Anda di halaman 1dari 38

Step 1

Laser photokoagulasi retina :sebuah teknik terapi yg menggunakan koagulasi cahaya. Di lakukan
untuk mencegah kebocoran pembuluh darah retina dan pelepasan bagian retina. Dilakukan
apabila ada diabetic retinopati,dm reticular edema sama central retinal vein okulation.
Step 2
1. Kenapa pada pemeriksaan pasien didapatkan lensa keruh yang tidak merata?
2. Mengapa visus turun sekitar 6 bulan yang lalu?
3. Apa hubungan dm dan hipertensi dengan penyakit di scenario?
4. Mengapa pada pasien diberikan anti VEGF?
5. Apa tatalaksana dari scenario?
6. Mengapa setelah diberikan addisi speris 2,5 dapat membaca sampai jegger 4?
7. Apa hubungan usia pasien dengan kasus di scenario?
8. Apa dd dan dx dari scenario?
9. Apa etiologi dan factor risiko dari diagnosis?
10. Apa saja klasifikasi dari katarak?
11. Macam-macam penyakit mata tenang dengan visus menurun?

Step 3
1. Kenapa pada pemeriksaan pasien didapatkan lensa keruh yang tidak merata?
Di lensa terdiri dari kapsula lentis epitel subscapular dan serat lentis, serat lentis akan
terus mengalami pembelahan dan di dlm nta terdapat protein kristalin yang pada usia
tua akan mengalami denaturasi oksidasi atau kekeruhan pada lensanya.

Selain denaturasi protein dpt juga mengalami hidrasi atau penambahan cairan lensa.
Normalnya lensa mata transparan dan cahaya dpt menembus dgn mudah. Karena serat
dpt mengalami pembelahan terus menurus shg cairan dpt bertambah terus. Sehingga
karena bertambahnya cairan terus menurus mengakibatkan lensa opaq gguan
penglihatan

Terjadinya akumulasi peningkatan orbitol pd lensa meningkatkan tek. Osmotic 


kekeruhan
Denaturasi lensa  stress oksidatif oleh ROS yang mengoksidasi protein lensa
2. Mengapa visus turun sekitar 6 bulan yang lalu?
Visus turun kelinan di media : kualitas visus akan menurun. refrakta,retina atau kelainan
di nervus.
Sekitar 6 bln yg lalu ada riwayat dm dan hipertensi.
Pasien dm dalam jangka panjang akan mengganggu aliran darah ke retina  penurunan
visus
Dm hiperglikemi dari ko-inflamasi pecahnya barrier terjadi kebocoran cairan dari
plasma ke retina akumulasi cairan intra retina tajam penglihatan turun

Myopia (rabun jauh)


Presbiopia (kelainan mata tua) visus menurun  menurun nya kemampuan akomodasi
mata

3. Apa hubungan dm dan hipertensi dengan penyakit di scenario?


Hp : apabila terjadi hp yang tidak terkontrol akan meyebab pembuluh darah mengalami
spasma arteriola atau kerusakan endotel pd tahap akut atau hialinisasi tahap kronik.
Dapat juga mengakibatkan menurunkan ke elastisitas pembulu darah apabila
mengalami hipertensi tidak terkontrol lebih dari 10th  retinopati hipertensi
Pemeriksaan Funduskopi akan terlihat arteriola generalisata

Hipertensi juga dapat di akibatkan karena dm dengan pengurangan transport ion


lenticular yg dihasilkan dari penurunan spesifik aktivitas na+ k+ adiosin ATS ase dalam
epitel lensa yg mengarah ke pembentukan katarak.

Dm jika tergolong sudah kronis (kurang lebih 15-20 th)


Akumulasi sorbitol edem pd sel sehingga sel rusak
Pembentukan dari protein kinase c : agregasi trombosit menyebabkan thrombosis
arteri di retina,
stimulasi grot factor  angiogenesis,penebalan dinding vaskular retina da[at
menyebabkan penyempitan lumen di vascular retina  oklusi di vascular retina
aktivasi endoteling 1  penyempitan lumen  oklusi di vascular retina
ROS dapat menyerang lensa katarak
ketika semua factor bergabung dpt merusak sel dan dapat menyerang
1.saraf
2.vaskular
3.lensa
4. Mengapa setelah diberikan addisi speris 2,5 dapat membaca sampai jegger 4?
Tes jegger untuk melihat tajam penglihatan dekat. Saat usia 40 th addisi speris +1 D.
apabila penambahan usia setiap 5 tahun akan mengakibatkan penambahan 0,5 D.
Penambahan speris hanyar sampai 60 th  +3 D
5. Apa hubungan usia pasien dengan kasus di scenario?
Hubungan usia dgn retinomati berhubungan dgn lebar venula. Semakin bertambah usia
arteri dan venula akan menyempit. Laki-laki dgn usia 49 th akan mengalami
penyempitan venula dari rata2.

Berhubungan dari penyakit arteri sebelimnya missal arteri sclerosis menambah buruk
dari retinopati hipertensi

Presbiopi elastisitas lensa berkurang akomodasi mata berkurang


6. Mengapa pada pasien diberikan anti VEGF?
VEGF bertujuan untuk mencegah terbentuknya neurovaskularisasi yg dpt meningkatkan
dari risiko perdarahan dan mengurangi edema pd macula. Injek anti VEGF dpt
memperbaiki visus 8-12 huruf. Biasanya anti VEGF yg di gunakan befacizumab 1,25
mg/0,05 ml,ranibizumab 0,5 mg/0,05 ml. pegat banit sodium, aflibercet

7. Apa dd dan dx dari scenario?


Dd : katarak :pengaburan dari lensa mata atau kapsul mengelilingi membrane
transparan dan mengganggu perjalan cahaya ke retina
- Katarak kongenital
- Katarak pikun
- Cidera traumatis
- Penyakit endokrin
- Penyakit mata primer : uveitis
- Penggunaan obat kortikosteroid

2. retinopati diabetic  penyakit dm jangka lama sekitar 10-20th


Berhubungan dgn hiperglikemi.
Stadium awal : retinopati non proliferative pembuluh darahnya berlubang dan
mengakibatkan perembesan
Stadium proliferative

Dx : retinopati diabetic

8. Apa saja klasifikasi dari katarak?


Katarak berdasarkan penyebabnya
- Katarak senilis, paling banyak dan pd usia tua
- Katarak kongenital, terjadi pd bayi atau anak2 di akibatkan oleh infaksi
rubella,sitomegalivirus, tokso
- Katarak traumatic
- Katarak komplikata,dari penyakit mata lain atau penyakit sistemik
- Katarak toxik, adanya penggunaan obat kortikosteroid janga panjang
- Katarak sekunder,setelah oprasi mata
- Katarak piramidalis anterior,terbentuknya plakoda lensa pd kehamilan 3 bulan
karena virus
- Katarak piramidalis posterior karena arteri hialoid yg menetap(yg menghubungkan
lensa bagian belakang dgn papil saraf optic)
- Katarak sentral
9. Apa etiologi dan factor risiko dari diagnosis?
Faktor risiko
-jenis kelamin, pd usia 30 th > pria. Di atas 30 th tdk ada perbedaan
-hp dan dm
-hiperlipidemia, terbentuknya hardeksudat pd penderita retinopati lebih banyak pd
pasien dm tanpa pengobatan hyperlipidemia

Katarak dan tambahkan gejala dan tanda pasien katarak

10. Macam-macam penyakit mata tenang dengan visus menurun?


Mata tenang visus turun mendadak
- Ablasi retina,amourosis fugal,perdarahan badan kaca,atrofi papil saraf otik,lesi saraf
optic
Mata tenang visus turun tidak mendadak
Glaucoma kongenital, katarak, afasia retinopati : retinopati anemia,korioretinitis

11. Klasifikasi retinopati diabetikum


Proliferative :adanya neofakularisasi pd retina,da nada perdarahan pd vitreus
-dini
-lanjut
Nonproliferatif :
-ringan
-sedang
- berat
Edem makula

12. Apa tatalaksana dari scenario?


Retinopati diabetikum
proliferatif
Terapi anti VEGF memperbaiki tajam penglihatan
Kortikosteroid  tiamsinolon , astenoid intra vitreal
Hiterektomi pars plana  ablasio hyaloid posterior, edem macula yg difus
Laser fotogoagulator  sinar di tembakkan secara langsung atau tidak langsung pd mata dan
menimbulkan sikatrik yg menutup kebocoran
Pengobatan factor risiko dari dm (diet,insulin)

Nonproliferatif
Ringan-sedang tdk perlu terapi tapi harus tetap di observasi setiap 6 bln (antisipasi)

Katarak
Dilakukan oprasi katarak
Phakic IOL
Tambahkan komplikasi

Mapping

STEP 7 :

1. Kenapa pada pemeriksaan pasien didapatkan lensa keruh yang tidak merata?
Katarak Diabetika:

Dari scenario pasien menderita DMterdapat hiperglikemikadar glukosa di dalam


lensa juga meningkat (tidak dipengaruhi insulin)glukosa sorbitol (oleh aldosa
reduktase), fruktosa (oleh poliol dehidrogenase)osmolaritas lensa meningkat (cairan
akan bertambah pada lensa) dan denaturasi protein (karena stress oksidatif)lensa
menjadi keruh.

 RETINA
 Neovaskularisasi pada retinamudah timbul perdarahan ke dalam badan
kacakeruh

 Karena oklusi vena retinapenumbatan vena retinagangguan perdarahan


pada bola mata

 Pada penyumbatan retina sentral sring didapatkan pada pasien gaukoma, DM,
hipertensi, kelainan darah, aterosklerosis, papiledem.

 BADAN VITREUS

 Kekeruhan pada badan kacakadang kadang terjadi akibat penuaan disertai


degenerasi berupa terjadinya koagulasi badan kaca.Hal ini disertai dengan
pencairan badan kaca bagian belakang

 Perdarahan pada badan kacagawatmemberikan penyulit yang


mengakibatkan kebutaan pada mata

 Perdarahan pada badan kaca dapat terjadi spontan pada diabetes mellitus,
rupture retina, ablasi badan kaca posterior, oklusi vena retina dan pecahnya
pembuluh darah neovaskuler, dapat disebabkan oleh trauma

Sumber : Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta

2. Mengapa visus turun sekitar 6 bulan yang lalu?


Lama DM merupakan salahsatu faktor yang berhubungan dengan peningkatan
terjadinya RD. Paparan hiperglikemia dalam waktu lama dapat meningkatkan
perubahan biokimiawi dan fisiologi, berupa perubahan selular pada membrane basalis
sel retina sehingga terjadikerusakan pada pembuluh darah kapiler retina berupa
hilangnya perisit, proliferasi sel endotel dan penebalan membran basement yang
mengakibatkan oklusikapiler dan nonperfusi pada retina. Oklusi kapiler akan
menyebabkan perdarahan dan timbulnya pembuluh darah baru yang rapuh sehingga
bias menyebabkan perdarahan berulang yang dapat menurunkan tajam penglihatan.
Sumber : PREVALENCE OF DIABETIC RETINOPATHY IN DIABETES MELLITUS PATIENTS,
Ni Made Ari Suryathi et al, departemen oftamology fakultas kedokteran universitas
udayan, 2015

Penglihatan mata semakin kabur disebabkan oleh beberapa sebab:

 Kelainan refraksi anomalia (miopi, hipermetropi,astigmatisma, presbiopi)


 Kelainan media refrakta (katarak pada lensa,

 Kerusakan saraf (retinopati apabila terjadi pada macula penglihatan menjadi


terganggu).

 Macam2 keadaan yang bisa menyebabkan visus menurun mata tenang:

 Katarak

 Glaukoma kronis

 Kelainan retina (retinopati diabetik, retinopati hipertensi,retinopati akibat


kelainan darah, retinitis pigmentosa)

 Kelainan makula (senile macular degeneration /age related macular


degeneration)

 Kelainan mata akibat intoksikasi (intoksikasi metanol, intoksikasi klorokuin,


intoksikasi ethambutol, dan lain-lain)

 Kelainan mata akibat peningkatan tekanan intra cranial.

Sumber : Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta

3. Apa hubungan dm dan hipertensi dengan penyakit di scenario?

 Retinopati Diabetika:

 Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:

 Akumulasi Sorbitol

Hiperglikemi kronis peningkatan aktv enzim aldose reduktase (pada jarringan saraf,
retina, lensa, glomerolus dan dinding pembuluh darahakumulasi dari sorbitol Sorbitol
merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses
osmotik.
 Pembentukan protein kinase C (PKC)
 Hiperglikemiapeningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol aktivitas
PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat,

 PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,


permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.
Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika,
dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.

 Peningkatan permeabilitas vaskularterjadinya ekstravasasi plasma


viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan
agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya
trombosis.

 Selain itu, sintesis growth factorpeningkatan proliferasi sel otot polos


vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa,penebalan
dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan
vasokonstriktorlumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses
tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan
terjadinya oklusi vaskular retina.

 Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

 Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non


enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu
senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor,
aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel
endotelakan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.

 AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Pada pasien DM,
sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang
cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.

 Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

 ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-).
 Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur
poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan
terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.

Sumber : Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Retinopati Hipertensi:
 Merupakan suatu kondisi kelainan pada retina dan pembuluh darah retina yang
ditandai dengan tanda-tanda spektrum pembuluh darah retina AKIBAT tekanan darah
tinggi

 Hipertensi dapat memberikan kelainan retina berupa retinopati hipertensi, dengan


arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edem retina dan perdarahan
retina

 Gambaran pembuluh darah retina menunjukkan perubahan patofisiologi sesuai respon


dari kenaikan tekanan darah. Diawali dengan tahap vasokonstriksi, dimana ada
vasospasme dan peningkatan tonus arteriol retina memperlihatkan suatu mekanisme
autoregulasi lokal. Pada tahap ini tampak penyempitan arteriol retina. Tingginya
kenaikan tekanan darah yang menetap  penebalan lapisan intima, hiperplasi dinding
media, dan degenerasi hialin kemudian terjadi tahap sklerotik. Tahap ini bersamaan
dengan penyempitan arteriol yang menyeluruh atau hanya fokal, terjadi perubahan di
pertemuan arteriol dan venulae dan perubahan refleks cahaya arteriol (misal pelebaran
dan penekanan pusat refleks cahaya atau “copper wiring”).

RETINOPATI HIPERTENSI
 Etiologi:

 Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)

 Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia,


pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation aorta).

 Patofisiologi:
Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati
hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, udem
retina dan perdarahan retina.
Kelainan dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan
pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosepembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah dapat berupa:
 Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.

 Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)

 Percabangan arteriol yang tajam.

Bila kelainan berupa sclerosis dapat tampak sebagai:


 Refleks cooper wire

 Refleks silver wire

 Sheating

 Lumen pembuluh darah yang ireguler

 Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :

 Elevasi: pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya.

 Deviasi: pergeseran vena oleh arteri yang  bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil.

 Kompresi: penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Kelainan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelainan pada


retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan
atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran
seperti bintang (star figure).
Eksudat retina tersebut dapat berbentuk:
 cotton wool patches yang merupakan edema serat – serat retina akibat
mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2 – 3
diameter pupil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.

 Eksudat pungtata yang tersebar.


 Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.

Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau
sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena.Pada hipertensi
berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar
dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil
dan berbentuk lidah api (flame shaped).

Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal


arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper
wiring pada arterioles (panah putih) (B).

Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot
(panah putih) (B).

 Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema.
 Derajat Hipertensi:
Stage/derajat TD sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2  160 atau  100
 Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul
beberapa gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala
sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ
jantung, otak dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist,
Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten,
gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan,
dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung,
otak dan fungsi ginjal

WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati


hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

 Klasifikasi Scheie (1953)


Stadium Karakteristik

Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina

Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks


arterioler retina

Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous

Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries

Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

 Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia: Jakarta

4. Mengapa setelah diberikan addisi speris 2,5 dapat membaca sampai jegger 4?

5. Apa hubungan usia pasien dengan kasus di scenario?


Faktor risiko penting terjadinya RD pada penderita DM adalah umur. Beberapa
penelitian melaporkan prevalensi RD mengalami peningkatan dengan bertambahnya
umur. Pertambahan umur dapat menurunkan fungsi tubuh yang disebabkan oleh
karena proses apoptosis sel yang dimulai pada umur lebih dari 45 tahun. Keadaan
hiperglikemia yang kronis, reaksi inflamasi, dan stress oksidatif mempercepat
terjadinya apoptosis sel di retina sehingga mengakibatkan terjadinya keadaan
retinopati.Kedua hal tersebut menjelaskan mengapa orang tua lebih rentan terhadap
kejadian RD yang akhirnya ditemukan meningkat dengan bertambahnya usia.
Sumber : PREVALENCE OF DIABETIC RETINOPATHY IN DIABETES MELLITUS PATIENTS,
Ni Made Ari Suryathi et al, departemen oftamology fakultas kedokteran universitas
udayan, 2015

6. Mengapa pada pasien diberikan anti VEGF?


pemberian anti-Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) intravitreal. Tujuan penatalaksanaan
tersebut adalah untuk mengatasi edema makula, mencegah berkembangnya RD menjadi tingkat
keparahan lebih lanjut dari non proliferatif menjadi proliferatif, terjadinya glaukoma
neovaskular serta mencegah kebutaan. pemberian anti VEGF pada penatalaksanaan retinopati
diabetik dengan cara menghambat progresivitas retinopatia diabetik dan meningkatkan tajam
penglihatan dengan mengatasi edema makula. Ada beberapa anti VEGF yang biasa digunakan
pada penatalaksanaan dan penelitian tersebut antara lain ranibizumab (Lucentis; Genentech,
South San Francisco, CA) dan aflibercept (Eylea; Regeneron, Tarrytown, NY). Bevacizumab
(Avastin; Genentech, South San Francisco, CA), yang digunakan pada terapi kanker kolon juga
biasanya digunakan secara off-label dalam tatalaksana edema makula.

Sumber : “Retinopati Diabetik: Tinjauan Kasus Diagnosis dan Tatalaksana”, M Yusran l, Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, 2017

Anti-Vascular Endothelial Growth Factor (Anti-VEGF) VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes,
sehingga menjadi salah satu target terapi terutama neovaskulerisasi. AntiVEGF yang tersedia saat ini
renibizumab, bevacizumab, pegatanib, dan aflibercept. Terapi anti-angiogenik menggunakan antiVEGF
dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien edema makula diabetes. Aflibercept memperbaiki tajam
penglihatan dan anatomi lebih baik dari pada ranibizumab.Ranibizumab merupakan fragmen humanized
monoconal antibody against semua isoform VEGF, bermanfaat sebagai terapi choroidal
neovascularization pada age-related macular edema.Bevacizumab merupakan humanized monoconal
IgG antibody yang berikatan dan menghambat semua isoform VEGF dan telah dipatenkan untuk terapi
karsinoma kolorektal, namun secara off label digunakan dalam terapi oftalmologi. Pegatanib merupakan
28- base ribonucleid acid aptamer yang berikatan dan menghambat kerja VEGF ekstraseluler, terutama
asam amino 165 (VEGF165). Aflibercept (VEGF Trap-Eye) merupakan 115- kDa recombinant fusion
protein yang berikatan dengan reseptor VEGF 1 dan 2.

Sumber : Retinopati Diabetes Elvira, Ernes Erlyana Suryawijaya RSU Kabupaten Kerinci, Jambi,
Indonesia, CDK-274/ vol. 46 no. 3 th. 2019

7. Apa dd dan dx dari scenario?

Retinopaty diabeticum
 Retinopati diabetes (RD) merupakan kelainan retina pada pasien diabetes melitus. RD
dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis. RD nonproliferatif ditandai dengan
perubahan vaskulerisasi intraretina, sedangkan pada RD proliferatif ditemukan
neovaskulerisasi akibat iskemi. Angka kejadian RD pada semua populasi diabetes
meningkat seiring durasi penyakit dan usia pasien.
 DERAJAT :

 PATOFISIOLOGI
Retina merupakan bagian dari sistem saraf pusat, dengan karakter blood-retinal barrier (BRB)
yang menyerupai karakter blood-brain barrier (BBB). Retina terdiri atas 10 lapisan berbeda.
Melalui lapisan-lapisan retina, pembuluh darah memberi nutrisi dan oksigen, dan dapat dibagi
menjadi lapisan mikrovaskuler superfisial (arteriol dan venul), lapisan kapiler medial, dan lapisan
kapiler dalam.
Mekanisme terjadinya penyakit mikrovaskuler diabetes masih belum jelas, namun keadaan
hiperglikemia jangka lama dapat mengubah fisiologi dan biokimia, sehingga terjadi kerusakan
endotelial. Hiperglikemia dan faktor genetik berkaitan dengan patofisiologi retinopati diabetes.
Terdapat beberapa mekanisme yang diduga berperan pada kerusakan mikrovaskuler dan
retinopati diabetes, antara lain: polyol pathway, glikasi non-enzimatik, aktivasi protein kinase C
(PKC), faktor genetik, inflamasi, dan stres oksidasi.
 Polyol Pathway: Aldose reductase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH). Kemudian sorbitol diubah menjadi
fruktosa oleh sorbitol dehydroginase (SDH). Sorbitol bersifat hidrofilik dan tidak dapat berdifusi
ke dalam membran sel, sehingga terjadi akumulasi yang menyebabkan kerusakan osmotik
endotel pembuluh darah retina, kehilangan perisit, dan penebalan membran basement.
Fruktosa berikatan dengan fosfat menjadi fructose-3-phosphate dan kemudian dipecah menjadi
3-deoxyglucosone, yang nantinya dibentuk menjadi advanced glycation end products (AGEs)

o
 Inflamasi: Hiperglikemia merupakan keadaan proinflamasi, meningkatkan sintesis nitrit oksida
(iNOS), leukotrien, dan cyclooxigenase-2 (COX2). Respons inflamasi memperburuk proses
inflamasi pada pathway lainnya melalui sitokin, adhesi molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan
perubahan regulasi nitric oxide. Beberapa obat anti-inflamasi seperti intravitreal triamcinolone
acetonide (IVTA) dan obat anti-inflamasi nonsteroid dilaporkan dapat menurunkan aktivasi
VEGF, menormalisasi permeabilitas endotel, menurunkan apoptosis dan leukostasis, dan
meningkatkan tajam penglihatan. AntiTNF α dalam proses penelitian fase III untuk menurunkan
ketebalan makula
 Advanced glycation end products (AGEs): AGE merupakan protein atau lemak yang dihasilkan
dari reaksi glikasi non-enzimatik dan oksidasi setelah terpapar gula aldose. Produk awal reaksi
non-enzimatik adalah schiff base, yang kemudian spontan berubah menjadi Amadori product.
Proses glikasi protein dan lemak menyebabkan perubahan molekuler yang menghasilkan AGE.
AGE ditemukan di pembuluh darah retina dengan kadar serum berkorelasi dengan derajat
keparahan retinopati. AGE dapat berikatan dengan reseptor permukaan sel seperti RAGE,
galectin-3, CD36, dan reseptor makrofag. AGE memodifikasi hormon, sitokin, dan matriks
ekstraseluler, sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Selain itu, AGE juga menghambat sintesis
DNA, meningkatkan mRNA VEGF, meningkatkan NF-kB di endotelium vaskuler, dan memicu
apoptosis perisit retina.
Sumber : Retinopati Diabetes Elvira, Ernes Erlyana Suryawijaya RSU Kabupaten Kerinci, Jambi,
Indonesia, CDK-274/ vol. 46 no. 3 th. 2019
Dd :
Retinopati Hipertensi:
 Merupakan suatu kondisi kelainan pada retina dan pembuluh darah retina yang
ditandai dengan tanda-tanda spektrum pembuluh darah retina AKIBAT tekanan darah
tinggi

 Hipertensi dapat memberikan kelainan retina berupa retinopati hipertensi, dengan


arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edem retina dan perdarahan
retina

 Gambaran pembuluh darah retina menunjukkan perubahan patofisiologi sesuai respon


dari kenaikan tekanan darah. Diawali dengan tahap vasokonstriksi, dimana ada
vasospasme dan peningkatan tonus arteriol retina memperlihatkan suatu mekanisme
autoregulasi lokal. Pada tahap ini tampak penyempitan arteriol retina. Tingginya
kenaikan tekanan darah yang menetap  penebalan lapisan intima, hiperplasi dinding
media, dan degenerasi hialin kemudian terjadi tahap sklerotik. Tahap ini bersamaan
dengan penyempitan arteriol yang menyeluruh atau hanya fokal, terjadi perubahan di
pertemuan arteriol dan venulae dan perubahan refleks cahaya arteriol (misal pelebaran
dan penekanan pusat refleks cahaya atau “copper wiring”).

RETINOPATI HIPERTENSI
 Etiologi:

 Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)


 Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia,
pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation aorta).

 Patofisiologi:

Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati


hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, udem
retina dan perdarahan retina.
Kelainan dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan
pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosepembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah dapat berupa:
 Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.

 Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)

 Percabangan arteriol yang tajam.

Bila kelainan berupa sclerosis dapat tampak sebagai:


 Refleks cooper wire

 Refleks silver wire

 Sheating

 Lumen pembuluh darah yang ireguler

 Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :

 Elevasi: pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya.

 Deviasi: pergeseran vena oleh arteri yang  bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil.

 Kompresi: penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Kelainan pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan kelainan pada


retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan
atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran
seperti bintang (star figure).
Eksudat retina tersebut dapat berbentuk:
 cotton wool patches yang merupakan edema serat – serat retina akibat
mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sekitar 2 – 3
diameter pupil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.

 Eksudat pungtata yang tersebar.

 Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.

Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau
sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena.Pada hipertensi
berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar
dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil
dan berbentuk lidah api (flame shaped).

Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal


arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper
wiring pada arterioles (panah putih) (B).

Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot
(panah putih) (B).

 Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema.
 Derajat Hipertensi:
Stage/derajat TD sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2  160 atau  100
 Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul
beberapa gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala
sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ
jantung, otak dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist,
Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten,
gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan,
dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung,
otak dan fungsi ginjal

WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati


hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

 Klasifikasi Scheie (1953)


Stadium Karakteristik

Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina

Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks


arterioler retina

Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous

Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries

Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

 Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia: Jakarta

8. Apa saja klasifikasi dari katarak?


KLASIFIKASI BERDASARKAN USIA
 Katarak kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan
penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai anomali
mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia,
koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil).
 Katarak senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan daya
akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan 90% dari
semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya
yaitu :
1. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan
slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris.
Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak warna.
Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh
daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang
menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan
penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata,
kondisi ini disebut sebagai second sight.
2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada
sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan
gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan
bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat
ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel
posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan
gambaran seperti embun.
3. Katarak subkapsuler Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti
plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk
pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan
jauh.
MATURITAS KATARAK
 Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa masih
ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris normal,
bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test negatif.
 Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai menurun
menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan
bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi
glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif.
 Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun
drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1
meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.
 Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi turun
dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah sangat
menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa uveitis
dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata depan
dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.

Sumber : “ Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi”, Prilly Astari, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia, CDK-269/ vol. 45 no. 10 th.
2018

9. Apa etiologi dan factor risiko dari diagnosis?


Faktor Risiko Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi retinopati diabetika antara
lain:
 Jenis Kelamin
Berdasarkan WSDR, pada penderita dibawah 30 tahun kejadian proliferatif
lebih sering terjadi pada pria dibandingakan dengan wanita, walaupun tidak
ada perbedaan yang bermakna untuk progesivitas dari retinopatinya.
Sedangkan pada penderita diatas 30 tahun tidak ada perbedaan yang
bermakna untuk kejadian maupun progesivitas antara pria maupun wanita
 Ras
Perbedaan prevalensi retinopati diabetika pada ras dapat terjadi akibat
kombinasi beberapa hal antara lain akses ke fasilitas kesehatan, faktor
genetik dan faktor resiko retinopati lainnya.
 Umur
Pada diabetes tipe 1, prevalensi dan keparahan berhubungan dengan umur.
Retinopati jarang terjadi pada pasien dibawah 13 tahun, kemudian
meningkat sampai umur 15-19 tahun, lalu mengalami penurunan setelahnya.
Pada pasien diabetes tipe 2, kejadian retinopati meningkat dengan
bertambahnya umur.
 Durasi Diabetes
Lamanya mengalami diabetes merupakan faktor terkuat kejadian retinopati.
Pervalensi retinopati pada pasien diabetes tipe 1 setelah 10-15 tahun sejak
diagnosis ditegakkan antara 20-50%, setelah 15 tahun menjadi 75-95% dan
mencapai 100% setelah 30 tahun. pada diabetes tipe 2 prevalensi retinopati
sekita 20% sejak diagnosis ditegakkan dan meningkat menjadi 60-85%
setelah 15 tahun.
 Hiperglikemi
Berdasarkan penelitian WSDR ditemukan bahwa pada pasien diabetes
dengan retinopati memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi 10
dibandingkan dengan yang tidak terdiagnosis retinopati.Sehingga kadar gula
darah yang tinggi berpengaruh terhadap kejadian retinopati diabetika.
 Hipertensi
Hipertensi merupakan komorbid tersering pasien retinopati dengan diabetes,
17% pasien retinopati diabetika tipe 1 memiliki hipertensi dan 25% pasien
menjadi memiliki hipertensi setelah 10 tahun terdiagnosis retinopati
diabetika. Hipertensi berperan dalam kegagalan autoregulasi vaskularisasi
retina yang akan memperparah patofisiologi terjadinya retinopati diabetika .
 Hiperlipidemia
Dislipedemia mempunyai peranan penting pada retinopati proliferatif dan
makula. Dislipidemia berhubungan dengan tebentuknya hard exudate pada
penderita retinopati. Berdasarkan penelitian WESDR, hard exudate lebih
banyak terdapat pada pasien diabetes tanpa pengobatan oral hypolipidemic
 Insulin endogen
Kadar plasma C-Peptide merupakan penanda rendahnya kadar insulin
endogen. Pada penelitiam WESDR pasien dengan retinopati memiliki kadar C-
peptide plasma yang rendah, tetapi kadar C-peptide sendiri tidak
berpengaruh terhadap progesivitas retinopati.
Sumber : Suyono S, Pandelaki K. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Setiati S, Alwi I,
Sudoyo A, Simadibrata M, Setyohadi B, Syam AR, editor. Jakarta:
InternaPublishing; 2014.
Fong DS, Aiello L, Gardner TW, et al. Retinopathy in diabetes. Diabetes care. 2004;
27(1): 84-87.

