Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik terutama
metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan
hormon insulin dari sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin,
atau keduanya (Soetdjo, 2010)
Menurut WHO tahun 2011, diabets mellitus termasuk penyakit yang
paling banyk diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan
ke empat dari prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif.
Prevelensi diabetes diabetes mellitus pada populasi dewasa di seluruh dunia
diperkirakan akan meningkat sebesar 35% dalam dua dasawarsa dan
menjangkit 300 juta orang dewasa pada tahun 2025. Bagian terbesar
peningkatan angka prevalensi ini akan terjadi di negara-negara berkembang
(Gibney, 2009)
Berdasarkan trend statistik selama 10 tahun terakhir IDF memprediksi
bahwa Indonesia akan berada pada peringkat ke enam dengan jumlah
penderita mencapai 12 juta jiwa pada tahun 2030 (IDF, 2011)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan diabetes
mellitus?
1.3 Tujuan Masalah
Mengetahui konsep penyakit diabetes mellitus dan konsep asuhan
keperawatan diabete mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diabainein, "tembus" atau
"pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis") yang umum dikenal
sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia
(peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama
setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (A, Silvia
Prince, 2005)
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat
adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas
tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. (A,
Silvia Prince, 2005)
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang
bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan
insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin
berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. (Syaifuddin, H, 2006)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Suddarth, Brunner, 2002)
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM). Dahulu dikenal
dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada
pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan
mempertahankan hidup.
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM). Dahulu
dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD), terbagi dua
yaitu :
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta
pankreas, tetapi biasanya karena resistensi aksi insulin pada jaringan
perifer.
3. Diabetes mellitus tipe lain
Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas,
kelainan hormonal, diabetes karena obat / zat kimia, kelainan
reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam
hidotinik.
Diabetes mellitus gestasional (GDM / diabetes selama
kehamilan) karena intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak
dikelompokkan kedalam NIDDM. Pada pertengahan kehamilan
meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai
asam amino dan glukosa ke fetus. (Suddarth, Brunner, 2002)
2.1.3 Proses Terjadinya Masalah
2.1.3.1 Etiologi
1. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II
disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik
serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipa II dibandingkan
dengan golongan Afro-Amerika). (Suddarth, Brunner, 2002)
2.1.3.2 Patofisiologi
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pan-kreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiper-glikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlabihan diekskresikan ke
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolis -me protein dan lemak yang menyebabkan penu-
runan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan seera makan
(Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kele-mahan.
2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mence -gah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II.
Pathway

Defisiensi Insulin

glukagon↑ pemakaian glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia
Kelelahan

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi Kekurangan


volume
cairan
↓ pH Hemokonsentrasi
Mual muntah

Asidosis Trombosis
Ggn Nutrisi
Kurang dari Aterosklerosis
 Koma
kebutuhan
 Kematia
n

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas Retina

Retinopati Nefropati
Miokard Infark Gangren
Stroke diabetik

Ggn. Gagal
Ggn Integritas Kulit Penglihatan Ginjal
Resiko cidera

(Suddarth, Brunner, 2002)

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel


baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan
energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang
dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap
hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan
protein (Suyono,1999).

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan


mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes
Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon


insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi
hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini
akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya


transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena
digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi
penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak
hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,1995).

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetik, dll

sel β pancreas hancur Jmh sel β pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukoneogenesis Gliserol asam lemak


Glukosuria meningkat bebas meningkat

Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis


Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Hiperosmolaritas
ketoasidosis ketonuria

coma

2.1.3.3 Manifestasi Klinik


Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat
sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
3. Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan
terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini
disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain
yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh
selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan
DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
4. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
Hal yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim. (Suddarth, Brunner, 2002)
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur,
atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang pada pasien DM usia
lanjut dapat berubah tiba-tiba apabila pasien mengalami infeksi akut.
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala
yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya
tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas. (Sudoyo, W Aru, 2006)

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa
darah sewaktu
- < 100 - 110-199
- Plasma Vena - >200
- < 90 - 90-199
- Darah - >200
Kapiler

Kadar glukosa
darah puasa
- Plasma - <110 - 110-125 - >126
vena - < 90 - 90-109 - >110
- Darah
kapiler
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) > 200 mg/dl. (Suddarth, Brunner, 2002)
2.1.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes
remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah
2) J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
3) J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh


status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:

