Laser photokoagulasi retina :sebuah teknik terapi yg menggunakan koagulasi cahaya. Di lakukan
untuk mencegah kebocoran pembuluh darah retina dan pelepasan bagian retina. Dilakukan
apabila ada diabetic retinopati,dm reticular edema sama central retinal vein okulation.
Step 2
1. Kenapa pada pemeriksaan pasien didapatkan lensa keruh yang tidak merata?
2. Mengapa visus turun sekitar 6 bulan yang lalu?
3. Apa hubungan dm dan hipertensi dengan penyakit di scenario?
4. Mengapa pada pasien diberikan anti VEGF?
5. Apa tatalaksana dari scenario?
6. Mengapa setelah diberikan addisi speris 2,5 dapat membaca sampai jegger 4?
7. Apa hubungan usia pasien dengan kasus di scenario?
8. Apa dd dan dx dari scenario?
9. Apa etiologi dan factor risiko dari diagnosis?
10. Apa saja klasifikasi dari katarak?
11. Macam-macam penyakit mata tenang dengan visus menurun?
Step 3
1. Kenapa pada pemeriksaan pasien didapatkan lensa keruh yang tidak merata?
Di lensa terdiri dari kapsula lentis epitel subscapular dan serat lentis, serat lentis akan
terus mengalami pembelahan dan di dlm nta terdapat protein kristalin yang pada usia
tua akan mengalami denaturasi oksidasi atau kekeruhan pada lensanya.
Selain denaturasi protein dpt juga mengalami hidrasi atau penambahan cairan lensa.
Normalnya lensa mata transparan dan cahaya dpt menembus dgn mudah. Karena serat
dpt mengalami pembelahan terus menurus shg cairan dpt bertambah terus. Sehingga
karena bertambahnya cairan terus menurus mengakibatkan lensa opaq gguan
penglihatan
Berhubungan dari penyakit arteri sebelimnya missal arteri sclerosis menambah buruk
dari retinopati hipertensi
Dx : retinopati diabetic
Nonproliferatif
Ringan-sedang tdk perlu terapi tapi harus tetap di observasi setiap 6 bln (antisipasi)
Katarak
Dilakukan oprasi katarak
Phakic IOL
Tambahkan komplikasi
Mapping
STEP 7 :
1. Kenapa pada pemeriksaan pasien didapatkan lensa keruh yang tidak merata?
Katarak Diabetika:
RETINA
Neovaskularisasi pada retinamudah timbul perdarahan ke dalam badan
kacakeruh
Pada penyumbatan retina sentral sring didapatkan pada pasien gaukoma, DM,
hipertensi, kelainan darah, aterosklerosis, papiledem.
BADAN VITREUS
Perdarahan pada badan kaca dapat terjadi spontan pada diabetes mellitus,
rupture retina, ablasi badan kaca posterior, oklusi vena retina dan pecahnya
pembuluh darah neovaskuler, dapat disebabkan oleh trauma
Sumber : Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta
Katarak
Glaukoma kronis
Sumber : Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta
Retinopati Diabetika:
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
Akumulasi Sorbitol
Hiperglikemi kronis peningkatan aktv enzim aldose reduktase (pada jarringan saraf,
retina, lensa, glomerolus dan dinding pembuluh darahakumulasi dari sorbitol Sorbitol
merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat
akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses
osmotik.
Pembentukan protein kinase C (PKC)
Hiperglikemiapeningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol aktivitas
PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat,
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Pada pasien DM,
sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang
cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada
ekstrasel.
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-).
Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur
poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan
terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.
Sumber : Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Retinopati Hipertensi:
Merupakan suatu kondisi kelainan pada retina dan pembuluh darah retina yang
ditandai dengan tanda-tanda spektrum pembuluh darah retina AKIBAT tekanan darah
tinggi
RETINOPATI HIPERTENSI
Etiologi:
Patofisiologi:
Hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati
hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, udem
retina dan perdarahan retina.
Kelainan dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan
pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerosepembuluh darah.
Penyempitan (spasme) pembuluh darah dapat berupa:
Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.
Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)
Sheating
Deviasi: pergeseran vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil.
Kompresi: penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.
Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau
sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena.Pada hipertensi
berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar
dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil
dan berbentuk lidah api (flame shaped).
Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot
(panah putih) (B).
Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema.
Derajat Hipertensi:
Stage/derajat TD sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2 160 atau 100
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul
beberapa gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala
sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ
jantung, otak dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist,
Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten,
gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan,
dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung,
otak dan fungsi ginjal
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
4. Mengapa setelah diberikan addisi speris 2,5 dapat membaca sampai jegger 4?
Sumber : “Retinopati Diabetik: Tinjauan Kasus Diagnosis dan Tatalaksana”, M Yusran l, Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, 2017
Anti-Vascular Endothelial Growth Factor (Anti-VEGF) VEGF berperan dalam proses retinopati diabetes,
sehingga menjadi salah satu target terapi terutama neovaskulerisasi. AntiVEGF yang tersedia saat ini
renibizumab, bevacizumab, pegatanib, dan aflibercept. Terapi anti-angiogenik menggunakan antiVEGF
dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien edema makula diabetes. Aflibercept memperbaiki tajam
penglihatan dan anatomi lebih baik dari pada ranibizumab.Ranibizumab merupakan fragmen humanized
monoconal antibody against semua isoform VEGF, bermanfaat sebagai terapi choroidal
neovascularization pada age-related macular edema.Bevacizumab merupakan humanized monoconal
IgG antibody yang berikatan dan menghambat semua isoform VEGF dan telah dipatenkan untuk terapi
karsinoma kolorektal, namun secara off label digunakan dalam terapi oftalmologi. Pegatanib merupakan
28- base ribonucleid acid aptamer yang berikatan dan menghambat kerja VEGF ekstraseluler, terutama
asam amino 165 (VEGF165). Aflibercept (VEGF Trap-Eye) merupakan 115- kDa recombinant fusion
protein yang berikatan dengan reseptor VEGF 1 dan 2.
Sumber : Retinopati Diabetes Elvira, Ernes Erlyana Suryawijaya RSU Kabupaten Kerinci, Jambi,
Indonesia, CDK-274/ vol. 46 no. 3 th. 2019
Retinopaty diabeticum
Retinopati diabetes (RD) merupakan kelainan retina pada pasien diabetes melitus. RD
dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis. RD nonproliferatif ditandai dengan
perubahan vaskulerisasi intraretina, sedangkan pada RD proliferatif ditemukan
neovaskulerisasi akibat iskemi. Angka kejadian RD pada semua populasi diabetes
meningkat seiring durasi penyakit dan usia pasien.
DERAJAT :
PATOFISIOLOGI
Retina merupakan bagian dari sistem saraf pusat, dengan karakter blood-retinal barrier (BRB)
yang menyerupai karakter blood-brain barrier (BBB). Retina terdiri atas 10 lapisan berbeda.
Melalui lapisan-lapisan retina, pembuluh darah memberi nutrisi dan oksigen, dan dapat dibagi
menjadi lapisan mikrovaskuler superfisial (arteriol dan venul), lapisan kapiler medial, dan lapisan
kapiler dalam.
Mekanisme terjadinya penyakit mikrovaskuler diabetes masih belum jelas, namun keadaan
hiperglikemia jangka lama dapat mengubah fisiologi dan biokimia, sehingga terjadi kerusakan
endotelial. Hiperglikemia dan faktor genetik berkaitan dengan patofisiologi retinopati diabetes.
Terdapat beberapa mekanisme yang diduga berperan pada kerusakan mikrovaskuler dan
retinopati diabetes, antara lain: polyol pathway, glikasi non-enzimatik, aktivasi protein kinase C
(PKC), faktor genetik, inflamasi, dan stres oksidasi.
Polyol Pathway: Aldose reductase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH). Kemudian sorbitol diubah menjadi
fruktosa oleh sorbitol dehydroginase (SDH). Sorbitol bersifat hidrofilik dan tidak dapat berdifusi
ke dalam membran sel, sehingga terjadi akumulasi yang menyebabkan kerusakan osmotik
endotel pembuluh darah retina, kehilangan perisit, dan penebalan membran basement.
Fruktosa berikatan dengan fosfat menjadi fructose-3-phosphate dan kemudian dipecah menjadi
3-deoxyglucosone, yang nantinya dibentuk menjadi advanced glycation end products (AGEs)
o
Inflamasi: Hiperglikemia merupakan keadaan proinflamasi, meningkatkan sintesis nitrit oksida
(iNOS), leukotrien, dan cyclooxigenase-2 (COX2). Respons inflamasi memperburuk proses
inflamasi pada pathway lainnya melalui sitokin, adhesi molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan
perubahan regulasi nitric oxide. Beberapa obat anti-inflamasi seperti intravitreal triamcinolone
acetonide (IVTA) dan obat anti-inflamasi nonsteroid dilaporkan dapat menurunkan aktivasi
VEGF, menormalisasi permeabilitas endotel, menurunkan apoptosis dan leukostasis, dan
meningkatkan tajam penglihatan. AntiTNF α dalam proses penelitian fase III untuk menurunkan
ketebalan makula
Advanced glycation end products (AGEs): AGE merupakan protein atau lemak yang dihasilkan
dari reaksi glikasi non-enzimatik dan oksidasi setelah terpapar gula aldose. Produk awal reaksi
non-enzimatik adalah schiff base, yang kemudian spontan berubah menjadi Amadori product.
Proses glikasi protein dan lemak menyebabkan perubahan molekuler yang menghasilkan AGE.
AGE ditemukan di pembuluh darah retina dengan kadar serum berkorelasi dengan derajat
keparahan retinopati. AGE dapat berikatan dengan reseptor permukaan sel seperti RAGE,
galectin-3, CD36, dan reseptor makrofag. AGE memodifikasi hormon, sitokin, dan matriks
ekstraseluler, sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Selain itu, AGE juga menghambat sintesis
DNA, meningkatkan mRNA VEGF, meningkatkan NF-kB di endotelium vaskuler, dan memicu
apoptosis perisit retina.
Sumber : Retinopati Diabetes Elvira, Ernes Erlyana Suryawijaya RSU Kabupaten Kerinci, Jambi,
Indonesia, CDK-274/ vol. 46 no. 3 th. 2019
Dd :
Retinopati Hipertensi:
Merupakan suatu kondisi kelainan pada retina dan pembuluh darah retina yang
ditandai dengan tanda-tanda spektrum pembuluh darah retina AKIBAT tekanan darah
tinggi
RETINOPATI HIPERTENSI
Etiologi:
Patofisiologi:
Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena spasme lokal)
Sheating
Deviasi: pergeseran vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil.
Kompresi: penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.
Perdarahan pada retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau
sekunder akibat arteriosklerose yang mengakibatkan oklusi vena.Pada hipertensi
berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar
dengan permukaan retina. Perdarahan retina akibat diapedesis biasanya kecil
dan berbentuk lidah api (flame shaped).
Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot
(panah putih) (B).
Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema.
Derajat Hipertensi:
Stage/derajat TD sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2 160 atau 100
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul
beberapa gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala
sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ
jantung, otak dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist,
Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten,
gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan,
dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung,
otak dan fungsi ginjal
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Sumber : “ Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi”, Prilly Astari, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia, CDK-269/ vol. 45 no. 10 th.
2018
Sumber : Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2014.
Klasifikasi Retinopati diabetika secara umum dapat dibagi menjadi dua berdasarkan ada
tidaknya pembuluh darah baru pada retina yaitu nonproliferatif dan proliferatif.
Menurut Early Treatment Retinopati Research Study Group (ETDRS) retinopati dibagi
atas dua stadium yaitu :
1. Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)
Retinopati diabetika adalah bentuk retinopati yang paling ringan dan sering tidak
memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya dengan menggunakan foto warna fundus
atau fundal fluoroscein angiography(FFA). Mikroaneurisma merupakan tanda awal
terjadinya RDNP, yang terlihat dalam foto warna fundus berupa bintik merah yang
sering di bagian posterior. Kelainan morfologi lain antara lain penebalan membran
basalis, perdarahan ringan, hard exudate yang tampak sebagai bercak warna kuning dan
soft exudate yang tampak sebagai bercak halus (Cotton Wool Spot). Eksudat terjadi
akibat deposisi dan kebocoran lipoprotein plasma. Edema terjadi akibat kebocoran
plasma. Cotton wool spot terjadi akibat kapiler yang mengalami sumbatan.
RDNP selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga stadium:
a) Retinopati nonproliferatif minimal Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi
vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b) Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang Terdapat satu atau lebih tanda
berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau
IRMA
c) Retinopati nonproliferatif berat Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan
dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, IRMA
ekstensif minimal pada 1 kuadran
d) Retinopati nonproliferatif sangat berat, Ditemukan dua atau lebih tanda pada
retinopati nonproliferatif berat.
2. Retinopati Diabetika Proliferatif (RDP)
Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya pembuluh darah baru
(Neovaskularisasi). Dinding pembuluh darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis
sel endotel tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan. Pembentukan pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena dapat tumbuh menyebar keluar retina sampai ke vitreus sehingga menyebabkan
perdarahan di vitreus yang mengakibatkan kebutaan. Apabila perdarahan terus
berulang akan terbentuk jaringan sikatrik dan fibrosis di retina yang akan menarik retina
sampai lepas sehingga terjadi ablasio retina. RPD dapat dibagi lagi menjadi :
a) Retinopati proliferatif tanpa resiko tinggi
Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup
lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau
vitreus; atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus
b) Retinopati proliferatif resiko tinggi Apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko berikut :
Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina
Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus
Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup lebih dari
satu per empat daerah diskus
Perdarahan vitreus Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua
gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko
tinggi.
SUMBER :
Supraptono B. Korelasi antara penurunan sensibilitas kornea dengan retinopati
diabetika pada penderita diabetes mellitus. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 1999.
Fraser CE, D’Amico DJ. Diabetic retinopaty : classification and clinical features.
Netherlands: Wolters Kluwer; 2015.