Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

DEMAM TIFOID

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
di Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon

Teuku Muhammad Lizar, S.Ked


16174028

Pembimbing:
dr. M. Arif Matondang, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSU DATU BERU TAKENGON
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan

referat ini yang berjudul “DEMAM TIFOID” sebagai salah satu syarat untuk

mengikuti kepaniteraan di RSU Datu Beru Takengon dalam bidang Ilmu Kesehatan

Anak.

Saya menyadari bahwa didalam pembuatan referat ini berkat bantuan dan

tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan pembimbing dr. M. Arif

Matondang, Sp.A dan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini saya

mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang membantu dalam proses pembuatan referat ini.

Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan referat ini masih jauh dari

kesempurnaan baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian, saya telah

berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga referat

ini dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya saya dengan tangan terbuka

menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan referat ini.

Akhirnya saya berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi seluruh

pembaca.

Takengon, 20 Juni 2016

Penulis

i
DEMAM TIFOID

Pendahuluan
Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai pada
penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu. Penyakit ini
juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber
air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah.1

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini untuk mempelajari tentang definisi, epidemiologi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis demam tifoid.

Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan
oleh infeksi sistemik Salmonella typhi.2
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. 3

Epidemiologi
Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun.2
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 16 juta kasus demam tifoid per tahun,
dan menyebabkan 600,000 kematian. Bakteri tifoid hanya menginfeksi manusia. 4

1
Etiologi
Sekitar 95% kasus demam tifoid di Indonesia disebabkan oleh Salmonella
typhi, sementara sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Keduanya
merupakan bakteri Gram-negatif. Masa inkubasi sekitar 10-14 hari.3

Patogenesis
Bakteri awalnya masuk bersama makanan hingga mencapai epitel usus halus
(ileum) dan menyebabkan inflamasi lokal, fagositosis, serta pelepasan endotoksi di
lamina propria. Bakteri kemudian menembus dinding usus hingga mencapai jaringan
limfoid ileum yang disebut plak Peyeri. Dari tempat tersebut, bakteri dapat masuk ke
aliran limfe mesenterika hingga ke aliran darah (bakteremia I) bertahan hidup dan
mencapai jaringan retikuloendotelial (hepar, limpa, sumsum tulang) untuk
bermultiplikasi memproduksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam
kripta usus yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal.
Selanjutnya, bakteri kembali beredar ke sirkulasi sistemik (bakteremia II) dan
menginvasi organ lain, baik intra maupun ekstraintestinal.5

Manifestasi Klinis
Masa inkubasi bervariasi, rata-rata antara 10-14 hari. Dikatakan bahwa masa
inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan
umum/status gizi serta status imunologis penderita.2

 Masa Prodromal
- Pada masa prodromal, dapat ditemukan demam ringan, naik secara bertahap,
terkadang suhu malam lebih tinggi dibandingkan pagi hari. Gejala lainnya
ialah nyeri kepala, rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual, muntah, sakit
perut, batuk, lemas, konstipasi.
 Masa Acme
- Di akhir minggu pertama, demam telah mencapai suhu tertinggi dan akan
konstan tinggi selama minggu kedua. Tanda lainnya ialah bradikardia relatif,

2
pulsasi dikrotik, hepatomegali, splenomegali, lidah tifoid (dibagian tengah
kotor, di tepi hiperemis), serta diare dan konstipasi.
 Masa Konvalens
- Demam mulai turun perlahan, tetapi dalam waktu yang cukup lama. Dapat
terjadi komplikasi perforasi usus. Pada sebagian kasus, bakteri masih ada
dalam jumlah minimal (menjadi karier kronis).6

Typhoid tounge
(dari kepustakaan 1)

Diagnosis
 Anamnesis
- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi
- Anak sering mengigau (delerium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung
- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
ikterus
 Pemeriksaan fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid
yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus,

3
hepatomegali lebih sering dijumpai dari pada splenomegali. Kadang-kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
 Pemeriksaan penunjang
 Darah tepi perifer
- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang,
defisiensi Fe, atau perdarahan usus
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
- Limfositosis relatif
- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
 Pemeriksaan serologi
- Serologi widal: kenaikan titer S. typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4
kali titer fase akut ke fase konvalens
- Kadar Igm dan IgG (Typhi-dot)
 Pemeriksaan biakan Salmonela
- Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
 Pemeriksaan radiologik
- Foto toraks (apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia)
- Foto abdomen (apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti
peritonitis, perforasi usus atau perdarahan saluran cerna)
 Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan gejala klinis
tifoid yang didukung dengan minimal salah satu pemeriksaan penunjang. 4

4
Tes widal dengan menggunakan slide menunjukkan aglutinasi dalam reaksi
yang berkorespon terhadap antigen O dan H.
(dari kepustakaan 3)

Diagnosis Banding
Bila terdapat demam yang lebih dari 1 minggu sedangkan penyakit yang dapat
menerangkan penyebab demam tersebut belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula
selain tifus abdominalis, penyakit-penyakit sebagai berikut: paratifoid A, B dan C,
influenza, malaria, tuberkulosis, dengue, pneumonia lobaris dan lain-lain.1

Tatalaksana
 Suportif
- Isolasi memadai
- Tirah baring
- Kebutuhan cairan dan kalori yang adekuat
- Berikan diet makanan lunak (mudah dicerna) dan tidak berserat
 Antipiretik
- Diberikan apabila demam >39ºC, kecuali pada pasien dengan riwayat
kejang demam dapat diberikan lebih awal
 Antibiotik

5
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari, oral atau IV, dibagi
dalam 4 dosis selama 10-14 hari
- Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral atau IV, selama 10 hari
- Kotrimoksasol 6 mg/kgbb/hari, oral, selama 10 hari
- Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, IV atau IM, sekali sehari, selama 5 hari
- Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari
 Kortikosteroid (diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran)
- Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik
 Bedah
- Tindakan bedah diperlukan bila terjadi komplikasi perforasi usus.
 Transfusi darah
- Kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus2

Komplikasi
 Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna; suhu menurun,
nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising usus menurun
sampai menghilang, ditemukan defance musculaire positif, dan pekak hati
menghilang.
 Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia,
syok septik, pielonefritis, endokarditis, osteomielitis, dll.5

Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi
antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka
mortalitasnya >10% biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan
pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan

6
hebat, meningitis, endokarditis dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.3

7
DAFTAR PUSTAKA

1) Sumarmo SPS, Herry G, Sri RSH, Hindra IS. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.
2) Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2011.
3) Cleary TG. Salmonella. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor
N, Berhman RE. Nelson’s textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011.
4) American Academy of Pediatrics. Salmonella Infections. Dalam: Pickering
LK, Baker CJ, Long SS, McMillan JA. Red Book: 2006 report of the
committee in infectious diseases. Edisi ke-27. Elk Grove Village, IL.
American Academy of Pediatrics; 2006, h.579-84.
5) Long SS, Pickering LK, Prober CG. Principles and Practice of Pediatric
Infectious Diseases. Edisi ke-2. Philadelphia, PA: Elsevier Science; 2003,
h.830-5.
6) Anne AG, Peter JH, Samuel LK. Krugman’s infectious diseases of children.
Edisi ke-11. Philadelphia; 2004, h.212-3.

Anda mungkin juga menyukai