Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN TYPHOID FEVER

DI RUANG WARDAH

RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Disusun oleh :

AHMAD RIAN SURYADI

21217004

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM PROFESI NERS
2017
PEMBAHASAN

1. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Definisi lain
dari demam tifoid atau Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang
biasaya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi
manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu
penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang
pernah menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa
waktu atau selamanya (Nadyah, 2014)

2. Anatomi dan Fisiologi


Usus halus/intestinum minor

Usus halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada seikum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang
terdiri dari:
Lapisanusus halus; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M.
sirkuler), lapisan otot memanjang ( M. longitudinal), dan lapisan serosa ( sebalah
luar).
a. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang
berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan
jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum
merupakan bagian terminal/ muara dari system apparatus biliaris dari hepar
maupun dari pancreas. Selain itu duodenum juga merupakan batas akhir dari
saluran cerna atas. Dimana saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna
atas dan bawah oleh adanya ligamen. Treitz (m. suspensorium duodeni) yang
terletak pada flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara
duodenum dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan
kecil yang disebut dengan plica sircularis. Duodenum terletak di cavum
abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum memiliki
penggantung yg disebut dengan mesoduodenum.
Fisiologi Duodenum
Pada duodenum pars superior secara histologist terdapat adanya sel
liberkeuhn yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini
berfungsi untuk menaikkan pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari
gaster, sehingga permukaan duodenum tidak teriritasi dengan adanya chymus
yang asam tadi.
Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara
enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Dimana duodenum mendapatkan
muara dari ductus pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme
maltase, lactase dan sukrase. Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk
memecah 1 gugus gula maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan
lactase akan merubah 1 gugus gula laktosa menjadi 1 gugus glukosa dan 1
gugus galaktosa. Sementara itu, enzyme sukrase akan memecah 1 gugus
sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan 1 gugus glukosa.
Sementara itu,di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara
enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh
adanya getah empedu yang dialirkan melalui ductus choledocus dr vesica
fellea dan hepar. Setelah itu, emulsi lemak tadi akan diubah oleh enzyme
lipase pancreas menjadi asam lemak dan 2 diasilgliserol.

b. Jejunum dan Ileum


Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar ±6 m. dua perlima bagian
adalah (jejunum) dengan panjang 23 m dan ileum dengan panjang 4-5 m.
lekukan jejunum dan ileum meletak pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas di kenal sebagai
mesenterium.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraa lubang
yang bernama urifisium ileoseikalis, urifisium ini di perkuat oleh sfinter
ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula
baukhini yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk
kembali keadaan ileum.

Fisiologi Jejunum Ileum


Dilihat secara histologik, jejunum dan ileum memiliki vili vhorialis.
Dimana vili chorialis ini berfungsi utk menyerap zat2 gizi hasil akhir dr
proses pencernaan spt glukosa, fruktosa, galaktosa, peptide, asam lemak dan 2
asilgliserol.
Fungsi Usus Halus, yaitu :
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protei dalam bentuk asam amino
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monoksida
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan :
1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
2) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
a) Lactase mengubah lactase menjadi monosakarida.
b) Maltose mengubah maltosa menjadi monosakarida.
c) Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida.

3. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri
tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009).
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau
sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih
mengandung Salmonella spp di dalam kandung empedu atau di dalam ginjal.
Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,
sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian besar
dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type.

4. Manifestasi klinis
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah
10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas,
berupa :
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot
- lidah kotor
- gangguan perut (perut kembung dan sakit)
b. Gejala Khas
1) Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala,
pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara
80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan
gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu
pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor
di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
2) Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada
sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh
penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang
tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi
perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat
bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat
yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium.
Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna
gelap akibat terjadi perdarahan.
3) Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai
turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat
dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot
bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
4) Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.

5. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar
mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum
tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak
badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi kuman
masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran
darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel
piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam
dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan
kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju
ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang
menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada
folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak
dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan
dapat memperburuk kondisi pasien (Juwono,1999).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita
demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang
masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
6. Pathway

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi
Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di ileum


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah Merangsang peningkatan terminalis
(anorexia) peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
nutrisi: Kurang dari
Menuju hati dan limfa
kebutuhan tubuh

Kuman berkembang biak

Kekurangan
Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
volume cairan
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan
Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia

7. Penatalaksanaan (Inawati, 2009)

a. Observasi
1) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang
lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perforasi usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
3) Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan
dekubitus.
4) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
b. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari
c. Pengobatan
Obat-obatan yang umumnya digunakan antara lain:
1) Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
2) Klorampenicol
3) Amoxicilin
4) Kotrimoxasol
5) Ceftriaxon
6) Cefotaxim
7) Antipiretik (Menurunkan panas): Paracetamol (Smeltzer & Bare. 2002)

8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat
dengan demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes
Widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam darah
terhadap antigen O (somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella enterica
serotype typhi pada 2 kali pengambilan spesimen serum dengan interval waktu
10-14 hari.
Interpretasi hasil tes widal yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes
Widal positif dan jika reaksi positif diobservasi dalam 20ul sampel tes, hal ini
mengindikasikan adanya level klinis yang signifikan dari respon antibodi pada
serum pasien. Tidak terjadinya aglutinasi menandakan hasil tes Widal negatif dan
mengindikasikan tidak adanya level klinis yang signifikan dari respon antibody
(Wardana, 2014)

9. Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

10. Konsep Dasar Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register dan diagnosa medik
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit
bahkan tidak makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien.
b. Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C muka
kemerahan. Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

11. Rencana Keperawatan


a. Diagnosa yang mungkin muncul
1) Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
2) Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
3) Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
4) Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
5) Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik

b. Rencana asuhan keperawatan keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/
Peningkatan a. Monitor suhu sesering
metabolism tubuh mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor watna dan suhu
tubuh
d. Monitor TTV
e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan
IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
gastrointestinal a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
f. Kolaborasi pemberian obat
diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
cairan b.d. a. Monitor status hidrasi pasien
b. Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan
dan output cairan
aktif c. Monitor TTV
d. Monitor masukan makanan
dan cairan dan hitung intake
kalori harian
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24 secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
akan menurun dengan karakteristik, kapan dimulain
kriteria hasil: atau durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas dan faktor
Indikator A T pencetus
1. Mengetahui 3 4 b. Observasi reaksi nonverbal
kapan nyeri dari ketidaknyamanan
dimulai c. Gunakan teknik komunikasi
2. Mendiskrip 3 4 terapeutik untuk mengetahui
sikan faktor pengalaman nyeri klien
sebab dan d. Kaji budaya yang
akibat 3 4 mempengaruhi respon nyeri
3. Menggunak klien
an tindakan e. Eksplore pengetahuan dan
pencegahan 3 5 kepercayaan klien tentang
4. Menggunak nyeri
an f. Evaluasi bersama klien dan
analgesik tenaga kesehatan tentang
yang ketidakefektifan kontrol nyeri
dianjurkan 3 5 di masa lalu
5. Menggunak g. Kontrol lingkungan yang
an sumber dapat memperburuk nyeri
yang misalnya suhu ruangan atau
tersedia 2 4 kebisingan
6. Mengenali h. Pilih dan lakukan
gejala nyeri penanganan nyeri
(farmakologi,
Keterangan : nonfarmakologi dan
1 : Tidak Pernah interpersonal)
mendemonstrasikan i. Ajarkan tentang teknik non
2 : Jarang farmakologi
3 : Kadang-kadang j. Gunakan kontrol nyeri
4 : Sering sebelum nyeri bertambah
5 : Konsisten berat

5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management


nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik
dengan indicator : untuk menentukan nutrisi
yang dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
d. Berikan diet tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Monitor jumlah nutrisi dan
Indikator A T kandungan kalori
1. Intakae 3 4 f. Kaji kemampuan pasien
nutrisi untuk mendapatkan nutrisi
2. Intake 3 4 yang dibutuhkan
cairan g. Makan sedikit-sedikit namun
3. Energy 3 4 sering untuk mencegah
4. Hidrasi 3 4 muntah
Keterangan :
1. severe deviation from Nutrition Monitoring
normal range
2. substantial a. Monitor turgor kulit
3. moderate b. Monitor mual dan muntah
4. mild
5. none
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi
Khusus. Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit
demam tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa
2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan
widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah

Anda mungkin juga menyukai