Revisi Otitis Media Akut
Revisi Otitis Media Akut
Revisi Otitis Media Akut
Oleh :
NANIK WIDYASTUTI
131923143003
bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara
lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore,
apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai
efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga
tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang tinggi
terhadap pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
(Kerschner, 2007).
Otitis Media Akut merupakan radang akut telinga tengah yang sering terjadi terutama pada bayi
atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. Selain ada beberapa
1. Bakteri
Bakteri pirogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus
OMA dapat ditentukan jenis bakteri pirogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan
atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella
negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan
neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai
pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan
bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-
kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa
dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan
adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
(PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat
diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman,
2003). Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang dewasa yakni
tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus tubarius dikelilingi oleh
folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak dapat mengisi nasofaring, sehingga
secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Otitis media akut
merupakan inflamasi telinga tengah dengan onset gejala dan tanda klinis yang cepat, seperti
1. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga,
di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan
2. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai
39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit
waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.
Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan
Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:
0 < 38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Diagnosis otitis media akut dibuat berdasarkan pada pemeriksaan membran timpani. Tetapi pada
anak pemeriksaan ini mungkin sulit dilakukan karena saluran telinga yang kecil, adanya serumen dan
juga keadaan anak yang tidak kooperatif. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran
timpani yang berkurang, cembung, kemerahan dan keruh, dapat juga dijumpai sekret purulen.
Adanya penurunan gerak dari membran timpani merupakan dasar kecurigaan pada otitis media akut.
Bila diagnosis masih meragukan, perlu dilakukan tindakan aspirasi dari telinga tengah. Para dokter,
khususnya dokter anak, seringkali misdiagnosis terhadap otitis media, dan untuk menghindarinya
perlu dilakukan pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan otoskopi dapat mengurangi lebih dari 30% dari
kesalahan yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan karena sebagai klinisi, dokter mendiagnosa
berdasarkan gejala klinis dan warna dari membran timpani, sedangkan ahli THT lebih
(ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas,
sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius.Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada
telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi
virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa
telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi
proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor
pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat,
drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga
tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus
saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan
menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi
dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika
sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap
getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada
mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan
otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga
mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi
1. Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala,
memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki
1. Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).
2. Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
3. Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak
4. Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut
atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).
5. Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,
dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3
minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat
dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada
perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar
dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya
2. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
a) Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan
secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat
dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang
diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di
telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah
nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada
pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode
OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak
OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi
b) Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan
komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti
otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
c) Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren
(Kerschner, 2007).
Invansi bakteri
kedalam
Obstruksi tuba
OMA
ansietas
D.0080
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
bud, kmd keluar cairan dari telinga, riwayat ada keluhan nyeri pada telinga
e. Riwayat penyakit keluarga : apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang
berhubungan dengan THT sebab dimungkinkan OMK berhubugan dengan luasnya sel
f. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : apakah ada riwayat merokok, minum alkohol,
a. B1 ( breathing ) : pada inspeksi apakah px ada batuk, sesak nafas, penggunaan otot bantu
pernafasan, peningkatan frekuensi pernafasan. Pada auskultasi apakah ada suara nafas
tambahan.
d. B4 ( bladder ) : -
e. B5 ( bowel ) : apakah ada keluhan mual, muntah
operasi
Intervensi :
operasi
-nadi menurun
Intervensi :
Intervensi :
DAFTAR PUSTAKA
Abdoerrachman, M.H., 1990. Otitis media akut. Dalam: Hel mi, Kurniawan, A.N.,
Abdoerrachman, M.H., Setiabudy, R. (Penyunt.). Pengobatan non
supuratifotitis media supuratif . Jakarta: Balai penerbit FK UI, pp.37-44.
Aboet, A., 2006. Terapi pada otitis media supuratif akut. Majalah Kedokteran
Nusantara, 39(3): 356.
Ari, N.E., 2010. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem telinga
hidung tenggorokan dan gangguan wicara . Edisi I. Jakarta: Rekatama, pp.59 -
65.
Djaafar, Z. A., Helmi, dan Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E.A., Iskandar,N., Bashiruddin,J., Restuti,R.D., ed. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-6. Jakarta: Gaya Baru-FKUI,
pp.64-69.
Drake RL, Vogl AW, Mitchell ADW (2014). Gray’s anatomy for student
http://www.case.edu/med/otolaryngology/ben.htm. Diakses pada 23 September 2015.
