Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.6 Upaya Pengobatan Dasar

Disusun oleh :

dr. Fieka Amelia

Pendamping :

dr. M. Wahib Hasyim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE MARET – JULI 2020

UPTD PUSKESMAS GABUS I

KABUPATEN PATI

JAWA TENGAH

2020
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.6 Upaya Pengobatan Dasar

“Pendekatan Klinis Kasus Hemoroid Interna Grade ll pada Ny. S


di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus I Pati”

Disusun oleh :

dr. Fieka Amelia

Pendamping :

dr. M. Wahib Hasyim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE MARET – JULI 2020

UPTD PUSKESMAS GABUS I

KABUPATEN PATI

JAWA TENGAH

2020
HALAMAN PENGESAHAN
F.6 Upaya Pengobatan Dasar

“Pendekatan Klinis Kasus Hemoroid Interna Grade ll pada Ny, S di Wilayah


Kerja Puskesmas Gabus I Pati”

Kecamatan Gabus Kabupaten Pati


Jawa Tengah

Pati, 04 Juni 2020

Pembimbing Dokter Internsip

dr. M. Wahib Hasyim dr. Fieka Amelia

iii
DAFTAR ISI

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hemoroid atau wasir adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena
di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (Price dan Wilson 2005).
Hemoroid adalah struktur normal dari tubuh manusia yang terdiri dari 3 unsur,
yaitu mukosa, stroma yang terdiri dari pembuluh darah, otot polos, dan jaringan
penunjang, serta jaringan ikat. Hemoroid, dikenal di masyarakat sebagai penyakit
wasir atau ambeien, merupakan penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak
zaman dahulu (Sjamsuhidrajat, 2004).

Hemoroid merupakan penyebab umum dari perdarahan rektum dan


ketidaknyamanan anal, namun keakuratan insiden sulit untuk ditentukan karena
pasien cenderung mencari pengobatan sendiri, bukan penanganan medis.
Hemoroid diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia (Slavin, 2008). Insiden
hemoroid terjadi pada 13%-36% populasi umum di Inggris (Lohsiriwat, 2012).
Berdasarkan data dari The National Center of Health Statistics di Amerika
Serikat, prevalensi hemoroid sekitar 4,4% (Buntzen et al., 2013). Di Mesir,
hemoroid dianggap penyakit daerah anus tersering dengan prevalensi tinggi
hampir 50% dari kunjungan proctological di Unit Kolorektal (Ali et al., 2011).
Belum banyak data mengenai prevalensi hemoroid di Indonesia. Namun dari
penelitian yang telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah pasien
yang didiagnosis hemoroid pada tahun 2009-2011 berjumlah 166 orang dengan
prevalensi 69,17% (Wandari, 2011).

Hemoroid merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan dalam


praktik sehari-hari, namun sudah dalam keadaan lanjut. Hemoroid merupakan
jaringan normal pada setiap orang. Namun, hemoroid dapat menimbulkan gejala
dan ketidaknyamanan karena banyak faktor (Riwanto, 2010). Beberapa faktor
risiko terjadinya hemoroid antara lain adalah keturunan, kurangnya makan

1
makanan yang berserat, kurang minum air, proses mengedan yang sulit, pola
buang air besar yang salah (lebih menggunakan jamban duduk & terlalu lama
duduk di jamban), adanya tekanan intraabdomen yang meningkat karena
kehamilan, usia tua, konstipasi kronik, kurang olahraga dan pergerakan minimal
(Simadibrata, 2009).

Penanganan hemoroid yang tersedia meliputi konservatif, manajemen


invasif minimal sampai pembedahan. Beberapa tindakan invasif minimal seperti
skleroterapi, rubber band ligation dan terapi laser. Rubber band ligation
diperkirakan lebih baik daripada skleroterapi atau fotokoagulasi inframerah walau
dihubungkan dengan ketidaknyamanan pasca prosedur (Steven, 2005).
Skleroterapi dan krioterapi sudah semakin jarang digunakan. Koagulasi mungkin
memiliki komplikasi lebih sedikit dibandingkan RBL, namun angka rekurensinya
lebih tinggi. Hemoroidektomi diasosiasikan dengan nyeri dan komplikasi yang
lebih banyak dibandingkan terapi nonoperatif (Neal, 2009).

1.2. Permasalahan

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hemoroid khususnya dalam


pencegahan dan faktor resiko yang dapat menyebabkan hemoroid.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Hemoroid yang


ditemukan di balai pengobatan wilayah kerja Puskesmas Gabus 1.

1.3.2. Tujuan Khusus

2
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Gabus 1 tentang tentang gejala, faktor resiko, dan terapi hemoroid.
b. Memberikan edukasi pada masyarakat untuk senantiasa
melaksanakan pola hidup sehat dan memperbaiki kebiasaan untuk
mencegah hemoroid.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

Memberikan tambahan informasi mengenai penyakit hemoroid.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas
Membantu dalam pengembangan program upaya kesehatan
personal di balai pengobatan khususnya tentang penyakit hemoroid.
b. Bagi Masyarakat
1) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit
hemoroid
2) Memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya pola
hidup sehat pada penderita hemoroid.

3
BAB II
PERMASALAHAN DAN KASUS

2.1. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Gabus 4/2

Tanggal Pemeriksaan : 02 Mei 2020

4
2.2. Anamnesis

Anamnesis diperoleh melalui anamnesis pada pasien secara langsung.

2.2.1. Keluhan Utama

BAB berdarah

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke puskesmas mengeluh BAB berdarah 1 hari yang


lalu bewarna merah segar yang menetes. Pasien juga mengeluh terdapat
benjolan yang keluar dari anusnya sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan ini
biasanya muncul apabila BAB dengan konsistensi keras dan menyebabkan
nyeri dan terasa panas, terkadang disertai darah berwarna merah segar yang
menetes. Benjolan tersebut dapat keluar masuk secara spontan. Selama 1
tahun terakhir, BAB pasien rutin satu kali sehari dengan konsistensi lunak
dan beberapa kali konsistensinya keras sehingga pasien harus mengedan dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk BAB di WC dan menyebabkan
keluhan benjolan muncul. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran
feses. Pasien tidak pernah mengalami perubahan pola buang air besar seperti
buang air besar menjadi cair dan frekuensi menjadi semakin sering. Darah
yang keluar saat buang air besar tidak disetai lendir. Pasien mampu
menahan rasa ingin buang air besarnya. Buang air kecil pada pasien tidak
ada perubahan, warna kuning jernih dan tidak nyeri saat berkemih. Perut
kembung dan nyeri pada perut juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak
merasakan adanya penurunan berat badan, nafsu makan pasien juga tidak
mengalami perubahan.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu.

 Riwayat keluhan serupa : Disangkal

5
 Riwayat DM : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat alergi : Disangkal
 Riwayat penyakit kronik : Disangkal

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronik

2.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien jarang mengonsumsi sayur dan buah-buahan, minum air putih


dalam sehari kurang dari 5 gelas, kebiasaan mengedan lama saat bab, dan jarang
berolahraga. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien berobat ke
Puskesmas menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.

2.3. Pemeriksaan Fisik

2.3.1. Keadaan Umum : Baik


2.3.2. Kesadaran : Composmentis
2.3.3. Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
2.3.4. Antropometri
Berat Badan : 50 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
Status Gizi : Normoweight

6
2.3.5. Status Generalis

 Kepala : Normocephal, pertumbuhan rambut baik teratur, tidak


mudah dicabut
 Mata : CA (-/-), SI (-/-), edema palpebra (-/-), reflek cahaya
(+/+), isokor (+/+), mata cowong (-/-)
 Hidung : Sekret (-), epitaksis (-), nafas cuping hidung (-)
 Telinga : Hiperemis (-), Sekret (-)
 Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah (+), sianosis (-), perdarahan
gusi (-), faring hiperemis (-), Tonsil (T2/T2) hiperemis (-),kripta
melebar(-)
 Leher : Pembesaran kel. getah bening (-), massa abnormal (-),
peningkatan JVP (-)
 Thoraks : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-), massa (-),
Pekak (+) semua lapang thoraks
o Pulmo : SDV (+, semua lapang paru), Ronkhi (-), Wheezing (-)
o Cor : S1 S2 Tunggal reguler, murmur (-), suara tambahan(-)
 Abdomen : Flat, Bising usus (+) dalam batas normal (12x/menit),
Timpani (+) seluruh lapang abdomen, Nyeri tekan (-), Hepar tidak
teraba, pembesaran hepar (-)
 Ekstremitas :
o Ekstremitas atas
 Kanan : Hiperemis (-), sianosis (-), akral hangat (+)
 Kiri : Hiperemis (-), sianosis (-), akral hangat (+)
o Ekstremitas bawah
 Kanan : Hiperemis (+), sianosis (-), akral hangat (+),
tampak adanya UKK berupa Nodul dengan tepi eritema
berbatas tegas disertai dengan abses dan pus (+)
 Kiri : Hiperemis (-), sianosis (-), akral hangat (+)

7
2.3.6. Status Lokalis

Regio Anus

 Inspeksi : Terdapat benjolan yang keluar dari dalam anus berbentuk


bulat, berwarna kemerahan dengan diameter 2 cm. ekskoriasi (-), tanda
radang (-), darah (-), fisura (-), fistula (-).
 Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba benjolan, bentuk bulat, konsistensi
kenyal, mudah digerakkan

2.4. Resume

Ny. S usia 45 Tahun datang ke Puskesmas Gabus I dengan keluhan BAB


berdarah 1 hari yang lalu bewarna merah segar yang menetes. Pasien juga
mengeluh terdapat benjolan yang keluar dari anusnya sejak 1 tahun yang lalu.
Benjolan ini biasanya muncul apabila BAB dengan konsistensi keras dan
menyebabkan nyeri dan terasa panas, terkadang disertai darah berwarna merah
segar yang menetes. Benjolan tersebut dapat keluar masuk secara spontan. Selama
1 tahun terakhir, BAB pasien rutin satu kali sehari dengan konsistensi lunak dan
beberapa kali konsistensinya keras sehingga pasien harus mengedan dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk BAB di WC dan menyebabkan
keluhan benjolan muncul. Pasien mengatakan bahwa pasien jarang mengkonsumsi
sayur dan buah-buahan. Selain itu, pasien mempunyai kebiasaan minum air putih
1 hari kurang dari 5 gelas.

Dari pemeriksaan fisik status lokalis tampak benjolan yang keluar dari
dalam anus berbentuk bulat, berwarna kemerahan dengan ukuran diameter 2 cm.
Nyeri tekan (+), teraba benjolan, bentuk bulat, konsistensi kenyal, mudah
digerakkan.

8
2.5. Diagnosis

Hemoroid Interna Grade ll

2.6. Tatalaksana

2.7.1. Non-Medika Mentosa

 Mengonsumsi makanan yang tinggi serat dan bergizi


 Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari).
 Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi
saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan
memperkeras feses.
 Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua
kali sehari selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena
air hangat dapat merelaksasi sfingter dan spasme.
2.7.2. Medika Mentosa
 Paracetamol Tab 3x1
 Omeprazole Tab 2x1
 Fe Tab 1x1
 Hemoroid Supp

2.7. Prognosis

 Ad Vitam : dubia ad bonam


 Ad Sanam : dubia ad bonam
 Ad Fungsionam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Hemoroid

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena


di anus dari pleksus hemoroidalis (Price dan Wilson 2005). Hemoroid adalah
dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior.
Hemoroid dibedakan menjadi dua, interna dan eksterna. Hemoroid interna
adalah pleksus vena hemoroidales superior diatas garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa. Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan
depan, kanan belakang, dan kiri lateral, sedangkan hemoroid yang lebih kecil
terdapat diantara ketiga letak primer tersebut. Hemoroid eksterna merupakan
pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior yang terdapat di bagian
distal garis mukokutan di dalam jaringan dibawah epitel anus
(Robbins, 2007).

3.2. Etiologi dan Faktor Resiko Hemoroid

Penyebab pasti timbulnya hemoroid masih belum pasti, hanya saja ada
beberapa faktor pendukung terjadinya hemoroid, yaitu :

10
 Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
 Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
 Keturunan :dinding pembuluh darah lemah dan tipis
 Pekerjaan : orang yang harus berdiri, duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
 Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra
abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan
sering mengejan pada waktu defekasi.
 Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh
karena ada sekresi hormone relaksin.
 Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis (Simadibrata, 2009).

3.3. Klasifikasi Hemoroid

Berdasarkan letaknya hemoroid terbagi atas :

a. Hemoroid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang
timbul di sebelah luar musculus sphincter ani. Hemorrhoid eksterna
diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk
akut dapat berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang
merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan
gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemorrhoid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sequele dari
hematoma akut (Sjamsuhidrajat, 2005).
b. Hemoroidinterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior dan
media yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani.
Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis

11
superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang
terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien
dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Kedua jenis
hemorrhoid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk yang berusia di atas 25 tahun (Sjamsuhidrajat, 2005).

Hemoroid interna dikelompokkan ke dalam 4 derajat, yakni:

 Derajat I : bila terjadi pembesaran hemorrhoid yang tidak prolaps ke


luar kanalis analis yang hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
 Derajat II : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dan menghilang atau
dapat masuk kembali ke dalam anus secara spontan.
 Derajat III : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dimana harus
dibantu dengan dorongan jari untuk memasukkannya kembali ke dalam
anus.
 Derajat IV : prolaps hemorrhoid yang yang permanen. Prolaps ini
rentan dan cenderung mengalami trombosis dan infark.

Gambar 1. Hemoroid Interna dan Eksterna

Tingkat I I Tingkat II I Tingkat III Tingkat IV

12
Gambar 2. Derajat Pada Hemoroid Interna
Klasifikasi Tingkat Penyakit Hemoroid (IH=Internal Hemoroid,
EH=External Hemoroid, AC=Anal Canal, AT=Anchoring Tisue,
PL=Pecten Ligamen. Hemoroid Tingkat III dan IV, Pleksus
Hemoroid berada diluar anal kanal.

3.4. Patogenesis Hemoroid

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion)


atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh
jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di
dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh
arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Sjamsuhidrajat, 2005).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara
berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan
tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami
prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat,
berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang
meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari
pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi
yang merusak pembuluh darah di bawahnya. Umumnya perdarahan
merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur
dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah (Simadibrata, 2009).
Hemoroid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-lahan.
Mula-mula penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan dapat

13
masuk sendiri dengan spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak
dapat masuk ke anus dengan sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan
tangan. Bila tidak segera ditangani, hemorrhoid itu akan menonjol secara
menetap dan terapi satu-satunya hanyalah dengan operasi. Biasanya pada
celana dalam penderita sering didapatkan feses atau lendir yang kental dan
menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab. Sehingga sering
pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di daerah anus (Price dan
Wilson, 2005).
Sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis
hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel
mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan
vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan
leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah
pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan
perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga
terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor
dari sel mast (Robbins, 2007).

3.5. Gejala Klinis Hemoroid

a. Hemoroid Eksterna
Pada fase akut, hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri, biasanya
berhubungan dengan adanya udem dan terjadi saat mobilisasi.Hal ini
muncul sebagai akibat dari trombosis dari v.hemorrhoid dan terjadinya
perdarahan ke jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri,
kulit dapat mengalami nekrosis dan berkembang menjadi ulkus.,

14
akibatnya dapat timbul perdarahan. Pada beberapa minggu selanjutnya
area yang mengalami thrombus tadi dapat mengalami perbaikan dan
meninggalkan kulit berlebih yang dikenal sebagai skin tag . Akibatnya
dapat timbul rasa mengganjal, gatal dan iritasi (Robbins, 2007).
b. Hemoroid Interna
Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul dan pruritus.
Trombosis atau prolapsus akut yang disertai edema atau ulserasi luar biasa
nyerinya. Hemoroid interna bersifat asimtomatik, kecuali bila prolaps dan
menjadi stangulata.
Gejala yang muncul pada hemorrhoid interna dapat berupa:
 Perdarahan
Merupakan gejala yang paling sering muncul; dan biasanya
merupakan awal dari penyakit ini. Perdarahan berupa darah segar dan
biasanya tampak setelah defekasi apalagi jika fesesnya keras.
Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat, hal ini
disebabkan karena prolaps bantalan pembuluh darah dan mengalami
kongesti oleh spincter ani.
 Prolaps
Dapat dilihat adanya tonjolan keluar dari anus. Tonjolan ini dapat
masuk kembali secara spontan ataupun harus dimasukan kembali oleh
tangan.
 Nyeri dan rasa tidak nyaman
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh komplikasi yang terjadi (seperti
fisura, abses dll) hemorrhoid interna sendiri biasanya sedikit saja yang
menimbulkan nyeri.Kondisi ini dapat pula terjadi karena terjepitnya
tonjolan hemorrhoid yang terjepit oleh spincter ani (strangulasi).
 Keluarnya Sekret
Walaupun tidak selalu disertai keluarnya darah, secret yang menjadi
lembab sehingga rawan untuk terjadinya infeksi ditimbulkan akan
menganggu kenyamanan penderita dan menjadikan suasana di daerah
anus (Price dan Wilson 2005).

15
3.6. Pentalaksanaan Hemoroid

a. Terapi Non Medikamentosa


Dapat diberikan pada semua kasus hemoroid terutama hemoroid interna
derajat 1, disebut juga terapi konservatif, diantaranya adalah:
 Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi makanan tinggi
serat 20-30 g/hari
 Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari).
 Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar
mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan
memperkeras feses.
 Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin
dua kali sehari selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu,
karena air hangat dapat merelaksasi sfingter dan spasme.
 Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya
pembengkakan.

b. Terapi Medikamentosa
 Salep anastetik local
 Kortikosteroid
 Laksatif
 Analgesik

(Simadibrata, 2009)

c. Terapi Pembedahan
Hemorrhoid Institute of South Texas (HIST) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain :
 Hemoroid interna derajat II berulang
 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
 Mukosa rektum menonjol keluar anus

16
 Hemoroid interna derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti
fisura
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif
 Permintaan pasien

Adapun jenis pembedahan yang sering dilakukan yaitu :

 Skleroterapi
Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 % fenol dalam minyak
nabati. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek dari injeksi
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast dan
thrombosis intravascular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada
submukosa hemoroid sehingga akan mencegah atau mengurangi
prolapsus jaringan hemoroid. Terapi ini disertai anjuran makanan
tinggi serat dapat efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II.
Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat penyuntikan cairan yang
tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang
paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa menimbulkan
abses (Linchan, 2001).
 Infrared thermocoagulation
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah
dengan lampu tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan
hemorrhoid dari reflector plate emas melalui tabung polymer khusus.
Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus jaringan ke submukosa
dan dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi
jaringan di daerah tersebut. Daerah yang akan dikoagulasi diberi local
anestesi terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi,
umumnya berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat
(Sjamsuhidrijat, 2009).
 Bipolar diathermy

17
Teknik ini menggunakan listrik untuk menghasikan jaringan koagulasi
pada ujung cauter. Cara ini efektif untuk hemorrhoid derajat III atau
dibawahnya (Sjamsuhidrijat, 2009).
 Cryotherapy
Teknik ini didasarkan pada pembekuan dan pencairan jaringan yang
secara teori menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga
terbentuk jaringan parut (Sjamsuhidrijat, 2009).
 Ligasi dengan gelang karet (Rubber band ligation)
Biasanya teknik ini dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang
mengalami prolaps. Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam
tabung ligator khusus. Efek dari teknik ini adalah nekrosis iskemia,
ulserasi, dan scarring yang akan menghasilkan fiksasi jaringan ikat ke
dinding rektum. Komplikasi yang sering terjadi berupa edema dan
trombosis (Katerina, 2003).

Gambar 3. Rubber Band Ligation


 Hemoroidektomi
Teknik dipakai untuk hemoroid derajat III atau IV dengan keluhan
menahun, juga untuk penderita denga perdarahan berulang dan anemia
yang tidak sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana.
Prinsipnya adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-
benar berlebihan, dan pada anoderm serta kulit yang normal dengan
tidak mengganggu sfingter anus. Selama pembedahan sfingter anus
biasanya dilatasi dan hemoroid diangkat dengan klem atau diligasi dan
kemudian dieksisi (Sjamsuhidrijat, 2009).

18
Gambar 4. Hemoroidektomi

19
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Ny. S usia 45 Tahun datang ke Puskesmas Gabus I dengan keluhan
BAB berdarah 1 hari yang lalu disertai dengan benjolan yang keluar
dari anus sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan dapat keluar masuk secara
spontan, terasa nyeri saat bab dengan konsistensi keras dan keluar
darah segar yang menetes.
2. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena
di anus dari pleksus hemoroidalis. Hemoroid dibedakan menjadi dua,
interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah pleksus vena
hemoroidales superior diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh
mukosa. Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan
pleksus hemoroid inferior yang terdapat di bagian distal garis
mukokutan di dalam jaringan dibawah epitel anus
3. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

4.2. Saran
1. Tenaga kesehatan proaktif untuk melakukan edukasi kepada
masyarakat tentang penyakit hemoroid dan pencegahannya.
2. Untuk pasien dan keluarga sebaiknya mengikuti saran dan pengobatan
yang telah direncanakan oleh dokter mengenai pengobatan dan
edukasi yang telah diberikan supaya tidak memperburuk keadaan
pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ali, ZH., El-Sayed, NO., Taha, NM., 2011, Effect of conservative measures in
improving hemorrhoid stages and relieving symptoms among patients with
hemorrhoid, Journal of American Science, 7(9) : 53-65.

Buntzen, S., Christensen, P., Khalid, A., Ljungmann, K., Lindholt, Lundby, L,,
Rossell L., et al., 2013, Diagnosis and treatment of haemorrhoids, Danish
Medical Journal, 60(12): 1-9.

Katerina, K., 2003, Rubber Band Ligation of Hemorrhoids – An Office Procedure.


Annals of Gastroenterology, 16(2):159-161.

Linchan, W.M., 2001, Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II, EGC, Jakarta,hal 56 –
598.

Lohsiriwat, V., 2012, Hemorrhoids : From basic pathophysiology to clinical


management, World Journal of Gastroenterology, 18(17): 2009-17.

Neal, KO., Kerry, HK., Olaitan, AA., et al., 2009, Hemorrhoid Treatment in the
Outpatient Gastroenterology Practice Using the O’Regan Disposable
Hemorrhoid Banding System is Safe and Effective. The Journal of
Medicine, 2(5):248-256.

Price, S.A., and Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit (Edisi 4), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

21
Riwanto, I., 2010, Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Jong WD (eds). Buku ajar ilmu bedah Edisi ke-3. EGC,
Jakarta, pp: 788-92.

Robbins, S.L., 2007, Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2, Ed 7, EGC, Jakarta.

Simadibrata, M., 2009, Hemoroid, Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I, Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong., 2004, Hemoroid, Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah,
Ed.2, EGC, Jakarta, Hal: 672 – 675.

Slavin, JL., 2008, Position of the American Dietetic Association: Health


implications of dietary fiber, Journal of the American Dietetic Association,
108(10): 1716-31.

Steven, DW., Giovanna, MS., 2005, Anorectal Diseases. In: Wilfred MD et al


(eds). Clinical Gastroenterology and Hepatology. Philadelphia: Elsevier
Mosby; p. 497-498.

Wandari, NN., 2011, Prevalensi hemoroid di rsup haji adam malik medan periode
Januari 2009 - Juli 2011, Medan, Universitas Sumatera Utara.

22
LAMPIRAN

23
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Hari, Tanggal : Kamis, 04 Juni 2020


Pukul : 12.30 WIB – selesai
Tempat : Puskesmas Gabus I
Presentan : dr. Fieka Amelia

Judul : F.6 Upaya Pengobatan Dasar


“Pendekatan Klinis Kasus Hemoroid Interna Grade ll pada Ny. S
di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus I Pati”

24
No Nama Peserta Tanda Tangan
1 dr. Alnia Rindang
2 dr. Farah Fauziah
3 dr. Intan Rahmawati
4 dr. Niken Tri Utami
5 dr. Sushanti Nuraini
6 dr. M Wahib Hasyim

Mengetahui
Pembimbing

dr. M Wahib Hasyim

25

Anda mungkin juga menyukai