Anda di halaman 1dari 8

JIHAD MEMERANGI COVID-19 DI JALAN ALLAH

JIHAD MEMERANGI COVID-19


OLEH

Afriani

Ringkasan

Desember 2019, Wabah COVID-19 pertama kali di deteksi di kota Wuhan,


Provinsi Hubei, Tingongkok, dan ditetapkan sebagai Pandemi oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Menurut laporan pada 28 Maret, lebih
dari 620.000 kasus COVID-19 telah menyerang di lebih dari 190 Negara,
mengakibatkan lebih dari 28.800 kematian dan 137.000 kesembuhan.

COVID-19, penyakit berbahaya yang harus diperangi. Dalam memerangi


penyakit ini salah satu solusinya yaitu “lockdown” atau penutupan akses masuk dan
keluar suatu daerah yang terpapar COVID-19. Cara ini sudah dilakukan dibeberapa
Negara salah satunya yaitu Malaysia. Dan dengan cara menjaga jarak minimal 2
meter ketika melakukan interaksi dan tidak boleh bersentuhan.

Menghadapi pandemic Covid-19 juga dapat dilakaukan melalui Fatwa MUI


yang Ditetapkan di Jakarta 21 rajab 1441 H, 16 Maret 2020. Fatwa ini ditetapkan
dengan melihat kenyataan yang darurat dengan kaca mata Kaidah Ushul Fikih yaitu:

“ Dar’ul al-mafasit awla min jalbi al-mashalih ”

Artinya: “menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil


manfaat”.
Kaidah tersebut dapat dipahami bahwa sholat berjama’ah hal yang shalih dan
baik, tapi kabaikan sholat jama’ah ini digugurkan untuk mencegah wabah COVID-19
yang berbahaya atau “fasid”.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tersebarnya wabah COVID-19 yang disebut dengan virus Corona yang


hampir di seluruh belahan dunia saat ini, telah mengubah wajah dunia dengan wajah
kekhaawatiran dan ketakutan. Presiden RI meminta masyarakat tidak perlu takut
berlebihan terhadap COVID-19 karena musuh terbesar saat ini justru adalah rasa
cemas, panik, dan ketakutan yang berlebihan. Dan sebaliknya justru kita harus
melawan rasa takut dan memerangi COVID-19.

COVID-19 atau virus corona merupakan termasuk makhluk Allah yang


berbahaya bagi manusia dan bahkan dapat memusnakan manusia secara pelahanan-
lahan. Virus corona tergolong wabah virus yang cepat menular.

Dibalik rahasia penciptaan makhluk tersebut, Allah berkendak untuk


melindungi manusia melalui hukum-hukumnya. Untuk itulah Allah meneurunkaan
hukum halal dan haram. Manusia dituntut untuk menjauhi hal yang haram karena
dibalik perbuatan yang haram akan ada hal yang Mudharat yang akan menimpanya.
Begitu sebaliknya apabila melakukan hal yang halal ia akan mendapatkan faedah bagi
siapa yang melakukannya.

Menurut Quraish Shihab, jihad adalah berjuang menggunakan segala


kemampuan dan daya dimilikinya untuk mengahadapi segala macam keburukan atau
yang mengantar pada keburukan. keburukan ini bisa berupa hawa nafsu, penyakit,
kebodohan, kemiskinan dan lain-lain.

Berjihad untuk mencegah dan memerangi COVID-19 penting ditanamkam


dalam diri.
Memerangi dan mencegah COVID19

Mencegah virus dengan cepat yaitu dengan melakukan yang telah diajarkan
Rasulullah SAW melalui hadist beliau yaitu: “apabila kalian mendengar Wabah
Ta’un yang melanda suatu negeri, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (HR.
Bukhari Muslim).

Petunjuk yang Rasulullah berikan atau ajarkan tersebut merupakan cara yang
paling baik dalam mencegah sekaligus memerangi wabah COVID-19. Dan cara
penanganan inilah yang disebut dengan “lockdown” atau penutupan akses masuk dan
keluar suatu daerah yang terpapar COVID-19.

Menyendiri dan mengasingkan diri adalah juga suatu cara untuk memutuskan
mata rantai penyebaran COVID-19. Dengan melakukan hal tersebut kita melakukan
hal ilmiah yang diterima akal sehat. Kita bisa lebih khusu’ beribadah dan taqarrub
kepada Allah. Dan semoga Allah memberi jalan terang, dan wabah Corona segera
berlalu.

Melaksanakan fatwa dari MUI juga adalah hal yang terbaik dalam meerangi
dan mencegah wabah COVID-19. Fatwa tersebut sebagai berikut:

Fatwa Majelis Ulama Indonesia no.14 tahun 2020 tentang penyelenggaraan


ibadah situasi terjadinya wabah COVID-19.

Ulama Indonesia MUI setelah menimbang, memutuskan menetapkan fatwa tentang


penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19:

1. Ketentuan umum
Fatwa yang dimaksud COVID-19 yaitu corona virus ini adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh corona virus yang ditemukan di tahun 2019.
2. Ketentuan Hukum
a. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap
hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit karena hal itu merupakan
bagian dari menjaga tujuan pokok beragama/adruriyah al hams:

Aspek tujuan pokok syariat wajib di jaga:

 Menjaga jiwa
 Orang telah terpapar virus corona wajib menjaga dan mengisolasi diri agar
tidak tejadi penularan kepada orang lain baginya sholat jum’at dapat
diganti dengan sholat dhuhur karena sholat jum’at merupakan ibadah
wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya
penularan virus secara massal baginya haram melakukan aktivitas ibadah
sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan sepeti jama’ah sholat
lima waktu atau rawatib, sholat tarawih dan ID di masjid atau tempat
umum lainnya serta menghadiri pengajian umum dan tablig akbar.
 Orang yang sehat dan yag belum diketahuai atau diyakini tidak terpapar
covid-19 harus memperhatikan hal:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi
atau sangat tiggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia
boleh meninggalkan sholat jum’at dan menggantikannya dengan sholat
dhuhur di tempat kediaman serta meninggalkan jamaah sholat lima
waktu atau rawatib, tarawih dan IF di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah
berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib
menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga
diri agar tidak terpapar covid 19 seperti tidak kontak fisik lansung,
bersalaman, berpelukan, cium tangan, membawa sajadah sendiri dan
sering membasuh tangan dengan sabun.
 Dalam kondisi penyebaran covid-19 tidak terkendali di kawasan yang
mengancam jiwa umat islam tidak boleh menyelenggarankan sholat jum’at
sampai keadaan normal kembali dan wajib menggantikannya dengan sholat
dhuhur di tempat masing-masing demikian juga tidak boleh
menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak yang
diyakini menjadi media penyebaran covid-19 seperti jama’ah sholat lima
waktu atau rawatib, sholat tarawih dan IF di masjid atau tempat umum
lainnya serta menghadiri pengajian umum dan majelis taqlim.
 Dalam kondisi penyebaran covid-19 terkendali umat Islam wajib
menyelenggaran sholat jum’at dan boleh menyelenggarakan aktivitas
ibadah yang melibatkan orang banyak seperti jama’ah sholat lima waktu
atau rawatib, sholat tarawih dan IF di masjid atau tempat umum lainnya
serta menghadiri pengajian umum dan majelis taqlim dan tetap menjaga
diri agar tidak terpapar covid-19.
 Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan
kebijakan penanggulangan covid-19 terkait dengan masalah keagamaan
dan umat Islam wajib menaatinya.
 Pengurusan jenazah tahziz al janaiz yang terpapar covid-19 terutama dalam
memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protocol medis dan
dilakukan dengan pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan
ketentuan syariat sedangkan untuk mengsholatkan dan menguburkannya
dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar
covid-19.
 Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan menyebabkan kerugian public
seperti memborong atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker
dan menyebarkan informasi hoax terkait covid-19 hukumnya haram.
 Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
memperbanyak ibadah, taubat, istifar, dzikir dan membaca qunut nazila
disetiap sholat fardu memperbanyak sholawat, sedekah dan senantiasa
berdo’a kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan
dari musibah dan marabahaya khususnya dari covid-19.
3. Rekomendasi
a. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar masuknya
orang dan barang ke- dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan barang
kebutuhan pokok serta keperluan yang emergensi
b. Umat Islam wajib mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang
melakukan isolasi dan pengonatan terhadap orang yang terkena covid-19 agar
penyebarab virus tersebut dapat dicegah.
c. Masyarakat hendaknya professional dalam menyikapi orang yang terpapar
covid-19 oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa menerima kembaliorang
yang dinyatakan negative dan atau dinyatakan sudah sembuh ketengah
masyarakat serta tidak memperlakukanya secara buruk.
4. Ketentuan penutup
a. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan ini, dengan
ketentuan jika dikemudian hari membuthksn penyempurnaan akan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
b. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya
semua pihak dihimbau untuk menyebar luaskan fatwa ini agar dapat dijalankan
khususnya umat Islam di seluruh wilayah Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta 21 rajab 1441 H, 16 Maret 2020, majelis Ulama Indonesia


komisi Fatwa, ketua Prof. Dr. Hasanuddin AF., M.A. Sekertaris Dr. H. M. Asrorun
Ni’am Sholeh, M.A. mengetahui dewan pimpin dan MUI, wakil ketua umum,
ditandatangani KH. Muhyiddin Junaidi M.A. sekertaris jenderal Dr. H. Anwar Abbas,
M.M, M.Ag.
Simpulan

COVID-19 atau virus corona merupakan termasuk makhluk Allah yang


berbahaya bagi manusia dan bahkan dapat memusnakan manusia secara pelahanan-
lahan. Virus corona tergolong wabah virus yang cepat menular.

Dibalik rahasia penciptaan makhluk tersebut, Allah berkendak untuk


melindungi manusia melalui hukum-hukumnya. Untuk itulah Allah meneurunkaan
hukum halal dan haram. Manusia dituntut untuk menjauhi hal yang haram karena
dibalik perbuatan yang haram akan ada hal yang Mudharat yang akan menimpanya.
Begitu sebaliknya apabila melakukan hal yang halal ia akan mendapatkan faedah bagi
siapa yang melakukannya. Hal tersebut untuk mencegah terpapar COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai