Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

dapat juga menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan

nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002).

B. Anatomi Fisiologi

System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus ,

sampai dengan alveoli dan paru-paru. Hidung merupakan saluran pernafasan

yang pertama , mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang

berguna untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang

hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan

makanan, faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung

dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu

sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan

istimus fausium disebut orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan

laringofaring .

Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20 cincin),

panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot

polos dan lapisan mukosa. Trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus

yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.


Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama

kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri

cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujungnya

terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung-gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga

lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang

diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru

mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan

dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat

udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil

udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan

kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar

paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung

sebanyak kuranglebih 5 liter.

Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang

mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi ) yang terjadi

karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses

pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:

1. Ventilasi pulmoner.

Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses

aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan

mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan

otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta


eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka

udara terdorong keluar.

2. Difusi Gas.

Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area

yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui

membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas

permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta

perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam difusi gas ini pernfasan yang

berperan penting yaitu alveoli dan darah.

3. Transportasi Gas

Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari

jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2

kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian

membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang

ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.

C. Klasifikasi TB Paru

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,

radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena

merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai

berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1. Dengan atau tanpa gejala klinik


2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong

biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif

2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:

1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif

2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto

yang tidak berubah.

4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

D. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mikrobakterium Tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar

kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih

tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali

dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi

kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih

tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat

predileksi penyakit tuberkulosis.

E. Patofisiologi

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran

pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui

saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer

(ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah

primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam

perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru

primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik

terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada

usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection)

adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana

di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

Tempat masuknya kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan (gastro intestinal) yang apabila tertelan dapat menimbulkan

infeksi usus dan melalui luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi

melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang yang mengandung kuman-

kuman basil tuberkel yang bersarang dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel akan mencapai alveolus dan bersarang serta menimbulkan

reaksi peradangan. Leucosit polymorfonuklear akan mencoba memfagosit bakteri

namun tidak mampu membunuh bakteri tersebut. Sesudah hari-hari pertama,


leukosit akan digantikan oleh makrofag yang mengandung banyak lemak.Tetapi

karena sifat basil tuberkel yang parasit intaraseluler, basil tuberkel tersebut justru

berkembang biak di dalam sitoplasma makrofag. Alveoli yang terserang akan

mengalami konsolidasi sementara basil tuberkel membentuk sarang tuberkulosis

atau sarang primer yang menyebakan pneumonia akut. Pneumonia ini dapat

sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan bekas atau peradangan justru

dapat meyebar dan prosesnya berjalan terus sehingga bakteri dapat

berkembangbiak di dalam sel. Selanjutnya peradangan sarang primer akan

meluas ke saluran getah bening menuju hilus (lymphangitis local) dan diikuti

dengan pembesaran kelenjar getah bening regional (lymphadenitis regional) yang

disebut komplek primer. Pada perkembangan selanjutnya komplek primer akan

menjadi:

a. Sembuh sama sekali tanpa cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan bekas berupa garis-garis fibrotik.

c. Berkomplikasi dan menyebar secara:

- Perkontinuitatum, menyebar ke daerah sekitar

- Bronchogen, pada paru yang terserang atau pada paru di sebelahnya

- Lymfogen, ke organ lain

- Hematogen, ke organ tubuh lain yang dapat menyebabkan TB. Fenomena

ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga

banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke

organ tubuh lain (Amin, Z dan Bahar, A, 2006).


Sarang primer dapat meluas merusak jaringan disekitarnya sehingga

mengalami nekrosis. Bagian tengahnya akan menjadi lembek membentuk

jaringan keju. Selanjutnya muncul ruang kavitas (kaverne) yang berdinding tipis

yang akan menginfiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga

dindingnya menjadi tebal dan menimbulkan kavitas sklerotik.. Respon yang

muncul pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair akan lepas ke

dalam bronkus dan menimbulkan kavitas pada area percabangan trakeobronkial,

peradangan serta jaringan parut fibrotik pada area tersebut. (Pryce, S. A, 2005).

F. Manifestasi Klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit

yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan

gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang

timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala

respiratorik dan gejala sistemik:

1. Gejala respiratorik, meliputi:

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan

bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis

atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya

batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada

hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul

apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:

a. Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam

hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang

serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta

malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan

tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat

juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara

membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Batuk darah

a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

b. Darah berbuih bercampur udara

c. Darah segar berwarna merah muda


d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia kadang-kadang terjadi

f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah

a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

b. Darah bercampur sisa makanan

c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

d. Darah bersifat asam

e. Anemia seriang terjadi

f. Benzidin test positif

3. Epistaksis

a. Darah menetes dari hidung

b. Batuk pelan kadang keluar

c. Darah berwarna merah segar

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia jarang terjadi

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum: positif untuk Micobacterium

tuberculosis pada tahap aktif penyakit.

2. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca

untuk usapan cairan darah): positif untuk basil asam-cepat.


3. Tes Tuberkulin (Mantoux test): reaksi positif (area

indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal

antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak

secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien

yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau

infeksi disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda. Interpretasi di bawah

ini menunjukkan berbagai tipe reaksi:

- Indurasi 0-5 mm: mantoux tes negatif (-)

- Indurasi 6-9 mm: mantoux tes meragukan

- Indurasi 10-15 mm: mantoux tes positif (+).

4. ELISA: dapat menyatakan adanya HIV.

5. Rontgen Dada: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal

pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.

Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan

gaster; urine dan cairan serebrspinal, biopsi kulit): positif untuk

mycobacterium tuberculosis.

7. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk

granuloma TB: adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.

8. Elektrosit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi

dan beratnya infeksi: contoh hiponatremia disebabkan oleh tidak normalnya

retensi air dapat ditemukan pada TB Paru kronis luas.

9. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital,

peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru

total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi


parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural (TB paru

kronis luas).

H. Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati juga

mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta

memutuskan mata rantai penularan. Apabila pengobatan tahap intensif diberikan

secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA

negatif pada akhir pengobatan intensif (Idris, F, 2004).

Pengobatan TBC menurut standar WHO dan IUATLD (International

Union Againts Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan panduan

OAT standar dalam tiga kategori, yaitu:

1. Obat kategori 1 yang diperuntukkan bagi

penderita baru TB paru dengan BTA positif, penderita TB paru dengan BTA

negatif rontgen positif yang sakit berat dan penderita TB ekstra paru berat.

- Jangka Pendek (fase intensif)

Isoniazid (H) + Rifampicin (R) + Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)

diberikan setiap hari selama 2 bulan.

- Jangka Panjang (fase lanjutan)

Isoniazid (H) + Rifampicin (R) selama 4 bulan dan diberikan tiga kali dalam

seminggu.

2. Obat kategori 2 yang diperuntukkan bagi penderita kambuh (relaps),

penderita gagal (failure), dan penderita dengan gagal pangobatan setelah lalai

diberikan:

- Jangka Pendek (fase intensif)


Isoniazid (H) + Rifampicin (R) + Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) serta

suntikan Streptomycin yang diberikan setiap hari setelah minum obat di

unit pelayanan kesehatan selama 2 bulan. Tahap ini dilanjutkan dengan

minum OAT diatas saja tanpa suntikan selama 1 bulan.

- Jangka Panjang (fase lanjutan).

Isoniazid (H) + Rifampicin (R) dan Etambutol (E) selama 5 bulan dan

diberikan tiga kali dalam seminggu.

3. Obat kategori 3 diberikan untuk penderita BTA negatif dan rotgen positif, TB

kelenjar limfe (limfadenitis), TB kulit dan TB tulang (selain tulang belakang),

sendi dan kelenjar adrenal.

- Jangka Pendek (fase intensif) .

Isoniazid (H) + Rifampicin (R) + Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari

selama 2 bulan.

- Jangka Panjang (fase lanjutan)

Isoniazid (H) + Rifampicin (R) selama 4 bulan dan diberikan tiga kali

dalam seminggu.

I. Pengkajian

1. Aktifitas

Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,

Kesulitan tidur pada malam hari, menggigil dan/atau berkeringat,

mimpi buruk.

Tanda : Takikardia, takipnea,/dispnea pada kerja, kelehan otot, nyeri, dan

sesak.
2. Integritas Ego

Gejala : Adanya/faktor stress lama,masalah keuangan, perasaan tak

berdaya,populasi budaya/etnik

Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini),ansietas, ketakutan,

mudah terangsang.

3. Makanan/ cairan

Gejala : Kehilangan Nafsu makan, tak dapat mencerna, penurunan berat

badan

Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang

lemak subkutan.

4. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada daerah yang sakit, perilaku distraksi,gelisah.

5. Pernafasan

Gejala : Batuk,produktif atau tak produktif,nafas pendek,Riwayat

tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekwensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis

parenkim paru dan pleura.

Pengembangan pernafasan tak simetri (effusi pleural)


Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau

penebalan pleural )

Bunyi nafas : menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral

(effusi pleural/pneumotorak)

Bunyi nafas tubuler dan/atau bisikan pektoral di atas lesi luas.

Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah

batuk pendek (krekels posttussic.

karakteristik sputum : Hijau/purulen,mukoid kuning atau bercak

darah.

6. Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh IDS, kanker

Tes HIV positif

Tanda : demam rendah atau sakit panas akut

7. Interaksi sosial

Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas

fisik untuk melaksanakan peran.

8. penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga TB

Ketidakmmapuan umum/status kesehatan buruk

Gagal untuk membaik/kambuhnya TB

Tidak berpartisipasi dalam terapi


J. Diagnosa Keperawatan

1.Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: kelemahan, upaya

batuk yang buruk, edema trakeal/faringeal, sekresi yang kental atau

berlebihan sekunder terhadap infeksi, fibrosis kistik, stasis sekresi.

2.Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi b.d menurunnya daya tahan

tubuh, menurunnya fungsi silia, sekret yang inenetap, kerusakan jaringan

akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan,

proses penyakit kronis, kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, kelemahan,

sering batuk/produksi sputum : dispnea, ketidakcukupan sumber keuangan.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)mengenai kondisi, aturan tindakan

dan pencegahan b.d keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi

yang ada, kurang terpajan pada/salah interpretasi informasi.

K. Intervensi

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: kelemahan, upaya

batuk yang buruk, edema trakeal/faringeal, sekresi yang kental atau

berlebihan sekunder terhadap infeksi, fibrosis kistik, stasis sekresi ditandai

dengan: bunyi nafas tidak normal (ronkhi, mengi), stridor, dispneu,

kedalaman nafas abnormal.


a. Tujuan: mempertahankan jalan nafas pasien.

b. Kriteria hasil :

1) Pasien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan

2) Pasien memperlihatkan perilaku/upaya mempertahankan bersihan

jalan nafas

3) Pasien berpartisipasi dalam program pegobatan

c. Intervensi :

1) Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman

dan penggunaanototaksesoris.

Rasional : Penurunan bunyi napas merupakan indikasi atelektasis,

ronki indikasi akumulasi sekret/ketidakmampuan membersihkan

jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan

meningkat.

2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat

karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional: Pengeluaran akan sulit apabila sekret tebal, sputum

berdarah

akibat kerusakan paru atau luka bronkhial yang memerlukan

evaluasi/intervensi lanjut.

3) Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif

dan latihan napas dalam.

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka


area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah

dikeluarkan.

4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.

Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila

pasien

tidak mampu mengeluarkan sekret.

5) Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali

kontraindikasi.

Rasional: Membantu mengencerkan sekret sehingga mudah

dikeluarkan

6) Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai

indikasi.

Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, vasodilatasi lumen

trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang

luas.

7) Bantu inkubasi darurat bila perlu

Rasional: Diperlukan pada kasus bronkogenik. dengan edema

laring atau perdarahan paru akut.

2. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi b.d menurunnya daya tahan

tubuh, menurunnya fungsi silia, sekret yang inenetap, kerusakan jaringan

akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan,

proses penyakit kronis, kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.

a. Tujuan: resiko terjadinya infeksi dan resiko menularkan pada orang lain

hilang atau berkurang.

b. Kriteria hasil :
1) Infeksi silang tidak terjadi dan tidak ditemui tanda-tanda infeksi

2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko

penyebaran infeksi.

3) Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan

lingkungan yang. aman.

c. Intervensi:

1) Review patologi penyakit pada fase aktif/tidak aktif, penyebaran

infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah

atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah,

tertawa., ciuman ataumenyanyi.

Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi

yang diberikan untuk mencegah komplikasi.

2) Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota

keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.

Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk

mencegah penyebaran infeksi.

3) Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat

penampungan yang tertutup jika batuk.

Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan

infeksi.

4) Gunakan masker setiap melakukan aktivitas tindakan

Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

5) Monitor temperatur

Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.


6) Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang

tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass

intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya

diabetesmelitus,kanker.

Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien

untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan

yang lebih buruk.

7) Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.

Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah

permulaan terapi .Jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran

infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

8) Kolaborasi dalam Pemberian terapi INH, Etambutol, Rifampisin.

Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis

primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan

jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol

untuk 2 bulan pertama.

9) Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino

salisik (PAS), Sikloserin, Streptomisin.

Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah

resisten.

10) Monitor sputum BTA

Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta

respon pasien terhadap terapi.

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar.

a. Tujuan : Hilang atau menurunnya dispneu.


b. Kriteria hasil :

1) Tidak terjadi dispnea.

2) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

3) GDA dalam rentang normal.

4) Bebas dari gejala distres pernapasan.

c. Intervensi

1) Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan

upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.

Rasional: Tuberkulosis paru dapat menyebabkan meluasnya

jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronkopneumonia yang

meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya

fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

2) Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan

perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.

Rasional: Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ

vital dan jaringan.

3) Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir

disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan

parenkim.

Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah

kolapsnya jalan napas.

4) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.

Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

5) Monitor GDA
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya

PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau

perubahan terapi.

6) Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder

terhadap hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.


BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Kelompok mulai melakukan pengkajian pada tanggal 15-17 Oktober 2008

I. Gambaran Kasus

Riwayat kesehatan masa lalu, pada saat klien berumur 10 tahun, ayah klien

menderita penyakit TB paru. Klien tinggal serumah dengan ayahnya selama ± 18

tahun. Dulunya klien hidup di lingkungan perumahan yang padat, sirkulasi udara

dan pencahayaan di dalam rumah kurang baik dan pernah terpapar dengan

perokok aktif selama ± 1 tahun..

Kondisi tersebut di atas menyebabkan klien sering batuk, diawali batuk

kering dan lama-kelamaan batuk berdahak serta keringat dingin. Kemudian klien

mulai mengalami sesak napas akibat sputum yang sulit dikeluarkan dan berujung

pada kelelahan fisik.

Pada tanggal 31 Juli 2008, klien melakukan rontgen dada di RS Batam. Hasil

dari rontgen dada menunjukkan bahwa terdapat infiltrasi lesi pada area paru.

Kemudian klien memutuskan untuk berobat jalan dengan Program OAT selama 6

bulan.

Klien masuk melalui IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tanggal 8

Oktober 2008 pukul 14.27 WIB dengan keluhan sesak napas, batuk berdahak,
suara serak, putus OAT ± 2 bulan yang lalu. Kondisi klien saat ini yaitu klien

tampak lemah, batuk produktif, sputum berwarna putih dengan konsistensi

kental. Klien mengalami sesak napas selama beraktivitas maupun istirahat. Klien

tampak sangat kurus, pucat dan sianosis. Asupan nutrisi dan cairan kurang dari

kebutuhan karena tidak adanya makanan tambahan (suplemen, vitamin)selain diit

yang diberikan oleh RS. Akibatnya, klien mengalami kelelahan /kelemahan yang

menyebabkan aktivitas klien terbatas (intoleransi aktivitas). Medikasi yang

diperoleh adalah OAT 2,Ambroxol, OBH.

II. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik, Laboratorium & Diagnostik

a. Informasi Umum

Nama : Ny. W

Umur : 30 tahun

Tanggal Lahir : 31 Januari 1978

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SLTP

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Masuk : 8 Oktober 2008

Waktu : 14.00 WIB

Rujukan : Bukan rujukan, datang sendiri

DX media : TB Paru

No MR : 59 66 44

b. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian, klien mengeluh batuk produktif dengan konsistensi

sputum berwarna putih, sesak napas, dan berkeringat pada malam hari.

c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Pada saat klien berumur 10 tahun, ayah klien menderita penyakit TB paru.

Klien tinggal serumah dengan ayanya selama ± 18 tahun. Ketika berumur 28

tahun, klien bekerja di Batam selama ± 1 tahun. Klien hidup dilingkungan

perumahan yang padat serta didaerah yang lembab. Klien bekerja dari pagi

hingga malam, rumah selalu tertutup rapat dan ventilasi yang kurang, sehingga

sirkulasi udara dan pencahayaan didalam rumah kurang baik. Satu tahun terakhir

kerja, klien terpapar dengan perokok aktif.

Kondisi tersebut diatas menyebabkan klien sering batuk dan keringat dingin

dimalam hari. Diawali dengan batuk kering dan lama kelamaan batuk mulai

berdahak. Kemudian klien mulai mengalami sesak napas akibat sputum yang

sulit dikeluarkan dan berujung pada kelelahan fisik.

Pada tanggal 31 Juli 2008, klien melakukan rontgen dada di RS Batam. Hasil

dari rontgen dada menunjukkan bahwa terdapat infiltrasi lesi pada area paru.

Kemudian klien memutuskan untuk berobat jalan dengan Program OAT selama 6

bulan. Namun klien mengalami putus obat 2 bulan yang lalu.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ayah klien memiliki riwayat penyakit TB Paru dan klien telah dinyatakan
sembuh oleh dokter karena disiplin dalam program pengobatan (tidak pernah

putus OAT).

e. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital

- Hari Pertama (15 Oktober 2008)

Pagi : TD = 100/70 mmHg, N = 106 x/i, RR = 30 x/i, S = 36,6 0c

Siang : TD = 100/70 mmHg, N = 110 x/i, RR = 28 x/i, S = 360c

- Hari Kedua (16 Oktober 2008)

Pagi : TD = 90/70 mmHg, N = 110 x/i, RR = 28 x/i, S = 35,80c

Siang : TD = 100/80 mmHg, N = 102 x/i, RR = 26 x/i, S = 36,40c

- Hari Ketiga (17 Oktober 2008)

Pagi : TD = 90/70 mmHg, N = 110 x/i, RR = 28 x/i, S = 35,80c

Siang : TD = 100/80 mmHg, N = 102 x/i, RR = 26 x/i, S = 36,40c

- Tinggi Badan : 150 cm

- Berat Badan : 33 kg

2. Kepala

Rambut

rambut pendek, kotor dan berminyak, lesi dikulit kepala (-), tidak teraba

massa
Mata

struktur mata luar simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak tampak

kemerahan dan ikterik, tidak ada gangguan fungsi penglihatan.

Hidung

rongga hidung simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada gangguan fungsi

penciuman

Mulut

bibir dan mukosa mulut kering, lidah simetris, tidak ada gangguan

pengecapan

Gigi

gigi putih dan lengkap, terdapat caries gigi.

Telinga

struktur telinga luar simetris dan tidak ada gangguan pendengaran

Leher

simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada gangguan posisi dan gerakan

leher, bahu simetris dan tidak ada gangguan gerakan bahu.

Dada
a. Dinding dada dan paru-paru

- Inspeksi : bentuk pigeon chest, dada tidak simetris antara AP dan lateral

, pola napas cepat dan dalam, menggunakan otot bantu

pernapasan (otot abdominal dan intercostal)

- Palpasi : taktile fremitus lebih meningkat di dada bagian kiri, ekspansi

dada simetris.

- Perkusi : perkusi dada anterior sebelah kiri pekak.

- Auskultasi : bunyi napas krekels saat ekspirasi di dada kiri intercosta 5

midclavicula.

b. Jantung

- Auskultasi : S1 dan S2 terdengar jelas, tidak ada suara tambahan.

Tangan

- Warna kulit pucat, turgor kulit tidak elastis, tekstur agak

kasar, adanya hematom pada pergelangan tangan dan lengan atas, tidak ada

lesi, edem (-) kuku sianosis, capilary filling time cepat (< 3 detik), kuku

tangan panjang, nadi radialis teraba lemah, LILA= 18,5 cm

Abdomen

- Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada kemerahan pada kulit, tidak ada

asites

- Auskultasi : bising usus di keempat kuadran (+)

- Perkusi : di kuadran kiri atas abdomen timpani, di kuadran kanan

atas pekak.

- Palpasi : palpasi dalam : nyeri tekan di kuadran kiri atas abdomen.


Genetalia

Tidak ada gatal pada area genetalia, tidak terpasang kateter.

Kaki

Kulit pucat, akral dingin, tidak terdapat edema dan lesi, kuku kaki panjang.

Punggung

Punggung teraba hangat, tidak ada kemerahan dan lesi, tidak ada luka

dekubitus.

f. Aktivitas dan Istirahat

Gejala : Klien tampak lemah, merasa lelah dan sesak napas setelah

beraktivitas (misalnya ke kamar mandi), berkeringat dingin di

malam hari.

Tanda : takipnea, dispnea, takikardi, kulit pucat, sianosis

g. Psikologis

Gejala : adanya perasaan tidak berdaya dengan kondisi yang dialami

Tanda : klien ikhlas menerima penyakit yang diderita

h. Nutrisi, cairan, dan eliminasi

a. Nutrisi/cairan
- Pola makan : 3x/hari dan menghabiskan diit yang diberikan, klien tidak

mendapatkan makanan tambahan (misalnya suplemen, vitamin dan buah-

buahan) selain makanan dari rumah sakit.

- Cairan : ± 1 Liter/hari, intake cairan hanya air putih.

b. Eliminasi

- BAK : 5-6 kali/hari, warna kuning jernih

- BAB : 2 hari sekali, konsistensi semi cair

i. Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik

a. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Oktober 2008

Glu : 91 mg/dL - Haemoglobin : 7,9 gr%

Chol : 110 mg/dL - Leucocyte : 10.000/m2

Dbil : 0,2 mg/dL - BSR : 46%

Tbil : 0,8 mg/dL

Bun : 11 mg/dL

Crea : 0,6 mg/dL

Uric : 3,9 mg/dL

Ast : 25 IU/L

ALT : 10 IU/L

ALP : 60 IU/L

ALB : 2,1 g/dL

TP : 6,5 g/dL

Indirect bili : 0,6 mg/dL

Ureum : 23,5 mg/dL

Globulin : 4,4 mg/dL


b. Tes sputum/korekan tanggal 9 Oktober 2008

- Pengecetan Ziehl Neelzen : TB Paru Positif 3

c. Rontgen Dada tanggal 8 Oktober 2008

- Hasil dari rontgen dada menunjukkan bahwa terdapat

infiltrasi lesi pada area paru.

j. Medikasi

- Ambroxol 3x sendok makan

- OBH

- OAT II

k. Analisa Data

No Data Masalah
1 DS: Bersihan jalan
- batuk berdahak terus-menerus napas inefektif
dan susah dkeluarkan
- batuk yang dipaksakan
menyebabkan sesak napas
- badan terasa lemah

DO:
- batuk produktif dan basah
- takinpnea, dispnea
- bunyi napas krekels di dada
kiri saat ekspirasi
- taktil fremitus: lebih
meningkat di dada kiri
- penggunaan otot bantu
pernapasan (otot-otot abdominal dan intercostal)
- sianosis, akral dingin
- sputum: warna putih,
konsistensi kental
- medkasi: Ambroxol 3 x sdm,
OBH
- TD = 100/70 mmHg
- N = 110 x/i
- RR = 28 x/i
- S = 360c

2. DS: Perubahan nutrisi


- badan terasa lemah kurang dari
- batuk menetap, sputum kental kebutuhan
- tidak ada makanan tambahan
selain diit yang diberikan oleh RS (makanan selalu
dihabiskan)

DO:
- tampak lemah, tubuh terlihat
sangat kurus
- BB (hari kedua = 33 kg),
idealnya kg
- LILA = 18,5 cm (standard
LILA wanita dewasa > 23 cm
- Tidak adekuatnya masukan
makanan (misalnya suplemen, vitamin)
- Pemeriksan laboratorium =
hipoalbumin (2,1 g/dL)
- TD = 100/70 mmHg

- N = 110 x/i
- RR = 28 x/i

- S = 360c

3 DS: Volume cairan


- minum kurang kurang dari
- keringat dingin di malam hari kebutuhan
- minum kira-kira 2 botol aqua
dalam sehari: ± 1 L

DO:
- terlihat jarang minum
- intake cairan ± 1 L
- turgor kulit buruk /tidak elastis
- membrane mukosa kering
- nadi perifer teraba lemah
- hipotensi, takikardi
- akral dingin, gelisah
- Hb= 7,9 mg%
- TD = 100/80 mmHg

- N = 102 x/i

- RR = 26 x/i

- S = 36,40c

4. DS: Intoleransi
- merasa lemah/lelah dan sesak napas setelah aktivitas
beraktivitas
- tidak adanya makanan tambahan (suplemen, vitamin)

DO:
- menyatakan
kelemahan/kelelahan
- takipnea, dispnea
- takikardi
- sianosis, kulit pucat
- TD = 100/70 mmHg

- N = 110 x/i

- RR = 28 x/i

- S = 360c

l. Diagnosis Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif bd penurunan

energi, kelemahan, sekresi kental.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh bd kelelahan, batuk menetap dan sputum kental,

kurangnya sumber keuangan dan perhatian keluarga.

3. Volume cairan kurang dari kebutuhan bd

masukan oral inadekuat, kehilangan cairan berlebihan (keringat malam).

4. Intoleransi aktivitas bd kelemahan,

ketidakseimbangan suplai oksigen, malnutrisi.


BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil pengkajian diperoleh bahwa klien sudah lama terpapar dengan

kuman Microbacterium karena ayah klien menderita TB paru. Selain itu, klien

tinggal di lingkungan yang padat (lembab) dan terpapar dengan polusi

(lingkungan kerja perokok pasif). Hasil pemeriksaan laboratorium sputum

dengan menggunakan pengecatan Niel-Ziehleen adalah BTA +++ (positif 3).

Berdasarkan data di atas, klasifikasi TB Paru berdasarkan patogenesis

penyakit menurut kelas dan tipenya adalah TB Paru aktif secara klinis.
Manifestasi klinis yang diperoleh adalah klien batuk produktif, sputum

berwarna putih dan konsistensi kental. Klien merasa sesak napas ketika

beraktivitas, beristirahat dan jika batuk yang dipaksakan. hasil pemeriksaan fisik

yang diperoleh adalah kelemahan/kelelahan, takipnea, dispnea, penggunaan otot

bantu pernapasan (otot-otot abdominal dan intercostal), pucat, sianosis, akral

dingin dan anemis. Hasil ini didukung oleh penurunan Hb= 7,5 gr% (normalnya

12-14 gr%) yang menyebabkan penurunan suplai O2 ke jaringan. Klien

mengalami penurunan BB, BB= 33 kg (BB ideal berdasarkan TB= 150 cm

adalah 40,3-50,4 kg), LILA= 18,5 cm (normalnya LILA wanita dewasa 23-26

cm)$. Hasil laboratorium penunjang yaitu hipoalbumin (2,1 g/dL) akibat

insufisiensi nutrisi kronik namun tidak ditemukan adanya retensi cairan (edema).

Peningkatan Globulin= 4,4 mg/dL menunjukkan mekanisme pertahanan tubuh

terhadap infeksi kuman Mycrobacterium dan adanya proses pembekuan darah.

Selanjutnya, peningkatan kadar globulin disebabkan oleh hipoalbumin yang

mengakibatkan globulin mengaktifkan angiotensin yang berperan dalam

pengaturan keseimbangan kadar garam dan volume plasma tubuh. ALT= 10 iu/L

dan AST= 25 iu/L dalam batas normal. Ini berarti belum ada kerusakan pada

hepar. Pada dasarnya, efek samping dari OAT adalah hepatitis namun klien

mengalami putus obat ± 2 bulan sehingga belum ada gangguan pada hepar

(hepatoksik). Akibat kambuh, klien menerima pengobatan OAT 2.

Berdasarkan uraian di atas, tidak adanya kesenjangan yang berarti antara

teori dan kasus.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah kelompok memberikan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan TB
Paru diruangan Nuri II RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, maka kelompok dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kelompok mampu melakukan pengkajian
2. Kelompok mampu merumuskan masalah sesuai dengan pengkajian
3. Kelompok mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan
pengkajian
4. Kelompok mampu menerapkan implementasi sesuai dengan diagnosa
yang didapatkan
5. Kelompok mampu melakukan evaluasi berdasarkan hasil pengkajian
yang dilakukan.

B. Saran
1.Bagi Mahasiswa
- Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang

penanggulangan pasien TB Paru secara cepat dan tepat

- Meningkatkan keterampilan dalam memberikan Asuhan

Keperawatan pada pasien TB Paru secara holistik dan tepat

2.Bagi Instalasi/RS

- Dapat mendorong peningkatan mutu pelau\yanan RS

dengan indikator tingkat kepuasan pasien terhadap Asuhan Keperawatan

yang diberikan

- Membantu dalam pelaksanaan program penanggulangan

angka kesakitan dan kematian pasien TB Paru di Rumah Sakit

3.Bagi Pasien dan Keluarga

- Diharapkan dapat membantu proses kesembuhan pasien

TB Paru sehingga meningkatkan angka harapan hidup dan menurunkan

kekambuhan

- Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan

keluarga tentang TB Paru dan proses pengobatan, sehingga dapat

mencegah penularan dan penyebaran infeksi dan memperoleh pertolongan

selama pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai