PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Lumbal spinal canal stenosis merupakan suatu kondisi penyempitan kanalis spinalis
atau foramen intervertebralis pada daerah lumbar disertai dengan penekanan akar saraf
yang keluar dari foramen tersebut. Semakin tinggi angka harapan hidup seseorang di
suatu negara, semakin meningkat populasi orang dengan usia lanjut dengan aktivitas
yang terpelihara secara monoton. Konsekuensinya adalah keterbatasan fungsional dan
nyeri yang timbul sebagai gejala penyakit degeneratif pada tulang belakang, menjadi
lebih sering muncul sebagai masalah kesehatan. Lumbar spinal stenosis menjadi
salahsatu masalah yang sering ditemukan, yang merupakan penyakit degeneratif pada
tulang belakang pada populasi usia lanjut. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50
tahun. Merupakan penyakit terbanyak yang menyebabkan bedah pada tulang
belakangpada usia lebih dari 60 tahun. Pria lebih tinggi insidennya daripada
wanita.Patofisiologinya tidak berkaitan dengan ras, jenis kelamin, tipe tubuh, pekerjaan
dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar ke-3 ke-4.
terbanyak yang menyebabkan bedah pada spina pada usia lebih dari 60 tahun. Lebih dari
125.000 prosedur laminektomi dikerjakan untuk kasus lumbar spinal stenosis. Pria lebih
tinggi insidennya daripada wanita. Patofisiologinya tidak berkaitan dengan ras,jenis
kelamin, tipe tubuh, pekerjaan dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar
ke-3 ke-4.
2.3 ANATOMI
Vertebra dari berbagai regio berbeda dalam ukuran dan sifat khas lainnya, vertebra
dalam satu daerah pun memiliki sedikit perbedaan. Vertebra terdiri dari corpus vertebra
dan arkus vertebra. Corpus vertebra adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada
columna vertebralis dan menanggung berat tubuh. Corpus vertebra , terutama dari
vertebra thoracica IV ke caudal, berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban
yang makin berat. Arkus vertebra adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari
pediculus arcus vertebra dan lamina arkus vertebra. Pediculus arcus vertebra adalah taju
pendek yang kokoh dan menghubungkan lengkung pada corpus vertebra, insisura
vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus vertebra. Insisura vertebralis
superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra yang bertangga
membentuk sebuah foramen intervetebrale. Pediculus arcus vertebrae menjorok ke arah
dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng yakni lamina
arcus vertebrae. Arcus vertebrae dan permukaan dorsal corpus vertebrae membatasi
foramen vertebrale. Foramen vertebrale berurutan pada columna vertebrale yang utuh,
membentuk canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak,
akar saraf dan pembuluh darah. Vertebrae lumbalis I-V memiliki ciri khas, corpus
vertebrae pejal, jika dilihat dari cranial berbentuk ginjal, foramen vertebrale berbentuk
segitiga, lebih besar dari daerah servical dan thoracal, prosesus transversus panjang dan
ramping, prosesus accesorius pada permukaan dorsal pangkal setiap prosesus, prosesus
articularis facies superior mengarah ke dorsomedial, facies inferior mengarah ke
ventrolateral, prosesus mamiliaris pada permukaan dorsal setiap prosesus articularis,
prosesus spinosus pendek dan kokoh. Struktur lain yang tidak kalah penting dan menjadi
istimewa adalah sendi lengkung vertebra articulation zygapophysealis (facet joint),
letaknya sangat berdekatan dengan foramen intervertebrale yang dilalui saraf spinal
untuk meninggalkan canalis vertebralis. Sendi ini adalah sendi sinovial datar antara
prosesus articularis (zygoapophysis) vertebra berdekatan. Sendi ini memungkinkan gerak
luncur antara vertebra. Jika sendi ini mengalami cidera atau terserang penyakit, saraf
spinal dapat ikut terlibat. Gangguan ini dapat mengakibatkan rasa sakit sesuai dengan
pola susunan dan kejang pada otot-otot yang berasal dari miotom yang sesuai.
2.4 ETIOLOGI
Ada 3 faktor yang berkontribusi terhadap lumbal spinal canal stenosis, antara lain:
1. Pertumbuhan berlebih pada tulang
2. Ligamentum flavum hipertrofi
3. Prolaps diskus
Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena progresif tulang dan
pertumbuhan berlebihan jaringan lunak dari arthritis. Resiko terjadinya stenosis tulang
belakang meningkat pada orang yang:
2.5 PATOFISIOLOGI
Tiga komponen biokimia utama diskus intervertebralis adalah air, kolagen,
dan proteoglikan sebanyak 90-95% total volume diskus. Kolagen tersusun dalam
lamina, membuat diskus mampu berekstensi dan membuat ikatan intervertebra.
Proteoglikan berperan sebagai komponen hidrodinamik dan elektrostatik dan
mengontrol turgor jaringan dengan mengatur pertukaran cairan pada matriks diskus.
Komponen air memiliki porsi sangat besar pada berat diskus, jumlahnya bervariasi
tergantung beban mekanis yang diberikan pada segment tersebut. Sejalan dengan
pertambahan usia cairan tersebut berkurang, akibatnya nukleus pulposus mengalami
dehidrasi dan kemampuannya mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan
pada annulus.
Kolagen memberikan kemampuan peregangan pada diskus. Nukleus tersusus
secara eksklusif oleh kolagen tipe-II yang membantu menyediakan level hidrasi
yang lebih tinggi dengan memelihara cairan, membuat nukleus mampu melawan
beban tekan dan deformitas. Annulus terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I
dalam jumlah yang sama, namun pada orang yang memasuki usia 50 tahun atau
lebih tua dari 50 tahun kolagen tipe-I meningkat jumlahnya pada diskus.
Proteoglikan pada diskus intervertebralis jumlahnya lebih kecil dibanding
pada sendi kartilago, proteinnya lebih pendek dan jumlah rantai kerarin sulfat dan
kondroitin sulfat yang berbeda. Kemampatan diskus berkaitan dengan proteoglikan
menurun dan sintesisnya juga menurun. Annulus tersusun atas serat kolagen yang
kurang padat dan kurang terorganisasi pada tepi perbatasannya dengan nukleus dan
membentuk jaringan yang renggang dengan nukleus pulposus.
Patofisiologi nyeri tidak semata-mata diakibatkan oleh kompresi akar saraf
spinalis atau cauda equina, beberapa penelitian menyebutkan bahwa nyeri
diakibatkan oleh klaudikasi neurogenik. Ilarus ada inflamasi dan iritasi pada akar
saraf agar gejala muncul pada ekstremitas bawah. Kompresi pada akar saraf normal
memunculkan gejala paraestesia, defisit sensoris, penurunan motorik, dan reflek
hormonal, tapi nyeri biasanya tidak timbul. Iritasi dan inflamasi bisa juga terjadi
selama pergerakan ekstremitas bawah atau spina saat saraf dipaksa untuk
memanjang dan menyimpang dari posisi istirahatnya.
Gejala klinis biasanya muncul pada dekade ke-6 atau ke-7, kebanyakan pasien
mengeluh nyeri punggung (95%) selama satu tahun. Nyeri pada ekstremitas bawah
(71%) berupa rasa terbakar hilang timbul, kesemutan, berat, geli di posterior atau
posterolateral tungkai atau kelemahan (33%) yang menjalar ke ekstremitas bawah,
memburuk dengan berdiri lama, beraktivitas, atau ekstensi lumbar, gejala tersebut
membatasi pasien untuk berjalan (neurogenik klaudikasi 94%, bilateral 69%).6,7,8
Nyeri pada ektemitas bawah biasanya berkurang pada saat duduk, berbaring, dan
posisi fleksi
c) MRI
2.8 PENANGANAN
a) Terapi konservatif
Terapi konservatif dilakukan apabila gejalanya ringan dan durasinya pendek
selain itu kondisi umum pasien tidak mendukung dilakukan terapi operatif
(misalnya pasien dengan hipertensi atau diabetes melitus). Modalitas utama
meliputi edukasi, penentraman hati, modifikasi aktivitas termasuk
mengurangi mengangkat beban, membengkokan badan, memelintir badan,
latihan fisioterapi harus menghindari hiperekstensi dan tujuannya adalah
untuk menguatkan otot abdominal fleksor untuK memelihara posisi fleksi,
penggunaan lumbar corset-type brace dalam jangka pendek, analgesik
sederhana (misal acetaminofen), NSAIDs, kalsitonin nasal untuk nyeri
sedang, injeksi steroid epidural untuk mengurangi inflamasi, golongan
narkotika bila diperlukan, penggunaan akupuntur dan TENS masih
kontroversi. Latihan juga sangat penting antara lain bersepeda, treadmill,
hidroterapi misalnya berenang dapat memicu
pengeluaran endorphin dan meningkatkan suplai darah ke elemen saraf, serta
membantu memperbaiki fungsi kardiorespirasi.
b) Terapi operatif
saraf kembali mobile. Ruang pada jalan keluar kanal bisa juga
diakses menggunakan kanula tumpul atau bila ada lebih baik menggunakan
umbilical catheter. Laser kanula Doppler berguna untuk menilai kembalinya
aliran darah ke akar saraf. Diskus harus dibiarkan intak walaupun bisa
menyebabkan penekanan pada akar saraf yang menetap yang diikuti juga
penekanan oleh tulang dan jaringan lunak, karena resiko terjadinya
instabilitas pasca operasi dan pengambilan diskus juga lebih sulit dikerjakan.
2.9 KOMPLIKASI
Karena lumbar stenosis lebih banyak mengenai populasi lanjut usia maka
kemungkinan terjadi komplikasi pasca operasi lebih tinggi daripada orang yang lebih
muda, selain itu juga lebih banyak penyakit penyerta pada orang lanjut usia yang
akan
mempengaruhi proses pemulihan pasca operasi. Komplikasi dibagi menjadi empat
grup, infeksi, vaskuler, kardiorespirasi, dan kematian. Kematian berkorelasi dengan
usia dan penyakit komorbid. Peningkatan resiko komplikasi yang berkaitan dengan
fusi meliputi infeksi luka, DVT (deep vein thrombosis) atau emboli paru, kerusakan
saraf.
Komplikasi pada graft, dan kegagalan pada instrumen. Komplikasi laminektomi bisa
terjadi fraktur pada facet lumbar, spondilolistesis postoperatif
b) Jenis Diet Biasanya, jenis diet yang diberikan rumah sakit untuk pasien pasca
bedah ialah diet TETP (Tinggi Energi Tinggi Protein). Diet yang disarankan adalah:
1) Mengandung cukup energi, protein, lemak, dan zat-zat gizi
2) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan penderita
3) Menghindari makanan yang merangsang (pedas, asam)
4) Suhu makanan lebih baik bersuhu dingin
5) Pembagian porsi makanan sehari diberikan sesuai dengan kemampuan dan
kebiasaan makan penderita.
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian:
1. Diet Pasca-Bedah I (DPB I) : Selama enam jam sesudah operasi, makanan
yang diberikan berupa air putih, teh manis, atau cairan lain seperti pada
makanan cair jernih
2. Diet Pasca-Bedah II (DPB II) Makanan diberikan dalam bentuk cair
kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata
delapan sampai 10 kali sehari selama pasien tidak tidur.
3. Diet Pasca-Bedah III (DPB III) Makanan yang diberikan berupa makanan
saring ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml
sehari. Selain itu dapat memberikan makanan parenteral bila diperlukan.
Makanan yang tidak dianjurkan adalah makanan dengan bumbu tajam dan
minuman yang mengandung karbondioksida.
4. Diet Pasca-Bedah IV (DPB IV) Makanan diberikan berupa makanan lunak
yang dibagi dalam tiga kali makanan lengkap dan satu kali makanan
selingan.
c) Kebutuhan Energi, Protein dan Zat Besi Kebutuhan energy seseorang menurut
WHO dalam Almatsier (2009) adalah Asupan Energi yang berasal dari makanan
yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai
ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas yang sesuai dengan kesehatan
jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang
dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Kebutuhan energi terbesar pada umumnya
diperlukan untuk metabolisme basal. Dengan pengertian lain, bahwa perhitungan
kebutuhan energi salah satunya dipengaruhi oleh Aktivitas Fisik seseorang. Hal ini
sejalan dengan pendapat Supariasa (2002) yang mengatakan bahwa kebutuhan tubuh
akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor antara lain Angka Metabolisme Basal,
tingkat pertumbuhan, aktifitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan
pencernaan, perbedaan daya serap, dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran
dari zat gizi tersebut dalam tubuh.
BAB III
3.3 Assessmen
1. Data Subyektif
a. Keluhan pasien
1) Lemas
2) Kesulitan mengunyah makanan
3) Nyeri pinggang
Kesimpulan : Pasien mengeluh lemas dan kesulitan mengunyah makanan
Riwayat penyakit
c. Kebiasan hidup
1) Aktivitas sebelum MRS adalah Ibu rumah tangga.
2) Aktifitas fisik sekarang adalah berbaring di tempat tidur.
d. Riwayat Diet
1. Kebiasaan makan pasien dirumah:
Frekuensi makan : 3-x makan utama
2. Data Obyektif
a. Antropometri
1) Tinggi lutut = 45 cm
Estimasi TB = 148,75 kg
BB = 55 Kg
Eestimasi Bbi = 48,75
2) LLA = 25cm
Nilai medium = 30,3cm
25
% LLA = x 100 % = 82,5 %
32,930.3
Kriteria LLA = 60% - 90% → status gizi kurang
Kesimpulan:
Status gizi pasien menurut LLA yaitu gizi kurang
b. Biokimia
1) HGB = 9.4 gr/dl → Rendah (N = 11-16)
2) albumin = 2,55 → Rendah (N = 3,5-5,9)
c. Klinik/ Fisik
1) TD = 130/70 mmHg → Normal (N=110/70-140/90 mmHg)
2) Suhu =360C → Normal (N=36-370C)
3) Nadi = 80x/menit → Normal (N=60-100x/menit)
4) RR = 20x/menit → Normal (N= 20-30x/menit)
5) GCS = 456
6) Nyeri pinggang
7) Pucat
8) Lemas
9) Kehilangan lemak subkutan (trisep dan bisep)
10) Odema ringan di kedua kaki
11) Kesullitan mengunyah makanan
Kesimpulan: Pasien mengeluh nyeri di pinggang, lemas dan kesulitan
mengunyah . Pasien kehilangan lemak subkutan di lengan.
d. Dietary History
Hasil recall tanggal 26 Agustus 2019 (saat mengambil data dasar)
1) Energi = 606,25 kkal (42,1%) → kurang
2) Protein = 14,8 gr (25,6%) → kurang
3) Lemak = 18,85 gr (58,9%) → kurang
4) Karbohidrat = 98,35gr (42,7%) → kurang
Kesimpulan:
e. Standar Pembanding
Kebutuhan Energi
Energi = 30 kkal x kg BB
Protein = 1,2 x Kg BB
= 1,2 x 48
= 57,6 gr = 16 %
Lemak = 20 % x Energi/9
= 20% x 1440/9
= 32 gr
KH = 64% x energy/4
= 65% x 1440/4
= 230gr
Syarat diet
Berdasarkan hasil pengambilan data yang telah dilakukan selama 3 hari pada tanggal
26-28 Agustus 2019 di ruang Bedah Kamar 4 Lantai 3 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya,
didapatkan hasil diagnosa akhir bahwa pasien yang bernama Ny. T didiagnosa post op
Canal Stenosis.Berikut pembahasan hasil pengamatan :
4.1 Antropometri
Pemantauan data antropometri pasien yang diamati berdasarkan LLA selama 2
hari, yaitu pada tanggal 26-28 Agustus 2019, adapun hasil pegukuran antropometri
pada awal dan akhir kegiaatan dapaat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1 data antropometri – status gizi pasien
Tanggal ppengamatan LLA (cm) % LLA Status gizi
26 Agustus 2019 25 82,5% Status gizi kurang
27 Agustus 2019 25 82,5% Status gizi kurang
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa selama pelaksanaan studi kasus
dilakukan 2 kali pengukuran data antropometri, yakni pada awal dan akhir pelaksanaan
studi kasus, dan dari hasil yang ada menunjukan tidak terjadi perubahan lingkar lengan
atas pada pasien, hal ini terjadi karena lingkar lengan atas tidak dapat berubah dalam
waktu hanya beberapa hari. Status gizi pasien pada saat assessment dan setelah di
monitoring evaluasi tetap yaitu status gizi kurang .
4.2 Biokimia
Tabel 5.2 data perkembangan hasil pemeriksaan laboratorium.
Tanggal
Nilai Lab Nilai normal
26-08-2019 27-08-2019 28-08-2019
HGB 9,4 8,4 - 11-16g/dl
Albumin 2,55 2,4 - 3,5-5,5 gr/dl
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dua kali kali yaitu pada tanggal 24 Agustus 2019
dan tanggal 27 Agustus 2019. Selama dilakukan pengamatan nilai biokimia terjadi
perubahan . Pada pemeriksaan tanggal 24 Agustus 2019 hasil Albumin menunjukan
dibawah normal yaitu 2,55 (N:3,5-5,5) dan Hemoglobin menunjukan dibawah normal
yaitu 9,4 (N:11-16gr/dl). Pada pemeriksaan tanggal 27 Agustus 2019 menunjukan bahwa
nilai albumin semakin menurun yaitu 2,4 gr/dl dan haemogobin juga semakin menurun
yaitu 8,4 gr/dl. Karena nilai Albumin yang semakin turun pasien mendapat albumin tablet
3 x 2 untuk meningkatkan albumin. Pasien juga mendapat tindakan transfusi darah pada
tanggal 27 dan 28 Agustus 2019 sebanyak 1 x 350 ml per hari.
4.3 Fisik klinis
Pemeriksaan fisik klinis dilakukan pada hari pertama studi kasus sampai hari terakhir
pelaksanaan studi kasus (27-28 Agustus 2019). Adapun data hasil perkembangan
pemeriksaan klinis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3 data perkembangan klinis
Pemeriksaan Tanggal Nilai Normal
26-8-2019 27-8-2019 28-8-2019
Tekanan darah 130/70 130/70 120/80 120//80 mmHg
Nadi 80 85 88 80-100 x/menit
Suhu 36 36 36 36-370C
RR 20 20 20 20-30
KU Lemas Lemas Lemas
GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6
Data fisik klinis pasien selama 3 hari pengamatan diketahui tekanan darah pada awal
pengamatan sampai hari terakhir pengamatan normal. suhu normal, nadi normal, respirasi
rate (RR) normal, keadaan umum lema dan kesadaran composmentis GCS 456. Pada hari
kedua pasien meenegalami penurunan kesulitan mengunyah dikarenakan bentuk makanan
pasien sudah dimodifikasi menjadi makanan lunak.
100.0% 104.2%
102.3%
96.5%
93.6%
92.5% 92.7%
80.0%
77.0%
69.4% asupan energi
60.0%
asupan protein
58.9%
asupan lemak
40.0% asupan karbohidrat
42.7%
42.1%
20.0%
25.6%
0.0%
8/26/2019 8/27/2019 8/28/2019
b) Asupan protein
c) Asupan lemak
Berdasarkan grafik diatas hasil pemantauan asupan lemak pasien selama 3 hari mengalami
kenaikan. Asupan lemak pasien meningkat 34,7 % pada hari pertama intervensi dan
meningkat 8,8 % pada hari kedua intervensi.
d) Asupa
Grafik perbandingan antara persentase asupan dengan persentase kebutuhan
karbohidrat n
120.0%
100% 102%100%
100.0% 96%100%
Karbohidrat (%)
80.0%
20.0%
0.0%
Recall 24 jam
Hari 1
Hari 2
karbohidrat
Berdasarkan hasil pemantauan asupan selama 3 hari, persentase asupan karbohidrat
berdasarkan grafik diatas asupan karbohidrat meningkat Pada hari ke-1 intervensi, asupan
karbohidrat naik sebesar 59,3% dan hari ke-2 asupan karbohidrat turun sebesar 6%.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil asuhan gizi yang telah dilakukan dan pemantauan selama 3 hari pada
pasien di bagian Bedah Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, dapat disimpulkan :
a) Hasil Skrinning
Berdasarkan hasil skrinning gizi dewasa didapatkan hasil skor 2 (Beresiko Malnutrisi).
b) Hasil assesmen
Seorang perempuan berusia 74 tahun dengan status gizi tergolong Gizi Kurang berdasarkan
LLA/U=89,55%. Mengalami penurunan berat badan sebesar 7kg(11,6%) dalam kurun waktu
kurang lebih tiga bulan.Pasien mempunyai riwayat penurunan jumlah asupan makan (<50%
dari kebutuhan AKG) dalam jangka waktu cukup lama yaitu kurang lebih tiga bulan serta
riwayat hipoalbumin.
c) Pasien nampak kurus, lemah, oedema kedua tungkai kaki dan asites tingkat ringan,
mual, bibir kering, mata kuning, penurunan lemak subkutan dan masa otot, jaundice.
Aktifitas pasien ditempat tidur dan terpasang catteter. Pasien tersedak bila
mengonsumsi makanan cair dengan cara cepat (sedotan). Pasien mendapat nutrisi
enteral berupa makanan cair berbahan susu 6x200cc lewat oral dan parenteral berupa
Triofusin E1000=1000ml, Aminofusin hepar=500ml, futrolit=500ml lewat
CVP(bahu).
d) Kebutuhan energi sebesar 2.311,2 kkal, protein sebesar 79,5gram, lemak sebesar
43,7gram, dan karbohidrat sebesar 400,1gram, dengan prinsip diet yaitu rendah lemak
(diutamakan jenis sesuai indikasi yaitu lemak MCT)
e)
NUTRITION CARE PROCESS
4.1 Data Personal
Masalah
- FH Riwayat Terkait Gizi & Asupan oral (NI-1.2) Asupan Tujuan E.1 Edukasi Gizi 1.Asupan
Makanan kurang dari energi inadekuat makan pasien
1. Meningkatkan Tujuan :
kebutuhan berkaitan degan dipantau
FH.1.1.1 energi total 606,25 kkal asupan oral dengan
kesulitan 1. Pasien dan setiap hari
(42,1%) dari kebutuhan pengetahuan cara memodifikasi
mengunyah keluarga mengerti 2. Keadaan/
yang kurang bentuk makanan
FH.1.2.2 asupan makanan nasi biasa (menggunakan gigi tentang diet pasca kondisi fisik
berkaian dengan target 80%
25% dari penyajian makan di Rumah palsu) ditandai bedah an klinis
tentang diet dari makanan yang
Sakit dengan asupan pasien seiap
yang diberikan disajikan ruah sakit
Sasaran : hari
FH.1.5.1 asupan lemak 18,5 gr E:(42,1%),P:
(58,9%) dari kebutuhan Pasien dan keluarga 3.Kepatuhan
FH.1.5.2 asupan protein 14,8 gr (25,6%),L : Pasien pasien dalam
(25,6%) dari kebutuhan (58,9%), Kh: Preskrisi Diet menjalankan
FH1.5.3 asupan karbohidrat 98,35 (42,7%) yang Waktu : dietnya dan
- ND.1.1 Diet pasca
gr(42,7%) kurang dari kepatuhan
bedah 1800 kkal, 10-15 menit
FH.2.1.1 mendapat diet dari rumah kebutuhan, status keluaga
protrin 54 gr, lemak
sakit nasi biasa E:2001,8 kkal, P:56 gizi kurang, Tempat : pasien dalam
40 gr, karbohidat
gr, L: 51,8 gr, KH:337,8 gr anemia, Ruang Rawat Inap memberikan
417,8 gr
FH.4.1 belum mengetahui tentang hypoalbumin, makanan
- ND.1.2 Bentuk Metode :
diet yang diberikan (diet pasca penurunan lemak untuk
lunak (tim) per oral
bedah) subkutan dan Motivasi dan tanya pasiennya
- ND.1.3 Frekuensi 3
odema
kali makan utama 1 Jawab
status gizi
kali snack
Materi :
kurang
- AD Antropometri
1. Diet pasca bedah
AD.1.1.1 estimasi TB = 148,75
2. Taget asupan
beerdasarkan tinggi lutut = 45 cm
pasien yang harus
AD.1.1.2 berat badan pre op 55 Kg, dicapai pasien
estimasi berat badan dari estimasi yaitu 80% dari
tinggi badan berdasarkan tinggi lutut makanan yang di
48,75 kg sajikan rumah
sakit dan 100%
AD.1.1.7 status gizi kurang
untuk lauk yang
berdasarkan %LLA = 82,56% (gizi Anemia
disajikan rumah
kurang)
Hypoalbumin sakit
- BD Data Biokimia
BD.1.10.1 Hb 9,4 g/dl, kategori
rendah karena kurang asupan protein
peningkatan
BD.11.1 Albumin 2,55 gr/dl, kebutuhan
kategori rendah karena kurang energi pasca
asupan protein bedah
- CH Riwayat Personal
- CS Standar Pembanding
CS.1.1 Kebutuhan energi
30kal/KgBB = 30x48= 1440 Kkal
Syarat Diet:
Rencana
Antropome Identifikasi
Tanggal Biokimia Klinis / Fisik Dietery Edukasi Tindak
tri Masalah Baru
Lanjut
27/08/19 - Albumin : 2,47 gr/dl Klinis : Diet lunak (nasi Asupan protein Menyarankan
Dibeerikan tablet tim) tidak adekuat, membawa
T : 130/70
albumin 3 x 2gr /hari pasien hanya makanan dari
Asupan:
N : 85°c mampu luar rumah
Hb : 8,2 gr/dl E : 92,5% menghabiskan sakit sebagai
S : 36,8
HCT : 24,8 % P : 69,39% 69,39% dari tambahan
RR : 20
Transfusi darah 1 x yang diasjikan protein beupa
L : 93,6 %
350 ml/ hari selama Fisik : rumah sakit putih telur 2
3 hari KH : 102,3 % btr (1 penukar)
Odema
tingkat ringan Sisa makanan:
(2+) 26 % (asupan 74
%)
Kepatuhan
pasien baik,
mampu
menghabiskan
74% makanan
yang disajikan
rumah sakit
28/08/19 - - Klinis : Diet lunak (nasi Tujuan : Asupan protein Menyarankan
tim) tidak adekuat, mengganti lauk
T : 120/70 Pasien dan
pasien hanya hewani yang
Asupan oral : keluarga
N : 88°c mampu tidak
mengerti tentang
E:92,7% menghabiskan dikonsumsi
S : 36,3 bahan makanan
P : 77% 65% dari yang dengan lauk
RR : 20 penukar
diasjikan hewani dari
L : 104,2 %
Fisik : rumah sakit luar rumah
Sasaran :
KH : 96,5% sakit yang
Fisik :
Pasien dan disukai dengan
70% + putih
Odema keluarga porsi yang
telur 2 btr (dr
tingkat ringan Pasien sama
luar rs)
(2+)
Edukasi:
Tidak Waktu :
mengkonsumsi Penukar bahan
10-15 menit
1 lauk hewani makanan yang
(siang) karena Tempat : mengandung
amis Ruang Rawat protein
Inap
Metode :
Motivasi dan
tanya
Jawab
Materi :
Bahan
makanan yang
dapat saling
ditukar dengan
mempunyai
jumlah zat gizi
yang setra
dengan energi,
protein, lemak
& karbohidrat