Katarak dan tambahkan gejala dan tanda pasien katarak

Tanda – Tanda dan Keluhan Katarak senilis


 Katarak pada umumnya termasuk katarak senilis akan membuat pasien
mengeluhkan menurunnya tajam penglihatan karena terhalangnya sinar
yang masuk ke dalam retina akibat kekeruhan lensa. Kekeruhan yang terletak
di bagian tepi lensa tidak akan mengalami perubahan yang berarti tetapi
apabila kekeruhan terletak di tengah lensa maka tajam penglihatan akan
mengalami penurunan dan kabur.
 Pasien dengan katarak juga sering merasa silau sehingga lebih senang
membaca di tempat dengan pencahayaan yang kurang. Pada stadium awal
katarak (insipien), pasien secara perlahan mengeluh seperti adanya tabir
asap yang mengalangi penglihatannya dan semakin lama bertambah tebal.
 Bila katarak semakin berkembang maka penglihatan akan seperti berasap
dan berkabut.
 Pandangan ganda (diplopia) atau multiple (poliopia) juga dirasakan oleh
pasien katarak, sering kali mereka melihat lampu atau bulan dengan jumlah
banyak bila melihat dengan satu mata. Keluhan ini terjadi karena pembiasan
yang ireguler dari lensa mata. Daya refraksi mata dapat meningkat dan lensa
menjadi cembung akibat lensa yang menyerap cairan. Kecembungan lensa
yang bertambah menyebabkan bayangan akan jatuh didepan retina sehingga
penderita akan kesusahan melihat jauh karena terjadi miopisasi pada mata
tersebut. Pada penderita katarak yang sebelumnya menggunakan kaca mata
bantu untuk melihat dekat akan merasa senang karena tidak memerlukannya
lagi dalam beberapa waktu
Manifestasi Klinis Katarak
Katarak dapat dideteksi melalui manifestasi atau gejala pada pasien. Adapun
manifestasi klinis penderita katarak adalah sebagai berikut :
 Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
 Peka terhadap sinar atau cahaya.
 Dapat melihat dobel pada satu mata.
 Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
 Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Sumber : Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2014.

10. Macam-macam penyakit mata tenang dengan visus menurun?


11. Klasifikasi retinopati diabetikum

Klasifikasi Retinopati diabetika secara umum dapat dibagi menjadi dua berdasarkan ada
tidaknya pembuluh darah baru pada retina yaitu nonproliferatif dan proliferatif.
Menurut Early Treatment Retinopati Research Study Group (ETDRS) retinopati dibagi
atas dua stadium yaitu :
1. Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)
Retinopati diabetika adalah bentuk retinopati yang paling ringan dan sering tidak
memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya dengan menggunakan foto warna fundus
atau fundal fluoroscein angiography(FFA). Mikroaneurisma merupakan tanda awal
terjadinya RDNP, yang terlihat dalam foto warna fundus berupa bintik merah yang
sering di bagian posterior. Kelainan morfologi lain antara lain penebalan membran
basalis, perdarahan ringan, hard exudate yang tampak sebagai bercak warna kuning dan
soft exudate yang tampak sebagai bercak halus (Cotton Wool Spot). Eksudat terjadi
akibat deposisi dan kebocoran lipoprotein plasma. Edema terjadi akibat kebocoran
plasma. Cotton wool spot terjadi akibat kapiler yang mengalami sumbatan.
RDNP selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga stadium:
a) Retinopati nonproliferatif minimal Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi
vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b) Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang Terdapat satu atau lebih tanda
berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau
IRMA
c) Retinopati nonproliferatif berat Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan
dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, IRMA
ekstensif minimal pada 1 kuadran
d) Retinopati nonproliferatif sangat berat, Ditemukan dua atau lebih tanda pada
retinopati nonproliferatif berat.
2. Retinopati Diabetika Proliferatif (RDP)
Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya pembuluh darah baru
(Neovaskularisasi). Dinding pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis
sel endotel tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan. Pembentukan pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena dapat tumbuh menyebar keluar retina sampai ke vitreus sehingga menyebabkan
perdarahan di vitreus yang mengakibatkan kebutaan. Apabila perdarahan terus
berulang akan terbentuk jaringan sikatrik dan fibrosis di retina yang akan menarik retina
sampai lepas sehingga terjadi ablasio retina. RPD dapat dibagi lagi menjadi :
a) Retinopati proliferatif tanpa resiko tinggi
Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup
lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau
vitreus; atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus
b) Retinopati proliferatif resiko tinggi Apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko berikut :
 Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina
 Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus
 Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup lebih dari
satu per empat daerah diskus
 Perdarahan vitreus Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua
gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko
tinggi.
SUMBER :
Supraptono B. Korelasi antara penurunan sensibilitas kornea dengan retinopati
diabetika pada penderita diabetes mellitus. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 1999.

Fraser CE, D’Amico DJ. Diabetic retinopaty : classification and clinical features.
Netherlands: Wolters Kluwer; 2015.

