Anda di halaman 1dari 8

BAB III

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS ULKUS KORNEA TERKAIT


LENSA KONTAK

3.1. Patofisiologi
Penggunaan lensa kontak terus mengalami peningkatan popularitas. Lensa
kontak bukan hanya digunakan untuk memperbaiki kelainan refraksi, akan tetapi
juga untuk keperluan mode. Seiring dengan peningkatan penggunaan lensa
kontak, peningkatan insiden kejadian infiltratif kornea pun semakin meningkat.
Penggunaan lensa kontak merupakan faktor risiko paling sering untuk infeksi
kornea di negara berkembang. Infiltrasi kornea akibat lensa kontak memiliki
gejala klinis yang beragam, mulai dari mata kemerahan sampai infeksi kornea
dengan ekskavasi ke epitel korena, lapisan Bowman, dan stroma yang berakibat
nekrosis jaringan. Jika hal ini terus berlanjut, dapat mengakibatkan endoftalmitis.
6,13,17

Berikut patofisiologi terjadinya ulkus kornea akibat penggunaan lensa


kontak:
1. Hipoksia dan Hiperkapnia
Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea
bergantung pada pertukaran gas pada tear film. Menutup mata maupun memakai
lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen merupakan
variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran relatif oksigen
terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak. Pertukaran tear film
di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen kornea.1,13,16
Akibat oksigenasi yang tidak memadai menyebabkan proses mitosis epitel
kornea menurun, ketebalan kornea berkurang dan meningkatkan fragilitas.
Akibatnya, dapat meningkatkan resiko keratitis bakteri dan ulkus kornea. Efek
lebih lanjut dari hipoksia dan hiperkapnia kornea adalah neovaskularisasi baik
pada epitel maupun stroma. 1,13,16

7
2. Efek Mekanik
Efek mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk
abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat. Lensa kontak kaku
yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi. Kerusakaan epitel
dapat terjadi secara sekunder akibat debris yang terperangkap di bawah lensa.2,13

3. Kontaminasi Cairan Perawatan Lensa Kontak


Pada prosedur penggunaan lensa kontak, digunakan cairan perawatan lensa
kontak. Cairan ini berguna untuk desinfeksi, pembersihan, pembasahan,
perendaman dan penyesuaian lensa kontak dengan lingkungan mata.
Kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri pada cairan ini sangat besar karena
cairan ini selalu digunakan, baik ketika akan melakukan pemasangan ataupun
pelepasan lensa kontak. Kontaminasi bisa bersumber dari tangan pengguna dan
lingkungan yang ditransmisikan pada wadah penyimpanan lensa maupun
langsung ke cairan pada saat digunakan. Flora normal pada kulit tangan serta
bakteri yang terdapat di lingkungan dimungkinkan mengkontaminasi cairan
tersebut. Selain itu, kontaminasi bakteri dapat berasal dari biofilm yang terbentuk
pada dasar wadah perendaman lensa kontak.2,14

4. Perlekatan Bakteri
Ulkus kornea akan terjadi jika mikroorganisme dapat melawan imunitas
pejamu. Patogen akan melekat pada permukaan kornea yang rusak dan
menghindari mekanisme pemusnahan oleh tear film dan refleks berkedip. Setelah
defek terjadi, bakteri yang bertahan akan melekat ke tepi sel epitel kornea yang
rusak dan ke membran basal atau stroma pada tepi luka.1,6,19
Perlekatan mikroba diawali oleh interaksi adhesi bakteri dengan reseptor
glikoprotein pada permukaan okular. Kemampuan bakteri untuk melekat pada
defek epitel tampaknya berperan terhadap seringnya kejadian infeksi oleh S.
aureus, S. pneumonia, dan P. aeruginosa. Produksi biofilm akan meningkatkan
agregasi bakteri, melindungi mikroorganisme yang melekat dan meningkatkan
pertumbuhan dalam tahap infeksi dini. Pili (fimbriae) yang terdapat pada
permukaan bakteri akan memfasilitasi perlekatan P. aeruginosa dan Neisseria spp
ke epitel.1,8,19

8
5. Invasi Bakteri
Kapsul bakteri dan komponen permukaan lainnya memilki peran yang
penting dalam menginvasi kornea. Lipopolisakarida pada subkapsul bakteri
merupakan mediator utama terjadinya inflamasi kornea. Inokulasi endotoksin
pada intrastroma kornea akan memicu respon peradangan. Invasi bakteri ke dalam
sel epitel dimediasi oleh interaksi antara protein permukaan sel bakteri, integrin,
protein permukaan sel epitel dan pelepasan protease bakteri. Organisme seperti N.
gonorrheae, N. meningitides, Corynebacterium diphteriae dapat menembus
permukaan epitel kornea yang intak melalui mekanisme ini.4,19
Terkadang kolonisasi bakteri pada permukaan kornea dapat mendahului
invasi stroma. Tanpa antibiotik atau intervensi lainnya, bakteri dapat melanjutkan
proses invasi dan replikasi pada stroma kornea. Keratosit memiliki kemampuan
fagositosis, namun stroma avaskular yang terpajan tidak dapat melindungi kornea.
Mikroorganisme di stroma anterior akan memproduksi enzim proteolitik yang
akan menghancurkan matriks stroma dan fibrikolagen. Invasi bakteri dapat terjadi
beberapa jam setelah terjadinya kontaminasi luka kornea dengan agen eksogen
atau setelah penggunaan lensa kontak yang terkontaminasi. Peningkatan populasi
bakteri tertinggi terjadi pada 2 hari pertama infeksi stroma. Setelah inokulasi
terjadi, bakteri akan menginfiltrasi epitel sekitarnya dan stroma yang lebih dalam
di sekitar lokasi infeksi awal. Bakteri yang bertahan cenderung ditemukan pada
tepi infiltrat atau di dalam pusat ulserasi kornea. Multiplikasi bakteri yang tidak
terkendali di dalam stroma kornea akan mengakibatkan pembesaran fokus infeksi
ke kornea sekitarnya.4,19

6. Inflamasi Kornea dan Kerusakan Jaringan


Berbagai mediator dan sel radang dapat dipicu oleh invasi bakteri dan
menimbulkan inflamasi yang mengakibatkan destruksi jaringan. Mediator
inflamasi yang terlarut meliputi sistem pembentuk kinin, pembekuan dan
fibrinolitik, immunoglobulin, komponen komplemen, amino vasoaktif,
neuropeptida dan sitokin. Kaskade komplemen dapat dipicu untuk membunuh
bakteri namun kemotaksin yang complement-dependent dapat mengawali
inflamasi lokal.13,20

9
Produksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF)-alpha dan
interleukin-1 akan mengakibatkan adhesi dan ekstravasasi neutrofil di pembuluh
darah limbus. Proses ini dimediasi oleh glikoprotein adhesi sel seperti integrin dan
selektin. Dilatasi vaskular konjungtival dan limbal berhubungan dengan
peningkatan permebealitas yang akan menimbulkan eksudat radang di dalam
lapisan tear film dan kornea perifer. PMN dapat memasuki defek kornea melalui
lapisan tear film pada defek epitel, namun umumnya PMN melewati limbus.2,13,20
Perekrutan sel radang akut akan terjadi beberapa jam setelah terjadinya
inokulasi bakteri. Dengan terjadinya akumulasi neutrofil pada lokasi infeksi,
semakin banyak sitokin dan komponen komplemen yang dihasilkan untuk
menarik lebih banyak leukosit. Makrofag akan berpindah ke kornea untuk
memusnahkan bakteri dan neutrofil yang telah berdegenerasi. Inflamasi stroma
yang berat dapat mengakibatkan penghancuran stroma secara proteolitik dan
nekrosis jaringan.2,13,20

3.2. Diagnosis
3.2.1. Manifestasi Klinis
Pasien biasanya datang dengan gejala nyeri yang progresif, hiperemia
limbus dan konyungtiva, fotofobia, eksudat mukopurulen dan penurunan
penglihatan. Adanya riwayat pemakaian lensa kontak sangat penting dalam
meningkatkan kecurigaan infeksi kornea. 2,6
Infeksi bakteri Gram-negatif cenderung lebih agresif, menyebabkan
nekrosis stroma, tetapi riwayat dan penampilan klinis saja mungkin menyesatkan.
Infiltrat kornea annular tidak hanya terlihat dalam late phase ulkus kornea
Acanthamoeba dan awal pada Pseudomonas berat terkait infeksi kornea, tetapi
juga dalam bentuk immune ring pada herpes dan jamur (Gambar 1).6,21

10
Gambar 1. Ulkus kornea pseudomonas setelah pemakaian lensa
kontak dengan corneal ring abscess.21

Dokter harus selalu mempertimbangkan kemungkinan infeksi


Acanthamoeba disetiap ulkus kornea terkait lensa kontak, terutama dalam kasus
kronis dengan hasil kultur awalnya negatif yang gagal dengan terapi antibiotik.
Kecurigaan klinis harus ditingkatkan ketika nyeri mata yang hebat dan/atau
adanya riwayat menggunakan air nonsteril pada lensa kontaknya, atau bila
ditemukan dendritik epitheliopathy (Gambar 2) atau neuropati radial kornea
perifer (Gambar 3). Infeksi kornea jamur sering ditandai dengan infiltrat halus
yang berbentuk feathered borders dengan adanya lesi satelit.6,21

Gambar 2. Keratitis Acanthamoeba: lesi dendritiform.21

Gambar 3. Keratitis Acanthamoeba: perineuritis radial.21

11
Keratitis yang disebabkan oleh lensa kontak dapat bermanifestasi sebagai
keratitis infiltratif atau keratitis ulserativa. Sweeney dkk mengklasifikasikan tahap
infeksi yang terkait dengan pemakaian lensa kontak menjadi tiga (Tabel 3.1). dikutip
dari kepustakaan 2

Tabel 3.1. Klasifikasi Keratitis Terkait Pemakaian Lensa Kontak.2

Keratitis mikroba
Gejala-gejala dalam kasus keratitis mikroba termasuk kemerahan limbal
dan bulbar yang hebat, onset nyeri yang cepat sedang sampai berat, penurunan
ketajaman visual, eksudat mukopurulen, fotofobia, dan edema palpebra. Keratitis
mikroba pada pemakai lensa kontak ditandai adanya ekskavasi epitel kornea,
lapisan Bowman, dan stroma dengan infiltrasi dan nekrosis jaringan. Infiltrat fokal
biasanya besar (> 1 mm) dan infiltrasi difus yang signifikan. Infiltrat umumnya
ditemukan di sentral atau parasentral (Gambar 4).2

Gambar 4. Keratitis mikroba karena lensa kontak. 2

Ulkus periferal diinduksi lensa kontak


Gejala dari kasus ulkus periferal diinduksi lensa kontak (Contact lens
induced peripheral ulcer/ CLPU) termasuk kemerahan limbal dan bulbar, tearing,
nyeri, dan sensasi benda asing. Hal ini terkait dengan reaksi inflamasi aktif pada

12
kornea ditandai dengan ekskavasasi fokal epitel, infiltrasi, dan nekrosis stroma
anterior. Infiltrat kecil (hingga 2 mm), tunggal, serta sedikit infiltrasi yang
menyebar di sekitar infiltrat fokal pada midperifer sampai perifer kornea (Gambar
5). 2

Gambar 5. Contact lens induced peripheral ulcer/ CLPU. 2

Mata merah diinduksi lensa kontak


Gejala pada mata merah yang diinduksi lensa kontak termasuk kemerahan
sirkumferensial sedang sampai hebat, nyeri sedang, tearing, dan fotofobia.
Adanya infiltrat kecil fokal multipel dan infiltrasi difus di midperifer ke perifer
kornea. 2

Keratitis infiltratif
Gejala pada kasus keratitis infiltratif termasuk iritasi ringan hingga sedang
dan kemerahan. Reaksi kornea ditandai dengan infiltrasi stroma anterior, dengan
atau tanpa keterlibatan epitel pada midperifer hingga perifer kornea. Infiltrat kecil,
bisa multipel, dengan atau tanpa disertai infiltrasi difus ringan hingga sedang. 2

Keratitis Infiltratif asimptomatik


Keratitis infiltratif asimptomatik didefinisikan sebagai inflamasi ditandai
dengan infiltrasi kornea tanpa gejala. Adanya infiltrat (punctate pada pewarnaan
fluorescein) fokal kecil (hingga 0,4 mm) dengan atau tanpa infiltrasi difus ringan
hingga sedang di perifer kornea.2

Infiltrat asimptomatik
Adanya infiltrat fokal yang sangat kecil (0,2 mm), infiltrat difus tanpa
terlihat setelah pewarnaan fluorescein. Infiltrat biasanya ditemukan pada perifer
kornea (Gambar 6). 2

13
Gambar 6. Infiltrat asimptomatik. 2

3.2.2. Pemeriksaan Laboratorium


Meskipun infeksi bakteri paling banyak terjadi, jamur, dan parasit juga
dapat menyebabkan infeksi karena pemakaian lensa kontak. Sekitar sepertiga dari
lensa kontak terkait ulkus kornea mikroba berhubungan dengan Gram-positif,
seperti Staphylococci dan Streptococci, dua pertiga dikaitkan dengan batang gram
negatif, terutama Pseudomonas aeruginosa. Jamur relatif jarang dan merupakan 3
persen dari infeksi. Ulkus kornea karena Acanthamoeba dikaitkan dengan lensa
kontak keras dan lunak, meski lebih sering terjadi pada daily wear soft contact
lens.2
Kerokan kornea (corneal scraping) untuk apusan dan kultur dilakukan
sebelum memulai terapi antimikroba. Spesimen harus langsung diinokulasi ke
media standar. Pemeriksaan KOH dan pewarnaan Gram membantu identifikasi
kuman patogen seperti Staphylococcus, Pseudomonas dan Acanthamoeba serta
elemen jamur. Kultur pada cairan perawatan lensa (lens care solutions) mungkin
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. 2,6

14

Anda mungkin juga menyukai