Anda di halaman 1dari 10

PEMILIHAN CALON LOKASI TPA DENGAN METODE GIS

DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

LANDFILL SITE SELECTION USING GIS METHOD


IN WEST BANDUNG REGENCY
Oktasari Dyah Anggraini1, Benno Rahardyan2
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132
1
oktasari_dyah_anggraini@yahoo.com dan 2benno@tl.itb.ac.id

Abstrak : Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktifitas/kegiatan dalam kehidupan manusia maupun
sebagai hasil dari suatu proses alamiah sering menimbulkan permasalahan serius di wilayah-wilayah pemukiman
penduduk. Dengan bertambahnya populasi penduduk maka sudah tentu akan menghasilkan produk-produk
sampah dan berkurangnya lahan untuk pengolahan sampah yang memang harus dihadapi oleh daerah tersebut.
Studi pemilihan lokasi TPA sampah ini bertujuan mencari daerah layak sebagai lokasi TPA sehingga peruntukan
lokasi TPA baru akan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan memenuhi kriteria SNI No. 19-3241-1994.
Proses pemilihan lokasi TPA sampah terdiri dari 3 tahap penyaringan yaitu tahap penyaringan regional, tahap
penyaringan penyisih dan tahap penetapan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
membantu menyelesaikan kesulitan dalam pemilihan calon lokasi TPA. Penilaian kelayakan dari calon lokasi
TPA menggunakan SNI No.19-3241-1994.

Kata kunci : SIG, Kabupaten Bandung Barat, pemilihan lokasi TPA, SNI No.19-3241-1994

Abstract : Waste as the side produced of various activities/events in human life and as a result of a natural
process often creates serious problems in settlement areas. With population increased it is certainly going to
produce waste products and less land for waste treatment that had to be faced by the region. Study of landfill
waste selection aims to find appropriate areas as landfill so that the designation of a new landfill will be in
accordance with the land use plan and fulfil the criteria SNI No. 19-3241-1994. The process of waste landfill site
selection consists of 3 stages of filtration which are the regional screening stage, filtering stage exclusion and
determining stage using Geographic Information System (GIS) to help resolve difficulties in the selection of
candidate landfill. Feasibility assessment of potential landfill sites using SNI No.19-3241-1994.

Key words : GIS, landfill site selection, SNI No.19-3241-1994, West Bandung Regency

PENDAHULUAN

Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktifitas/kegiatan dalam kehidupan


manusia maupun sebagai hasil dari suatu proses alamiah sering menimbulkan permasalahan
serius di wilayah-wilayah pemukiman penduduk. Dengan bertambahnya populasi penduduk
maka sudah tentu akan menghasilkan produk-produk sampah yang memang harus dihadapi
oleh daerah tersebut dan berkurangnya lahan untuk pengolahan sampah. Permasalahan yang
dihadapi setiap wilayah adalah bagaimana cara mendapatkan lokasi pembuangan limbah
tersebut secara tepat dan aman. Area pembuangan sampah yang baik memiliki beberapa
karakteristik. Daerah ini harus berada jauh dari daerah di mana ada sejarah banjir. Jika tidak,
sampah dapat menjadi sumber pencemaran air yang pada saatnya mengancam lingkungan dan
kehidupan (Akbari et al., 2008). Untuk mendapatkan lokasi TPA yang sesuai dengan
persyaratan teknis, ekonomis dan berwawasan lingkungan diperlukan metode yang tepat
seperti menempatkan lokasi TPA pada daerah dengan formasi geologi yang sesuai sehingga
pencemaran yang timbul dapat dicegah atau diperkecil.

SW13-1
TPA adalah komponen penting dari setiap sistem pengelolaan limbah. Pengelolaan
limbah padat perkotaan mungkin melibatkan sistem terpadu dari: (i) Minimalisasi limbah
dalam proses produksi, (ii) penggunaan kembali produk-produk untuk memperpanjang
kegunaannya sebelum masuk ke aliran limbah, (iii) pemulihan bahan dan energi dari limbah
(misalnya daur ulang, kompos, panas dari pembakaran), dan (iv) mengumpulkan bahan sisa di
landfill (Leao et al., 2004). Penentuan lahan TPA adalah tugas yang sangat sulit untuk
diselesaikan karena proses seleksi lahan tergantung pada faktor dan peraturan yang berbeda
(Sener, 2005). Untuk memastikan bahwa lahan sesuai yang dipilih, proses yang sistematis
harus dikembangkan dan diikuti. Ketidakberhasilan dalam penentuan lahan TPA biasanya
diikuti dengan penolakan masyarakat yang kuat (Nas B et al., 2010).
Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pengelolaan limbah padat sangat besar
karena banyak aspek perencanaan dan operasi sangat tergantung pada data spasial (Thoso,
2007). Aplikasi SIG dapat membantu dalam menentukan lokasi TPA yang sesuai dengan
persyaratan teknis dengan meng-overlay peta tematik untuk mendapatkan TPA yang sesuai.
Sener et al. (2006) dari Akbari et al. (2008) menggunakan SIG untuk analisis keputusan
multikriteria (MCDA) untuk membantu masalah pemilihan lokasi TPA dan mengembangkan
peringkat potensi daerah TPA berdasarkan berbagai kriteria. Kao et al. (1996) dari Azizi
(2008) menunjukkan bahwa data spasial dalam jumlah besar dapat diproses dengan
menggunakan SIG dan oleh karena itu berpotensi menghemat waktu yang biasanya
dihabiskan dalam memilih lokasi yang tepat. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
teknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi calon lokasi untuk fasilitas pembuangan
sampah di Kabupaten Bandung Barat. Prosedur ini mengikuti kerangka kerja SIG yang
menghilangkan lokasi yang tidak dapat diterima dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan, selain isu-isu politik dan ekonomi, yang terkandung dalam layer berlapis dari
informasi tambahan untuk memilih calon lokasi penimbunan limbah melalui analisis overlay
dilakukan oleh perangkat lunak SIG ( Basagaoglu, 1997).
Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan salah satu
program nasional di daerah, yang berkaitan dengan penyediaan tempat penampungan akhir
sampah. UU No 18 Tahun 2008 menyatakan pada BAB XVI Ketentuan Peralihan Pasal 44
bahwa “Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak berlakunya Undang-Undang ini”. Hal ini mengakibatkan masing-masing kota atau
kabupaten wajib untuk merencanakan TPA yang berbasiskan sanitary landfill atau controlled
landfill terhitung 1 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan (Undang-undang No.18,
2008). Oleh karena itu, studi penentuan lokasi pembangunan TPA yang baru di Kabupaten
Bandung Barat perlu dilakukan sebelum TPA dibangun.
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan inventarisasi lokasi-lokasi TPA di
wilayah Kabupaten Bandung Barat sesuai dengan ketentuan teknis SNI No. 19-3241-1994.
Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun alternatif lokasi pembangunan yang potensial di
wilayah kabupaten Bandung Barat sehingga diharapkan tidak menyebabkan penurunan
kualitas lingkungan tanah, air tanah, dan juga tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia. Hal ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai kelayakan lokasi
pembuangan sampah serta memberikan saran kondisi lahan yang akan di rencanakan.

SW13-2
METODOLOGI

Ada beberapa informasi tematik yang diperlukan dalam menentukan lokasi TPA di
Kabupaten Bandung Barat. Pertama, informasi geologis yang diperoleh dari peta-peta risiko
bahaya geologi teknik Kabupaten Bandung Barat skala 1:50.000 diterbitkan oleh BAPPEDA
Jawa Barat. Peta ini menggambarkan jenis batu, banjir, vulkanik daerah berisiko, risiko
gerakan tanah, dan permeabilitas tanah, kemiringan tanah, dll peta-peta ini di-digitasi dengan
software ArcGIS 9.3, kemudian lapisan informasi yang berkaitan dengan kemiringan, zona
pemukiman, penggunaan lahan, jalan, sungai, zona bahaya geologi dan tekstur tanah
diekstraksi dan dipersiapkan. Data ini dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak
database dan langkah terakhir adalah meng-overlay peta menggunakan kriteria seleksi SNI
19-3241-1994. Pada aplikasi ini, SIG dianggap sebagai alat screening dalam proses seleksi
lokasi untuk mempersempit jumlah calon lokasi, kemudian mengarah ke satu atau lebih lokasi
untuk penyelidikan rinci (Basagaoglu, 1997). Penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahapan sampai diperoleh alternatif lokasi TPA yang sesuai dengan SNI 19-3241-1994 yang
mengatur ketentuan sebagai berikut seperti pembuangan sampah tidak boleh dilakukan pada
danau, sungai dan laut kemudian penentuan lokasi TPA dilakukan secara bertahap meliputi
tahap regional, tahap penyisih dan tahap penetapan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Penetapan Lokasi TPA Berdasarkan SNI


