Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Dosen Pengampu : Yunita Wulandari S.Kep.,Ns.,M.kep

DI SUSUN OLEH:

RAGITA SEPTYANA CAHYANI

S17B / S17095

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2020
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme fungsi setiap sel tubuh,
semua sistem dapat terganggu , terutama sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih,
2012).
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn)
(Moenajat, 2010).
2. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan oleh beberapa hal diantaranya (Moenadjat, 2011) :
 Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
- Gas
- Cairan
- Bahan Pedat (Solid)

 Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)


Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
 Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan.
 Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio
aktif untuk keperluan dalam dunia terapeutik kedokteran dan industri.

3. Manifestasi Klinis
(Menurut Effendi, 2011) manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai
dengan kerusakannya :
1. Grade I Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28
hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputih putihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak
tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.

a. Fase Luka Bakar


a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
b. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
- Proses inflamasi dan infeksi.
- Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur
atau organ – organ fungsional.
- Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
4. Klasifikasi (moenadjat, 2011)
a. Dalamnya luka bakar.

Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan

Ketebalan Jilatan api, Kering tidak ada Bertambah Nyeri


partial sinar ultra gelembung. merah.
superfisial violet (terbakar
Oedem minimal
(tingkat I) oleh matahari).
atau tidak ada.

Pucat bila ditekan


dengan ujung jari,
berisi kembali
bila tekanan
dilepas.

Lebih Kontak dengan Blister besar dan Berbintik- Sangat


dalam dari bahan air atau lembab yang bintik nyeri
ketebalan bahan padat. ukurannya yang
partial bertambah besar. kurang
Jilatan api
(tingkat II) jelas,
kepada Pucat bila ditekan
putih,
- Super pakaian. dengan ujung jari,
coklat,
fisial bila tekanan
Jilatan pink,
- Dalam dilepas berisi
langsung daerah
kembali.
kimiawi. merah
coklat.
Sinar ultra
violet.
Ketebalan Kontak dengan Kering disertai Putih, Tidak
sepenuhnya bahan cair atau kulit mengelupas. kering, sakit,
(tingkat III) padat. hitam, sedikit
coklat tua. sakit.
Nyala api.
Pembuluh darah
Hitam. Rambut
seperti arang
mudah
terlihat dibawah
Kimia. kulit yang Merah. lepas bila
mengelupas. dicabut.

Gelembung
Kontak dengan
jarang,
arus listrik.
dindingnya sangat
tipis, tidak
membesar.

Tidak pucat bila


ditekan.

b. Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
- Kepala dan leher : 9%
- Lengan masing-masing 9% : 18%
- Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
- Tungkai maisng-masing 18% : 36%
- Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%

c. Berat ringannya luka bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain :
 Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
 Kedalaman luka bakar.
 Anatomi lokasi luka bakar.
 Umur klien.
 Riwayat pengobatan yang lalu.
 Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
 Parah – critical:
- Tingkat II : 30% atau lebih.
- Tingkat III : 10% atau lebih.
- Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
- Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue
yang luas.
a. Sedang – moderate:
 Tingkat II : 15 – 30%
 Tingkat III : 1 – 10%
b. Ringan – minor:
 Tingkat II : kurang 15%
 Tingkat III : kurang 1%
5. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
a. Infeksi luka bakar
Infeksi luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam
melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih
rentan terhadap patogen diudara seperti bakteri dan jamur.
b. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain
itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(blood clot) pada kstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah
baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu mengganggu sirkulasi
darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vna yang
kemudian akan mmbntuk sumbatan darah (Burninjury , 2013).
c. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikolois.
Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara
berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi
diarea sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi.
Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi
atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area
luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami
tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress disordegr (PTSD).
Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan oleh
penderita (Burninjury, 2013).

6. Patofisiologi dan Pathway


 Patofisiologi (menurut Hudak & Gallo, 2010)
Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi
panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar
yang parah, dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru,
ginjal serta metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik
saja setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isi curah jantung akan
menurun, mungkin sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta
pengembalian vena yang menurun.
Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan. Segera setelah
terjadi jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah meningkat, sebagai
akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh
darah masuk ke dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang luka
maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara
berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan dapat
mencapainsepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama
sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian
kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya
merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan
albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah
yang sering didapatkan. Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka
bakar besar, pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami
penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan
aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan
pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang,
ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
 Pathway (Hudak & Gallo, 2010)

panas , radiasi, kimia, listrik

Luka Bakar

Kerusakan jaringan

Kerusakan Merangsang syaraf Kerusakan Takut bergerak


Kulit perifer kapiler

Gangguan Nyeri Pemediabilitas Pergerakan


Integritas meningkat terbatas
Kulit

Nyeri akut
Cairan merembes Gangguan
jaringan subkutan
mobilitas

vesikulasi
Port de entry
mikroorganisme

Vesikel pecah dalam


keadaan luas

Resiko
infeksi

Luka terbuka, kulit


Resiko terkelupas
ketidakseimbangan
cairan

Penguapan yang berlebihan


Dehidrasi

7. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


a. Resusitasi A, B, C.
 Pernafasan:
 Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
 Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à
Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
b. Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.

 Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.


 Resusitasi cairan à Baxter.

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½ à diberikan 8 jam pertama

½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

 Monitor urine dan CVP.


 Topikal dan tutup luka.
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

 Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
o Analgetik : kuat (morfin, petidine)
o Antasida : kalau perlu

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Mengkaji identitas dan identitas penanggung jawab dengan format : nama,
umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan , suku bangsa, alamat,
pendidikan , hubungan pasien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan utama pasien dengan luka bakar adalah terkena api di bagian tubuh
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Kapan pasien datang dan keluhan tubuh yang terkena api , periksa TTV
pasien, perubahan fisiologis kulit.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien sebelumnya sudah mengalami luka bakar atau tidak . atau
pernah mengalami penyakit apa saja sebelumnya.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat kesehatan keluarga yang menular atau menurun.
d. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat meliputi persepsi pasien
terhadap kesehatan dan penyakitnya. Paa yang dilakukan pasien bila
merasaa sakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme meliputi makanan pasien dalam sehari-hari
dan gangguan sistem pencernaan karena mengalami mual muntah ,
anoreksia.
c) Pola aktivitas daan latihan
Ganggauan aktivitas atau kebutuhan istirahat akibat kelemahan sehingga
dapat menghambat aktivitas sehari-hari.
d) Pola eliminasi
Pada pola ini pasien mengalami gangguan eliminasi dengan penurunan
urine output.
e) Pola tidur dan istirahat
Pasien akan mengalami gangguan pola tidur yang diakibatkan karena
merasakan nyeri dan panas pada area luka bakar.
f) Pola sensori dan kognitif
Bagaimana dalam menghadapi penyakitnya jika tubuh yang terkena luka
bakar kambuh.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien tentang penyakit dan bagaimana konsep diri dalam
menghadapi penyakit yang dideritanya.
h) Pola hubungan dan peran
Dalam hal ini hubungan dan peran pasien terganggu karena pasien ungkin
merasa bahwa dirinya sedang mengalami sakit dan penyembuhan dalam
waktu yang lama.
i) Pola repsoduksi dan seksual
Apakah pasien masih dalam usia produktif atau tidak. Mengalami
gangguan reproduksi dan sekdual karena sakit.
j) Pola penanggulangan setres
Bagaiman apasien menghadapi masalah yang membebaninya sekarang,
cara penanggulangannya pasien akan lebih mengurung diri dan lebih
banyak berdiam diri.
k) Pola tatalaksana nilai kepercayaan
Dalam pola ini kadang ada yang mempercaayai diri pada hal-hal ghaib.
e. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif, tanda-tanda vital: Tekanan
darah, pernafasan, nadi dan suhu.
b) Pengkajia fisik (Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
 Rambut : kusam, kusut, kering tipis dan kasar , penampilan
pigmentasi.
 Muka wajah : simetris atau tidak, apakah ada nyeri tekan, bengkak,
apakah ada luka bakar diarea wajah atau tidak
 Mata: apakah penglihatan normal atau tidak , menggunakan alat
bantu penglihatan atau tidak
 Telinga : periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-
tanda adaanya infeksi, kelar cairan dari telinga.
 Hidung : apakah ada pernafasan cuping hidung atau tidak, apakah
ada nyeri tekan.
 Tenggorokan : apakah ada tanda-tanda 0 tanda peradangan tonsil
atau tidak, apakah ada tanda-tanda infeksi faring.
 Leher : adakah nyeri tekan, adakah pembesaran kelenjar tiroid,
adakah pembesaran vena jugularis.
 Thorax : amati bentuk dada, gerak pernafasan, frekuensi pernafasan
, apakah ada suara tambahan atau tidak.
 Jantung : keadaan frekuensi jantung serta iraamanya, adakah bunyi
tambahan.
 Abdomen : adakah distensi pada abdomen , keadaan turgor kulit
dan peristaltik usus
 Kulit : bagaimana keadaan area kulit yang terkena luka bakar,
berapa ukuran luka bakarnya, dan warna kulit.
 Ekstremitas : apakah terdapat edema, nyeri
 Genetalia : adakah kelainan, tanda-tanda infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer ditandai
dengan nyeri dan perdarahan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi ditandai dengan
infeksi.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri
saat bergerak
d. Resiko infeksi berhubungan dengan keridakadekuatan pertahanan tubuh
primer ditandai dengan luka bakar
e. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan luka bakar
3. Perencanaan Keperawatan
a. Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)
a) DX 1
Setelah dilakukan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan masalah
keperawatan gangguan integritas kulit dapat teratassi dengan kriteria
hasil :
Penyembuhan Luka (L.14130)
1. Pembentukan jaringan parut dari skala 1 (menurun) menjadi skala 4
(cukup meningkat).
2. Edema pada sisi luka dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun).
3. Peradangan pada luka dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun).
4. Nekrosis dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun).
5. Infeksi dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun).
b) DX 2

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan masalah


keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Tingkat nyeri (L.08066)

1. Keluhan nyeri dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup


menurun)
2. Meringis dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
3. Perasaan takut mengalami cidera berulang dari skala 1 (meningkat )
menjadi skala 4 (cukup menurun)
4. Nafsu makan dari skala 1 (memburuk) menjadi skala 4 (cukup
membaik)
c) DX 3

Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam dengan masalah keperawatan


gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Mobilitas fisik (L.05042)

1. Pergerakan ekstremitas dari skala 1 (menurun) menjadi skala 4 (cukup


meningkat)
2. Gerakan terbatas dari skala 4 (cukup menurun) menjadi skala 1
(meningkat)
3. Kelemahan fisik dari skla 4 (cukup menurun) menjadi skala 1
(meningkat)
d) DX 4

Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam dengan masalah keperawatan


resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Tingkat infeksi (L.14137)

1. Kemerahan dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)


2. Nyeri dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
3. Bengkak dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
4. Kultur area luka dari skala 1 (memburuk) menjadi skala 4 (cukup
membaik)
e) DX 5

Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam dengan masalah keperawatan


resiko ketidakseimbangan cairan dapat teratasi dengna kriteria hasil :

Keseimbangan cairan (L.05020)

1. Asupan cairan dari skala 1 ( menurun) menjadi skala 4 (cukup


meningkat)
2. Edema dari skala 1 (meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
3. Dehidrasi dari skala 1 (meningkta) menjadi skala 4 (cukup menurun)
4. Turgor kulit dari skala 1 (memburuk) menjadi skala 4 (cukup
membaik)
b. Intervensi (SIKI)
a) DX 1
Perawatan luka bakar (I.14565)
Observasi
- identifikasi penyebab luka bakar
- identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat penanganan luka
sebelumnya
- monitor kondisi luka (mis. Persentase ukuran luka, derajat luka ,
perdarahan, warna dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka kondisi tepi
luka)

Terapeutik

- gunakan teknik aseptik dalam merawat luak


- bersihkan luka dengan cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan antiseptik)
- lakukan terapi relaksai untuk mengurangi nyeri
- gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi luka (mis.
Hyrocolloid, polymer, crystaline cellulose)

Edukasi

- jelaskan tentang tanda dan gejala infeksi


- anjurkan mengkonsmsu makanan tinggi kalori dan protein

Kolaborasi

- kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,


autolitik) jika perlu
- kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
b) DX 2

Manajemen nyeri (I.08238)


Observasi

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri dan skala nyeri
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu, ruangan,


pencahayaan, kebisingan)
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


c) DX 3

Pencegahan luka tekan ( I.14543)

Observasi

- Monitor suhu kulit yang tertekan


- Monitor stataus kulit harian
- Monitor mobilitas sumber tekanan dan gesekan
- Monitor moblitas dan aktivitas individu

Terapeutik

- Buat jadwal perubahan posisi


- Jaga sprei tetap kering, bersih dan tidak ada kerutan/ lipatan
- Hindari menggunakan air hangat dan sabun keras saat mandi
Edukasi

- Jelaskan tanda-tanda kerusakan kulit


- Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda kerusakan kulit
- Ajarkan cara merawat kulit
d) DX 4

Pencegahan infeksi (I.14539)

Observasi

- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik

- Berikan perawatn kulit pada area edema


- Cuci tangan sbelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu


e) DX 5

Manajemen Cairan (I.03098)

Observasi

- Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,


pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
- Monitor berat badan harian
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, CI,
Nerat jenis urine, BUN)

Terapeutik

- Catat intake dan output cairan dan hitung balance cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Djohansjah, M. (2010). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Hudak & Gallo. (2012). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit
Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (2011). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatn Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnosis,
Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keprawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai