Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KMB 2 (SISTEM ENDOKRIN)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK KAD

OLEH :

NAMA : DIANA

NIM : 098STYC19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1 TRANSFER
MATARAM
2020
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK KAD

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD meliputi penentuan
kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreatinin serum, keton, elektrolit (dengan anion gap),
osmolaritas, analisa urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan sel
darah lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram.
Kultur bakteri dari air seni, darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan
antibiotik yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada infeksi. HbA1c mungkin bermanfaat
untuk menentukan apakah episode akut ini adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner
yang tidak didiagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau suatu episode akut pada pasien
yang terkendali dengan baik. Foto thorax harus dikerjakan jika ada indikasi.
Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena perubahan osmotik
yang terjadi terus menerus dari intrasellular ke extracellular dalam keadaan hiperglikemia.
Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran kalium extracellular
yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin, hypertonisitas, dan asidemia. Pasien
dengan konsentrasi kalium serum rendah atau lownormal pada saat masuk, mungkin akan
kekurangan kalium yang berat pada saat perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu
monitoring jantung yang ketat, sebab terapi krisis hiperglikemia akan menurunkan kalium
lebih lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.
Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas efektif ( >
320 mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab perubahan status mental.
Pada mayoritas pasien DKA kadar amilase meningkat, tetapi ini mungkin berkaitan dengan
sumber nonpankreatik. Serum lipase bermanfaat untuk menentukan diagnosa banding dengan
pancreatitis (American Diabetes Association, 2004).

B. PEMERIKSAAAN LABORATORIUM
1. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat
dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan
kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa
yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-
500 mg/dl.
2. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100
mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6
mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang
sesuai.
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG
dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
4. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat
asidosis.
5. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien
dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif
dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai
cara untuk menilai asidosis juga.
7. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
8. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari
3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
9. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran
kencing yang mendasari.
10. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki
osmolalitis > 330 mOsm / kg H 2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H 2O
ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
11. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis),
maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada
dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum
yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

C. Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada
diabetes.
Diabetic Hyperosmolar
Sifat-sifat ketoacidosis non ketoticcoma Asidosis laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes
ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah
kondisi stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
6. Aseton plasma: Positif secara mencolok
7. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
9. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

E. Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan


asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
 Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
 Asidosis, bila pH darah < 7,3.
 kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
 Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
 Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
 Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
 Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

F. DIAGNOSIS BANDING KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain
termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis
laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
DAFTAR PUSTAKA

Hyperglycemic crises in patien ts with diabetes mellitus. American Diabetes Association. Diabetes
Carevol27 supplement1 2004, S94-S102.

Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB , Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic
hyperosmolar nonketoti c state. In Joslin’s Diabetes Mellitus . 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds.
Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p.738–770

Anda mungkin juga menyukai