Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

ASFIKSIA NEONATORUM

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon

Teuku Muhammad Lizar, S.Ked


16174028

Pembimbing:
dr. M. Arif Matondang, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSU DATU BERU TAKENGON
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2016
ASFIKSIA NEONATORUM

Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir.1
Menurut AAP (American Academy of Pediatrics) asfiksia adalah suatu
keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai
dengan:2
1. Asidosis (pH<7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3
3. Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem

Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan


asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan faktor terpenting
yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan uterin.2

Epidemiologi
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh
dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih
besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak
tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai
penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis
neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah
mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang
seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil riset
kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia
adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%)
dan sepsis neonatorum (12.0%).2,3

1
Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun
plasenta hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.3
Toweil menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari: 4
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya
b. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20
sampai 35 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan maupun persalinan. Pertambahan umur
akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ dalam rongga
pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim.
Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna
secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi
seorang ibu.
c. Paritas
Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai
dengan ketiga. Kehamilan pertama dan kehamilan setelah ketiga
mempunyai resiko yang meningkat. Grande multi para adalah istilah yang
digunakan untuk wanita dengan kehamilan kelima atau lebih. Kehamilan
pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak,
perdarahan ante partum, perdarahan post partum, dan lain-lain. Primipara
perlu disangsikan, bahwa kekakuan jaringan panggul yang belum pernah

2
menghadapi kehamilan akan banyak menentukan kelancaran proses
kehamilan.
Pada grande multipara, kemunduran elastisitas jaringan yang sudah
berulang kali diregangkan kehamilan, membatasi kemampuannya berkerut
untuk menghentikan perdarahan sesudah persalinan. Disamping itu,
dinding rahim dan perut sudah kendor, kekenyalannya sudah kurang
hingga tidak cukupnya tenaga untuk mengeluarkan janin, yang dikenal
dengan sebutan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk lagi pada kasus
dengan jarak kehamilan yang singkat. Tingkat kematian anak dilahirkan
dengan jarak kelahiran dua tahun tiga kali lebih tinggi dibandingkan
dengan anak yang dilahirkan dengan jarak kelahiran lebih dari empat
tahun.
d. Penyakit yang diderita ibu
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini
sering ditemukan pada:
I. Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat,
II. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
III. Hipertensi pada penyakit hipertensi kronik, preeklamsi, eklamsi,
gestasional hipertensi
2. Faktor plasenta
Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam
bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan
membuang sisa metabolisme janin dan CO2.
a. Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum. Tujuh puluh persen pasien dengan plasenta previa
mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dalam trimester

3
ketiga, 20 persen mengalami kontraksi yang disertai dengan
perdarahan. Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai
syok sedangkan pada janin dapat menimbulkan asphyxia neonatorum
sampai kematian janin dalam rahim.
b. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah
antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan
pada ibu dan janin. Penyulit terhadap janin tergantung luasnya
plasenta yang lepas dan dapat menimbulkan asphyxia neonatorum
ringan sampai kematian janin dalam rahim.
3. Faktor neonatus
a. Prematur
Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh
belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin
muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum
berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem
pernafasan maka terjadilah asfiksia.
b. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi
terhadap ibu dan bayi. Pertumbuhan janin kehamilan ganda tergantung
dari faktor plasenta apakah menjadi satu atau bagaimana lokalisasi
implementasi plasentanya. Memperhatikan kedua faktor tersebut,
mungkin terdapat jantung salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya,
sehingga janin mempunyai jantung yang lemah mendapat nutrisi dan
O2 yang kurang menyebabkan pertumbuhan terhambat, terjadilah
asphyxia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim.

4
c. Gangguan tali pusat
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat
antara jalan lahir dan janin, dll.
4. Faktor persalinan
a. Persalinan buat/persalinan anjuran
Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asphyxia
neonatorum yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala;
menekan pusat-pusat vital pada medula oblongata, aspirasi air
ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan atau edema
jaringan sistem saraf pusat.
Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin akan
menimbulkan kontraksi otot rahim yang berlebihan mengganggu
sirkulasi darah sehingga menimbulkan asphyxia janin.
b. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primi, dan lebih dari 18 jam pada multi. Bila persalinan
berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu
maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan
bayi.

Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya

5
oksigen dan meningkatnya karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik.
Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen
terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan
menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan di antaranya:5
a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung
b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem
sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan

Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada janin atau bayi pada berikut ini:5,6
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit dan tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap
h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
i. Penurunan terhadap spinkters

6
j. Pucat

Diagnosis
Diagnosis asphyxia neonatorum tidak hanya ditegakkan setelah bayi lahir,
tetapi juga dapat ditegakkan sewaktu janin masih berada dalam rahim. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa umumnya asphyxia neonatorum yang terjadi pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis
anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian:7

a. Denyut jantung janin


Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120 dan 160 denyutan
semenit, selama his (kontraksi uterus) frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar
his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut
jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun
sampai dibawah 100 per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin
digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam
persalinan.
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan
harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila
hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya oleh beberap penulis. Diagnosis gawat-janin sangat penting untuk

7
dapat menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan
mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-
tanda gawat janin mungkin disertai dengan asphyxia neonatorum.
d. Penilaian dengan menggunakan APGAR

Apgar score
(dari kepustakaan 7)

8
Berdasarkan penilaian APGAR dapat diketahui derajat vitalitas bayi
adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan
kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung,
sirkulasi dara dan refleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting
susu, salah satu menetapkan derajat vitalitas bayi lahir dengan nilai APGAR.

Apgar score interpretation


(dari kepustakaan 7)

Penilaian Status Klinik digunakan penialaian Apgar untuk menentukan


keadaan bayi pada menit k 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama
untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini
berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit
kelima untuk menilai prognosis neurologik.

9
Penatalaksanaan

 Resusitasi bayi baru lahir:8

Algoritme resusitasi bayi baru lahir


(dari kepustakaan 8)

A. Langkah awal
Pada saat bayi lahir harus dilakukan penilaian untuk menjawab
pertanyaa berikut (lihat kotak merah muda di atas).
 Jika semua pertanyaan di jawab YA, cukup dilakukan perawatan rutin,
tetapi jika pada penilaian didapatkan satu jawaban TIDAK, maka
dilakukan LANGKAH AWAL resusitasi, meliputi:

10
1. Berikan kehangatan dengan menempatkan bayi di bawah pemancar
panas.
2. Posisikan kepala bayi sedikit tengadah agar jalan napas terbuka
(lihat gambar), kemudian jika perlu bersihkan jalan napas dengan
melakukan pengisapan pada mulut hingga orofaring kemudian
hidung.
3. Keringkan bayi dan rangsang taktil, kemudian reposisi kepala agar
sedikit tengadah.
 Langkah awal diselesaikan dalam waktu ≤ 30 detik.
 Jika ketuban tercampur mekonium, diperlukan tindakan tambahan
dalam mebersihkan jalan napas. Setelah seluruh tubuh bayi lahir,
lakukan penialaian apakah bayi bugar atau tidak bugar. Tidak bugar
ditandai dengan depresi pernapasan dan atau tonus otot kurang baik
dan atau frekuensi jantung < 100 kali/menit. Jika bayi bugar, tindakan
bersihkan jalan napas sama seperti di atas, tetapi jika bayi tidak bugar
lakukan pengisapan dari mulut dan trakea terlebih dahulu, kemudian
lengkapi dengan langkah awal.

Posisi kepala yang benar untuk membuka saluran napas


(dari kepustakaan 8)
B. Ventilasi tekanan positif (VTP)
VTP dilakukan apabila pada penilaian pasca langkah awal didapatkan salah
satu keadaan berikut:

11
a. Apnu
b. Frekuensi jantung < 100 kali/menit
c. Tetap sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen aliran bebas
 Sebelum VTP diberikan pastikan posisi kepala dalam keadaan
setengah tengadah.
 Pilihlah ukuran sungkup. Ukuran 1 untuk bayi berat normal, ukuran 0
untuk bayi berat lahir rendah (BBR)
 Tekan sungkup dengan jari tangan (lihat gambar). Jika terdengar udara
keluar dari sungkup, perbaiki perlekatan sungkup. Kebocoran yang
paling umum adalah antara hidung dan pipi (lihat gambar).
 VTP menggunakan balon sungkup diberikan selama 30 detik dengan
kecepatan 40-60 kali/menit ~ 20-30 kali/30 detik
 Pastikanlah bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi secara
simetris
 Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik

a) Gambar pemilihan sungkup. b) gambar resusitasi dengan balon


yang mengembang sendiri memaka sungkup bulat. c) gambar
perlekatan sungkup antara hidung dan pipi tidak baik.
(dari kepustakaan 8)

12
C. VTP + Kompresi dada
 Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi jantung <60
detik maka lakukan kompresis dada yang terkoordinasi dengan
ventilasi selama 30 detik dengan kecepatan 3 kompresi : 1 ventilasi
selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengan dua ibu jari atau jari
tengah telunjuk/tengah manis. Lokasi kompresi ditentukan dengan
menggerakkan jari sepanjang tepi iga terbawah menyusur ke atas
sampai mendaptkan sifoid, letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang
dada sedikit di atas sifoid. Berikan topangan pada bagian belakang
bayi. Tekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior dada.

Gambar kompresi dada yang benar pada neonatus


(dari kepustakaan 8)

D. Intubasi
Intubasi endotrakea dilakukan pada keadaan berikut:
1. Ketuban tercampur mekonium & bayi tidak bugar
2. Jika VTP dengan balon & sungkup tidak efektif

13
3. Membantu koordinasi VTP & kompresi dada
4. Pemberian epinefrin untuk stimulasi jantung
5. Indikasi lain: sangat prematur & hernia diafragmatika
E. Obat-obatan
Obat-obatan yang harus disediakan untuk resusitasi bayi baru lahir adalah
epinefrin dan cairan penambah volume plasma
Epinefrin
 Indikasi: setelah pemberian VTP selama 30 detik dan pemberian
secara terkoordinasi VTP + kompresi dada selama 30 detik, frekuensi
jantung tetap <60 kali/menit
 Cara pemberian & dosis:
o Persiapan: 1ml cairan 1: 10,000 (semprit yang lebih besar
diperlukan untuk pemberian melalui pipa endotrakea)
o Melalui vena umbilikalis (dianjurkan): 0.1-0.3 ml/kgBB
o Melalui pipa endotrakea: 0.3-1.0 ml/lgBB
 Kecepatan pemberian: secepat mungkin
Cairan pemambah volume plasma
 Indikasi: apabila bayi pucat, terbukti ada kehilangan darah dan atau
bayi tidak memberikan respons yang memuaskan terhadap resusitasi.
 Cairan yang dipakai:
o Garam normal (dianjurkan)
o Ringer laktat
o Dara O – negatif
 Persiapan : dalam semprit besar (50ml)
 Dosis : 10 ml/kgBB
 Jalur: vena umbilikalis
 Kecepatan: 5-10 menit (hati-hati bayi kurang bulan)

14
F. Penghentian resusitasi
 Jika sesudah 10 menit resusitasi yang benar, bayi tidak bernapas dan
tidak ada denyut jantung, pertimbangkan untuk menghentikan
resusitasi
 Orang tua perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan, jelaskan
keadaan bayi
 Persilakan ibu memegang bayinya jika ia menginginkan
Komplikasi
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan organ,
antara lain:7

 Hipoksik iskemik ensefalopati


 Kejang
 Edema otak
 Iskemia miokardium
 Sindrom kegawatan pernafasan
 Hiponatremia, hipoglikemia, hipokalsemia

Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam
otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan
kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa
mendatang.7

15
PEMERIKSAAN NEONATUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bayi Yunita Alamat : Grunting Gerhang
Tempat/tanggal : Takengon, 4/6/2016 No. Rekam Medik :
Jenis Kelamin : Perempuan Cara Pasien Masuk :

II. PEMERIKSAAN PASIEN


A. SUBJEKTIF
KU = kebiruan + tidak menangis spontan
Seorang bayi dibawa ke nicu oleh bidan dari ruang VK dengan keluhan tidak
menangis spontan. Setelah lahir bayi juga tampak kebiruan diseluruh badan disertai
benjolan di kepala bagian atas-belakang. Ibu melahirkan melalui persalinan normal,
ditolong oleh bidan, dan tidak ada tanda-tanda infeksi atau penyakit pada saat ibu
hamil.

B. OBJEKTIF
Tanda Vital Ukuran Pertumbuhan
FJ : 102 x/i S : 36,5 ºC BB : 3100 gram
FN : 32 x/i CRT : < 3 detik PB : 47 cm
LK : 32 cm
Asupan ASI/PASI: 18-23cc/3jam

Sistem Pernafasan
Warna Kulit : Merah-kebiruan
Reaksi : (+) Grunting : (-)
Sianosis : (+) Apnea : (-)
Pergerakan dinding dada : Simetris (+) retraksi (-)
Auskultasi bunyi nafas : Bronkovesikuler (+)
Skor Downe : 1 (gawat nafas ringan)

16
Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi < 60 x/i √ 60 – 80 x/i > 80 x/i
Retraksi Tidak ada √ Retraksi ringan Retraksi dalam
Sianosis Tidak ada Menghilang dengan O2 √ Menetap dengan O2
suara nafas di kedua
Suara nafas paru baik √ ↓ ringan udara masuk Tidak ada udara masuk
Terdengar dengan Terdengar tanpa
Merintih Tidak ada √ stetoskop stetoskop
Evaluasi Total Diagnosis
0-3 √ Gawat nafas ringan √
4-7 Gawat nafas sedang
8-10 Gawat nafas berat

Sistem Kardiovaskuler
Auskultasi : BJ I>BJ II
Murmur : (-)
TD (dengan monitor) : -
Denyut : (+)

Sistem Gastrointestinal
Dinding abdomen : distensi (-) kebiruan (+)
Umbilikus : normal, omphalocele (-) caput medusae (-) venectasia (-)
Palpasi : normal, keras (-)
Auskultasi bunyi usus : peristaltik (+)
Lingkar abdomen : 30 cm
Anus Imperfekta : (-)

Genital
Laki-laki : -
Wanita : labia mayor (+) labia minor (+) clitoris (+) vagina (+)

Sistem Saraf Pusat


Aktifitas : gerak aktif (+) tangis kuat (+)
Tingkat Kesadaran : compos mentis
Tonus otot : normal, hipotoni (-), hipertoni (-)
Ukuran pupil : 3mm
Reaksi terhadap cahaya : reflek pupil (+) isokor (+)
Fontanela : caput succedaneum (+)

17
Sutura : normal, ubun-ubun menonjol (-)
Kejang : (-)

Pemeriksaan Lain
Ekstremitas superior : kebiruan (+) kekuningan (-)
Ekstremitas inferior : Kebiruan (+) kekuningan (-)
Panggul : Normal (+)
Tubuh dan tulang punggung : Normal (+), skoliosis (-), spinabifida (-)

Kelainan Lain
Disangkal

18
19
20
C. DIAGNOSA/ASSESMENT
Asfiksia + Caput Succedaneum + NCB – SMK

D. TATA LAKSANA/PLANNING
- O2 0.5 litre per menit
- IVFD Dextrose 10% 89 tetes per menit
- Injeksi Cefotaxime 150 mg per 12 jam
- Injeksi Gentamycin 15 mg per 24 jam
- Puasa 6 jam
- Pasang Orogastric Tube
- Kompres caput
- Rawat Inkubator
- Evaluasi keadaan umum

E. FOLLOW UP PASIEN
 Tanggal 4 Juni 2016 – 5 Juni 2016 (08.00 wib)
S/ tangis kuat (-) gerak aktif (+) hisap kuat (-) kebiruan (+)
kepala menonjol (+)
O/ HR : 102x/i RR : 32x/i T : 36,2oC SpO2 : 96% BB : 3100g
Kepala : caput succedaneum (+) cephal hematom (-)
Mata : anemis (-/-) ikterik (-/-) reflek pupil (+/+) isokor (+)
THM : sekret (-) deviasi septum (-) bibir kering (-) bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-) deviasi trachea (-)
Thorax : simetris (+) retraksi (-) sonor (+) bronkovesikuler (+/+)
wheezing (-/-) ronki (-/-)
Abd. :distensi (-) keras (-) peristaltik (+) timpani (+)
Eks. : sianosis (+) jaundice (-) akral dingin (-)
A/ Asfiksia + Caput Succedaneum + NCB – SMK
P/ - Rawat Inkubator
- O2 0.5 litre per menit
- IVFD Dextrose 10% 89 tetes per menit

21
- Injeksi Cefotaxime 150 mg per 12 jam
- Injeksi Gentamycin 15mg per 24 jam
- Pasang Orogastric Tube
- ASI/PASI 18-23 cc per 3 jam
- Kompres Caput
- Evaluasi keadaan umum

 Tanggal 6 Juni 2016 – 8 Juni 2016 (08.00 wib)


S/ tangis kuat (+) gerak aktif (+) hisap kuat (+) kebiruan (+)
kepala menonjol (-)
O/ HR : 130x/i RR : 37x/i T : 36,6oC SpO2 : 98% BB : 3100g
Kepala : caput succedaneum (-) cephal hematom (-)
Mata : anemis (-/-) ikterik (-/-) reflek pupil (+/+) isokor (+)
THM : sekret (-) deviasi septum (-) bibir kering (-) bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-) deviasi trachea (-)
Thorax : simetris (+) retraksi (-) sonor (+) bronkovesikuler (+/+)
wheezing (-/-) ronki (-/-)
Abd. :distensi (-) keras (-) peristaltik (+) timpani (+)
Eks. : sianosis (-) jaundice (-) akral dingin (-)
A/ Asfiksia + Caput Succedaneum + NCB – SMK
P/ - Rawat Inkubator
- Observasi
- ASI/PASI 25-30cc per 3jam

 Pada tanggal 8 Juni 2016 pasien beorbat jalan di poli anak RSU Datu Beru Takengon

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Prambudi, R. Prosedur Tindakan Neonatusi. Dalam; Neonatologi Praktis.


Cetakan Pertama. Bandar Lampung; Anugrah Utama Raharja. 2013. hal.115–
131.

2. Saifuddin, AB. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam; Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Cetakan Kelima. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2009. hal. 347 – 54.

3. Departemen kesehatan republik Indonesia. Pencegahan dan penatalaksanaan


Asfiksia Neonatorum. 2008.

4. Toweil. Asfiksia Neonatorum. Dalam; Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.


Jilid 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Cetakan Keempat, Jakarta, 1966. hal. 1073.

5. Gabriel, D. Asfiksia Neonatorum. Dalam; Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
III.Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Cetakan Keempat, Jakarta. 1971. Hal. 1072.

6. Monintja HE, Aminullah A, Boedjang RF, Amir I. Sindrom gawat nafas pada
neonatus. Jakarta. Balai Penerbit FKUI 2003:1-13.

7. Behrman, Kliergman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol.


1. Jakarta: EGC.

8. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Cetakan I.


Jakarta: WHO.2009 57-58.

23

Anda mungkin juga menyukai