ARTIKEL PENELITIAN
OLEH
DINI AJENG ANJANI
NIM 130811606777
Abstrak
Penelitian ini betujuan ini untuk mengetahui apakah distress psikologis
merupakan prediktor perilaku beresiko kesehatan pada remaja yang
mengalami kekerasan. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dan
prediktif, dengan subjek 7 remaja perempuan dan 43 remaja laki laki yang
mengalami kekerasan di Kabupaten Bojonegoro. Instrument yang digunakan
adalah Health Risk Behavior Inventory dan Kessler Psychological Distress
Scale (K-10). Analisis data menggunakan regresi sederhana. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja yang mengalami kekerasan (1)
memiliki tingkat distres psikologis tinggi (2) memiliki tngkat perilaku
beresiko kesehata tinggi (3) distres psikologis merupakan prediktor perilaku
beresiko kesehatan pada remaja yang mengalami kekerasan.
Abstract
the purpose of this research are to understand psychological distress a
predictor of health risk behavior in adolescents who experience violence. The
research uses descriptive and predictive design, with the subject 7 female
adolecents and 43 boys experiencing violence in Bojonegoro. Instrument used
in the form Health Risk Behavior Inventory and Kessler Psychological
Distress Scale. The analysis of this research use simple linear regression
analysis. The result of this research shows that most of the adolescents who
experience violence (1) have a high psychological distress (2) have a high
health risk behavior (3) psychological distress as a predictor of health risk
behavior in adolescents who experience violence.
METODE
HASIL
Berdasarkan hasil skor T dan persentase jumlah subjek pada masing-masing
kategori dapat disimpulkan bahwa 28 remaja yang mengalami kekerasan atau
sebanyak 56% dari jumlah subjek memiliki distres psikologis yang tinggi. 27
remaja yang mengalami kekerasan atau sebanyak 54% dari jumlah subjek
memiliki perilaku beresiko kesehatan yang tinggi.
Berdasarkan perhitungan uji normalitas, seluruh data yang didapat
berdistribusi normal. Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa tidak ada
penyimpangan dari linieritas, sehingga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan
linier antara variabel distress psikologis dengan perilaku beresiko kesehatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh uji asumsi prasyarat
terpenuhi.
Berdasarkan hasil uji hipotesis, diperoleh nilai signifikansi disres psikologis
0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahawa distress psikologis merupakan
prediktor perilaku beresiko kesehatan pada remaja yang mengalami kekerasan
dalam keluarga yang tidak berfungsi. Selain itu, didapatkan nilai R sebesar 0,636
yang berarti bahwa distress psikologis memiliki korelasi positif dengan perilaku
beresiko kesehatan dan menyumbang sebesar 40,5% sebagai prediktor perilaku
beresiko kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku beresiko kesehatan
dapat diprediksikan dari distress psikologi.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data secara deskriptif diketahui bahwa sebagian
besar remaja yang mengalami kekerasan di dalam keluarga yang tidak berfungsi
memiliki tingkat distres psikologis yang tinggi. Hal ini dikarenakan tidak adanya
dukungan di dalam keluarga, perselisihan di dalam keluarga dan ketidak
harmonisan keluarga dapat menyebabkan munculnya distress.
Menurut Matthews (dalam Ayuningdyah, 2012), distress merefleksikan baik
pengaruh situasional dan lingkungan termasuk salah satunya adalah pengaruh
sosial. Pengaruh sosial diantaranya adalah keadaan berduka, perselisihan di
dalam keluarga, pengangguran dan faktor lain yang dapat memunculkan distress.
Lebih lanjut, Mirowsky dan Ross (2003) menyebutkan bahwa distress
merupakan sebuah keadaan subjektif yang tidak menyenangkan. Distress
memiliki dua bentuk utama , yaitu depresi dan kecemasan.
Remaja yang tumbuh di dalam sebuah keluarga yang tidak berfungsi akan
mengalami peristiwa hidup yang mengancam apabila mereka mengalami
kekerasan di dalam sebuah keluarga. Peristiwa hidup yang dialami remaja yang
mengalami kekerasan akan menimbulkan trauma didalam diri remaja. Kekerasan
yang dialami oleh subjek merupakan stressor eksternal yang membuat subjek
mengalami kesulitan dalam beradaptasi. Hal ini membuat munculnya distres
psikologis dalam diri subjek.
Pada remaja yang mengalami kekerasan, simtom depresi ini akan lebih mudah
ditemukan karena salah satu penyebab distres psikologis adalah tidak
berfungsinya sebuah keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan
nyaman bagi remaja yang sedang dalam masa perkembangan. Remaja yang
mengalami kekerasan kemudian memiliki tingkat ditress psikologi yang cukup
tinggi akan memungkinkan untuk melakukan perilaku beresiko kesehatan. Hal ini
dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang menunjukkan adanya pengaruh positif
pada distres psikologis terhadap perilaku beresiko kesehatan pada remaja yang
mengalami kekerasan pada keluarga yang tidak berfungsi.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang serupa yang telah
dilakukan. Dimana distres psikologis yang dialami oleh remaja yang mengalami
kekerasan dalam keluarga yang tidak berfungsi merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi munculnya perilaku beresiko kesehatan. Menurut penelitian
mengenai perilaku beresiko kesehatan yang dilakukan oleh Felliti (1998), dalam
penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara
disfungsi keluarga dengan perilaku beresiko kesehatan. Dalam penelitian tersebut
juga disimpulkan bahwa pengalaman menderita kekerasan dalam rumah tangga
dan hidup dalam keluarga yang disfungsional merupakan faktor risiko munculnya
gangguan kesehatan, pola hidup tidak sehat (alkoholisme, penyalahgunaan zat,
depresi,upaya-upaya bunuh diri, merokok, obesitas, dan sebagainya).
Kekerasan yang dialami oleh remaja yang dilakukan oleh orang tua atau
pengasuhnya merupakan bentuk dari ketidak berfungsinya sebuah keluarga.
Kekerasan tersebut berupa kekerasan verbal maupun kekerasan fisik. kekerasan
fisik dalam sebuah keluarga yang tidak berfungsi juga dapat menyebabkan
munculnya simptom depresi. simptom depresi ini menjadi salah satu penyebab
terjadinya perilaku beresiko kesehatan pada remaja yang mengalami kekerasan
dalam keluarga yang tidak berfungsi.
DAFTAR RUJUKAN
Baban, A & Craciun, C. 2007. Changing Health Risk Behavior: a review of
theory and evidence-based interventions in health psyvhology. (online).
(http://jebp.psychotherapy.ro) diakses pada 17 November 2016.
Felliti, V.J & Anda, R.F, dkk. 1998. Relationship of Childhood Abuse and
Household Dysfunction to Many of The Leading Causes of Death in
Adults: The Adverse Childhood Experience (ACE) Study. (online).
(www.ncbi.nlm.nih.gov) diakses pada 3 Desember 2016
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan.
(online).(https//www.kemkes.go.id), diakses pada 22 November 2016.
Newby and Synder. 2009. Fact Sheet Family and Consumer Sciences “ Teen Risk
Behavior”. (online). (http://ohioline.osu.edu), diakses pada 20 November
2016.
Schwartz J.S & Weisskirch S. R,dkk. 2010. Running Head : Acculturation and
Health Risk Behavior “ Associations with Health Risk Behavior among
College Students From Immigrant Families. (online).
(http://www.sethschwartz.info), diakses 21 November 2016.