Anda di halaman 1dari 6

RESUME

Nama : Yusril Perdiansyah Nur


NIM : 1174040132
Kelas : PMI/V/C
Tanggal : 15 September 2019
Pengertian Patologi Sosial
Patologi berasal dari kata phatos (Yunani)  berarti: disease (penderitaan atau penyakit)
dan logos yang berarti ilmu. Penyakit dimaksud  dapat berupa lahir dapat pula bersipat
bathin. Karena itu, secara bahasa kata patologi dapat diterjemahkan dengan ilmu tentang
penyakit.  Jika kata patologi disandingkan dengan kata sosial, maka, ia menjadi salah satu
disiplin  ilmu tersendiri, yakni kajian tentang gejala-gejala sosial yang dianggap sakit.
Kata sosial dapat diterjemahkan sebagai tempat atau wadah pergaulan hidup antar manusia
yang perwujudannya berupa kelompok manusia atau organisasi yakni individu atau manusia
yang berinteraksi atau berhubungan secara timbal balik. Di sisi ini, hubungan dimaksud
bukan dalam konteks manusia dalam arti fisik, tetapi ia dalam arti yang lebih luas
yaitu comunity atau masyarakat.  Dengan demikian, patologi sosial dapat diartikan  sebagai
ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit” yang sakitnya dimaksud disebabkan
faktor-faktor sosial atau Ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang berhubungan
dengan hakikat adanya mnusia dalam hidup masyarakat.

“Sakit” dimaksud, tentu disebabkan karena faktor-faktor sosial atau berbagai dimensi yang
berkaitan dengan dimensi-dimensi sosial. Madsud dari pengertian di atas bahwa patologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang asal usul dan sifat-sifat yang menjadi sebab
munculnya penyakit. Konsep ini bermula dari pengertian penyakit di bidang ilmu kedokteran
dan biologi yang kemudian diberlakukan pula untuk masyarakat.
Disebut demikian, karena masyarakat itu tidak ada bedanya dengan organisme atau biologi.
Dalam konteks ini, di lingkungan masyarakat dikenal dengan konsep penyakit Karena itu,
kata patologi sering oleh para sosilog diterjemahkan dengan: Semua tingkah laku yang
bertentangan dengan norma kebaikan dan stabilitas lokal yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan masyarakat.

Pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidariatas, kekeluargaan, hidup rukun dalam
bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal, jika dilanggar dapat menjadi apa yang
disebut dengan patologi sosial. Dalam definisi ini, patologi sosial dapat pula digambarkan
sebagai suatu gejala di mana tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu
keseluruhan, sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok, atau yang sangat
merintangi pemuasan keinginan fundamental dari anggota-anggotanya. Konsekwensi dari
dinamika yang demikian, adalah ikatan sosial menjadi patah.

Sejarah Patologi Sosial


Pada awal ke-19 sampai awal abad ke 20, para sosilog mendefinisikan patologi sosial sebagai
semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola
kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas, kekeluargaan, hidup rukun dengan tetangga,
disiplin, kebaikan, dan taat pada hukum formal.

Beberapa faktor yang menjadi sebab utama lahirnya patologi sosial, sebenarnya berakar dari
posisi manusia sebagai makhluk yang cenderung progresif dalam berbagai bentuk dan
jenisnya. Karakter manusia yang ingin memenuhi kebutuhan hidup misalnya, secara faktual
telah menghasilkan teknologi yang demikian pesat. Pertumbuhan dan perkembangan
teknologi yang demikian, telah melahirkan masyarakat modern yang serba kompleks, seperti
terjadinya mekanisasi, industrialisasi, dan bahkan urbanisasi.

Hal ini di samping mampu memberikan berbagai alternative kemudahan bagi kehidupan
manusia juga dapat menimbulkan hal-hal yang berakibat negatif kepada manusia dan
kemanusiaan itu sendiri yang biasa disebut masalah sosial. Adanya revolusi industri telah
menunjukan betapa cepatnya perkembangan ilmu-ilmu alam dan eksakta yang tidak
seimbang dengan berkembangnya ilmu-ilmu sosial telah menimbulkan berbagai kesulitan
yang nyaris dapat menghancurkan umat manusia. Misalnya, Pemkaian mesin-mesin industri
di pabrik-pabrik, mengubah cara bekerja manusia yang dulu memakai banyak tenaga manusia
sekarang diperkecil, terjadinya pemecatan buruh sehingga pengangguran meningkat
(terutama tenaga kerja yang tidak terampil), dengan timbulnya kota-kota industri cenderung
melahirkan terjadinya urbanisasi besar-besaran.

Penduduk desa yang tidak terampil dibidang industri mengalir ke kota-kota industri, jumlah
pengangguran di kota semakin besar, adanya kecenderungan pengusaha lebih menyukai
tenaga kerja wanita dan anak-anak (lebih murah dan lebih rendah upahnya). Pada akhirnya,
keadaan ini semakin menambah banyaknya masalah kemasyarakatan (social problem)
terutama pada buruh rendah yang berkaitan dengan kebutuhan sandang pangannya seperti,
perumahan, pendidikan, perlindungan hokum, kesejahteraan social, dll. Kesulitan
mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan konflik-
konflik. Baik yang bersifat internal dalam batinnya sendiri maupun bersifat terbuka atau
eksternalnya sehingga manusia cenderung banyak melakukan pola tingkah laku yang
menyimpang dari pola yang umum dan melkuikan sesuatu apapun demukepentingannya
sendiri bahkan cenderung dapat merugikan orang lain.

Beberapa contoh di antara perilaku yang mengandung dimensi patologi sosial, berdasarkan
kategori dalam tindakan, dapat dijelaskan beberapa hal. misalnya: 1). Kontak fisik langsung
seperti memukul, menendang, mendorong dan tindakan kekerasan lain yang mengakibatkan
seseorang mengalami gangguan secara fisik atau kesehatan secara umum; 2). Kontak verbal
langsung seperti memaki, mencela, memberi panggilan jelek, dan ungkapan-ungkapan lain
yang mengakibatkan menurunnya keadaan psikologis dan penyesuaian sosial; 3). Prilaku non
verbal langsung seperti sinis dan mengintimidasi yang dapat mengganggu seseorang untuk
memperoleh prestasi dalam berbagai jenis dan jenjangnnya; 4). Prilaku non verbal tidak
langsung seperti mendiamkan dan menjauhi yang mengakibatkan rasa cemas berlebihan, rasa
takut dan bahkan ada keiinginan untuk melakukan bunuh diri, dan; 5). Pelecehan seksual
patologi ini sering dilakukan di dunia pendidikan baik sekolah atau kampus, mungkin yang
lebih terkenal yaitu perpeloncoan.

Latar Belakang Patologi Sosial


Sejarah mencatat bahwa orang menyebut suatu peristiwa sebagai penyakit social murni
dengan ukuran moralistic. Sehiongga apa yang dinamakan dengan kemiskinan, pelacuran,
alkoholisme, perjudian, dsb adalah sebagai gejala penyuakit social yang harus segera
dihilangkan dimuka bumi. Kemudian pada awal abad 19-an sampai awal abad 20-an, para
sosiolog mendefinisikan yang sedikit berbeda antara patologi social dan masalah social.

Masalahnya adalah kapan kita berhak menyebutkan peristiwa itu sebagai gejala patologis
atau sebagai masalah social? Menurut kartini dalam bukunya “patologi social” menyatakan
bahwa orang yang dianggap kompeten dalam menilai tingkah laku orang lain adalah pejabat,
politisi, pengacara, hakim, polisi, dokter, rohaniawan, dan kaum ilmuan dibidang social.
Sekalipun adakalanya mereka membuat kekeliruan dalam membuat analisis dan penilaian
tehadap gejala social, tetapi pada umumnya mereka dianggap mempunyai peranan
menentukan dalam memastikan baik buruknya pola tingkah laku masyarakat. Mereka juga
berhak menunjuk aspek-aspek kehidupan social yang harus atau perlu diubah dan diperbaiki.

Ada orang yang berpendapat bahwa pertimbangan nilai (value, judgement, mengenai baik
dan buruk) sebenarnya bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang objektif sebab penilaian
itu sifatnya sangat subjektif. Karena itu, ilmu pengetahuan murni harus meninggalkan
generalisasi-generalisasi etis dan penilaian etis (susila, baik dan buruk). Sebaliknya kelompok
lain berpendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari, manusia dan kaum ilmuan tidak
mungkin tidak menggunakan pertimbnagan nilai sebab opini mereka selalu saja merupakan
keputusan yang dimuati dengan penilaian-penilaian tertentu. Untuk menjawab dua pendirian
yang kontroversial tersebut, kita dapat meninjau kembali masalah ini secara mendalam dari
beberapa point yang disebutkan oleh Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Patologi
social, sebagai berikut:

1. ilmu pengetahuan itu sendiri selalu mengandung nilai-nilai tertentu. Hal ini
dikarenakan ilmu pengetahuan menyangkut masalah mempertanyakan dan
memecahkan lesulitan hidup secara sistematis selalu dengan jalan menggunakan
metode dan teknik-teknik yang berguna dan bernilai. Disebut bernilai karena dapat
memenuhi kebutuhan manusiawi yang universal ini, baik yang individual maupun
social sifatnya, selalu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bernilai.
2. ada keyakinan etis pada diri manusia bahwa penggunaan teknologi dan ilmu
pengetahuan modern untuk menguasai alam (kosmos,jagad) sangatlah diperlukan
demi kesejahteraan dan pemuasan kebutuhan hidup pada umumnya. Jadi ilmu
pengetahuan dengan sendirinya memiliki system nilai. Lagi pula kaum ilmuan selalu
saja memilih dan mengembangkan usaha/aktivitas yang menyangkut kepentingan
orang banyak. jadi memilih masalah dan usaha yang mempunyai nilai praktis.
3. falsafah yuang demokratis sebagaimana tercantum dalam pancasila menyatakan
bahwa baik individu maupun kelompok dalam masyarakat Indonesia, pasti mampu
memformulasikan serta menentukan system nilai masing-masing dan sanggup
menentukan tujuan serta sasaran yang bernilai bagi hidupnya.
** Team Lyceum | Referensi: Taufiqjournal’s
Pengertian Korupsi
Pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan harta milik
perusahaan atau milik negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Pengertian Kolusi
Definisi kolusi adalah permfakatan atau kerja sama secara melawan hukum
antarpenyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dengan pihak lain
yang mana kerja sama tersebut dapat merugikan orang lain, masyarakat ataupun
negara. Dalam KBBI kolusi adalah kerjasama secara diam-diam (rahasia) untuk
maksud tidak terpuji dan/atau persekongkolan.
Pengertian Nepotisme
Definisi nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara
melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau
kroninnya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Kemudian
nepotisme juga dapat diartikan dengan suatu tindakan yang melawan hukum
dengan memilih kerabat sendiri, teman sendiri untuk memegang jabatan tertentu
atau kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara dan teman dalam
jabatan perusahaan atau pemerintahan.
Adanya KKN ini tentunya sangat merugikan negara, selain itu juga dapat
menghambat negara Indonesia dalam mencapai tujuan seperti masyarakat yang
adil dan makmur. Dan berikut adalah beberapa kerugian yang akan kita dapat
akibat KKN
Kerugian KKN
1. Tindak pidana KKN sangat merugikan negara
2. Tindak pidana KKN sangat merugikan perekonomian negara
3. Tindak pidana KKN dapat menghambat pertumbuhan dan kelangsungan
pembangunan nasional yang menuntut efisien tinggi
4. Tindak pidana KKN membuat kepercayaan masyarakat kepada wakil-wakil
rakyat (pejabat-pejabat negara) menjadi berkurang bahkan hilang.
5. Tindak pidana KKN dapat menyebabkan kepercayaan dunia internasional
menurun

Dan bagaimana batas-batas korupsi itu. Tulisan kali ini akan kita bahas mengenai pengertian
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
BEBERAPA PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi adalah tindakan melawan hukum pidana dengan menyalahgunakan kewenangan
yang diberikan publik atau pemberi kewenangan lain untuk memperkaya diri pelaku atau
golongannya secara sepihak dan merugikan orang lain maupun korporasi atau negara.
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti perbuatan busuk memutar balik,
menyogok  serta melanggar norma hukum yang menyebabkan kerugian bagi pihak lain
sedangkan pelakunya berusaha mendapatkan keuntungan secara sepihak.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupaka tindakan
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah
korporasi) , yang secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau
prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Beberapa unsur-unsur tindak pidana korupsi antara lain :

1. perbuatan melawan hukum,


2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah


1. memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
2. penggelapan dalam jabatan,
3. pemerasan dalam jabatan,
4. ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
5. menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

PENGERTIAN KOLUSI
Kolusi adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih secara tersembunyi dan tidak jujur serta
melawan hukum untuk melancarkan usaha salah satu pihak untuk mencapai tujuan tertentu.
Biasanya diwarnai dengan korupsi yaitu penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh salah
satu pihak atau pejabat negara.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa
perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara
keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai
kolusi tersembunyi.
NEPOTISME
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan
berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.

Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara,
bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan
bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi
terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan
saudara.

Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada
Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji
“chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan
khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus
diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali,
penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus
Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah
satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke
posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat Alessandro
Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III.
Paul juga melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16
tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang
mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla kepausan
ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik, kantor, atau
pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling
bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.

Anda mungkin juga menyukai