Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan masalah


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Trend Dan Isu Keperawatan Keluarga

Trend adalah sesuatu yang sedang booming, actual, dan sedang hangat
diperbincangkan. Sedangkan isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat
diperkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang, menyangkut ekonomi,
moneter, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari
kiamat, kematian, ataupun tentang krisis.
Jadi, trend dan isu keperawatan keluarga merupakan sesuatu yang booming,
actual, dan sedang hangat diperbincangkan serta desas-desus dalam ruang lingkup
keperawatan keluarga.

2.2 Trend dan Isu Keperawatan Keluarga di Indonesia

Perkembangan keperawatan di Indonesia sejak tahun 1983 sangat pesat, di


tandai dengan buka nya Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di Universitas
Indonesia Jakarta sejak tahun 1985 dan tahun 1985 telah menjadi fakultas
keperawatan, kemudian disusul PSIK di Universitas Padjadjaran Bandung,
berkembang lagi di 7 Universitas Negeri di Indonesia pada tahun 1999, serta
mulai berkembang pada sekolah tinggi ilmu kesehatan dengan jurusan
keperawatan yang pengelolaannya dimiliki oleh masyarakat.

Perkembangan tersebut juga ditunjang oleh Departemen Kesehatan pada tahun


90-an dengan program pokok Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
yang sasarannya adalah keluarga. Namun, perkembangan jumlah keluarga yang
menerus meningkat dan banyaknya keluarga yang rawan kesehatan (risiko),
keperawatan komunitas mungkin tidak dapat menjangkau meskipun salah satu
sasarannya adalah keluarga yang rawan (berisiko). Dengan keadaan demikian
keperawatan komunitas (masyarakat) memfragmentasi menjadi keperawatan yang
spesifik diantaranya keperawatan keluarga. Akibatnya, jelas sekali bahwa
keperawatan keluarga menjadi sasaran yang spesifik dengan masalah keperawatan
(kesehatan) yang spesifik pula.

 Kriteria kesejahteraan keluarga di indonesia


Berikut ini merupakan tahapan-tahapan keluarga sejahtera :

1. keluarga prasejahtera
keluarga - keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran, agama, sandang, pangan, dan
kesehatan.
2. keluarga sejahtera tahap I
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, tatapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologis seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana,
interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan
transportasi.
3. keluarga sejahtera tahap II
keluarga-keluarga yang disamping dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan
tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangan
seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4. keluarga sejahtera tahapan III
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan, namun belum
dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat,
seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuk materi dan
keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta peran secara
aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan
sosial, keagamaan, kesenian, olahraga dan pendidikan.
5. keluarga sejahtera tahap IV
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan baik
yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun pengembangan serta telah
dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi
masyarakat.

 Beberapa permasalahan mengenai trend dan isu keperawatan keluarga yang


muncul di Indonesia :
 Sumberdaya tenaga kesehatan yang belum dapat bersaing secara global serta
belum adanya perawat keluarga secara khusus di negara kita.
 Penghargaan dan reward yang dirasakan masih kurang bagi para tenaga
kesehatan.
 Pelayanan kesehatan yang diberikan sebagian besar masih bersifat pasif.
 Masih tingginya biaya pengobatan khususnya di sarana.
 Sarana pelayanan kesehatan yang memiliki kualitas baik.
 Pengetahuan dan keterampilan perawat yang masih perlu ditingkatkan.
 Rendahnya minat perawat untuk bekerja dengan keluarga akibat system
yang belum berkembang.

2.3 Trend dan Isu Keperawatan Keluarga di Global


Isu praktik : globalisasi keperawatan keluarga menyuguhkan kesempatan baru
yang menarik bagi perawat keluarga. Dengan makin kecilnya dunia akibat proses
yang dikenal sebagai globalisasi, perawat keluarga disuguhkan dengan
kesempatan baru dan menarik untuk belajar mengenai intervensi serta program
yang telah diterapkan oleh negara lain guna memberikan perawatan yang lebh
baik bagi keluarga.
Globalisasi adalah proses bersatunya individu dan keluarga karena ikatan
ekonomi, politis dan profesional, globalisasi mempunyai damfak negatif yang
bermakna bagi kesehatan yaitu ancaman epidemi diseluruh dunia seperti human
imunodeficiency virus/ aquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS)
menjadi jauh lebih besar. Akan tetapi sisi positifnya, pembelajaran yang diperoleh
perawat amerika dari perawat diseluruh dunia melalui konferensi internasional,
perjalanan dan membaca literatur kesehatan internasional memberikan
pemahaman yang sangat bermanfaat. Sebagai contoh, di jepang, pertumbuhan
keperawatan keluarga sangat mengesankan. Disana, perawat telah
mengembangkan kurikulum keperawatan keluarga disekolah keperawatan dan
telah menghasilkan teori keperawatan yang berfokus pada keluarga dan sesuai
dengan nilai dan konteks jepang. Keperawatan keluarga mengalami pertumbuhan
yang pesat di jepang yang ditandai dengan publikasi dan upaya penelitian yang
dilakukan di jepang (sugisita,1999). Negara lain, seperti denmark, swedia, israel,
korea, chili, meksiko, skotlandia dan inggris juga mengalami kemajuan bermakna
dibidang kesehatan keluarga dan keperawatan keluarga. Kita mesti banyak
berbagi dan belajar dari perawat di beberapa negara ini.

2.4 Trend Dan Isu Pengaruh Terapi Keperawatan Keluarga Terhadap


Tingkat Kemandirian Keluarga Dengan Permasalahan Kesehatan
Reproduksi Pada Remaja

Menurut Kamaruzzaman (2004) sekitar 60% kelahiran anak di kalangan


remaja di dunia adalah kehamilan yang tak diharapkan. Satu di antara remaja usia
19 tahun tidak mempunyai akses untuk mendapat kontrasepsi. Remaja putri di
negara berkembang yang terpaksa keluar dari sekolah sudah melakukan hubungan
seks di bawah usia 20 tahun, menikah muda dan tidak pernah menggunakan
kontrasepsi. Menurut WHO (2006) masalah kesehatan reproduksi remaja
merupakan strategi global WHO untuk kesehatan reproduksi. Hal ini dikarenakan
oleh rendahnya pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan reproduksi
sehingga mendorong adanya perilaku seks bebas dikalangan remaja.

Menurut Sardyansyah (2003) banyak faktor yang menjadi penyebab perilaku


seks bebas di kalangan remaja. Faktor-faktor tesebut antara lain adalah kurangnya
pengetahuan tentang seks, latar belakang lingkungan, kurang pengawasan,
narkoba, dan sebagainya. Media massa merupakan salah satu penyebab paling
utama yang disebut dalam penelitian tentang perilaku seks bebas kaum remaja di
Indonesia. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin
mudah diakses memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-
kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman beralkohol,
penyalahgunaan obat, perkelahian antar remaja atau tawuran (Iskandar, 1997).
Kebiasaan-kebiasaan remaja tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif
serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko
tinggi. Hal ini dikarenakan kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang
akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses
terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. Lingkungan merupakan
salah satu penyebab timbulnya pergeseran perilaku remaja saat ini.

Globalisasi menyebabkan aksesibilitas remaja terhadap pornografi menjadi


lebih mudah. Perkembangan teknologi komunikasi yang menyebar berbagai
informasi dan hiburan budaya, kini semakin deras dan takkan mungkin bisa
dibendung hanya dengan mengurung anak di rumah atau dengan menyediakan
berbagai fasilitas canggih di rumah. Hampir semua remaja berada dalam situasi
yang penuh godaan dengan semakin banyaknya hiburan di media massa. Dengan
informasi yang terbatas dan perkembangan emosi yang masih labil, remaja
menjadi lebih mempercayai sumber-sumber informasi yang tidak seharusnya
dijadikan bahan rujukan seperti VCD porno, internet, dan media massa. Saat ini
sarana-sarana konseling kesehatan reproduksi masih terbatas dan peran orang tua
dan masyarakat dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak
dirasa masih kurang. Hal ini dikarenakan alasan budaya, tabu dan kekhawatiran
kesehatan reproduksi yang diajarkan justru mendorong terjadinya hubungan seks
pra-nikah.

Menurut Iskandar (1997) anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang
tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang
mendapatkannya dari orang lain. Di Indonesia kasus-kasus tersebut diperparah
dengan kurang adanya komitmen dan dukungan pemerintah dalam bentuk
kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual dan reproduksi bagi remaja
terutama di tiap sekolah. Norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut
sebagian besar masyarakat Indonesia juga masih menjadi kendala dalam
penyelenggaraan pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah.
Kemudahan akses informasi, memungkinkan remaja Kota Depok untuk
berperilaku bebas dan menyimpang. Pengaruh informasi global (paparan media
audio-visual) yang semakin mudah diakses memancing anak dan remaja untuk
mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman
berakohol, penyalahgunaan obat, perkelahian antar-remaja atau tawuran. Pada
akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia
awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual
yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang
akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses
terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi.
BAB III

MASALAH DAN CARA MENGATASINYA

3.1 Masalah

Jumlah sample dalam penelitian ini adalah 10 keluarga dengan karakteristik:


keluarga dengan tahap perkembangan remaja yang beresiko mengalami
permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja.

Permasalahan ini dialami pada 10 keluarga binaan yang dibina peneliti selama
4 bulan di Kelurahan Ratu Jaya. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah pola kebutuhan seksual tidak efektif pada remaja adalah:

1. Pengenalan mengenai kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang remaja


2. Pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi remaja
3. Pengelolaan kebersihan dan hiegenitas organ reproduksi
4. Pola perilaku kesehatan reproduksi yang baik dengan penolakan ajakan
sexualitas yang asertif
5. Pelibatan kelompok sebaya yang sehat dalam pemenuhan kebutuhan
reproduksi remaja
6. pemanfaatan akses pelayanan kesehatan

3.2 Cara Mengatasinya

 Terapi keperawatan yang utama dilakukan pada 10 keluarga dengan anak


remaja mengenai kesehatan reproduksi adalah melakukan konseling kepada
remaja dan orang tua, terapi modifikasi perilaku dalam mendisiplinkan
remaja, pengembangan ketrampilan hidup dengan pengembangan tanggung
jawab dan peningkatan kepercayaan diri remaja, mengajarkan tehnik
komunikasi yang efektif dengan remaja, dan mengajarkan tekhnik nafas
dalam (pernafasan diafragma) untuk mengurangi stres pada remaja dan orang
tua akibat konflik yang terjadi diantara keduanya (orang tua dengan anak).
 Pada usia ini remaja telah melewati masa pubertas dan pertumbuhan
perkembangan kematangan organ reproduksi sehingga memerlukan
pemantauan untuk menjaga status kesehatan reproduksi yang adekuat.
Pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi akan membantu remaja
dalam melakukan suatu sikap dalam bertindak dalam pemenuhan kebutuhan
kesehatan reproduksinya
 Pola komunikasi yang terbuka dan dua arah didalam keluarga akan dapat
membantu penyampaian informasi yang baik dari orang tua kepada remaja
dalam penjelasan masalah kesehatan reproduksi. Gaya hidup remaja akan
menetukan kehidupan remaja dalam pergaulan diluar rumah terkait dalam
kebebasan remaja dalam menjalin hubungan dengan teman sebayanya.
 Intervensi keperawatan yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini antara
lain:
1. Pengenalan pola asuh dan ciri-ciri perkembangan keluarga dengan
remaja
2. Diskusi tentang akibat ketidakterpenuhinya perkembangan remaja
3. Pengajaran pola asuh dan pola komunikasi yang efektif dengan remaja
4. Penyusanan jadwal aktivitas kegiatan remaja
5. Penggunaan pusat konseling dalam pengasuhan remaja di keluarga.
 Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dapat digunakan oleh remaja
untuk mendapatkan informasi dan melakukan pemeriksaan kesehatan
reproduksi secara baik dan benar sehingga deteksi dini terhadap
permasalahan dapat dilakukan oleh Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai