Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN ANAK PR

OGRAM STUDI NERS UNIVERSITAS PAHLAWAN

NAMA MAHASISWA : RESTU DEWI SAFITRI


NIM : 2014901010
TANGGAL : 16-5-2020
RUANG RAWAT : ZAIDAR
DIAGNOSA MEDIS : DHF

A. Definisi
Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthrop-borne virus) akut, ditularkan
oleh nyamuk spesies Aedes (FK UI, 1985, hlm. 607). Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti (betina). DHF terutama menyerang anak, remaja, dan dewasa dan
seringkali menyebabkan kematian bagi penderita (Christantie Effendy, Skp. 1995).
Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali disertai
dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai
gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF) ditandai oleh emapat manifestasi klinis
utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada
kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Dapat mengalami syok hipovolemik
yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue
(DSS) dan dapat menjadi fatal (WOC edisi 2).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006).
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti (Nursalam, 2005).
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash)
dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintikbintik perdarahahan (ptekie)
spontan (Noer, 2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam
1
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di
Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan
ditandai dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas disertai
dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai muntah
darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock (Soegijanto, 2006).

B. Etiologi
1. Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai
macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia, maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36). Diketahui ada
empat jenis virus yang mengakibatkan demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN3, dan DEN-4.
2. Nyamuk aedes aegypti
Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis,
infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
3. Host (pembawa)
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya.

C. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatkan
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra selular.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot,, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
2
hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinema serta efusi
dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pembesaran cairan intravena. Oleh
karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah
berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus
perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:
A−B
x 100 %=C
B
Keterangan:
A = Ht tertinggi selama dirawat
B = Ht saat pulang
C = prosentase hematokrit
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan intravena
harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir
seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati
umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral
atau parasentral lobulus hati.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut
(suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos
3
mentis.
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise
muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita biasanya
menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, maka merah, keringat banyak,
gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi
dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah
pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopopular mungkin
muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan
kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi
costa dan biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau
perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran
klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
1. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu makan
(anoreksia), diare, konstipasi
3. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-
pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan (fushing) pada muka,
pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit
bila disentu dan pergerakan bola mata terasa pegal.
Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai
berikut:
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan salah
satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis, dan atau melena.
3. Perbesaran hati
4. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau
kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai hari ke-7:
1. Perubahan sensorik dan nyeri perut
4
2. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit
3. Terdapatnya efusi pleura atau asites
4. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
5. Trombosit kurang dari 50.000/mikroliter
6. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L
7. EKG abnormal
8. Hipotensi

E. Klasifikasi
Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara
klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda-tanda
dini renjatan)
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

F. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.

5
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi
dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous
return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi
disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan
integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien
akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Trombosit menurun.
b. HB meningkat lebih 20 %.
c. HT meningkat lebih 20 %.
d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
e. Protein darah rendah.
f. Ureum PH bisa meningkat.
g. NA dan CL rendah
2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
a. Rontgen thorax : Efusi pleura.
b. Uji test tourniket (+)
6
Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah pada
lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik selama 5
menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per 2,5 cm (1 inchi).
Tes mungkin negatif atau positif ringan selama fase syok berat. Ini biasanya
menjadi positif kuat, bila tes dilakukan setelah pemulihan dari syok.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirop dan beri
penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer Laktat
merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan, mengandung Na+130
mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor basa 28 mEq/liter, Cl - 109 mEq/liter dan Ca++
3 mEq/liter.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau
dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres dingin.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi
dengan dokter)
10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)

I. Edukasi

Edukasi yang harus dilakukan pada pasien dan keluarga pasien demam dengue
(dengue fever/DF) yang dirawat jalan antara lain :

1. Pasien harus istirahat cukup

7
2. Diperlukan asupan cairan yang cukup. Cairan dapat berupa susu, jus, cairan
isotonik, maupun oralit.
3. Jaga suhu tubuh di bawah 39 C
4. Awasi munculnya warning sign
5. Pasien diminta untuk kontrol kadar leukosit, hematokrit, dan trombosit setiap 24
jam
6. Lingkungan sekitar rumah pasien harus dibersihkan agar penyebaran penyakit dapat
terkontrol

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit perlu terus dilakukan untuk


memutus rantai penularan penyakit. Upaya pemerintah untuk mengajak masyarakat
turut berpartisipasi dalam pemberantasan sarang nyamuk, adalah dengan cara 3M,
yaitu :

1. Menguras

Yaitu membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air  seperti bak
mandi, ember air, tempat penampungan air minum, ataupun penampung air lemari es

2. Menutup

Yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren


air, ataupun bak mandi

3. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DF

Sedangkan yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan


3M yang diikuti dengan :

1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
3. Menggunakan kelambu saat tidur
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk
8
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi
tempat istirahat nyamuk

Upaya pencegahan ini perlu digiatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba,
karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk penular DF. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun
khususnya pada musim penghujan.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Keluhan yang biasanya pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas
tinggi dan pasien lemah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status

9
gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang
bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
8. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit
atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur
maupun istirahatnya kurang.
e. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
a. Kesadaran : Apatis
b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg
c. Kepala : Bentuk mesochepal
d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis
g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada
rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri
10
telan.
i. Dada
Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : taktil fremitus normal
j. Abdomen :
Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : bising usus 8x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang
l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
10. Sistem integumen
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab. Kuku sianosis atau tidak.
a. Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III,
IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing
dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
b. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi,
yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
c. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
d. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

B. Diagnosa Keperawatan
11
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit
(veremia).
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke
ekstraseluler.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga paru
(effusi pleura).
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan
dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.
5. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan trombositopenia.
6. Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan mekanisme patologis (proses
penyakit).
7. Potensial terjadi syok hipovolemik sehubungan dengan perdarahan hebat.
8. Kecemasan ringan-sedang sehubungan dengan kondisi pasien yang memburuk.

3.1 Interverensi
1. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan
dengan proses penyakit (veremia).

Tujuan Intevensi Rasional


Mengobservasi TTV; suhu,
TTV merupakan acuan untuk mengetahui
nadi, tensi, pernapasan keadaan umum pasien
setiap 3 jam atau lebih
Memberikan penjelas
Penjelasan tentang kondisi yang dialami
Suhu tubuh normal tentang penyebab demam pasien dapat membatu pasien/keluarga
(36-37oC) atau peningkatan suhu mengurangi kecemasan yang timbul
Menganjurkan pasien untuk
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
banyak minum ± 2,5 penguapan tubuh meningkat sehingga
liter/24 jam dan jelaskan perlu diimbangi dengan asupan cairan
manfaat bagi pasien yang banyak
Memberikan kompres dingin
Kompres dingin akan membantu
(pada daerah axilla dan menurunkan suhu tubuh
lipatan paha)
Pasien bebas dari
Memberikan terapi cairan
Pemberian cairan sangat penting bagi
demam intravena dan obat-obatan pasien dengan suhu tinggi. Pemberian
sesuai dengan program cairan merupakan wewnang dokter
dokter (masalah kolaborasi) sehingga perawat perlu kolaborasi
12
dalam hal ini.

2. Diagnosa Keperawatan: Defisit volume cairan berhubungan dengan


berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler.
Tujuan Intevensi Rasional
Kaji keadaan umum pasien Menetapkan data dasar pasien, untuk
(lemah pucat, tachicardi) mengetahui dengan cepat
serta tanda-tanda vital. penyimpangan dari keadaan normalnya.
Observasi adanya tanda- Agar dapat segera dilakukan tindakan
tanda syok. untuk menangani syok yang dialami
pasien.
Berikan cairan intravaskuler Pemberian cairan IV sangat penting
Setelah dilakukan sesuai program dokter. bagi pasien yang mengalami defisit
tindakan volume cairan dengan keadaan umum
keperawatan yang buruk karena cairan langsung
defisit volume masuk kedalam pembuluh darah.
cairan dapat Anjurkan pasien untuk Asupan cairan sangat diperlukan untuk
terpenuhi. banyak minum. menambah volume cairan tubuh.
Kaji tanda dan gejala Untuk mengetahui penyebab devisit
dehidrasi atau hipovolemik volume cairan, jika haluaran urine < 25
(riwayat muntah diare, ml/jam, maka pasien mengalami syok.
kehausan turgor jelek).
Kaji perubahan haluaran Untuk mengetahui keseimbangan cairan
urine dan monitor asupan dan tingkatan dehidrasi.
haluaran.

3. Diagnosa Keperawan: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan


cairan dirongga paru (efusi pleura).
Tujuan Intevensi Rasional
Setelah dilakukan Kaji frekuensi kedalaman Kecepatan biasanya meningkat, dispnea
tindakan pernafasan dan ekspansi dan terjadi peningkatan kerja nafas.

13
dada.
Auskultasi bunyi nafas dan Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas
catat adanya bunyi nafas atau kegagalan pernafasan.
ronchi.
Tinggikan kepala dan bantu Duduk tinggi memungkinkan
keperawatan pola mengubah posisi. pengembangan paru dan memudahkan
nafas menjadi pernafasan diafragma, pengubahan
efektif atau posisi meningkatkan pengisian udara
normal. segmen paru.
Bantu pasien mengatasi Perasaan takut dan ansietas berat
takut atau ansietas. berhubungan dengan ketidakmampuan
bernafas atau terjadinya hipoksemia.
Berikan oksigen tambahan. Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas.

4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari


kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.
Tujuan Intevensi Rasional
Kebutuhan nutrisi Memberikan makanan yang Membantu mengurangi kelelahan
pasien terpenuhi, mudah ditelan seperti; bubur, pasien dan meningkatkan asupan
pasien tim dan dihidangkan saat makanan karena mudah ditelan.
mampumenghabiskan masih hangat.
Memberikan makanan dalam Untuk menghindari mual dan
makanan sesuai
porsi kecil dan frekuensi muntah.
dengan porsi yang
sering.
diberikan/dibutuhkan
Menjelaskan manfaat Meningkatkan pengetahuan pasien
.
makanan/nutrisi bagi pasien tentang nutrisi sehingga motivasi
terutama pada saat pasien untuk makan meningkat.
sakit.
Mencatat jumlah/porsi Untuk mengetahui pemenuhan
makanan yang dihabiskan nutrisi pasien.
oleh pasien setiap hari.
Memberikan nutrisi parenteral Nutrisi parenteral sangat
(kolaborasi dengan dokter). bermanffat/dibutuhkan pasien
terutama jika intake per-oral
sangat kurang. Jenis dan jumlah
pemberian nutrisi parenteral
14
merupakan wewenang dokter.

5. Diagnosa Keperawatan: Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan


dengan trombositopenia.

Tujuan Intevensi Resional


Memonitor tanda-tanda Penurunan jumlah trombosit
penuruan trombosit yang merupakan tanda-tanda adanya
disertai dengan tanda-tanda kebocoran pembuluh darah yang
klinis. pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis
Jumlah trombosit berupa perdarahan (nyata) seperti
meningkat. epistaksis, patikie, dll.
Memonitor jumlah trombosit Dengan jumlah trombrosit yang
setiap hari. dipantau setiap hari, dapat dikethui
tingkat kebocoran pembuluh darah
dan kemungkinan perdarahan yang
dapat dialami pasien.
Menganjurkan pasien untuk Aktivitas pasien yang tidak
banyak istirahat. terkontroldapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
Tidak terjadi tanda- Memberikan penjelasan Keterlibatan keluarga dengan
tanda perdarahan kepada pasien/keluarga untuk segera melaporkan terjadinya
lebih lanjut (secara segara melapor jika ada perdarahan (nyata) akan
klinis) tanda-tanda perdarahan lebih membantu pasien mendapatkan
lanjut seperti: hematemesis, penanganan sedini mungkin.
melena, epistaxis.

6. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan


mekanisme patologis (proses penyakit).

Tujuan Intervensi Rasional


Mengkaji tingkat nyeri yang dialami
Untuk mengetahui berapa berat nyeri
Rasa nyaman pasien dengan memberi rentang yang dialami pasien.
pasien nyeri (0-10), biarkan pasien
terpenuhi menentukan tingkat nyeri yang
dialaminya, tetapkan tipe nyeri
15
yang dialami pasien, respon pasien
terhadap nyeri yang dialami pasien.
Mengkaji faktor-faktor yangRekasi pasien terhadap nyeri
mempengaruhi reaksi pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor,
terhadap nyeri (budaya, pendidikan, dengan mengetahui faktor-faktor
dll) tersebut maka perawat dapat
melakukan intervensi yang sesuai
dengan masalah klien. Respons
individu terhadap nyeri sangat
berbeda atau bervariasi, sehingga
perawat perlu mengkaji lebih lanjut
untuk menghindari kesalahan
persepsi terhadap kondisi yang
dialami pasien. Mislanya: pasien
yang berteriak karena nyeri belum
tentu mengalami nyeri yang lebih
hebat dari pasien lain yang menutup
matanya, mengigit bibir atau
berpegangan erat.
Memberikan posisi yang nyaman,
Untuk mengurangi rasa nyeri.
usahakan situasi ruangan yang
tenang.
Nyeri berkurang
Memberikan suasana gembira bagi
Dengan melakukan aktivitas lain,
atau hilang pasien, alihkan perhatian pasien pasien dapat sedikit melupakan
dari rasa nyeri (libatkan keluarga). perhatiannya terhadap nyeri yang
Menganjurkan pasien untuk dialaminya.
membaca buku, mendengarkan
musik, menonton TV.
Memberikan kesempatan pasien untuk
Tetap berhubungan dengan orang-orang
berkomunikasi dengan teman- terdekat atau teman membuat pasien
temannya atau orang terdekat. gembira/bahagia dan dapat
mengalihkan perhatiannya terhadap
nyeri.
Memberikan obat-obat analgetik
Obat-obatan analgentik dapat menekan
(kolaborasi dengan dokter) atau mngurangi nyeri pasien. Perlu

16
adanya kolaborasi dengan dokter
karena pemberian obat merupakan
wewenang dokter.

17
PATWAYS
Infeksi virus dengue

Masuk ke pembuluh

darah Viremia

Stimulasi RES Agregasi Aktivasi


(Hipertermi ) trombosit komplemen
Peningkatan hepatomegali
suhu tubuh Pelepasan ADP
Pelepasan anafilaktoksik
Mendesak C3a, C5a
bd men Trombosit rusak

Mual, muntah, Trombositopeni Peningkatan permeabilitas


anoreksia kapiler
Perdarahan
Perubahan Kebocoran plasma
nutrisi kurang
Anem Sal. cerna Kulit
dari
kebutuhan Vol cairan tubuh Penumpukan cairan
Hemetemesis, Ptekie, berkurang di ekstravaskuler
O2 berkurang
melena purpura
Gangguan Edema jaringan
Deficit volume ca ran
perfusi
jaringan Hipovolemia Gangguan integritas kulit

Sumber: Hidayat, 2006: 124

18
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie.1995. Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta.
WHO. Demam Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian 2th Ed. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Hastuti, Oktri.2008. Demam Berdarah Denngue: Penyakit & Cara
Pencegahannya (1 vols). Kanisius (Anggota IKAPI) : Yogyakarta
Candra, Aryu.2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases
Studies,2 (2), 110-119.

19

Anda mungkin juga menyukai