Disusun oleh :
Pendamping :
KABUPATEN PATI
JAWA TENGAH
2020
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I 4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................4
1.2. Permasalahan.................................................................................................................5
1.3. Tujuan............................................................................................................................5
1.4. Manfaat..........................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................6
I. DEFINISI.......................................................................................................................6
II. EPIDEMIOLOGI.........................................................................................................6
III. ETIOLOGI...................................................................................................................7
IV. DIAGNOSIS.................................................................................................................7
V. PENATALAKSANAAN...............................................................................................8
VI. HIGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN............................................................9
VII. PENCEGAHAN.........................................................................................................14
BAB III....................................................................................................................................15
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI.........................................................15
BAB IV....................................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
LAMPIRAN............................................................................................................................18
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Skabies merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh penetrasi kutu parasit
obligat pada manusia, Sarcoptes scabies var. hominis ke dalam lapisan epidermis. Kutu
scabies ini adalah hewan Arthropoda yang awalnya diidentifikasi pada tahun 1600-an,
namun tidak dikenal sebagai penyebab erupsi kulit hingga tahun 1700-an. Perkiraan
sekitar 300 juta jiwa diseluruh dunia terinfeksi kutu scabies. Scabies menyerang seluruh
lapisan masyarakat, dimana wanita dan anak-anak lebih banyak terinfeksi. Penyakit ini
umumnya cenderung banyak ditemukan pada area urban, khususnya pada area padat
penduduk. Terdapat bukti adanya variasi musim, dimana banyak kasus dilaporkan pada
saat-saat musim dingin daripada saat musim panas. Insiden skabies telah meningkat
dalam 2 dekade terakhir ini, terutama di rumah-rumah perawatan, penjara, dan bangsal-
bangsal rumah sakit. Transmisi parasit ini biasanya terjadi melalui kontak personal,
meskipun kutu skabies ini dapat hidup di kulit manusia selama lebih dari 3 hari. (1)
Riwayat kontak di sekolah, atau dengan teman dekat merupakan hal yang penting,
terutama ketika tidak ada konfirmasi laboratorium. Dalam hal anamnesis, paparan terjadi
sedikitnya dalam 1 bulan sebelum munculnya gejala. Gejala awal ini terdiri dari adanya
lesi yang bermacam-macam, kadang muncul pada pergelangan tangan dan lengan,
namun lesi ini kadang diabaikan. Pruritus yang bersifat progresif, yang dapat
mengganggu tidur dan aktivitas normal, merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien
dalam mencari pengobatan. Munculnya lesi primer kadang-kadang dapat diperoleh hanya
dari anamnesis langsung kepada pasien. Skabies sendiri seharusnya dianggap berbeda
dari penyakit-penyakit gatal yang umum. Bentuk khusus yang disebut “crusted” atau
skabies “Norwegia” dapat muncul dengan keluhan gatal yang minimal atau bahkan tidak
ada.
Beberapa pasien datang berobat dengan perubahan sekunder yang luas pada kulit,
seperti dermatitis yang meluas, infeksi bakterial sekunder, self-induced dermatitis yang
disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai. Diperkirakan bahwa rata-rata pasien
seperti ini telah terinfeksi sedikitnya 1 bulan sebelum gejala ketidaknyamanan
generalisata ini muncul. Manifestasi klinis dari skabies yaitu gatal secara umum yang
lebih intens terutama pada malam hari dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien,
namun, komplikasi dan kematian juga dapat terjadi, umumnya karena adanya pioderma
4
bakterial sekunder, yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenus atau
Staphylococcus aureus. Infeksi sekunder ini dapat menyebabkan komplikasi seperti
glomerulonefritis post-streptococcus dan sepsis sistemik.
Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan melanjutkan siklus
hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida, yang
digunakan dalam terapi skabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari obat-obatan
ini bersifat toksik. Akhir-akhir ini, adanya resistensi terhadap obat yang sudah ada
sebelumnya, derajat keparahan penyakit, dan reaksi lanjut dari obat-obatan telah
mendorong perkembangan strategi pengobatan dan antiektoparasit baru untuk
manajemen yang lebih optimal.
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan derajat
Kesehatan masyarakat Kecamatan Gabus.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Skabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh kutu
Sarcoptes scabiei var hominis. Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung dari kulit ke
kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei,
bantal dan lain - lain).
II. EPIDEMIOLOGI
Skabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi yang
dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris antar tahun
1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun 1960-an dan 1970-
an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali meningkat pada tahun 1990-
an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada area urban, di sebelah utara
Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-anak, dan frekuensi yang lebih banyak pada
musim dingin dibandingkan dengan pada musim panas. Beberapa penelitian lain juga
menemukan adanya variasi musim ini. (6) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini,
antara lain: kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit
akibat Hubungan Seksual).
Skabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi dapat
menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini lebih sering
ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks secara keseluruhan
mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa kelompok ras yang rentan, yang
mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan dan faktor sosial daripada faktor
kerentanan yang melekat. Populasi yang padat, yang umum terjadi di negara-negara
terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan dan faktor kebersihan yang
buruk, juga ikut mendorong penyebaran skabies.
III. ETIOLOGI
6
Skabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
skabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat
dengan menggunakan mata telanjang. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar
antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil,
yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang
kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terdapat 4
tanda kardinal untuk diagnosis skabies, yaitu:
a. Pruritus nokturna.
b. Penyakit menyerang manusia secara berkelompok.
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.
d. Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskopis.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.
Diagnosis BandingSkabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the great
imitator dari kelainan kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya adalah
Pioderma, Impetigo, Dermatitis, Pedikulosis korporis.
V. PENATALAKSANAAN
Parasit dapat diberantas dengan emulsi benzoat bensiklus 25%, gamma bensen
7
heksakloria 1% atau monosulfiram 25%. Antibiotika diberikan jika terjadi infeksi
sekunder oleh kuman, dan antihistamin diberikan untuk mengatasi gatal-gatal hebat yang
dikeluhkan penderita (Soedarto, 2009). Ada bermacam-macam pengobatan antiskabies
sebagai berikut:
1. Benzeneheksaklorida (lindane)
Obat ini membunuh kutu dan nimfa. Lindane digunakan dengan cara menyapukan
keseluruh tubuh dari leher ke bawah dan setelah 12-24 jam dicuci sampai bersih.
Pengobatan ini diulang selama 3 hari. Penggunaan lindane yang berlebih dapat
menimbulkan efek pada sistem saraf pusat.
2. Sulfur
Sulfur 10% dalam bentuk parafin lunak lebih efektif dan aman. Obat ini digunakan
pada malam hari selama 3 malam.
3. Benzilbenzoat (crotamiton)
Benzilbenzoal dalam bentuk lotion 25% digunakan selama 24 jam dengan frekuensi 1
minggu sekali. Cara penggunaan dengan disapukan ke badan dari leher kebawah.
Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan iritasi.
4. Monosulfiran
Monosulfiran dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan harus ditambah 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
5. Permethrin
Permethrin dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal, digunakan selama 8-12 jam
kemudian cuci sampai bersih.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,
inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien
anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid
topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal
yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika
tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan
tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan.
Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan
untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.
Edukasi pada pasien skabies :
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
8
2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang
terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam
hari sebelum tidur.
4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas
6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu walaupun
rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
7. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu
9
mempunyai arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi lebih menitik beratkan pada
faktor lingkungan hidup manusia, sementara hygiene lebih menitik beratkan pada
usaha-usaha kebersihan perorangan.
A. Personal Higiene
Menurut Wartonah, personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal
yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body image, yaitu gambaran individu terhadap dirinya yang mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial, yaitu pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi, yaitu personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan, yaitu pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya, yaitu pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
mandi.
6. Kebiasaan seseorang, yaitu ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis, yaitu pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang akan timbul jika personal hygiene kurang adalah:
1. Dampak fisik, yaitu gangguan fisik yang terjadi karena adanya gangguan
kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, adalah gangguan yang sering terjadi adalah gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial, yaitu masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.
10
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian skabies
Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko mudah
tertular berbagai penyakit skabies. Penularan terjadi melalui dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Adapun yang termasuk faktor internal adalah kebersihan
diri, perilaku, dan yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, budaya dan sosial
ekonomi.
1. Kebersihan Diri
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan
kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan
memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan
tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan kaki dan
kebersihan genitalia.
Banyak manfaat yang dapat di petik dengan merawat kebersihan diri,
memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri
dan menciptakan keindahan.
2. Kebersihan Kulit
Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai
dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang
tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit1,3
Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan kulit.
Mandi yang baik adalah : 1). Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.
2). Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang
mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai kegiatan
tersebut. 3). Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak
dianjurkan untuk mandi sehari-hari. 4). Bersihkan anus dan genitalia dengan baik
karena pada kondisi tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan
menyebabkan iritasi dan infeksi. 5). Bersihkan badan dengan air setelah memakai
sabun dan handuk yang sama dengan orang lain
3. Kebersihan tangan dan kuku
Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan
tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi
penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang
lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku
sebelum dan sesudah beraktivitas. 1). Cuci tangan sebelum dan sesudah makan,
setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci
11
harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan. 2). Handuk yang
digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari. 3).
Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain
saat menyiapkan makanan. 4). Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong
kuku terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit
4. Kebersihan Genitalia
Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum
remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat garukan,
apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan
di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area
genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah satu
contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya bagaimana orang tua
mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus
dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang
ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah terkena
infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat
genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain,
selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia
mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain kebersihan
genital, peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting untuk tumbuh kembang
anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu
memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana
dalam.
5. Perilaku
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan
kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik
dirumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasaan
menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari
Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang kurang bersih dan
saling bertukar-tukar pakaian dengan teman satu kamar. Hal itulah yang tidak
diperhatikan serius oleh pimpinan pondok pesantren dan santri itu sendiri. Kita dapat
menghindari penyakit skabies dengan menjaga kebersihan pakaian. Dengan rajin
mencuci dan menjemur pakaian sampai kering dibawah terik matahari. Dan jangan
menggunakan pakaian yang belum kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit
12
tapi sering
6. Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan
berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara
membersihkan jendela dan perabot, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan
makan, membersihkan kamar, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan
dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan jalan di
depan asrama dari sampah
Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan
lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam
lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab,
dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti
menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita di ponpes
dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir
dan handuk
7. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh
dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah berkembang pada tempat disela-sela
tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal jika rajin mandi kemungkinan besar skabies
akan susah berkembang ditubuh manusia. Seharusnya jika sebagian budaya tidak
membolehkan mandi bagi orang yang sakit maka dapat dibersihkan dengan cara
mengelap bagian tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada tempat-tempat
yang mudah dihinggapi skabies.
VII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.
Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran skabies karena
seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang masih dalam periode
inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit,
karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
13
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI
A. Tujuan
Setelah dilakukan penyuluhan selama 10 menit, peserta penyuluhan diharapkan
mampu memahami tentang pentingnya menjaga kebersihan, mengurangi resiko penularan
penyakit skabies, dan memahami cara pengobatan penyakit skabies.
B. Metode
Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dengan menggunakan leaflet dan
diskusi tanya jawab
C. Media
Media yang digunakan ialah media presentasi / leaflet
D. Sasaran
Pasien yang berobat Poli Umum di Puskesmas Gabus 1.
E. Waktu
Penyuluhan tentang penyakit skabies dilaksanakan pada :
1. Hari, tanggal : Jumat, 05 Juni 2020
2. Jam : 08.30 – selesai
F. Tempat
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis sampaikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa skabies
adalah penyakit kulit yang sering dijumpai pada masyarakat dengan sangat mudah. Pada
penyakit ini jika tidak diobati dengan baik maka akan menyebabkan infeksi sekunder, infeksi
berulang dan juga dapat menularkan pada orang-orang disekitar penderita.
B. Saran
Kita telah mengetahui bagaimana dampak penyakit skabies. Penyakit ini dapat
menular dengan sangat cepat dan mudah. Oleh karena itu, diperlukan edukasi ke masyarakat
tentang penyakit ini agar dapat mencegah penularan dan pentingnya menjaga kebersihan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1.
Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas
hasanuddin; 2003. p. 5-10.
2. Djuanda A. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI
3. Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.
4. Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123
5. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta
6. Kusnoputranto, Haryoto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gramedia pustaka. Jakarta
7. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19: p. 12-16.
8. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis In: Wolff
K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 7th ed. United state of America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
9. Wartonah. 2003. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Salemba medika.
Jakarta.
16
LAMPIRAN
17
Foto Kegiatan Penyuluhan Skabies
18
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Mengetahui
Pembimbing
19
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
“Hipertensi"
Mengetahui
Pembimbing
20