Anda di halaman 1dari 41

9

ini selalu berpasangan sehingga pembentukan tulang sebanding

dengan resorpsi tulang. ( Fadil, 2017 ).

2.1. Gambar Anatomi Skeletal

2.1 2. Fisiologi tulang

a. Tulang rawan (kartilago)

Bersifat bingkas dan lentur serta terdiri atas sel- sel rawan yang dapat

menghasilkan matriks berupa kondrin. Pada anak – anak jaringan tulang

rawan banyak mengandung matriks. Pada orang dewasa tulang rawan

hanya terdapat pada beberapa tempat , misalnya cuping hidung, cuping

telinga, antara tulang rusuk dan tulang dada, sendi- sendi tulang, antar ruas

tulang belakang, pada cakra epifis. Matriks tulang rawan merupakan


10

campuran protein dengan polisakarida yang disebut kondrin. Tulang

rawan ada tiga tipe yaitu: hialin, elastik dan serat.

1) Tulang Rawan Hialin

Matriksnya memiiki serat kolagen yang tersebar dalam bentuk

anyaman halus dan rapat. Terdapat pada saluran pernapasan dan ujung

tulang rusuk. Tulang rawan hialin bening seperti kaca.

2) Tulang Rawan Elastik

Susunan polikandrium, matriks , sel dan lacuna tulang rawan elastic

sama dengan tulang rawan hialin. Akan tetapi serat kolagen tulang

rawan elastic tidak tersebar dan nyata seperti pada tulang rawan

hialin. Bentuk serat – serat elastic bergelombang . tulang rawan

elastic terdapat pada epiglottis dan bagian luar telinga.

3) Tulang Rawan Fibrosa (Fibrokartilago) / Serat

Matriksnya mengandung serabut kolagen kasar dan tidak teratur;

terletak di perlekatan ligamen, sambungan tulang belakang, dan

simfisis pubis. Sifat khas dari tulang rawan ini adalah lakuna –

lakunanya bulat atau bulat telur dan berisi sel – sel (kondrosit).
11

b. Tulang (osteon)

2.2 Gambar Rongga Tulang

Bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka.tersusun

dari bagian – bagian sebagai berikut:

a. Ostreoprogenator, merupakan sel khusus yaitu derivate mesenkima yang

memiliki potensi mitosis yang mampu berdiferensiasi menjadi

osteoblas terdapat dibagian luar membraneperiosteum)

b. Osteoblas merupakan sel tulang muda yang akan membentuk osteosit.

c. Osteosit merupakan sel – sel tulang dewasa.

d. Osteoklas merupakan sel yang berkembang dari monosit dan terdapat

disekitar permukaan tulang . fungsi osteoklas untuk perkembangan,

pemeliharaan , perawatan dan perbaikan tulang.


12

Tulang dapat dibagi menjadi lima jenis tulang yang berbeda

berdasarkan bentuknya, yang dijelaskan di bawah ini :

1. Tulang Panjang/ tulang pipa (Long Bone)

Disebut tulang pipa karena tulang jenis tersebut berbentuk seperti pipa

dengan kedua ujungnya yang bulat. Ujung tulangnya yang berbentuk bulat

dan tersusun atas tulang rawan disebut epifise. Sedangkan  pada jenis ini

bagian tengah tulang pipa yang berbentuk silindris dan berongga disebut

diafise. Di antara epifise dan diafise terdapat bagian yang disebut metafise.

Metafise tersusun atas tulang rawan.Bagian metafise ini terdapat cakra

epifise, yang memiliki kemampuan memanjang.

Di dalam rongga tulang pipa, terdapat bagian yang disebut sumsum

tulang. Sumsum tulang tersusun dari pembuluh darah dan pembuluh saraf.

Tulang pipa memiliki dua sumsum tulang yakni sumsum tulang merah dan

kuning. Tempat sel-sel darah dibentuk berada di dalam sumsum tulang

merah. Adapun tempat pembentukan sel-sel lemak terdapat pada sumsum

tulang kuning. Saat kita masih bayi, hampir seluruh tulang mengan dung

sumsum merah. Namun, saat mulai tumbuh, beberapa di antaranya

berubah menjadi sumsum tulang kuning.


13

Selain sumsum, pada tulang pipa juga terdapat bagian lainnya,

misalnya bagian luar yang keras disebut cangkang. Kemudian tulang pipa

juga memiliki lapisan periostum yang menyelimuti seluruh tulang. Bagian

tubuh yang memiliki tulang pipa meliputi tulang paha, tulang hasta, tulang

lengan atas, tulang pengumpil, tulang betis, dan tulang kering. (

Black,J.M,et al,2009 dan Ignatavicius, Donna. D,2008)

2.3 Gambar struktur tulang pipa

2. Tulang Pendek (Short Bone)

Tulang jenis pendek memiliki bentuk mirip kubus, pendek tak beraturan,

atau bulat. Adanya tulang ini dimungkinkan goncangan yang keras dapat
14

diredam dan gerakan tulang yang bebas dapat dilakukan. Sebagai contoh,

tulang telapak kaki dan telapak tangan.

2.4 Gambar Tulang Pipih

3. Tulang Pipih

Tulang pipih bentuk gepeng dan berupa lempenganlempengan lebar.

Tulang pipih ini tersusun atas dua lapisan tulang kompak yaitu lamina

eksterna dan interna ossis karnii. Di antara dua lapisan ini terdapat

lapisan spongiosa yang dinamakan diploe. Peran tulang pipih adalah

melindungi struktur tubuh yang berada di bawahnya. Contoh tulang

pipih adalah tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.

4. Tulang Tak Beraturan

Dari namanya saja kita tentu tahu, bila tulang ini memiliki bentuk

tidak beraturan. Contohnya dapat kita temukan pada tulang rahang dan

ruas tulang belakang.

5.Sesamoid bones
15

Tulang dengan ukuran kecil dan disertai dengan tendon. Contohnya

tulang patella (knee cap).

2.1.3 Fungsi Tulang

Tulang – tulang pada manusia selain menyusun rangka, juga mempunyai

fungsi lain, yaitu:

a. Memberi bentuk tubuh

b. Melindungi alat tubuh yang vital,

c. Menahan dan menegakkan tubuh

d. Tempat perlekatan otot

e. Tempat menyimpan mineral terutama kalsium dan posfor

f. Tempat pembentukan sel darah

g. Tempat penyimpan energy, yaitu berupa lemak yang ada di sumsum

kuning

( zairin noor, 2016)


16

2.2 KONSEP DASAR FRAKTUR

2.2.1 Definisi

Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat

total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. (Mahartha,

Maliawan, & Kawiyana, 2013) Fraktur adalah patahnya tulang ,biasanya

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut tenaga fisik,

keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan

menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (zairin

noor,2016;24). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang

rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial

( Cynthia,2012) Sedangkan Soelarto Reksoprodjo (2013), mendefinisikan

fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau

tulang rawan sendi

Menurut linda juall C. Dalam Nursing Care Plans and

Dokumentation menyebutkan bahwa fraktur adalah rusaknya kontinuitas

tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari

yang dapat diserap oleh tulang. Penderita yang mengalami fraktur akan

dibatasi aktivitas untuk mengistirahatkan tulang dan dan memerlukan

bantuan orang lain, sehingga terjadi masalah hambatan mobilitas fisik

tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
17

2.2.2 Etiologi

1. Kekerasan akibat tarikan otot : patah tulang akibat tarikan otot

sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,

penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,

dan penarikan.

2. Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang,

dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2

faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :

a. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang

mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.

b. instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi

trauma, kelenturan, kekuatan dan densitas tulang.

Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya

bergeser. Sebagian oleh gaya berat dan sebagian oleh tarikan otot

yang melekat padanya. Pergeseran biasanya disebut dengan

aposisi, penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya panjang.

Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, sehingga

mempunyai potensi untuk terjadi infeksi. ( wilkinson 2011, )

Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen

tulang. Pergeseran fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan

cedera yang terjadi, gaya berat, maupun tarikan otot yang


18

melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu

trauma dapat berupa :

1. Aposisi (pergeseran ke samping/ sideways, tumpang tindih

dan berhimpitan/ overlapping, bertrubukan sehingga saling

tancap/ impacted) : fragmen dapat bergeser ke samping, ke

belakang atau ke depan dalam hubungannya dengan satu

sama lain, sehingga permukaan fraktur kehilangan kontak.

Fraktur biasanya akan menyatu sekalipun aposisi tidak

sempurna, atau sekalipun ujung-ujung tulang terletak tidak

berkontak sama sekali.

2. Angulasi (kemiringan/ penyilangan antara kedua aksis

fragmen fraktur) : fragmen dapat miring atau menyudut dalam

hubungannya satu sama lain.

3. Rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu

panjang) : salah satu fragmen dapat berotasi pada poros

longitudinal, tulang itu tampak lurus tetapi tungkai akhirnya

mengalami deformitas rotasional.

4. Panjang (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction

atau overlapping antara fragmen fraktur) : fragmen dapat

tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih, akibat spasme

otot, menyebabkan pemendekan tulang.


19

2.1 Tabel hubungan garis fraktur dengan energi trauma :

GARIS FRAKTUR MEKANISME TRAUMA ENERGI

Transversal, oblik, spiral Angulasi/ memutar Ringan

(sedikit bergeser/ masih

ada kontak)

Butterfly, transversal Kombinasi Sedang

(bergeser), sedikit

kominutif

Segmental kominutif Variasi Berat

(sangat bergeser)

(zairin noor,2016;24)

2.2.3 Patofisiologi
20

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh tauma

gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,

gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang

turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.kerusakan pembuluh darah akan

mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun

maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi

plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka penumpukan di dalam

tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang

dapat menibulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai

tulang dan dapat terjadi neurovaskuler neurovaskuler yang menimbulkan

nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur

terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi

infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak

akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah

tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik

yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umunya pada pasien fraktur

terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk

mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya

sampai sembuh. ( Price, 2012 )


21

2.2.5 Klasifikasi

Klasifikasi fraktur antara lain :

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Faktur Tertutup (Closed frakture), bila tidak terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar, fraktur dengan kulit

yang tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat

fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.disebut juga fraktur

bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera

jaringan lunak sekitarnya.

2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit

dan jaringan subkutan.

3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio

jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak

yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.


22

b.  Fraktur Terbuka (Open frakture/Compound,),  bila terdapat

hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia

luar karena adanya perlukaan kulit.

Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :

1. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.

2. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif.

3. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami

kerusakan jaringan lunak ekstensif.

2.5 fraktur terbuka dan tertutup

2. Berdasarkan sudut patah:

a) Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahannya tegak

lurus terhadap sumbu panjang tulang.

b) Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahannya membentuk

sudut terhadap tulang.


23

c) Fraktur spiral adalah fraktur yang timbul akibat torsi pada

ekstremitas.

d) Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu

tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari

suplai darahnya.

e) Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya

keutahan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

f) Fraktur kompresi yaitu terjadi ketika dua tulang menumbuk

(akibat tubrukan) tulang ketiga yang berada di antaranya,

seperti satu vertebrata dengan dua vertebrata lainnya. (brust

fracture).

g) Fraktur greenstick adalah fraktur yang tidak sempurna dan

sering terjadi pada anak-anak. Korteks tulangnya sebagian

masih untuh, demikian juga periosteum. Fraktur-fraktur ini

akan segera sembuh dan segera mengalami remodeling ke

bentuk dan fungsi normal

h) Fraktur avulsi adalah fraktur yang memisahkan suatu fragmen

tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen. Biasanya

tidak ada pengobatan yang spesifik yang diperlukan. Namun,

bila diduga akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-hal lain

yang menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan


24

pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali

fragmen tulang tersebut pada banyak kasus.

3. Fraktur sendi, catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang

melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu

secara bermakna. Jika tidak ditangani secara cepat, cedera

semacam ini akan menyebabkan osteoartritis pasca trauma yang

progresif pada sendi yang cedera tersebut.

4. Fraktur patologik yaitu terjadi pada daerah-daerah tulang yang

telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik

lainnya.

5. Berdasarkan posisi fragmen :

a. Fraktur undisplaced ( tidak bergeser ) : garis patah lengkap

tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih

utuh

b. Fraktur displased ( bergeser ) : terjadi pergeseran fragmen

tulang yang juga disebut lokasi fragmen

6. Berdasarkan posisi fraktur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

a. 1/3 proksimal

b. 1/3 medial

c. 1/3 distal
25

2.6 Gambar jenis fraktur

2.2.6 Proses Penyembuhan Tulang

Proses penyembuhan ulang adalah proses biologis alami yang akan

pada setiap patah tulang. Pada permulan akan terjadi perdaran di sekitar

fraktur, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang

fase ini disebut fase hematom. Hematom ini akan menjadi medium

pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom menjadi

jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang

menyebabkan fragmen tulang saling menempel. Fase ini dsebut fase

jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patahan tulang

terebut dinamakan kalus fibrosa, kedalam hematom dan jaringan fibrosa

ini dan kemudian juga tumbuh sel kondroblast yang membentuk kondroid

yang merupakan bahan dasar tulang rawan.


26

Tempat yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya

relative banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk

osteoid yang merupakan bahan dasar foto rontgen. Pada tahap selanjutnya

terjadi penulangan atau ossifikasi, ke semua ini menyebabkan kalus

fibrosa berubah menjadi kalus tulang fase ini disebut fase penyatuan

klinis. Selanjutnya terjadi terjadi ergantian sel tulang secara berangsur-

angsur oleh tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekan dan

tarikan yang bekerja pada tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri

secara lamelar seperti yulang normal, kekuatan kalus ini sama dengan

kekuatan tualng biasa dan fase ini disebut fase konsolidasi.

Jadi berdasarkan stadium- stadium penyembuhan terdiri dari:

1. Stadium penyatuan : absorpsi energi pada tempat fraktur

2. Stadium inflamasi : hematoma, nekrosis tepi fraktur, pelepasan

sitokin jaringan granulasi dalam celah-celah berlangsung sekitar 2

minggu.

3. Stadium reparatif : kartilago dan tulang berdeferensiasi dari

periost atau sel-sel parenkin, kartilago mengalami klasifikasi

endokrontal. Dan tulang membranosa yang dibentuk oleh osteoblas

pada ferifer dini kalus, secara bertahap mengganti kartilago yang


27

berklasifikasi dengan tulang berlangsung selama satu tahun sampai

beberapa bulan.

4. Stadium remodeling : tulang yang berongga –rongga berubah

menjadi lamellar melalui resorpsi dan pembentukan ganda. Tulang

cendrung untuk mempunyai bentuk aslinya melalui remodeling

dibawah berpengaruh dari stress mekanik berlangsung berbulan –

bulan sampai bertahun – tahun.

Gangguan pada proses penyembuhan :

1. Malunion : adalah suatu keadaan dimana fraktur ternyata

sembuh dalam posisi yang kurang sesuai, membentuk sudut atau

posisinya terkilir.

2. Delayed union : merupakan istilah yang menyatakan proses

penyembuhan yang terus berlangsung tetapi kecepatannya lebih

rendah dari pada biasanya.

3. Non union : adalah fraktur yang gagal untuk mengalami

kemajuan kea rah penembuhan, ini disebabkan karena pergerkan

yang berlebihan, distraksi yang berlebihan, infeksi dan jaringan

lunak terpisah secara parah.

Factor yang mempengaruhi penyembuhan tulang :


28

1. Banyaknya tulang yang rusak.

2. Daerah tulang yan patah.

3. Persediaan pembuluh darah/vaskularisasi di sekitr fraktur untuk

pembentukan kalus.

4. Factor lain seperti : imobilisasi yang tidak cukup, infeksi ,

interposisi dan gangguan perdarahan setempat.

(Noor zairin, 2016 ; 34)

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan yang

cedera.

2. Arteriogram: dilakukan bula ada kerusakan vaskuler.

3. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jringan lunak.

4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat,

menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon

terhadap peradangan.

5. Kreatinin. Trauma otot memungkinkan beban kreatinin untuk

klirens ginjal

( Wilkinson, 2009 )
29

2.2.8 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur meliputi:

1. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan

tulang ke posisinya ( ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

memanipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi,

bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan

bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat , skrup, plat, paku.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler

selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan

perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang

yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. ( Nanda,2015)

2.2.9 Penatalaksanaan perawat

1. Mengatur posisi

2. Pemantauan neurosirkulasi

3. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat

4. Mempertahankan kekuatan mobilisasi

5. Mempertahankan keutuhan kulit dan penyembuhan luka


30

6. Mengurangi nyeri

7. Perwatan diri.

Carpenito-moyet,2009)

2.3 Konsep Hambatan Mobilitas Fisik

2.3.1 Devinisi

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan gerakan fisik tubuh

atau satu atau lebih ekstremitas secara mendiri dan terarah.

(Nanda, 2018)

2.3.2 Jenis- jenis ROM

1. ROM aktif

ROM aktif adalah gerakan yang dilakukan oleh seseorang

( pasien ) dengan menggunakan energy sendiri. Perawat

memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam meaksanakan

pergerakan secara mandiri sesui dengan rentang gerak sendi

normal ( klien aktif)

2. ROM pasif

ROM pasif adalah energy yang dikeluarkan untuk latihan berasal

dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan

gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal

( klien pasif).
31

( Seratum, 2008)

2.3.3 Pengkajian

1. Riwayat penyakit atau disfungsi neurovascular

2. Status musculoskeletal,meliputi koordinasi ,gaya berjalan,

ukuran dan kekuatan otot ,tonus otot ,ROM,dan mobilitas

fungsional sebagai berikut :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu

2 = memerlukan bantuan pengawasan atau pengajaran dari

orang lain

3 = memerlukan bantuan dari orang lain dan peralatan atau

alat bantu

4 = ketergantungan, tidak dapat berpartisipasi dalam

aktivitas.

3. Status neurologic, meliputi tigkat kesadaran , kemampuan

motorik ,kemampuan sensori


32

2.3.4 Batasan Masalah

1. Penurunan kekuata, pengendalian ,massa ,ketahanan

otot

2. Gangguan koordinasi

3. Ketidakmampuan bergerak yang bertujuan berpindah

dalam lingkungan fisik, termasuk mobilitas di tempat

tidur ,perpindahan,ambulasi.

4. Keterbatasan ROM

5. Keengganan untuk mencoba bergerak

2.3.5 Diagnosa Medis

Sklerosislateral amiotripik, paralisis serebral,distrofi muscular

,miastenia gravis , penyakit parkonson ,polomielitis ,arthritis

rheumatoid ,cedera medulla spinalis ( paraplegia,

kuadriplegia ),stroke,tetanus.

2.3.6 Hasil yang diarapkan

1. Pasien mempertahankan kekuatan otot dan ROM sendi

2. Pasien tidak memperlihatkan adanya komlikasi ,eperti

kontraktur ,statis vena, pembentukan thrombus ,atau kerusakan

kulit.
33

3. Pasien tidak memcapai tingkat mobilitas tinggi ( berpindah secara

mandiri, mandiri di kursi roda, berjalan dengan alat bantu tertentu

seperti walker tongkat, brace),

4. Pasien atau pasangan melakukan program mobilitas.

5. Pasien atau pasangan membuat rencana untuk menggunakan

sumber-sumber guna membantu mempertahankan tingkat

fungsional, seperti ahli terapi fisik ,program rehabilitasi stroke

,American heart association,National Multiple Sclerosis socicty ,

dan sebagainya.

2.3.7 Intervensi dan Rasional

1. Lakukan latihan ROM untuk sendi juka tidak melakukan kontra

indikasi ,minimal 1x setiap pergantian tugas jaga, tingkatkan dari

pasif ke aktif sesuai toleransi.

R/ mencegah kontaktur sendi tan atrifi otot

2. Miringkan dan atur posisi pasien setiap 2 jam pada saat pasien di

tempat tidur.

R/ mencegah kerusakan integritas kulit dengan mengurangi

tekanan
34

3. Tempatkan sendi pada posisi fungsional, gunakan gulungan

trokanter sepanjang paha, gunakan sepatu karet yang ujung atasnya

tinggi , letakan bantal kecil dibawah kepala.

R/ mempertahankan sendi pada posisi fungsional dan mencegah

deformitas musculoskeletal.

4. Identifikasi tingkat fungsional dengan menggunakan skala

mobilitas fungsional

R/ untuk menunjang kontinuitas dan menjaga tingkat kemandirian

yang teridentifikasi

5. Beri dorongan mobilitas mandiri dengan membantu pasien

menggunakan palang bertingkat dan penghalang sisi tempat tidur,

gunakan tungkai yang tidak terkena untuk menggerakan tungkai

yang terkena dan lakukan aktifitas perawatan diri tersebut

R/ meningkatkan tonus oto dan harga diri pasien

6. Letakan barang barang pada tempat yang mudah dijangkau lengan

yang tidak terkena bila satu sisi mengalami kelemahan.

R/ untuk meningkatkan kemandirian pasien

7. Pantau dan catat setiap hari semua bukti komplikasi imobilitas

( kontraktur stasis vena thrombus, pneumonia, infeksi saluran

kemih )

R/ cendrung mengalami komplikasi


35

8. Lakukan program medis untuk mengelola atau mencegah

komplikasi

R/ meningkatkan kesehatan dan kesejahtraan pasien

9. Berikan mobilisasi progresif untuk keterbatasan konisi pasien

( mobilitas tempat tidur ke mobilitas kursi sampai ke berjalan )

R/ untuk mempertaankan tonus otot untuk mencegah komplikasi

imobilitas

10. Rujuk ke ahli terapi untuk mengembangkan program mobilitas

R/ untuk membantu rehabilitasi deficit musculoskeletal

11. Ajarkan pasien dan anggota kluarga atau teman tentang latihan

ROM ,perpindahan, insfeksi kulit , dan program mibilitas

R/ untuk membantu mempersiapkan pemulangan pasien

12. Demonstrasikan program mobilitas dan beri kesempatan kepada

pasien dan kluarga atay teman untuk mengulangi demonstrasi

program mobilitas

R/untuk meyakinkan kintinuitas perawatan dan penggunaan teknik

yang tepat
36

2.2.8 Manifertasi Klinis

1. Deformitas ( daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragment

tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan

terjadi seperti

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Nyeri akut

3. Odema

4. Krepitasi

5. Pergerakan abnormal

6. Shock hipovolemik

(zairin noor,2016;25)

2.2.9 Komplikasi

Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan

komplikasi lama:

a. Komlikasi awal

1. Syok : terjadi karena kehilangan bnyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi.
37

2. Kerusakan arteri : pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai

oleh tidak adanya nadi;CRT ( capillary refill time) menurun

,sianosis bagian distal, hematoma yang lebar tindakan reduksi

dan pembedahan.

3. Sindrom kompartemen: adalah suatu kondisi dimana terjebaknya

otot ,tilang,saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat

suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan

otot, saraf dan pembulub darah .

4. Infeksi : sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada

jaringan, pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit

( superficial) dan masuk ke dalam jaringan.

5. Avaskuler nekrosis ( AVN) : terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya vilkman’s ischemia.

b. Komplikasi lama

1. Delayed union: kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung

dengan baik,fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5

bulan ( tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk

anggota gerak bawah).


38

2. Non union : fraktur tidak sembuh dalam waktu antar 6-8 bulan

dan tidak terkonsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis ( sendi

palsu).

3. Mal union : keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi

terdapat deformitas yang berbentuk angulasi,

varus/valgus,pemendekan, atau penyilang missal pada fraktur

radius ulna.

2.2.10 Dokumentasi

1. Pengungkapan keluhan pasien tentang kehilangan mobilitas dan

status kemampuan fungsional saat ini .

2. Tujuan yang ditentukan oleh pasien.

3. Observasi status mobilitas pasien, adanya komplikasi terhadap

program mobilitas

4. pengajaran dan demonstrasi keterampilan yang dibutuhkan

dalam melakukan program mobilitas

5. evaluasi masing –masing hasil yang diharapkan.

( Cynthia,2011)
39

2.4 Konsep asuhan keperawatan

2.4.1 Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan

system atau metode proses pengkajian yang dalam pelaksanaanya

dibagi menjadi 5 tahap ,yaitu pengkajian, diagnose keperawatan

,perencanaan ,pelaksanaan, dan evaluasi.

2.4.2 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam

proses keperawatan, untuk di perlukan kecermatan dan ketelitian

tentang masalah – masalah klien sehingga dapat diberikan arah

terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantung pada tahap ini , tahap ini terbagi atas :

a. Pengumpulan data

1). Anamnesa

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis klamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai,status perkawinan pendidikan pekerjan

golongan darah , darah no registrasi,tanggal MRS,

dioagnosa medis
40

b. Keluhan utama

Klien mengatakan aktivitanya di bantu oleh keluarganya.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan ntuk menentukan

sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam

membuat rencana tindakan kepada klien. Ini bisa kronologi

terjadinya penyakit tersebut nantinya bisa ditentukan

kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.

Selain itu dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan

penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama

tulang tersebut akan menyambung. Penyakit – penyakit

tertentu seperti kanker tulang dari penyakit peget’s yang

menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu penyakit diabetes dengan luka di

kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun

kronik dan juga diabetes menghambat proses peyembuhan

tulang.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


41

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan

penyakit tulang merupaka salah satu factor predisposisi

terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sring

terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang

cendrung diturunkan secara genetik.

f. Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit

yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari – harinya baik dalam keluarga ataupun

dalam masyarakat.

g. Pola-pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan menimbulkan

ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan pada

dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehata

untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,

pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu

metabolisme kalsium, pengonsumsian alcohol yang bisa


42

keseimbangannya dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebtuhan sehari- harinya seperti kalsium, zat besi,

protein, dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi

klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dai

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau

protein dan terpapar sinar matahari yang kurang

merupakan factor predisposisi masalah musculoskeletal

terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya

warna, bau dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji

ada kesulitan atau tidak

4) Pola tidur istirahat

Semua klien fraktur keterbatasan gerak.sehinggu hal

ini dapat meggangguola dan kebiasaan tidur klien.


43

Selain itu juga ,pengkajian disana pada dilaksanakan

pada lamamya tidur , suasana lingkungan ,kebiasaan

tidur , dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur

5) Pola Aktifitas

karena keterbatasan gerak maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan

klien perlu banyak dibantu oleh orang lain . Hal lain

yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien trutama

pekerjaan beresiko intik terjadinya fraktur disbanding

pekerjaan yang lain .

6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan

dalam masyarakat . Karena klien harus menjalani

rawat inap

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketidakakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa

cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan

aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap

dirinya yang salah ( gangguan body image)

8) Pola Sensori dan Kognitif


44

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama

pada bagian distal fraktur ,sedang pada indra yang

lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada

kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu

juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa

melakukan hubungan sesual karena harus menjalani

rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri

yang dialami klien. Selain itu juga perlu dikajiststus

perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinan

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang

keadaan dirinya, yaitu ketidakakutan timbulnya

kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnyaa.

Mekanisme koping yang di tempuh klien bisa tidak

efektif.

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


45

Untuk klien fraktur dapat melakukan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan

konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri

dan keterbatasan gerak klien.

2) Pemeriksaan Fisik

a). System Integument

Terdapat eritema, suhu sekitar daerah terutama

meningkat, bengkak, odema, nyeri tekan

b). Kepala

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala .

c). Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada

benjolan, reflek menelan ada.

d). Wajah

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak

ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada

lesi, simetris, taak odema .


46

e). Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak

anemis ( karena tidak terjadi perdarahan )

f). Telinga

Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

g). Hidung

Tidak ada pernafasan cuping hidung.

h). Mulut dan Faring

Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi

perdaraha, mukosa mulit tidak pucat.

i). Thoraks

Tidak ada pergerakan otot interkostae, gerakan

dada simetris

j). Paru

1. Inspeksi
47

Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya

tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

2. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan .

3. Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara

tambahan lainnya

4. Auskultasi

Suara nafas normal, tidak ada wheezing,

atau suara tambahan lainnya seperti stridor

dan ronchi.

k). Jantung

1. Inspeksi

Tidak tampak siklus jantung .

2. Palpasi

Nadi meningkat, ictus tidak teraba.

3. Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur- mur.

i). Abdomen

1. Inspeksi
48

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

2. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan

3. Perkusi

Suara thympani

4. Auskultasi

Peristaltik usus normal ± 20 kali/ menit

m). Inguinal- Genetalia – Anus

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran

lymphe, tidak ada kesulitan BAB.

2.4.3 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnose keperawatan yang lazim dijumpai pada klien

fraktur adalah sebagai berikut :

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan

suplai darah ke jaringan , odema, penekanan pembuluh

darah ferifer

b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan lunak .

c. Hambatan Mobilitas Fisik b/d keterbatasan gerak ,

penurunan suplai darah kejaringan


49

d. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan

traksi ( pen, kawat, sekrup)

e. Resiko infeksi b/d trauma, imunitas tubuh primer menurun

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah

interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,

kurang akurat/lengkap informasi yang ada.

g. Deficit perawatan diri b/d gangguan pemenuhan ADL

h. Resiko Syok hipovolemik b/d penurunan fungsi cairan

tubuh, adaya perdarahan

Anda mungkin juga menyukai