Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PENGGANTI PRETES

GAMBARAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. PHAPROS


DAN REVIEW PENERAPAN CPOB

Disusun Oleh :

Yuda Anzas Mara


1908020040

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan
kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh
obat untuk didistribusikan (Permenkes, No 1799 Tahun 2010). Industri Farmasi adalah badan
usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (KBPOM No 7 Tahun
2016).

PROFIL INDUSTRI FARMASI

PT. Phapros, Tbk. didirikan oleh NV. Kian Gwan Handels Maatschappy (Prof. Liem
Wie Hock) pada tanggal 21 Juni 1954. PT. Phapros, Tbk. merupakan bagian dari
pengembangan usaha Oei Tiong Ham Concern (OTHC), konglomerat pertama Indonesia
yang menguasai bisnis gula dan agro industri. Cikal bakal salah satu perusahaan farmasi
tertua di Indonesia ini adalah NV Pharmaceutical Processing Industries, yang disingkat
menjadi Phapros.
Hingga saat ini saham PT. Phapros, Tbk. dimiliki oleh PT. Rajawali Nusantara
Indonesia (BUMN di bawah Departemen Keuangan) sebesar 54% dan sisanya 46% dimiliki
oleh masyarakat umum, terutama dari kalangan dokter, apoteker, dan profesional lainnya di
bidang kesehatan yang berjumlah 300 orang. Pada tahun 2000 status PT. Phapros, Tbk.
berubah dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka karena modal setornya sudah di
atas ketentuan 3 miliar rupiah. Guna memperkuat jaringan dan distribusi, PT. Phapros, Tbk.
mempererat kerja sama dengan PT. Rajawali Nusindo yang merupakan distributor tunggal
dalam memasarkan produk PT. Phapros, Tbk. Sejak tahun 1997 pemasaran untuk obat-obat
ethical ditangani sendiri oleh PT. Phapros, Tbk., sedangkan untuk obat-obat generik dan
Inpres dilaksanakan oleh PT. Rajawali Nusantara Indonesia.
Sampai saat ini PT. Phapros, Tbk. telah memproduksi kurang lebih 250 macam
produk. Produk-produk yang dihasilkan PT. Phapros, Tbk. dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Produk PT. Phapros, Tbk. meliputi:
a. Produk rutin yaitu produk dengan nama dagang, seperti: Antimo, Bio ATP,
Becefort, Supralivron, Livron B-Plex, dll.
b. Produk obat generik berlogo (OGB), seperti: Amoxicillin kaplet, Ampicillin kaplet,
Ampicillin sirup, dll.
c. Produk Pesanan Pemerintah seperti produk untuk PKD (Peningkatan Kesehatan
Daerah), seperti obat antituberkulosis.
d. Produk Agromed, seperti: Tensigard®, Ocugard, Hepagard, Fitogen, X-gra®, dsb.
2. Produk-produk lisensi dari Boehringer Mannheim GmBHm Jerman, American
Product USA, Lederle Laboratories Division, Lekk Ljubljana Slovenia, F. Trenka
Austria, dan Schwabe Jerman. seperti: Artane tablet, Xiclav tablet, Diamox tablet, dan
lain-lain.

PT. Phapros, Tbk. terletak di Jl. Simongan No. 131 Semarang, Jawa Tengah. Pada
awal masa pendiriannya, PT. Phapros, Tbk. cukup strategis sebagai lokasi industri karena
jauh dari pemukiman penduduk, tetapi pada saat ini di daerah sekitar industri sudah dipadati
oleh penduduk. Denah PT. Phapros, Tbk. dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

PT. Phapros, Tbk. Mempunyai luas area kurang lebih 3,5 hektar terdiri atas 3 hektar
untuk bangunan dan selebihnya adalah taman, lapangan olahraga, pengelolaan limbah, dan
lain - lain.
Sarana produksi yang dimiliki oleh PT. Phapros, Tbk. terdiri dari bangunan dan
peralatan produksi. Bangunan PT. Phapros, Tbk. terdiri dari:
1. Bangunan kantor, meliputi kantor direksi, kesekretariatan, bagian umum, SPI,
Akuntansi, Keuangan, Pembelian, SDM, ERM dan PPPP/ LPP
2. Bangunan produksi, terdiri dari gedung produksi β-Laktam dan non β-Laktam.
Gedung β-Laktam terpisah dengan gedung produksi non β-Laktam, mengingat
sifat khas dari bahan aktifnya yang dapat menyebabkan hipersensitifitas. Gedung
β-Laktam terdiri dari satu lantai yang meliputi ruang produksi, ruang pengemasan,
gudang transit bahan baku dan produk jadi. Produk β-Laktam yang dihasilkan
antara lain: tablet, kapsul, sirup kering, dan injeksi. Untuk gedung produksi non β-
Laktam terdiri dari 3 lantai, yaitu: lantai satu untuk aktivitas pengemasan produk
ruahan (pengemasan primer dan sekunder), dan sebagai tempat untuk mencuci
botol kemasan tablet dan sirup. Lantai dua merupakan tempat produksi sediaan
tablet, tablet salut dan kapsul. Lantai tiga digunakan untuk produksi sediaan
injeksi, salep dan sirup. Lantai empat gedung produksi non β-Laktam terdapat
sistem pengaturan udara yang disirkulasikan dalam ruang produksi non β-Laktam.
3. Gudang bahan baku, yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan baku
sebelum didistribusikan ke bagian produksi. Terdapat dua gudang bahan baku,
yaitu gudang bahan baku β-Laktam dan non β-Laktam.
4. Gudang produk jadi, digunakan untuk menyimpan produk yang sudah jadi dan
siap untuk diedarkan.
5. Gudang bahan kemas, digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang dipakai
untuk mengemas produk, seperti silika gel, foam, brosur, etiket, dus, box,
polycelonium, PTP Foil, dll.
6. Gudang varia, digunakan untuk menyimpan kebutuhan non produksi seperti alat
tulis kantor, kebutuhan administrasi dan lain - lain.
7. Gudang teknik, digunakan untuk menyimpan alat-alat produksi terutama spare
part mesin.
8. Gedung Pengendalian dan Pemastian Mutu (PPM) dan gedung Perencanaan dan
Pengembangan Produk (PPP) yang dilengkapi dengan perpustakaan.
9. Bangunan pendukung, seperti poliklinik, kantin, garasi, bengkel, mushola dan
masjid, Unit Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPL), Air Handling Unit (AHU),
lapangan olah raga, laundry, dll. Sarana pendukung lain yaitu unit listrik dan air,
bangunan dan pertukangan, serta pool kendaraan. Selain itu terdapat Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang terdiri dari dua bagian yaitu IPAL I untuk
pengelolaan limbah produksi β-Laktam dan IPAL II untuk pengelolaan limbah
non produksi dan produksi non β-Laktam.
Review Penerapan CPOB
a. Manajemen mutu
Sistem manajemen mutu berada di bawah naungan Departemen Quality
Operation (QO). Departemen QO ini terdiri dari tiga bagian yaitu Pengendalian Mutu
(QC), Pemastian Mutu (QA), dan Validasi & Kalibrasi. QO bertugas untuk memastikan
dan mengendalikan mutu dan kualitas produk. Mutu produk telah dibentuk mulai dari
bahan baku, proses produksi, produk jadi, distribusi, hingga expired date. Pemeriksaan
terhadap tahapan kritis untuk mengetahui secara dini kesalahan yang terjadi dalam proses
produksi obat. Pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan spesifikasi dan persyaratan
dalam farmakope (kompendial) dan standard lain.
Manajemen mutu terdiri dari pengendalian dan pemastian semua kegiatan bagian
sesuai dengan CPOB terkini atau cGMP, ISO 9001, serta manajemen lingkungan ISO
14001 terutama dalam hal mengendalikan dampak lingkungan dari kegiatan
produksi/pemeriksaan mutu dan memastikan bahwa analis dan pelaksana lain selalu
mengikuti instruksi kerja ISO 14001 yang berlaku, termasuk Material Safety Data Sheet
(MSDS) dan OHSAS 18001. Selain itu juga terdapat koordinasi pelaksanaan audit sistem
integrasi dengan sistem mutu ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001.
b. Personalia
Sistem personalia berada di bawah naungan Departemen Sumber Daya Manusia
(SDM) dan Umum. Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.
Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil harus
memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil harus
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Departemen SDM dan Umum menjamin dan memastikan bahwa semua kegiatan
di unit kerjanya mengacu pada CPOB, sistem manajemen mutu ISO 9001, sistem
manajemen lingkungan ISO 14001 dan sistem manajemen K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) OHSAS 18001 dan berupaya untuk meningkatkan pemenuhannya
secara efisien atau perbaikan terus-menerus.
c. Bangunan dan fasilitas
Bangunan di bagian produksi dipisahkan antara bangunan beta laktam dan non–
beta laktam. Bangunan non-beta lactam terdiri dari gedung produksi yang memiliki tiga
lantai, dimana lantai 1 adalah lantai pengemasan primer dan sekunder produk TTSK
(Tablet, Tablet salut, Kapsul), lantai 2 untuk produksi TTSK dan lantai 3 merupakan
bagian produksi ISS (Injeksi, salep, sirup). Bangunan pengemasan sekunder produk ISS
terdapat di gedung yang berbeda yang terdiri dari satu lantai, sedangkan pada bangunan
beta-laktam hanya memiliki satu lantai, yang meliputi bagian produksi dan pengemasan.
Seluruh gedung produksi harus sudah memiliki sertifikat CPOB. Tata letak ruang
dalam bangunan, terutama tentang pemisahan antara white, grey dan black area juga
sudah diatur supaya dapat mencegah terjadinya pencemaran dan resiko lainnya yang
dapat merusak produk obat.
d. Peralatan
Peralatan yang digunakan didesain dan ditempatkan sedemikian rupa sesuai
dengan tujuannya. Peralatan manufaktur didesain sedemikian rupa sehingga peralatan
yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh
menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas dan mutu
produk. Peralatan juga didesain agar mudah dibersihkan dan dilakukan maintenance
tooling secara rutin untuk menghindari adanya defect dari produk. Peralatan untuk
penimbangan, pengukuran, dan pencatatan telah dilakukan kalibrasi secara rutin dan
diperiksa pada interval waktu sesuai yang telah direncanakan. Pengujian tersebut telah
didokumentasikan dengan baik.
Masing-masing ruang tempat peralatan yang pengoperasiannya dapat
menimbulkan banyak debu telah dilengkapi dust collector untuk mencegah kontaminasi
silang dengan produk lain. Peralatan tersebut juga dilakukan perawatan oleh uni
Pemeliharan (PML) yang dilakukan secara rutin. Peralatan produksi dibersihkan setiap
kali terjadi pergantian produk dan untuk peralatan yang memproduksi produk yang sama
dilakukan pembersihan secara berkala (periodic maintenance). Metode pembersihan yang
digunakan telah tervalidasi untuk memastikan bahwa tingkat kebersihan yang dihasilkan
setiap metode telah memadai dan telah dilakukan pelabelan tentang status pembersihan
peralatan. Telah tersedia prosedur pembersihan secara tertulis dan terperinci sebagai
pedoman pembersihan setiap alat manufaktur.
e. Sanitasi dan higiene
Semua petugas yang bekerja di bagian produksi harus menggunakan pakaian dan
sepatu yang sudah disesuaikan dengan tipe ruangannya (white, black, grey). Selain
pakaian dan sepatu, petugas juga harus menggunakan masker. Untuk menjamin
kebersihan dari pakaian dan sepatu tersebut, industri harus memiliki bagian khusus yang
bertugas untuk mencucikan pakaian dan sepatu dalam ruangan produksi. Di tiap
gedung produksi, tersedia ruang sanitasi sehingga memudahkan melakukan sanitasi
sebelum dan sesudah bekerja.
Untuk bagian produksi beta laktam, petugas harus melakukan sanitasi sebelum
dan sesudah bekerja (mandi setelah bekerja). Petugas juga dilarang untuk keluar gedung
sebelum pekerjaan selesai, karena untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Pembersihan alat dan ruangan produksi dilakukan setiap pergantian produk, dan prosedur
pembersihannya sudah dilakukan cleaning validation. Hal ini untuk mencegh terjadinya
pecemaran antar produk.
Industri yang telah mengikuti ISO 14001 mengenai sistem manajemen
lingkungan. Sistem manajemen lingkungan berfungsi untuk megetahui keberhasilan dan
perkembagan pelaksanaan pengelolaan lingkungan agar secara terus menerus dapat
dilakukan perbaikan terhadap upaya pengelolaan lingkungan tersebut. Manajemen
lingkungan ini ditunjukkan dengan pengelolaan limbah cair menggunakan IPAL, baik itu
limbah non produksi, limbah produksi non beta laktam dan limbah produksi beta laktam.
f. Produksi
Bahan yang didatangkan dari pemasok dan bahan jadi hasil produksi atau bahan-
bahan lain disimpan secara teratur dengan kondisi yang disarankan. Dokumentasi
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bahan awal telah dilakukan meliputi
penerimaan, pengeluaran, jumlah bahan tersisa. Pelabelan dilakukan pada wadah, ruangan
dan alat guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Penanganan bahan dan produk
jadi telah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis.
Pada bagian produksi dilakukan in process control selama produksi. In process
control ini dilakukan oleh bagian produksi, sementara pemeriksaan terhadap produk
ruahan dilakukan oleh bagian pengawasan mutu (QC). Keputusan suatu produk jadi
diluluskan, dikarantina atau ditolak dilakukan oleh bagian pemastian mutu (QA).
Catatan pengendalian pengiriman obat merupakan salah satu cara pengendalian
terhadap distribusi obat. Dokumentasi dibuat sedemikian rupa sehingga distribusi obat
dapat diketahui dengan mudah. Nantinya akan dapat mempermudah penyelidikan atau
ketika dibutuhkan penarikan kembali.
Penyimpanan bahan dan produk diatur sedemikian rupa sehingga menghindari
terjadinya mix-up misalnya dengan menerapkan prinsip line clearance dan labelling.
Produk-produk yang memiliki kemasan yang sama diberikan identitas yang berbeda,
misalnya warna lingkaran pada leher ampul dibuat berbeda untuk menunjukkan produk
yang berbeda, sehingga tidak tercampur antar produk. Karena keterbatasan warna, maka
tidak dapat dibuat semua warna berbeda, untuk mengatasinya maka jadwal produksi di
atur sedemikian rupa supaya untuk produk-produk tersebut tidak dibuat dalam waktu
yang sama. Bahan dan produk disimpan dengan kondisi yang sesuai dengan karakter dan
stabilitas bahan.
g. Pengawasan mutu
Pengawasan mutu (QC) menerapkan CPOB dengan tugas dan wewenangnya yaitu
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian laboratorium mengikuti prosedur standar
dan resmi sesuai dengan farmakope (kompendial) dan standar lain. QC bertugas pada
pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan dalam proses (in process control), pemeriksaan
ruahan, pemeriksaan produk jadi, melakukan sampling dan pemeriksaan lingkungan
produksi, melaksanakan validasi dan verifikasi metode kompendial, mengelola sampel
pertinggal bahan baku, dan melakukan pemeriksaan sampel stabilitas.
h. Inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok
Audit dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari personel tiap-tiap bagian,
tujuannya adalah supaya dapat melakukan cross check. Tim audit ini harus sudah
diberikan pelatihan audit dan tidak bertanggungjawab pada bagian yang diaudit tersebut.
Aspek yang dilakukan audit adalah aspek-aspek yang terdapat di ISO 9001/ISO 14001,
termasuk sistem instruksi kerja, dokumen-dokumen pendukug, dan pengamatan
pelaksanaan kerja sesuai prosedur operasional. Tujuan dari audit ini adalah supaya
menjamin bahwa persyaratan ISO telah diaplikasikan dengan baik. Audit ini dilakukan
setiap 6 bulan sekali. Seluruh hasil audit dilakukan dokumentasi. Audit ulang dilakukan
setelah batas waktu kesanggupan perbaikan.
Audit internal dilakukan oleh bagian Pemastian Mutu unntuk memastikan
penerapan CPOB. Audit internal dilakukan secara berkala terhadap departemen-
departemen. Hasil dari audit dilakukan dokumetasi, dan apabila ada masalah maka akan
dibuatkan CAPA dan akan diberikan ke departemen tersebut sehingga dapat segera
dilakukan perbaikan.
Pemasok dipilih berdasarkan kemampuan menyediakan bahan baku atau bahan
kemasan yang sesuai dengan yang diinginkan. Saat pemilihan awal pemasok, harus
dilakukan approval terlebih dahulu oleh apoteker yang bertanggung jawab. Pemasok juga
harus dipastikan termasuk pemasok yang disetujui oleh BPOM. Pada bahan kemas dan
bahan baku, approval dilakukan oleh apoteker bagian perencanaan dan pengembangan
produk (PPP). Untuk bahan kemas, apoteker bagian PPP bidang pengembangan kemasan
akan mengirimkan terlebih dahulu desain kemas terhadap pemasok. Kemudian pemasok
akan mengirimkan contoh kemasannya, lalu apoteker dapat melakukan persetujuan
pemasok apabila produk memenuhi standar desain yang diinginkan. Berbeda dengan
bagian bahan baku, apoteker harus mengecek CoA (Certificate of Analysis) dan
dokumen-dokumen lain yang dapat menunjukkan bahwa bahan baku tersebut memenuhi
spesifikasi yang diinginkan.
i. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan
Tujuan dilakukannya program penanganan keluhan adalah pengambilan tindakan
secara cepat dan tepat, serta merupakan keputusan dasar untuk perbaikan selanjutnya,
pencegahan keluhan berulang, dan menjadi masukkan untuk pengambilan keputusan
penarikan kembali obat jadi.
Keluhan terkait produk terbagi menjadi dua, yaitu keluhan mengenai efek
samping dan keluhan mengenai kualitas obat. Keluhan obat berasal dari internal maupun
eksternal. Keluhan yang berasal dari internal merupakan keluhan yang terkait dengan
kegiatan produksi. Keluhan eksternal berasal dari para distributor, BPOM, maupun para
user (dokter, apoteker, pasien, rumah sakit, toko obat, apotek, klinik).
Keluhan pelanggan atau pengembalian produk dapat disebabkan oleh faktor mutu
atau faktor pengiriman. Semua keluhan pelanggan yang masuk, baik berupa lisan maupun
tulisan diterima oleh departemen QO untuk didokumentasikan. Keluhan sendiri ada yang
disertai dengan produk kembalian, dan ada juga yang tidak disertai produk kembalian.
Apabila keluhan tidak disertai pengembalian produk yang cacat atau rusak, maka akan
dilakukan evaluasi apakah keluhan ada kaitannya dengan mutu produk. Apabila keluhan
disertai dengan produk kembalian, maka produk kembalian akan diterima oleh Bagian
Gudang Produk Jadi untuk dievaluasi secara visual, sedangkan dokumen keluhan
pelanggan diteruskan ke Departemen QO.
Apabila keluhan pelanggan berkaitan dengan mutu produk, maka akan dilakukan
penelusuran dan pemeriksaan secara laboratorium menggunakan sampel pertinggal.
Kemudian hasil analisa yang diperoleh akan menjadi bahan pertimbangan dalam
menjawab keluhan. Keluhan yang terkait dengan masalah pengiriman, maka keluhan akan
diteruskan ke bagian Gudang Produk Jadi, kemudian akan ditelusuri penyebab
permasalahan. Apabila sudah diketahui akar permasalahannya, selanjutnya temuan
dilaporkan ke bagian QO. Untuk menjawab keluhan, maka Manager QO akan
memberikan jawaban berdasarkan hasil analisis mutu atau pengiriman.
Hasil analisa keluhan yang disertai penarikan produk atau adanya Surat Perintah
Penarikan oleh BPOM akan ditindaklanjuti oleh Manajer QO. Tindak lanjut berupa
melakukan koordinasi untuk mencari sebab-sebab dan menyusun langkah tindak lanjut
dari bagian yang terkait. Manajer produksi kemudian membuat surat penarikan produk
berdasarkan catatan distribusi produk dengan nomer bets tersebut, memantau proses
pengembaliannya, dan selanjutnya melaporkan hasil penarikan ke Departemen QO.
Produk yang ditarik diterima oleh Gudang Produk Jadi dan selanjutnya diserahkan ke
Bagian Layanan Umum & Rumah Tangga untuk dimusnahkan, kecuali obat-obatan
Psikotropika diserahkan ke QA.
j. Dokumentasi
Sistem dokumentasi terdiri atas dokumen spesifikasi bahan awal, spesifikasi
bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk ruahan, spesifikasi produk jadi,
dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan induk dan
catatan pengolah bets, catatan pengemasan bets, telah terdokumentasi cukup baik dan
telah tersusun rapi di setiap departemen. Sistem dokumentasi tersebut terdiri atas data
elektronik dan data tertulis. Sistem dokumentasi tersebut cukup baik dan telah tersusun
rapi di setiap departemen yang bersangkutan. Penerapan sistem komputerisasi secara
online atau sharing antar unit dalam suatu departemen dan juga antar departemen telah
dipadukan dengan bagian informasi dan teknologi sehingga mendukung seluruh kegiatan
di industri.
k. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
Toll in adalah memproduksi suatu produk milik industri lain di pabrik sendiri,
sedangkan toll out memproduksi produk sendiri tetapi produksinya dilakukan oleh
industri lain. Pertimbangan utama dari perusahaan untuk melakukan Toll In / Toll Out
adalah kapasitas produksi. Untuk Toll In, produk yang diproduksi adalah produk-produk
yang sudah diikat dalam kerjasama Toll In Manufacturing, serta sudah dilakukan
percobaan produksi dan memenuhi persyaratan spesifikasi produk yang diminta
pelanggan. Bahan baku pada Toll In dapat disediakan oleh industri ataupun oleh
pelanggan tergantung perjanjian yang telah dibuat. Bahan awal pasokan Pelanggan Toll
In akan diterima oleh Bagian Gudang Bahan dan dilakukan inspeksi. Inspeksi,
penanganan, dan penyimpanan pada bahan mengacu kepada persyaratan yang ditetapkan
oleh pelanggan, atau sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerjasama. Apabila diminta,
maka produk milik pelanggan Toll In dengan milik perusahaan akan dipisah dan diberi
penandaan khusus untuk mengidentifikasi bahwa produk tersebut adalah milik Pelanggan
Toll In.
Pada setiap akhir produksi dan produk jadi sudah dikirimkan, maka Bagian
Logistik dan Pengendalian Persediaan akan membuat laporan realisasi produk jadi dan
laporan pemakaian bahan produksi untuk produk tersebut. Pengiriman produk jadi ke
pelanggan disertai juga dengan pengiriman Catatan Pengolahan Bets dan hasil analisis
produk jadi.
Untuk proses Toll Out, 2 alasan yang menyebabkan perusahaan untuk melakukan
Toll Out adalah kapasitas produksi perusahaan tidak mencukupi dan pertimbangan
strategis (kebijakan direksi). Dalam pemilihan/seleksi Toll Out Manufacturer, suatu
industri akan memberikan kuisioner yang harus diisi oleh Toll Out Manufacturer, yang
berisi antara lain : data lengkap perusahaan, struktur organisasi, sistem penanganan
material, sistem pengendalian mutu, sistem pengendalian produksi, prosedur tetap,
sertifikat CPOB/ISO.
l. Kualifikasi dan validasi
Kualifikasi adalah tindakan untuk memastikan kelayakan dari suatu mesin atau
peralatan. Peralatan yang ada melewati serangkaian kualifikasi seperti Kualifikasi Desain
(KD), Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO), Kualifikasi Kinerja (KK)
dengan baik pada setiap departemen dan unit kerja masing-masing sesuai dengan protokol
yang telah ditetapkan. Alat timbang, alat pengukur tekanan udara dan peralatan pengukur
lain telah dikalibrasi secara rutin dan diberi label tanggal berlaku kalibrasi oleh bagian
Validasi dan Kalibrasi departemen Quality Operation. Kalibrasi merupakan bagian dari
kualifikasi, dengan interval pengujian yang lebih sempit (misalnya, kalibrasi dilakukan
per 6 bulan, sedangkan kualifikasi dilakukan minimal 3 tahun bila tidak ada perubahan
yang signifikan).
Prinsip yang harus dipengang oleh industri farmasi adalah menjamin kualitas
produk, keamanan dan efikasi yang dibangun ke dalam produk. Oleh karenanya perlu
dibuat suatu prosedur yang terkendali dan tervalidasi dalam melakukan setiap tahap
proses produksi, sehingga proses produksi tersebut menghasilkan produk yang berkualitas
secara konsisten dan reprodusibel. Rencana Induk Validasi (RIV) mencakup seluruh
kegiatan validasi yang direncanakan bersama oleh bagian Quality Assurance, Research
and Development, produksi dan teknik. RIV mencakup informasi tentang kebijakan
validasi, organisasi yang melakukan kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, peralatan, atau
proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa protokol dan laporan validasi,
perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan dan acuan dokumen yang
digunakan.

Anda mungkin juga menyukai