Beberapa parameter penyaring awal yang sering digunakan adalah:
• Geologi
Batuan dasar pada area calon TPA menjadi sangat berarti peranannya dalam
meminimalisasi penyebaran air lindian sampah (leachate) secara alamiah, baik pada saat
bergerak menuju muka air tanah maupun saat bergerak lateral bersama air tanah oleh karena
itu diperlukan studi pemilihan area TPA yang tidak memiliki batuan dasar dengan formasi
batu pasir, batu gamping atau batuan berongga. Dari peta Geologi Jenis Batuan Kabupaten
Bandung Barat yang diterbitkan oleh Bappeda dapat diketahui bahwa formasi batuan yang
tidak cocok untuk dijadikan lokasi TPA adalah formasi batuan Gamping Neogen yang terletak
pada kecamatan Padalarang dan Gamping Oligo-Miosen yang terletak pada kecamatan
Cipatat dan Batujajar.
Daerah geologi lainnya yang penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa, zona
vulkanik yang aktif serta daerah longsoran. Peta Kawasan Lingkungan Rawan Cekungan
Bandung yang diterbitkan oleh Bappeda di-digitasi menjadi peta Rawan Gunung Api
sehingga dapat dilihat bahwa wilayah yang rawan gunung api ada di kecamatan Parongpong
dan Lembang yang terdapat pada sisi utara kabupaten. Daerah sekitar gunung berapi
merupakan daerah rawan geologis sehingga tidak dianjurkan untuk menjadi lokasi calon TPA.
Potensi gempa dapat dilihat pada peta Rawan Bencana Gempa Kabupaten Bandung
Barat yang diterbitkan oleh Bappeda, warna merah menunjukkan wilayah yang rawan gempa
sehingga tidak cocok untuk dijadikan calon lokasi TPA, sedangkan warna hijau menunjukkan
wilayah ini aman untuk menjadi calon lokasi TPA karena memiliki tingkat keamanan yang
cukup baik terhadap gempa. Peta Gerakan Tanah Kabupaten Bandung Barat yang diterbitkan
oleh Bappeda menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung Barat dapat dikelompokkan menjadi
4 zona gerakan tanah, yaitu tinggi, menengah, rendah dan sangat rendah. Gerakan tanah yang
tinggi dinilai tidak cocok untuk dijadikan calon lokasi TPA. Gerakan tanah yang tinggi dapat
dilihat pada peta Gerakan Tanah tersebar di seluruh Kabupaten Bandung Barat akan tetapi
persentasenya masih lebih kecil dibandingkan tanah dengan gerakan tanah relatif stabil.
SW13-3
• Hidrogeologi
Informasi hidrogeologi dibutuhkan untuk mengetahui keberadaan muka air tanah,
mendeteksi impermiabilitas tanah, lokasi sungai atau waduk atau air permukaan dan sumber
air minum yang digunakan oleh penduduk sekitar. Tanah dengan permeabilitas cepat dinilai
memiliki nilai yang rendah untuk menjadi lokasi calon TPA karena memberikan perlindungan
yang kecil terhadap air tanah dan membutuhkan teknologi tambahan yang khusus. Jenis tanah
juga mempengaruhi permeabilitas terhadap air yang masuk ke tanah. Pada calon TPA dipilih
daerah dengan jenis tanah yang tidak berpasir karena memiliki porositas yang tinggi sehingga
angka kelulusan air dalam tanah akan relatif tinggi sehingga dapat mengganggu kualitas air
tanah. Peta Hidrogeologi Kabupaten Bandung Barat yang diterbitkan oleh Bappeda
memberikan gambaran jenis tanah yang dinilai memiliki nilai permeabilitas atau kemampuan
menyerap air tanah yang cepat, baik, sedang dan lambat. Permeabilitas tanah cepat (pasir
kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam; permeabilitas tanah baik (pasir halus), yaitu 3,6 -
36 cm per jam; permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam; sedangkan permeabilitas
lambat dibawah 2,0 cm per jam.

• Hidrologi
Fasilitas pengurukan limbah tidak diinginkan berada pada suatu lokasi dengan jarak
antara dasar sampai lapisan air tanah tertinggi kurang dari 3 meter. Sumber air permukaan di
Kabupaten Bandung Barat umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik
pertanian; industri, dan lain-lain. Pada peta Sumber Daya Air Kawasan Cekungan Bandung
dapat dilihat bahwa pada Kabupaten Bandung Barat rata-rata memiliki kedalaman air tanah
yang cukup dalam. Selain itu sebagian kecilnya terdiri dari sumber mata air memancar dan
sumber air tanah dangkal, keduanya dinilai kurang cocok untuk dijadikan calon lokasi TPA
karena memiliki potensi mencemari air tanah yang lebih besar. Potensi pencemaran juga
berhubungan dengan intensitas hujan. Kabupaten Bandung Barat pada umumnya memiliki
intensitas hujan 13,6-20,7 mm/hari. Daerah pada Kabupaten Bandung Barat yang memiliki
intensitas hujan sebesar 20,7-27,7 mm/hari mendapatkan penilaian yang rendah karena dapat
menghasilkan air lindi yang lebih besar.

• Topografi
Tempat pengurukan limbah tidak boleh terletak pada suatu bukit dengan lereng yang
tidak stabil. Suatu daerah dinilai lebih bila terletak di daerah landai dengan topografi tinggi.
Pada peta Kemiringan Lereng dapat diketahui bahwa sebagian besar (42%) di wilayah
cekungan Bandung merupakan daerah datar (kemiringan 0 - 8%), 21% merupakan daerah
landai (kemiringan 8% - 15%), 20% bergelombang (kemiringan lereng 15% - 25%), 12%
merupakan daerah curam (kemiringan lereng 25% - 40%), dan 5% merupakan daerah sangat
curam (kemiringan lereng > 40%). Daerah yang sangat curam dinilai memiliki nilai yang
lebih kecil karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kelongsoran yang berakibat fatal
terutama saat terjadi hujan atau rembesan air yang tinggi.

• Tataguna lahan
Landfilling yang menerima limbah organik, dapat menarik kehadiran burung sehingga
tidak boleh diletakkan dalam jarak 300 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan
oleh penerbangan turbo jet atau dalam jarak 1500 meter dari landasan lapangan terbang yang
digunakan oleh penerbangan jenis piston. Disamping itu, lokasi tersebut tidak boleh terletak
di dalam wilayah yang diperuntukkan bagi daerah lindung perikanan, satwa liar dan
pelestarian tanaman. Jenis penggunaan tanah lainnya yang biasanya dipertimbangkan kurang
cocok adalah konservasi lokal dan daerah kehutanan.

SW13-4
Pemilihan lokasi untuk pembuangan sampah kota seharusnya tidak berbenturan
dengan peruntukan lahan lainnya oleh karena itu pada tahap terakhir peta tematik di-overlay-
kan dengan peta Land use Kabupaten Bandung Barat. Hal ini untuk mencegah kemungkinan
timbulnya pencemaran dan sisi negatif terhadap masyarakat di sekitar TPA. Kesulitan dalam
pemilihan lokasi pembuangan sampah, biasanya karena tidak dijumpai lahan yang memadai
sesuai dengan peruntukan lahan atau kondisi geologi dari wilayah tersebut.

Hasil Overlay Lokasi TPA


Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir sampah perlu memenuhi persyaratan teknis,
ekonomis dan berwawasan lingkungan. Metoda yang tepat dalam penempatan sampah salah
satunya adalah menempatkan TPA pada daerah dengan kondisi geologi yang aman dan tepat
sehingga mengurangi resiko pencemaran lingkungan. Kondisi geologi yang tepat didapat dari
tahapan analisi regional yang merupakan tahapan untuk mendapatkan informasi zona layak
dan tidak layak TPA. Analisis kelayakan zona TPA diawali dengan analisis parameter geologi
lingkungan. analisis dilakukan dengan tumpang susun atau overlay peta-peta tematik
Kabupaten Bandung Barat yang diperoleh dari Bappeda Jawa Barat.
Parameter yang dijadikan kriteria dalam analisis zona kelayakan merupakan parameter
persyaratan lokasi penimbunan sampah yang berkaitan dengan aspek geologi. Parameter-
parameter yang digunakan dalam analisis regional ini sesuai dengan SNI 19-3241-1994 yang
diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Hasil dari overlay sembilan parameter yaitu
formasi batuan, rawan bencana gunung api, rawan gempa, rawan gerakan tanah, jenis
permeabilitas tanah, zona resapan air, sumber daya air tanah, kemiringan lereng, tata guna
lahan dan intensitas hujan menghasilkan peta zona daerah layak TPA dan tidak layak. Hal
yang dilakukan kemudian untuk mendapatkan lokasi yang tepat adalah meng-overlay-kan
peta zona daerah TPA dengan peta jalan raya. Hal ini bertujuan agar calon lokasi TPA berada
pada derah yang strategis dan didapatkan luas calon lokasi TPA terbesar yang
memungkinkan.
Zona yang layak dijadikan lokasi TPA berwarna abu-abu, sedangkan zona yang tidak
layak dijadikan calon lokasi TPA berwarna putih. Pada setiap tahapan overlay maka akan
terjadi pengurangan daerah yang layak untuk dijadikan calon lokasi TPA. Pengurangan
daerah yang paling besar terjadi pada saat overlay parameter gempa. Hal ini terjadi karena
pada bagian tengah daerah Kabupaten Bandung Barat merupakan daerah rawan gempa.
Daerah dengan rawan gempa tentu saja tidak diinginkan untuk menjadi lokasi TPA karena
dkhawatirkan terjadi pergeseran dan mengakibatkan kelongsoran timbunan sampah. Tahapan
overlay peta-peta tematik Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada Gambar 1 seperti di
bawah ini :

formasi batuan- rawan bencana gunung api rawan gempa


SW13-5
rawan gerakan tanah jenis tanah, sumber air tanah dan hidrologi

kemiringan lereng dan tata guna lahan intensitas hujan

Gambar 1. Tahapan overlay peta-peta tematik Kabupaten Bandung Barat

Dari hasil overlay peta-peta tematik diperoleh peta calon lokasi TPA seperti pada
Gambar 2, zona berwarna putih merupakan zona tidak layak TPA dan zona berwarna abu-
abu merupakan zona layak TPA. Zona tidak layak TPA merupakan lahan yang akan atau telah
dipergunakan sebagai permukiman; lahan dengan potensi tinggi akan bencana alam seperti
daerah banjir serta gunung api, daerah berpotensi longsor, topografi buruk dan berpotensi
gempa; lahan peruntukan khusus seperti lapangan terbang, hutan lindung dan institusi atau
pertokoan. Zona dengan warna kuning merupakan blok calon lokasi TPA yang dilihat
memiliki area lahan yang cukup besar untuk dijadikan lahan TPA. Peta daerah layak TPA
yang telah di-overlay-kan dengan peta jalan kemudian di overlay-kan lagi dengan peta
kecamatan dan desa Kabupaten Bandung Barat untuk mendapatkan koordinat yang tepat dari
kelima calon lokasi TPA yaitu:
1. Zona 1
Zona 1 terletak di desa Nanggeleng, kecamatan Cipendeuy memiliki jenis batuan
gunung api Plio-Plistos dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis
permeabilitas tanah pada zona ini lambat dan merupakan daerah resapan air tak berarti yang
cocok untuk dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman gempa bumi dan
gerakan tanah pada zona menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada pada
rentang 16-25%. Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.

SW13-6
2. Zona 2
Zona 2 terletak di desa Sarimukti, kecamatan Cipatat memiliki jenis batuan Terobosan
Neogen dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis permeabilitas tanah pada
zona ini cukup baik sehingga diperlukan liner tambahan. Zona ini merupakan daerah resapan
air tak berarti yang cocok untuk dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman
gempa bumi dan gerakan tanah menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada
pada rentang 16-25%. Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
3. Zona 3
Zona 3 terletak di desa Sirnaraja, kecamatan Cipendeuy memiliki jenis batuan gunung
api Plio-Plistos dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis permeabilitas
tanah pada zona ini lambat dan merupakan daerah resapan air tak berarti yang cocok untuk
dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman gempa bumi dan gerakan tanah pada
zona menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada pada rentang 16-25%.
Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
4. Zona 4
Zona 4 terletak di desa Mekarwangi, kecamatan Sindangkerta memiliki jenis batuan
gunung api Plio-Plistos dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis
permeabilitas tanah pada zona ini sedang sehingga diperlukan liner tambahan. Zona ini
merupakan daerah resapan air tak berarti yang cocok untuk dijadikan lokasi TPA. Zona ini
berada pada daerah aman gempa bumi dan gerakan tanah pada zona menengah. Sedangkan
kemiringan lereng daerah ini berada pada rentang 16-25%. Intensitas hujan pada daerah ini
berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.
5.Zona 5
Zona 5 terletak di desa Wangunsari, kecamatan Sindangkerta memiliki jenis batuan
gunung api Neogen dan berada pada daerah yang jauh dari gunung berapi. Jenis permeabilitas
tanah pada zona ini lambat dan merupakan daerah resapan air tak berarti yang cocok untuk
dijadikan lokasi TPA. Zona ini berada pada daerah aman gempa bumi dan gerakan tanah pada
zona menengah. Sedangkan kemiringan lereng daerah ini berada pada rentang 16-25%.
Intensitas hujan pada daerah ini berkisar antara 13,6 - 20,7 mm/hari.

Gambar 2. Peta daerah layak TPA Kabupaten Bandung Barat


SW13-7
Setiap daerah perkotaan akan terdapat daerah yang merupakan titik sumber sampah
yang disebut centroid. Peta sebaran centroid di Kabupaten Bandung Barat dibuat dengan
acuan peta Aglomerasi Kabupaten Bandung Barat. Peta aglomerasi tersebut menggambarkan
wilayah perkotaan dan pedesaan. Secara teoritis dibuat satu centroid sampah di wilayah
perkotaan dan pedesaan yang digambarkan dengan point berwarna hijau seperti pada
Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Peta sebaran centroid Kabupaten Bandung Barat

Analisis Perkiraan Masa Layan TPA


Luas lahan TPA diperoleh dari hasil peta tematik Kabupaten Bandung Barat. Asumsi
selanjutnya adalah:
• Densitas sampah di timbunan = 2 - 5 kali densitas sampah di sumber
• Kebutuhan tanah penutup: bila metode pengurugan adalah controlled landfill, maka
kebutuhan tanah penutup = 3 % dari material yang akan ditimbun, bila metode
pengurugan adalah dengan sanitary landfill, maka kebutuhan tanah penutup = 20% dari
material yang akan ditimbun
• Area pengurukan = 70% dari total area yang dibutuhkan
• Perkiraan masa layan (tahun)

…….(2)

Tabel 1. Masa layan calon lokasi TPA (perhitungan, 2009)


1 2 3 4 5
Lokasi
Nanggeleng Sarimukti Sirnaraja Mekarwangi Wangunsari
Luas (dalam ha) 33.14 44.86 22.65 17.51 22.38
Masa layan 12,04 16,76 9,45 7,42 9,56

SW13-8
Analisis Kriteria Penyisih SNI 19-3241-1994
Kriteria penyisihan merupakan batasan penilaian yang digunakan untuk memilih
lokasi terbaik dari beberapa calon lokasi yang lolos penyaringan kriteria regional untuk
penentuan calon lokasi TPA. Penilaian dengan SNI meliputi penilaian kondisi kilmatologis,
kondisi jalan, umur TPA, jalan raya dll. Dari parameter dan bobot penilaian SNI 19-3241-
1994 (Tabel 2) dapat dilihat bahwa tiga zona dengan nilai tertinggi terletak di kecamatan
Cipatat dan Cipendeuy dengan peringkat prioritas sebagai berikut:
1. Zona 2 di desa Sarimukti (kecamatan Cipatat) dengan luas lahan zona ini sebesar 44,86 ha
dan memiliki masa layan 16,76 tahun, dari kriteria SNI zona ini sangat direkomendasikan
untuk menjadi calon lokasi TPA sampah dan memiliki nilai 494. Setelah ditinjau dengan
pengamatan langsung ke lapangan zona 2 adalah TPA Sarimukti yang telah beroperasi,
dengan demikian dapat dimungkinkan perluasan TPA Sarimukti yang saat ini baru
digunakan seluas 5 ha untuk Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat
(Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, 2009).
2. Zona 1 di desa Nanggeleng (kecamatan Cipendeuy) dengan luas lahan 33,14 ha dan
memiliki masa layan 12,04 tahun, dari kritaria SNI zona ini memiliki nilai 463. Lokasi ini
cukup strategis dari jalan raya, akan tetapi cukup dekat dengan pemukiman penduduk
sehingga harus dilakukan peninjauan khusus apabila diperuntukkan menjadi lokasi TPA.
3. Zona 3 di desa Sirnaraja (kecamatan Cipendeuy) dengan luas lahan 22,65 ha dan masa
layan 9,45 tahun dan nilai SNI 453. Kondisi eksisting dari lokasi ini merupakan
perkebunan oleh penduduk sekitar dan sebagian digunakan sebagai kebun karet.

Tabel 2. Parameter penyisih


No. Parameter Nanggeleng Sarimukti Sirnaraja Mekarwangi Wangunsari
I UMUM
1 Batas Administrasi 50 50 50 50 50
2 Pemilik hak atas tanah 9 9 9 9 9
3 Kapasitas Lahan 50 50 40 40 40
4 Jumlah pemilik tanah 15 21 15 5 3
5 Partisipasi Masyarakat 3 3 3 3 3
II LINGKUNGAN FISIK
1 Tanah (diatas muka air tanah) 35 35 35 35 35
2 Air Tanah 50 50 50 50 50
3 Sistem aliran air tanah 15 15 15 15 15
4 Kaitan dengan pemanfaatan air tanah 9 9 9 9 9
5 Bahaya banjir 20 20 20 10 10
6 Tanah penutup 40 40 40 20 20
7 Intensitas Hujan 15 15 15 15 15
8 Jalan menuju lokasi 5 5 5 5 5
9 Transport Sampah (satu jalan) 15 40 15 40 40
10 Jalan masuk 20 20 20 20 20
11 Lalu lintas 24 24 24 24 24
12 Tata guna tanah 25 25 25 25 25
13 Pertanian 3 3 3 3 3
14 Daerah lindung/cagar alam 20 20 20 2 2
15 Biologis 15 15 15 30 30
16 Kebisingan dan bau 10 10 10 10 10
17 Estetika 15 15 15 15 15
Total Nilai 463 494 453 435 433

SW13-9
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Kabupaten Bandung Barat memiliki lahan yang cukup luas untuk dijadikan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA).
2. Diperlukan segera TPA regional yang dikelola secara bersama-sama antara
pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan masyarakat yang berbasiskan sanitary
landfill atau controlled landfill.
3. Calon lokasi TPA terpilih terletak di desa Sarimukti (kecamatan Cipatat), desa
Nanggeleng (kecamatan Cipendeuy) dan desa Sirnaraja (kecamatan Cipendeuy).

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada PHKI-Teknik Lingkungan ITB yang telah mendanai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Akbari V. 2008. Landfill Site Selection by Combining GIS and Fuzzy Multi Criteria Decision
Analysis, Case Study: Bandar Abbas, Iran. Journal of Department of Surveying and
Geomatics Engineering, University of Tehran, Iran
Alesheikh, Ali Asghar. 2008. Selection of Waste Disposal Sites Using DRASTIC and GIS:
Case Study: Ghazvin Plain. Journal of Faculty of Geodesy and Geomatics Eng.,
K.N.Toosi University of Technology, Iran
Anonim. 1991. SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah. Dinas Pekerjaan Umum
Anonim. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah.
Basak Sener,M. Lu¨ tfi Su¨ zen,Vedat Doyuran. 2005. Landfill site selection by using
geographic information systems. Department of Geological Engineering, Mugla
University, 48100 Mugla, Turkey
Basagaoglu, Hakan. 1997. Selection of waste disposal sites using GIS. Journal of the
American Water Resources Association, vol. 33, Issue 2, p.455-464
Anonim. 2009. Profil Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Bandung Barat. Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat
Mokhtar Azizi. 2008. How GIS Can Be A Useful Tool To Deal With Landfill Site Selection.
Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering, University of Malaya,
50603 Kuala Lumpur, Malaysia
Nas, Bilgehan. 2010. Selection of MSW landfill site for Konya, Turkey using GIS and multi-
criteria evaluation. Journal of Environmental Engineering. Selcuk University. Turkey
Oktariadi, Oki. 2006. Pemetaan Zona Kelayakan Regional Lokasi TPA Sampah Berdasarkan
Aspek Geologi Lingkungan Wilayah Tangerang, Propinsi Banten.
Thoso, Makibinyane. 2007. The Construction of a Geographic Information Systems (GIS)
Model for Landfill Site Selection. Dissertation of Department of Geography.
University of the Free State.Bloemfontein

SW13-10

Anda mungkin juga menyukai