12. Apa tatalaksana dari scenario?


Tatalaksana Katarak :
Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12 dengan
pemberian kacamata dengan koreksi terbaik. Jika visus masih lebih baik dari 6/12
tetapi sudah mengganggu untuk melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan
pasien atau ada indikasi medis lain untuk operasi dilakukan operasi katarak
Indikasi untuk melakukan pembedahan atau operasi pada pasien katarak adalah:
 Indikasi Optis
 Indikasi Medis(jika terdapat komplikasi)
 Indikasi Kosmetik
Ada beberapa cara atau teknik untuk melakukan operasi katarak antara lain :
 Intra-Capsular Cataract Extraction(ICCE)
 Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE)
 Pars Plana Lensectomy
ICCE ECCE
Pengangkatan lensa Lensa diangkat in toto Nukleus lensa diangkat dari
kapsul
Kapsula posterior dan Diangkat Utuh
Zonula Zinii
Insisi Lebih besar (10 mm) Lebih kecil
Iridektomi perifer Dilakukan Tidak dilakukan
Waktu operasi Lebih lama Lebih cepat
Lokasi IOL Anterior chamber Posterior chamber
Keahlian Teknik lebih mudah Teknik lebih sulit
Biaya Lebih murah Lebih mahal
Komplikasi yang Prolaps vitreus, cystoid Katarak sekunder
muncul macular edema,
endophtalmitis, aphakic
glaucoma
Komplikasi yang dapat Katarak sekunder Komplikasi pada ICCE
dihilangkan
Indikasi Dislokasi lensa, subluksasi Dapat untuk semua jenis katarak
lensa, Chronic lens induced kecuali dengan kontra indikasi
uveitis, Intra-lenticular
foreign bodies
Kontraindikasi Pasien muda (< 35 tahun) Dislokasi lensa, subluksasi lensa
yang vitreus dan lensa nya
masih memiliki
penempelan yang kuat
Sumber : Istiqomah, I. (2005). Gangguan Mata, Jakarta: Kedokteran EGC
Retinopati diabeticum :
PENATALAKSANAAN Pengobatan retinopati diabetik berdasarkan derajat keparahan penyakit. Retinopati
diabetik nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi satu tahun sekali. Penderita retinopati
diabetik nonproloferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani
pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan
edema makula yang signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan.
Setelah dilakukan laser photocoagulation penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita
retinopati diabetik nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser
photocoagulation terutama apabila kelainan beresiko tinggi untuk menjadi retinopati diabetik
proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pasca tindakan. Panretinal laser
photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati diabetik proliferatif. Apabila terjadi
retinopati diabetik proliferatif disertai edema makula yang signifikan, maka kombinasi focal dan
panretinal laser photocoagulation menjadi terpai pilihan
Sumber : Celles J, 2005; Kuminoto et al 2004 Skuta et al, 2010.
Tambahkan komplikasi
KOMPLIKASI Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah operasi.
Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi komplikasi
operasi. Komplikasi selama operasi 1. Pendangkalan kamera okuli anterior Pada saat operasi
katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat terjadi karena cairan yang masuk ke
KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata,
tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid.2 Jika saat operasi
ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi,
meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit jika
perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak
mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien
obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien
obesitas sebaiknya diposisikan antitrendelenburg. 1, 2 2. Posterior Capsule Rupture (PCR) PCR
dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering terjadi.11 Studi di
Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan vitreous loss selama prosedur
fakoemulsifikasi.11 Beberapa faktor risiko PCR adalah miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi,
floppy iris syndrome, dan zonulopati.11 Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi
anterior untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.11 PCR berhubungan dengan
meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan
endoftalmitis postoperatif katarak.11 3. Nucleus drop Salah satu komplikasi teknik
fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian
nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang
tertinggal dapat menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma
sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan insidensi
nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.12 Faktor risiko nucleus drop meliputi
katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat
vitrektomi.12 Komplikasi setelah operasi 1. Edema kornea Edema stromal atau epitelial dapat
terjadi segera setelah operasi katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang
lama, trauma kimia, radang, atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan
edema kornea.1,2 Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.1 Jika kornea
tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap sampai
lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.1 2. Perdarahan Komplikasi
perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar, perdarahan atau efusi
suprakoroid, dan hifema.1 Pada pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet,
risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak meningkat.1 Sebagai tambahan,
penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara
kelompok yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi
katarak.13 3. Glaukoma sekunder Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA
pasca operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak
memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan terapi
antiglaukoma.1 Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan tertutup.
Beberapa penyebab glaukoma sekunder sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta
sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.1 4. Uveitis kronik Inflamasi normal akan
menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal.1
Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan penemuan keratik presipitat
granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti
malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis
kronik.1 Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi LIO,
vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan LIO.1 5. Edema Makula
Kistoid (EMK) EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran penebalan retina
pada pemeriksaan OCT.1 Patogenesis EMK adalah peningkatan permeabilitas kapiler perifovea
dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan pleksiformis luar.1 Penurunan tajam
penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan pasca bedah.1 EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-
2% pasca EKEK, dan < 1% pasca fakoemulsifikasi.14 Angka ini meningkat pada penderita
diabetes mellitus dan uveitis. Sebagian besar EMK akan

Anda mungkin juga menyukai