Abstrak : Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktifitas/kegiatan dalam kehidupan manusia maupun
sebagai hasil dari suatu proses alamiah sering menimbulkan permasalahan serius di wilayah-wilayah pemukiman
penduduk. Dengan bertambahnya populasi penduduk maka sudah tentu akan menghasilkan produk-produk
sampah dan berkurangnya lahan untuk pengolahan sampah yang memang harus dihadapi oleh daerah tersebut.
Studi pemilihan lokasi TPA sampah ini bertujuan mencari daerah layak sebagai lokasi TPA sehingga peruntukan
lokasi TPA baru akan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan memenuhi kriteria SNI No. 19-3241-1994.
Proses pemilihan lokasi TPA sampah terdiri dari 3 tahap penyaringan yaitu tahap penyaringan regional, tahap
penyaringan penyisih dan tahap penetapan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
membantu menyelesaikan kesulitan dalam pemilihan calon lokasi TPA. Penilaian kelayakan dari calon lokasi
TPA menggunakan SNI No.19-3241-1994.
Kata kunci : SIG, Kabupaten Bandung Barat, pemilihan lokasi TPA, SNI No.19-3241-1994
Abstract : Waste as the side produced of various activities/events in human life and as a result of a natural
process often creates serious problems in settlement areas. With population increased it is certainly going to
produce waste products and less land for waste treatment that had to be faced by the region. Study of landfill
waste selection aims to find appropriate areas as landfill so that the designation of a new landfill will be in
accordance with the land use plan and fulfil the criteria SNI No. 19-3241-1994. The process of waste landfill site
selection consists of 3 stages of filtration which are the regional screening stage, filtering stage exclusion and
determining stage using Geographic Information System (GIS) to help resolve difficulties in the selection of
candidate landfill. Feasibility assessment of potential landfill sites using SNI No.19-3241-1994.
Key words : GIS, landfill site selection, SNI No.19-3241-1994, West Bandung Regency
PENDAHULUAN
SW13-1
TPA adalah komponen penting dari setiap sistem pengelolaan limbah. Pengelolaan
limbah padat perkotaan mungkin melibatkan sistem terpadu dari: (i) Minimalisasi limbah
dalam proses produksi, (ii) penggunaan kembali produk-produk untuk memperpanjang
kegunaannya sebelum masuk ke aliran limbah, (iii) pemulihan bahan dan energi dari limbah
(misalnya daur ulang, kompos, panas dari pembakaran), dan (iv) mengumpulkan bahan sisa di
landfill (Leao et al., 2004). Penentuan lahan TPA adalah tugas yang sangat sulit untuk
diselesaikan karena proses seleksi lahan tergantung pada faktor dan peraturan yang berbeda
(Sener, 2005). Untuk memastikan bahwa lahan sesuai yang dipilih, proses yang sistematis
harus dikembangkan dan diikuti. Ketidakberhasilan dalam penentuan lahan TPA biasanya
diikuti dengan penolakan masyarakat yang kuat (Nas B et al., 2010).
Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pengelolaan limbah padat sangat besar
karena banyak aspek perencanaan dan operasi sangat tergantung pada data spasial (Thoso,
2007). Aplikasi SIG dapat membantu dalam menentukan lokasi TPA yang sesuai dengan
persyaratan teknis dengan meng-overlay peta tematik untuk mendapatkan TPA yang sesuai.
Sener et al. (2006) dari Akbari et al. (2008) menggunakan SIG untuk analisis keputusan
multikriteria (MCDA) untuk membantu masalah pemilihan lokasi TPA dan mengembangkan
peringkat potensi daerah TPA berdasarkan berbagai kriteria. Kao et al. (1996) dari Azizi
(2008) menunjukkan bahwa data spasial dalam jumlah besar dapat diproses dengan
menggunakan SIG dan oleh karena itu berpotensi menghemat waktu yang biasanya
dihabiskan dalam memilih lokasi yang tepat. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
teknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi calon lokasi untuk fasilitas pembuangan
sampah di Kabupaten Bandung Barat. Prosedur ini mengikuti kerangka kerja SIG yang
menghilangkan lokasi yang tidak dapat diterima dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan, selain isu-isu politik dan ekonomi, yang terkandung dalam layer berlapis dari
informasi tambahan untuk memilih calon lokasi penimbunan limbah melalui analisis overlay
dilakukan oleh perangkat lunak SIG ( Basagaoglu, 1997).
Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan salah satu
program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat penampungan akhir
sampah. UU No 18 Tahun 2008 menyatakan pada BAB XVI Ketentuan Peralihan Pasal 44
bahwa “Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak berlakunya Undang-Undang ini”. Hal ini mengakibatkan masing-masing kota atau
kabupaten wajib untuk merencanakan TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled
landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang No.18,
2008). Oleh karena itu, studi penentuan lokasi pembangunan TPA yang baru di Kabupaten
Bandung Barat perlu dilakukan sebelum TPA dibangun.
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan inventarisasi lokasi-lokasi TPA di
wilayah Kabupaten Bandung Barat sesuai dengan ketentuan teknis SNI No. 19-3241-1994.
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun alternatif lokasi pembangunan yang potensial di
wilayah kabupaten Bandung Barat sehingga diharapkan tidak menyebabkan penurunan
kualitas lingkungan tanah, air tanah, dan juga tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia. Hal ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai kelayakan lokasi
pembuangan sampah serta memberikan saran kondisi lahan yang akan di rencanakan.
SW13-2
METODOLOGI
Ada beberapa informasi tematik yang diperlukan dalam menentukan lokasi TPA di
Kabupaten Bandung Barat. Pertama, informasi geologis yang diperoleh dari peta-peta risiko
bahaya geologi teknik Kabupaten Bandung Barat skala 1:50.000 diterbitkan oleh BAPPEDA
Jawa Barat. Peta ini menggambarkan jenis batu, banjir, vulkanik daerah berisiko, risiko
gerakan tanah, dan permeabilitas tanah, kemiringan tanah, dll peta-peta ini di-digitasi dengan
software ArcGIS 9.3, kemudian lapisan informasi yang berkaitan dengan kemiringan, zona
pemukiman, penggunaan lahan, jalan, sungai, zona bahaya geologi dan tekstur tanah
diekstraksi dan dipersiapkan. Data ini dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak
database dan langkah terakhir adalah meng-overlay peta menggunakan kriteria seleksi SNI
19-3241-1994. Pada aplikasi ini, SIG dianggap sebagai alat screening dalam proses seleksi
lokasi untuk mempersempit jumlah calon lokasi, kemudian mengarah ke satu atau lebih lokasi
untuk penyelidikan rinci (Basagaoglu, 1997). Penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahapan sampai diperoleh alternatif lokasi TPA yang sesuai dengan SNI 19-3241-1994 yang
mengatur ketentuan sebagai berikut seperti pembuangan sampah tidak boleh dilakukan pada
danau, sungai dan laut kemudian penentuan lokasi TPA dilakukan secara bertahap meliputi
tahap regional, tahap penyisih dan tahap penetapan.
• Hidrologi
Fasilitas pengurukan limbah tidak diinginkan berada pada suatu lokasi dengan jarak
antara dasar sampai lapisan air tanah tertinggi kurang dari 3 meter. Sumber air permukaan di
Kabupaten Bandung Barat umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik
pertanian; industri, dan lain-lain. Pada peta Sumber Daya Air Kawasan Cekungan Bandung
dapat dilihat bahwa pada Kabupaten Bandung Barat rata-rata memiliki kedalaman air tanah
yang cukup dalam. Selain itu sebagian kecilnya terdiri dari sumber mata air memancar dan
sumber air tanah dangkal, keduanya dinilai kurang cocok untuk dijadikan calon lokasi TPA
karena memiliki potensi mencemari air tanah yang lebih besar. Potensi pencemaran juga
berhubungan dengan intensitas hujan. Kabupaten Bandung Barat pada umumnya memiliki
intensitas hujan 13,6-20,7 mm/hari. Daerah pada Kabupaten Bandung Barat yang memiliki
intensitas hujan sebesar 20,7-27,7 mm/hari mendapatkan penilaian yang rendah karena dapat
menghasilkan air lindi yang lebih besar.
• Topografi
Tempat pengurukan limbah tidak boleh terletak pada suatu bukit dengan lereng yang
tidak stabil. Suatu daerah dinilai lebih bila terletak di daerah landai dengan topografi tinggi.
Pada peta Kemiringan Lereng dapat diketahui bahwa sebagian besar (42%) di wilayah
cekungan Bandung merupakan daerah datar (kemiringan 0 - 8%), 21% merupakan daerah
landai (kemiringan 8% - 15%), 20% bergelombang (kemiringan lereng 15% - 25%), 12%
merupakan daerah curam (kemiringan lereng 25% - 40%), dan 5% merupakan daerah sangat
curam (kemiringan lereng > 40%). Daerah yang sangat curam dinilai memiliki nilai yang
lebih kecil karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kelongsoran yang berakibat fatal
terutama saat terjadi hujan atau rembesan air yang tinggi.
• Tataguna lahan
Landfilling yang menerima limbah organik, dapat menarik kehadiran burung sehingga
tidak boleh diletakkan dalam jarak 300 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan
oleh penerbangan turbo jet atau dalam jarak 1500 meter dari landasan lapangan terbang yang
digunakan oleh penerbangan jenis piston. Disamping itu, lokasi tersebut tidak boleh terletak
di dalam wilayah yang diperuntukkan bagi daerah lindung perikanan, satwa liar dan
pelestarian tanaman. Jenis penggunaan tanah lainnya yang biasanya dipertimbangkan kurang
cocok adalah konservasi lokal dan daerah kehutanan.
SW13-4
Pemilihan lokasi untuk pembuangan sampah kota seharusnya tidak berbenturan
dengan peruntukan lahan lainnya oleh karena itu pada tahap terakhir peta tematik di-overlay-
kan dengan peta Land use Kabupaten Bandung Barat. Hal ini untuk mencegah kemungkinan
timbulnya pencemaran dan sisi negatif terhadap masyarakat di sekitar TPA. Kesulitan dalam
pemilihan lokasi pembuangan sampah, biasanya karena tidak dijumpai lahan yang memadai
sesuai dengan peruntukan lahan atau kondisi geologi dari wilayah tersebut.
Dari hasil overlay peta-peta tematik diperoleh peta calon lokasi TPA seperti pada
Gambar 2, zona berwarna putih merupakan zona tidak layak TPA dan zona berwarna abu-
abu merupakan zona layak TPA. Zona tidak layak TPA merupakan lahan yang akan atau telah
dipergunakan sebagai permukiman; lahan dengan potensi tinggi akan bencana alam seperti
daerah banjir serta gunung api, daerah berpotensi longsor, topografi buruk dan berpotensi
gempa; lahan peruntukan khusus seperti lapangan terbang, hutan lindung dan institusi atau
pertokoan. Zona dengan warna kuning merupakan blok calon lokasi TPA yang dilihat
memiliki area lahan yang cukup besar untuk dijadikan lahan TPA. Peta daerah layak TPA
yang telah di-overlay-kan dengan peta jalan kemudian di overlay-kan lagi dengan peta
kecamatan dan desa Kabupaten Bandung Barat untuk mendapatkan koordinat yang tepat dari
kelima calon lokasi TPA yaitu:
1. Zona 1
Zona 1 terletak di desa Nanggeleng, kecamatan Cipendeuy memiliki jenis batuan
gunung api Plio-Plistos dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis
permeabilitas tanah pada zona ini lambat dan merupakan daerah resapan air tak berarti yang
cocok untuk dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman gempa bumi dan
gerakan tanah pada zona menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada pada
rentang 16-25%. Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
SW13-6
2. Zona 2
Zona 2 terletak di desa Sarimukti, kecamatan Cipatat memiliki jenis batuan Terobosan
Neogen dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis permeabilitas tanah pada
zona ini cukup baik sehingga diperlukan liner tambahan. Zona ini merupakan daerah resapan
air tak berarti yang cocok untuk dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman
gempa bumi dan gerakan tanah menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada
pada rentang 16-25%. Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
3. Zona 3
Zona 3 terletak di desa Sirnaraja, kecamatan Cipendeuy memiliki jenis batuan gunung
api Plio-Plistos dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis permeabilitas
tanah pada zona ini lambat dan merupakan daerah resapan air tak berarti yang cocok untuk
dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman gempa bumi dan gerakan tanah pada
zona menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada pada rentang 16-25%.
Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
4. Zona 4
Zona 4 terletak di desa Mekarwangi, kecamatan Sindangkerta memiliki jenis batuan
gunung api Plio-Plistos dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis
permeabilitas tanah pada zona ini sedang sehingga diperlukan liner tambahan. Zona ini
merupakan daerah resapan air tak berarti yang cocok untuk dijadikan lokasi TPA. Zona ini
berada pada daerah aman gempa bumi dan gerakan tanah pada zona menengah. Sedangkan
kemiringan lereng daerah ini berada pada rentang 16-25%. Intensitas hujan pada daerah ini
berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
5.Zona 5
Zona 5 terletak di desa Wangunsari, kecamatan Sindangkerta memiliki jenis batuan
gunung api Neogen dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis permeabilitas
tanah pada zona ini lambat dan merupakan daerah resapan air tak berarti yang cocok untuk
dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman gempa bumi dan gerakan tanah pada
zona menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada pada rentang 16-25%.
Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
…….(2)
SW13-8
Analisis Kriteria Penyisih SNI 19-3241-1994
Kriteria penyisihan merupakan batasan penilaian yang digunakan untuk memilih
lokasi terbaik dari beberapa calon lokasi yang lolos penyaringan kriteria regional untuk
penentuan calon lokasi TPA. Penilaian dengan SNI meliputi penilaian kondisi kilmatologis,
kondisi jalan, umur TPA, jalan raya dll. Dari parameter dan bobot penilaian SNI 19-3241-
1994 (Tabel 2) dapat dilihat bahwa tiga zona dengan nilai tertinggi terletak di kecamatan
Cipatat dan Cipendeuy dengan peringkat prioritas sebagai berikut:
1. Zona 2 di desa Sarimukti (kecamatan Cipatat) dengan luas lahan zona ini sebesar 44,86 ha
dan memiliki masa layan 16,76 tahun, dari kriteria SNI zona ini sangat direkomendasikan
untuk menjadi calon lokasi TPA sampah dan memiliki nilai 494. Setelah ditinjau dengan
pengamatan langsung ke lapangan zona 2 adalah TPA Sarimukti yang telah beroperasi,
dengan demikian dapat dimungkinkan perluasan TPA Sarimukti yang saat ini baru
digunakan seluas 5 ha untuk Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat
(Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, 2009).
2. Zona 1 di desa Nanggeleng (kecamatan Cipendeuy) dengan luas lahan 33,14 ha dan
memiliki masa layan 12,04 tahun, dari kritaria SNI zona ini memiliki nilai 463. Lokasi ini
cukup strategis dari jalan raya, akan tetapi cukup dekat dengan pemukiman penduduk
sehingga harus dilakukan peninjauan khusus apabila diperuntukkan menjadi lokasi TPA.
3. Zona 3 di desa Sirnaraja (kecamatan Cipendeuy) dengan luas lahan 22,65 ha dan masa
layan 9,45 tahun dan nilai SNI 453. Kondisi eksisting dari lokasi ini merupakan
perkebunan oleh penduduk sekitar dan sebagian digunakan sebagai kebun karet.
SW13-9
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Kabupaten Bandung Barat memiliki lahan yang cukup luas untuk dijadikan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA).
2. Diperlukan segera TPA regional yang dikelola secara bersama-sama antara
pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan masyarakat yang berbasiskan sanitary
landfill atau controlled landfill.
3. Calon lokasi TPA terpilih terletak di desa Sarimukti (kecamatan Cipatat), desa
Nanggeleng (kecamatan Cipendeuy) dan desa Sirnaraja (kecamatan Cipendeuy).
DAFTAR PUSTAKA
Akbari V. 2008. Landfill Site Selection by Combining GIS and Fuzzy Multi Criteria Decision
Analysis, Case Study: Bandar Abbas, Iran. Journal of Department of Surveying and
Geomatics Engineering, University of Tehran, Iran
Alesheikh, Ali Asghar. 2008. Selection of Waste Disposal Sites Using DRASTIC and GIS:
Case Study: Ghazvin Plain. Journal of Faculty of Geodesy and Geomatics Eng.,
K.N.Toosi University of Technology, Iran
Anonim. 1991. SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah. Dinas Pekerjaan Umum
Anonim. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
Basak Sener,M. Lu¨ tfi Su¨ zen,Vedat Doyuran. 2005. Landfill site selection by using
geographic information systems. Department of Geological Engineering, Mugla
University, 48100 Mugla, Turkey
Basagaoglu, Hakan. 1997. Selection of waste disposal sites using GIS. Journal of the
American Water Resources Association, vol. 33, Issue 2, p.455-464
Anonim. 2009. Profil Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Bandung Barat. Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat
Mokhtar Azizi. 2008. How GIS Can Be A Useful Tool To Deal With Landfill Site Selection.
Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Malaya,
50603 Kuala Lumpur, Malaysia
Nas, Bilgehan. 2010. Selection of MSW landfill site for Konya, Turkey using GIS and multi-
criteria evaluation. Journal of Environmental Engineering. Selcuk University. Turkey
Oktariadi, Oki. 2006. Pemetaan Zona Kelayakan Regional Lokasi TPA Sampah Berdasarkan
Aspek Geologi Lingkungan Wilayah Tangerang, Propinsi Banten.
Thoso, Makibinyane. 2007. The Construction of a Geographic Information Systems (GIS)
Model for Landfill Site Selection. Dissertation of Department of Geography.
University of the Free State.Bloemfontein
SW13-10