Oleh :
NANIK WIDYASTUTI
131923143003
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTASKEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
Hari rawat ke : 2
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Nn. A
2. Umur: 34 tahun
3. Suku/ Bangsa : jawa/indonesia
4. Agama : islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : ibu rumah tangga
7. Alamat : surabaya
8. Sumber Biaya : mandiri
KELUHAN UTAMA
Keluhan utama: Keluar cairan dari telinga kiri sejak 5 hari yang lalu
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluar cairan tiba – tiba dari liang telinga kiri tanpa ada rasa nyeri. Cairan tidak kental, bening kekuningan dan
tidak berbau. Telinga kiri terasa gremebek, berdengung, kadang – kadang buntu dan pendengaran berkurang.
3. Riwayat alergi:
Obat ya tidak jenis ; tidak ada
5. Lain-lain:
Px sering membersihkan telinga dengan menggunakan cotton bud
- Jenis : …………………........................................................................
- Genogram
Masalah Keperawatan :
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan: Tidak ada masalah keperawatan
Alkohol ya tidak keterangan…………………….........................................................
Merokok ya tidak
keterangan…………………….........................................................
Obat ya tidak
keterangan…..............................................................………………
Olahraga ya tidak
keterangan…..........................................................…………………
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital
S : 36,5°C N : 110 x/mnt T : 120/80 mmHg RR : 20 x/mnt
2. Sistem Pernafasan
a. RR: 20 x/mnt
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk produktif tidak produktif
Jenis................................................ Flow..............lpm
4. Sistem Persyarafan
a. S : 36,5 °C
b. GCS :4-5-6
S :...................................................................
T :...................................................................
5. Sistem perkemihan
Masalah Keperawatan
a. Kebersihan genetalia: Bersih Kotor
b. Sekret: Ada Tidak Tidak ada masalah
c. Ulkus: Ada Tidak keperawatan
d. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
e. Keluhan kencing: Ada Tidak
Bila ada, jelaskan:
Tidak ada keluhan kencing
f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: .......................................................................
Jenis :............................................
Ukuran :............................................
Hari ke :............................................
g. Produksi urine : 100 - 150 ml/jam
Warna kuning jernih
Bau : khas urine
Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan ya tidak
i. Intake cairan oral : 800 - 1000 cc/hari parenteral : ……… cc/hari
j. Balance cairan:
Tidak terkaji
o. Lain-lain:
Tidak ada
6. Sistem pencernaan
a. TB : 155 cm BB : 45 kg Masalah Keperawatan :
b. IMT :............... Interpretasi :................................
c. LOLA :............... Tidak ada masalah
keperawatan
d. Mulut: bersih kotor berbau
e. Membran mukosa: lembab kering stomatitis
f. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
g. Abdomen: tegang kembung ascites
h. Nyeri tekan: ya tidak
i. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................
Keadaan :................
Drain : ada tidak
- Jumlah :...................
- Warna :...................
- Kondisi area sekitar insersi :...................
j. Peristaltik : 12 x/menit
k. BAB: 1 x/hari Terakhir tanggal : ..............
l. Konsistensi: keras lunak cair lendir/darah
m. Diet: padat lunak cair
n. Diet Khusus:
Tidak ada
o. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi:.......x/hari
p. Porsi makan: habis tidak Keterangan:.......................
q. Lain-lain:
Tidak ada
7. Sistem penglihatan
7. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior:
OD OS
Normal Aurcicula Normal Masalah Keperawatan :
resiko infeksi berhubungan
normal MAE Ada cairan bening dengan masuknya
kekuningan, tdk bau organisme patogenik
warna mengkilap, ada Membran Warna hiperemis, reflex
reflex cahay arah jam 5, tdk Tymhani cahaya negatif, ada perforasi
ada perforasi, tdk ada di sentral, bulging tdk ada
bulging
normal Rinne Negatif
normal Weber Tuli konduktif
normal Swabach memanjang
b. Tes Audiometri:
Gangguan pendengaran sedang dengan hasil 41 – 65 db HL
8. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: bebas terbatas
b. Kekuatan otot: 5 5
5 5
9. Sistem integumen
a. Penilaian risiko decubitus:
ASPEK YANG KRITERIA PENILAIAN
NILAI
DINILAI 1 2 3 4
PERSEPSI TERBATAS KETERBATASAN TIDAK ADA
SANGAT TERBATAS 3
SENSORI SEPENUHNYA RINGAN GANGGUAN
TERUS MENERUS
KELEMBABAN SANGAT LEMBAB KADANG2 BASAH JARANG BASAH 3
BASAH
LEBIH SERING
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST KADANG2 JALAN 4
JALAN
IMMOBILE KETERBATASAN TIDAK ADA
MOBILISASI SANGAT TERBATAS 4
SEPENUHNYA RINGAN KETERBATASAN
KEMUNGKINAN
NUTRISI SANGAT BURUK ADEKUAT SANGAT BAIK 3
TIDAK ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & POTENSIAL
BERMASALAH MENIMBULKAN 3
PERGESERAN BERMASALAH
MASALAH
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien berisiko
mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 21
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high risk)
b. Warna:..............................................
c. Pitting edema: +/- grade:................
d. Ekskoriasis: ya tidak
Masalah Keperawatan :
e. Psoriasis: ya tidak
f. Pruritus: ya tidak Tidak ada masalah
g. Urtikaria: ya tidak
keperawatan
h. Lain-lain:
............................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................................
.............................................................................................................
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya: Masalah keperawatan :
takut jika tidak bisa mendengar selamanya ansietas berhubungan
dengan kurang terpapar
informasi
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/diam gelisah tegang marah/menangis
e. Lain-lain:
Tidak ada
a. Kebersihan diri:
Px mampu menjaga kebersihan diri secara mandiri
Masalah Keperawatan :
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah Tidak ada masalah
keperawatan
(Nanik Widyastuti)
ANALISIS DATA
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
DO :
- Px lambat dalam Gangguan
merespon pembicaraan komunikasi verbal
- Px menunjukkan respon
yang tidak sesuai
- Adanya penurunan
pendengaran
- Hasil tes pendengaran :
rinne : negatif
Weber : tuli konduktif
Swabach : memanjang
Hasil audiometri : 41
-65 dbHL
09-04-2020 DS: px mengatakan cemas jika Rusaknya tulang Ansietas
nantinya tidak bisa mendengar pendengaran
lagi.
Tindakan operasi
DO: mastoidektomi
- Px tampak gelisah
- Px sering bertanya Kurangnya informsi
tentang sakitnya ttg prosedur operasi
- Frekuensi nadi
meningkat ansietas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA INTERVENSI
Hari/Tangga Diagnosis Keperawatan Intervensi
l Wakt (Tujuan, Kriteria
u Hasil)
Kamis / 09- 10.00 Gangguan komunikasi Promosi komunikasi : defisit pendengaran (I. 13493)
04-2020 1. periksa kemampuan pendengaran
verbal berhubungan
R : sbg dasar utk tindakan selanjutnya
dengan penurunan
2. berhadapan dengan pasien secara langsung selama
pendengaran. Berkomunikasi
R : agar px mampu memahami komunikasi dng jelas
Tujuan : komunikasi
3. Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari px
verbal meningkat
R : px akan kesulitan dalam memahami komunikasi
( L.13118 ) 4. pertahankan kebersihan telinga
R : untuk mencegah terjadinya infeksi
Kriteria hasil :
5. guakan bahasa sederhana saat berkomunikasi
- Kemampuan
R : agar px lebih mudah mencerna dan mengerti isi komunikas
mendengar 6. pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
R : untuk mengkaji tingkat konsentrasi px
meningkat (5) :
7. ajarkan cara membersihkan serumen dengan tepat
mampu
R : untuk menjaga status kesehatan dan mencegah infeksi
mendengar suara
dlm jarak
minimal 3 meter
- Kesesuaian
ekspresi
wajah/tubuh
meningkat (5) :
px mampu
merespon secara
cepat suara yg
datang
- Pemahaman
komunikasi
- membaik (5) : px
mampu
menjawab
komunikasi
tepat
- Kontak mata
meningkat (5) :
px bisa lebih
fokus dlm
komunikasi
- Keluhan tidak
nyaman menurun
(5) : suara
gemerbek
dan berdengung
hilang
- Gelisah menurun
(5) : postur
kepala tidak
sering berubah
- Rileks meningkat
(5) ; px tenang
mengatakan sdh
bisa mendengar
- Perilaku gelisah
menurun (5) : px
bertanya2 lagi
- Frekuensi nadi
menurun (5) :
nadi normal 80
x/mnt
- Konsentrasi
membaik (5) ; px
jika diajak
ngomong
- Kemampuan
mengidentifikasi
faktor resiko
meningkat (5) ;
px bisa
menyebutkan
tanda tanda
- Penggunanan
fasilitas
kesehatan
meningkat (5) ;
px pergi ke
puskesmas/ruma
h sakit jika da
keluhan
kesehatan
- Kemampuan
menghindari
faktor resiko
meningkat (5) ;
px bisa mencuci
dan tepat
SOP/PROSEDUR PEMERIKSAAN MEMBRAN TIMPANI
Pemeriksaan telinga adalah suatu prosedur pemeriksaan untuk mengetahui keadaan normal atau
- Px dan keluarga pastikan sdh memperolehh penjelasan ttg tujuan dari tindakann yg akan
dilakukan
https://www.youtube.com/watch?v=UovKvA-mO3U