BB(Kg)
BBR= x 100 %
TB ( cm )−100

a. Kurus (underweight) : BBR < 90 %


b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
e. Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
f. Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
g. Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
h. Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

b. Normal : BB X 30 kalori sehari

c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari

d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila
dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula
mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea
a) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
b) kerja OAD tingkat reseptor
b. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin,
yaitu:
a) Biguinda pada tingkat prereseptor ektra pankreatik
(a) Menghambat absorpsi
karbohidrat
(b) Menghambat
glukoneogenesis di hati
(c) Meningkatkan afinitas pada
reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
2) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD

(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

a. Alokasi suntikan

Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding


perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi
tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

b. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan


dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30
menit setelah suntikan.

(2) Pemijatan (Masage)


Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

(3) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.

(1) Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin


dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.

(2) Konsentrasi insulin

Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak


terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat
penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin
dipercepat.
(4) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan
subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah
digunakan untuk terapi koma diabetik.

2.1.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999)
adalah:
1. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai
pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,
penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai
pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik
(berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Neuropati diabetik
2) Retinopati diabetik
3) Nefropati diabetik
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus/gangren (Soeparman,
1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) Grade 0 : tidak ada luka


2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada
permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan
tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan
tungkai bawah distal
2.2 Asuhan Keperawatan Teori
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada
umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki
/ tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang
dialaminya. Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
d. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
3. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya
faktor keturunan atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang
di derita klien. Pada kasus diabetes militus, salah satu penyebabnya
menyebutkan bahwa beberapa orang bisa menjadi pembawa bakat
(berupa gen).
4. Pola kegiatan sehari-
hari ( 11 pola Gordon )
a. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap
sakit yang dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien
sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada
saat akan dating kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik
terjadi perubahan persepsi management kesehatan karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang
benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan
elektrolit, kondisi rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan,
frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang
disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah
masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak adekuat
atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah
lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
kesehatan penderita.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari
frekuensi, volume, adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada
kasus DM adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.

d. Pola tidur dan istirahat


Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu
senggang, kesulitan dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan
kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi
rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan
istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi
pernapasan dan fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka
gangren dan kelemahan otot –otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
Skala ketergantungan :
a) Pasien mendiri
b) Pasien bergantung pada alat
c) Pasien bergantung pada orang
d) Pasien bergantung pada alat dan orang
e) Pasien total care
Aktivitas menggunakan tonus otot:
a) Tidak ada kontraksi
b) Ada kontraksi tapi tidak ada pergerakan sendi
c) Ada pergerakan sendi tapi tidak bisa menahan gaya
grafitasi
d) Dapat menahan gravitasi sedang
e) Dapat menahan sekuat-kuatnya gaya gravitasi
f. Pola kognitif perceptual
Menggambarkan pola kemampuan klien untuk proses berpikir,
pola penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan
persepsi sensasi nyeri serta kemampuan berkomunikasi dan
mengerti akan penyakitnya. Pasien dengan gangren cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya trauma.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal
diri seseorang dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM
adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan
disekitar serta hubungannya dengan keluarga dan orang lain.
Seseorang dengan kasus DM akan menyebabkan Luka gangren
yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
i. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat
terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah
yang dialami dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu
perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap
kepercayaan yang dianut dan bagaimana dia menjalankannya.
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
5. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur /ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
6. Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

7. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Keperawatan
Ds: Poliuri, Defisiensi insulin Kekurangan
polidipsi, mual volume cairan
muntah Penurunan pemakaian
Do: kulit kering, glukosa oleh sel
membran mukosa
kering, glukosa Hiperglikemia
meningkat
Glycosuria

Osmotic diuresis

Kekurangan volume
cairan
Ds: Polifagi, mual Defisiensi Insulin Gangguan nutrisi
muntah kurang daari
Do: BB menurun, Glukagon meningkat kebutuhan
Nafsu makan
meningkat, Glukoneogenesis

Mual muntah

Gangguan nutrisi
kurang daari kebutuhan
Ds: lemah, lesu Defisiensi insulin Kelelahan
Do: glukosa
meningkat Penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

Hiperglikemia

Kelelahan
Ds: luka yang tak Defisiensi insulin Gangguan
sembuh-sembuh integritas kulit
Do: adanya luka Penurunan pemakaian
ganggren, Glukosa glukosa oleh sel
meningkat, TD
meningkat, Nadi Hiperglikemia
meningkat
Glycosuria

Osmotic diuresis

Dehidrasi

Hemokonsentrasi

Trombosis
Atreosklerosis

Makrovaskuler

Ekstremitas

Ganggren

Gangguan integritas
kulit

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic


ditandai dengan turgor kulit buruk, takikardi, pengisian kapiler lambat
2. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme
protein, lemak ditandai dengan tonus otot lemah, penurunan berat badan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik ditandai dengan ketidakmampuan melakukan rutinitas
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer).
2.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Intervensi


Rasional
. dan Tujuan Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan - Pantau tanda- - Hypovolemia dapat
berhubungan dengan tanda vital. dimanifestasikan oleh
diuresis osmotic ditandai hipotensi dan takikardia.
dengan turgor kulit buruk, - Merupakan indikator dari
takikardi, pengisian kapiler - Kaji nadi perifer, tingkat dehidrasi, atau
lambat pengisian kapiler, volume sirkulasi yang
Tujuan turgor kulit, dan adekuat.
Setelah dilakukan tindakan membran mukosa. - Demam, menggigil, dan
keperawatan selama 3 x 24 - Kaji suhu, warna diaferesis merupakan hal
jam, kebutuhan cairan atau dan kelembaban umum terjadi pada proses
hidrasi pasien terpenuhi kulit. infeksi. Demam dengan
Kriteria Hasil kulit yang kemerahan,
Pasien menunjukkan hidrasi kering, mungkin
yang adekuat dibuktikan gambaran dari dehidrasi.
oleh tanda vital stabil, nadi - Memberikan perkiraan
perifer dapat diraba, turgor kebutuhan akan cairan
kulit dan pengisian kapiler pengganti, fungsi ginjal,
baik, haluaran urin tepat - Pantau masukan dan keefektifan dari
secara individu dan kadar dan keluaran, terapi yang diberikan.
elektrolit dalam batas catat berat jenis - Memberikan hasil
normal. urine. pengkajian yang terbaik
dari status cairan yang
sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam
- Timbang berat memberikan cairan
badan setiap hari. pengganti.
- Tipe dan jumlah dari
cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan
dan respons pasien

- Kolaborasi
pemberian terapi
cairan sesuai
indikasi
2 Gangguan nutrisi : kurang - Timbang berat - Mengkaji pemasukan
dari kebutuhan berhubungan badan setiap hari makanan yang adekuat
dengan penurunan masukan atau sesuai (termasuk absorbsi dan
oral, anoreksia, mual, indikasi. utilisasinya).
peningkatan metabolisme - Jika makanan yang
protein, lemak ditandai - Identifikasi disukai pasien dapat
dengan tonus otot lemah, makanan yang dimasukkan dalam
penurunan berat badan disukai/dikehenda perencanaan makan,
ki termasuk kerjasama ini dapat
Tujuan kebutuhan diupayakan setelah
Setelah dilakukan tindakan etnik/kultural. pulang.
keperawatan selama 3 x 24 - Meningkatkan rasa
jam, masalah gangguan keterlibatannya;
pemenuhan nutrisi kurang - Libatkan keluarga memberikan informasi
dari kebutuhan teratasi, pasien pada pada keluarga untuk
dengan kriteria hasil : perencanaan memahami nutrisi pasien.
Kriteria Hasil makan sesuai - Mengidentifikasi
 Pasien dapat indikasi. kekurangan dan
mencerna jumlah kalori penyimpangan dari
atau nutrien yang tepat kebutuhan terapeutik.
 Berat badan - Tentukan program
stabil atau penambahan diet dan pola
ke arah rentang makan pasien dan
biasanya bandingkan - Secara potensial dapat
dengan makanan mengancam kehidupan,
yang dapat yang harus dikali dan
dihabiskan oleh ditangani secara tepat.
pasien.
- Observasi tanda-
tanda - Insulin reguler memiliki
hipoglikemia, awitan cepat dan
seperti perubahan karenanya dengan cepat
tingkat kesadaran, pula dapat membantu
dingin/lembab, memindahkan glukosa ke
denyut nadi cepat, dalam sel.
lapar dan pusing.
- Kolaborsi dalam
memerikan
pengobatan
insulin secara
teratur sesuai
indikasi.

3 Intoleransi aktivitas - Diskusikan - Pendidikan dapat


berhubungan dengan dengan pasien memberikan motivasi
penurunan produksi energi kebutuhan akan untuk meningkatkan
metabolic ditandai dengan aktivitas. tingkat aktivitas
ketidakmampuan melakukan meskipun pasien
rutinitas mungkin sangat lemah.
Tujuan : - Mencegah kelelahan yang
Setelah dilakukan asuhan berlebihan.
keperawatan selama 3 x 24 - Berikan aktivitas
jam, pasien dapat alternatif dengan
melakukan aktivitas sesuai periode istirahat - Mengindikasikan tingkat
dengan tingkat yang cukup. aktivitas yang dapat
kemampuannya secara - Pantau nadi, ditoleransi secara
optimal frekuensi fisiologis
Kriteria Hasil: pernafasan dan
 Mengungkapkan tekanan darah
peningkatan tingkat sebelum/sesudah
energi. melakukan - Meningkatkan
 Menunjukkan perbaikan aktivitas. kepercayaan diri/harga
kemampuan untuk - Tingkatkan diri yang positif sesuai
berpartisipasi dalam partisipasi pasien tingkat aktivitas yang
aktivitas yang dalam melakukan dapat ditoleransii
diinginkan. aktivitas sehari-
hari sesuai
toleransi.

4 Gangguan integritas kulit - Observasi tanda- - Pasien masuk mungkin


berhubungan dengan tanda infeksi dan dengan infeksi yang
perubahan status metabolik peradangan biasanya telah mencetus
(neuropati perifer) seperti demam, keadaan ketosidosis atau
Tujuan : kemerahan, dapat mengalami infeksi
Setelah dilakukan asuhan adanya pus pada nosokomial.
keperawatan selama 3 x 24 luka , sputum
jam angguan integritas kulit purulen, urin - Mencegah timbulnya
dapat berkurang atau warna keruh dan infeksi nosokomial.
menunjukkan    berkabut.
penyembuhan. - Tingkatkan upaya
Kriteria Hasil pencegahan
 Kondisi luka dengan
menunjukkan adanya melakukan cuci
perbaikan jaringan dan tangan yang baik,
tidak terinfeksi setiap kontak pada
semua barang
yang berhubungan - Kadar glukosa yang
dengan pasien tinggi dalam darah akan
termasuk pasien menjadi media terbaik
nya sendiri. bagi pertumbuhan
- Pertahankan kuman.
teknik aseptik
pada prosedur - Sirkulasi perifer bisa
invasif (seperti terganggu yang
pemasangan infus, menempatkan pasien
kateter folley, pada penigkatan risiko
dsb). terjadinya kerusakan pada
- Berikan kulit / iritasi dan infeksi.
perawatan kulit
dengan teratur dan
sungguh-sungguh.
Masase daerah
- Memberikan kemudahan
tulang yang
bagi paru untuk
tertekan, jaga kulit
berkembang, menurunkan
tetap kering, linen
terjadinya risiko
kering dantetap
hipoventilasi.
kencang (tidak
- Mengurangi risiko
berkerut).
terjadinya infeksi saluran
- Posisikan pasien
kemih
pada posisi semi
fowler.
- Penanganan awal dapat
membantu mencegah
timbulnya sepsis

- Pasang kateter /
lakukan
perawatan
perineal dengan
baik.
- Kolaborasi
antibiotik sesuai
indikasi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat
adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas
tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. (A,
Silvia Prince, 2005). Diabtes mellitus dibagi menjadi 3: DM tipe I, DM tipe
II, dan DM tipe lainnya. Manifestasi klinis : Poliuri, polidipsi, polifagi, mata
kabur. Masalah keperawatan yang muncul yaitu:

1. Kekurangan volume cairan


2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kelelahan atau intoleransi aktivitas
4. Gangguan integritas kulit
3.2 Saran
Pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami gejala diabetes
mellitus sangat penting untuk dapat menegakkan diagnosis sedini mungkin
karena diagnosis dan pngobatan dini pada mencegah terjadinya komplikasi
yang bersifat fatal serta mengetahui penyebab meningitis sangat penting
untuk menentukan jenis pengobatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. A, Silvia Prince. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC


2. E, Doengoes Marilym. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
3. Suddarth, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
4. Sudoyo, W Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
5. Syaifuddin, H. 2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai