nasal kanul sebanyak 2L. Tujuan
diberikannya oksigen yaitu mencegah terjadinya hipoksemia, karena bayi dengan
hyperhyrexia dapat mengalami hipoksemia atau kekurangan oksigen dalam darah.
Setelah pasien diberikan terapi oksigen,sesak nafas pasien mulai berkurang.

Kemudian, dianjurkan kepada ibu pasien untuk mengganti pakaian bayi


dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat untuk membantu proses penurunan
suhu tubuh bayi. Selanjutnya bayi diberikan kompres hangat pada kepala, leher,
lipatan lengan dan ketiak. Hal ini juga berguna untuk membantu penurunan suhu bayi.
Setelah itu bayi diberikan obat antipiretik suppositoria yang dianjurkan dokter yaitu
Paracetamol (Dumin Rektal Tube 125 mg/2,5 mL). Tindakan selanjutnya adalah
memasang infus untuk mengganti cairan tubuh bayi yang hilang akibat suhu tubuh
meningkat dan mengatasi dehirasi pada bayi. Kemudian setelah dilakukan
penanganan awal dilakukan lagi pengukuran suhu kedua dengan hasil suhu tubuh bayi
sudah turun menjadi 39oC. Setelah dilakukan semua tindakan penanganan awal, maka
dilakukan pemantauan suhu tubuh dan didapatkan hasil bahwa suhu tubuh bayi
berangsur-angsur menurun menuju suhu tubuh normal. Kemudian, dokter
menganjurkan bayi untuk dirawat inap agar dapat dilakukan observasi berkelanjutan
terhadap kondisi bayi, akan tetapi keluarga menolak untuk di rawat inap dan
selanjutnya bayi dipulangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahit Iqbal. 2008.  Kebutuhan Dasar Manusia. Gresik: EGC

Uyun, H.F., R. Inriawati. 2013. Pengaruh Lama Hipoksia terhadap Angka Eritrosit
dan Kadar Hemoglobin Rattus Norvegicus. Jurnal Mutiara Medika Vol. 13 No.
1 Hal: 49-54

http://www.ichrc.org/107-terapipemberian-oksigen diakses pada tanggal 22 Februari


2019

World Health Organization. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit


Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO

Anda mungkin juga menyukai