Disusun oleh:
Nurul Hafizhah 1174040101
Nurul Rizqy Safitri 1174040103
Pipit Pitriani 1174040105
R. Naila Imtyazi 1174040106
Silmi Saniyah 1174040120
Siti Hindasah 1174040121
Sam’un Sofari 1174040117
Wildayanti 1174040129
Yusril Perdiansyah .N 1174040132
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “TINDAK KRIMINALITAS DI JAWA
BARAT”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Patologi Sosial.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan masukan sangat kami harapkan sebagai bahan koreksi
dan bekal dimasa yang akan datang.
Bapak Drs. Wiryo Setiana, M.Si., sebagai dosen pengampu mata kuliah Patologi
Sosial.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A. Pengertian Kriminalitas................................................................................................3
B. Faktor Penyebab Terjadinya Kriminalitas....................................................................6
C. Bentuk - Bentuk Tindakan Kriminal............................................................................9
D. Akibat Yang Ditimbulkan Oleh Tindakan Kriminal Bagi Masyarakat......................12
E. Hukum Pidana Menurut Perspektif Islam...................................................................13
F. Bagaimana Solusi Untuk Mengurangi Tindakan Kriminal.........................................25
BAB III PENUTUP...............................................................................................................27
A. Kesimpulan................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................28
LAMPIRAN...........................................................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah ini pada beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
a. Apa pengertian kriminalitas ?
b. Apa faktor penyebab terjadinya kriminalitas ?
c. Apa bentuk-bentuk tindakan criminal ?
d. Akibat yang ditimbulkan oleh tindakan kriminal bagi masyarakat ?
e. Bagaimana hokum pidana menurut perspektif Islam ?
f. Bagaimana upaya menanggulangi tindakan kriminal ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Untuk mengetahui kriminalitas.
b. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kriminalitas.
c. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kriminalitas.
d. Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh tindak kriminalitas bagi
masyarakat.
e. Untuk mengetahui bagaimana hokum pidana menurut perspektif Islam.
f. Untuk mengetahui bagaiamana upaya menanggulangi tindakan kriminal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kriminalitas
1. Pengertian Krimminalitas
Kriminalitas berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan.
Berbagai sarjana telah berusaha memberikan pengertian kejahatan secara
yuridis berarti segala tingkah laku manusia yang dapat dipidana ,yang diatur
dalam hukum pidana.Kriminalitas atautindak kriminal segala sesuatu yang
melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan.
Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan
yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum
yang berlaku dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama.
Dapat diartikan bahwa, tindak kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan
yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga
masyarakat menentangnya. (Kartono, 1999: 122)
Secara kriminologi yang berbasis sosiologis, tindak kriminalitas
merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata
lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi
sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal,
reaksi informal, dan reaksi non- formal.
Pengertian kejahatan sebagai unsur dalam pengertian kriminalitas,
secara sosiologis mempunyai dua unsur-unsur yaitu: 1) Kejahatan itu ialah
perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugikan secara psikologis.
2) Melukai perasaan susila dari suatu segerombolan manusia, di mana orang-
orang itu berhak melahirkan celaan.
Sutherland berpendapat bahwa kelakuan yang bersifat jahat (Criminal
behavior) adalah kelakuan yang melanggar Undang-Undang/hukum pidana.
3
Bagaimanapun im-moril nya atau tidak patutnya suatu perbuatan, ia bukan
kejahatan kecuali bila dilarang oleh Undang-Undang/hukum pidana.
(Principles of Criminology. 1960:45)
Pengertian kriminalitas menurut Beberapa para ahli :
a. Menurut R. Susilo Secara sosiologis mengartikan kriminalitas adalah
sebagai perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita atau
korban juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya
keseimbangan ketentraman dan ketertiban.
b. Menurut M.v.T kriminalitas yaitu perbuatan yang meskipun tidak
ditentukan dalam undang- undang, sebagai perbuatan pidana, telah
dirasakan sebagi onrecht sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
tata hukum.
c. Menurut M. A. Elliat kriminalitas adalah problem dalam masyarakat
modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dan dapat
dijatuhi hukuman yang bisa berupa hukuman penjasra, hukuman mati,
hukuman denda dan lain-lain. 4.
d. Menurut Dr. J.E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro kriminalitas
adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh hukum publik untuk
melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh Negara.
Perbuatan tersebut dihukum karena melanggar norma-norma sosial
masyarakat, yaitu adanya tingkah laku yang patut dari seorang warga
negaranya (http//:edyblogspot.com- kriminalitas)
e. Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kriminalitas adalah perbuatan atau tingkah laku yang melanggar hukum,
selain merugikan penderita atau korban juga sangat merugikan
masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan ketentraman dan
ketertiban.
2. Kriminalitas Perspektif Sosiologi
4
Teori-teori sosiologis mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka
kriminalitas di dalam lingkungan sosial. Teori-teori ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori umum, yaitu: strain, cultural deviance (penyimpangan
budaya), dan sosial control (kontrol sosial). (Topo Santoso, Eva Achjani S
2001:55).
a. Teori Strain. Menurut Durkheim satu cara dalam mempelajari masyarakat
adalah melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha
mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan satu sama lain.
Dengan kata lain, jika masyarakat itu stabil, bagian- bagiannya beroperasi
secara lancar susunan-susunan sosial berfungsi. Maka masyarakat seperti
itu ditandai oleh keterpaduan, kerjasama, dan kesepakatan. Namun, jika
bagian-bagian komponennya tertata dalam keadaan yang membahayakan
keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu tidak berfungsi.
(Topo S & Eva A. S, 2001:56-57).
b. Teori Penyimpangan Budaya (cultural deviance theories) Teori ini
memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas pada
lower class (kelas bawah). Tiga teori utama dari cultural deviance
theories adalah sebagai berikut:
1) Theory Sosial Disorganization Teori ini memfokuskan diri pada
perkembangan area-area yang angka kejahatannya tinggi yang
berkaitan dengan disintegrasi nilai-nilai konvensional yang
disebabkan oleh industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi, dan
urbanisasi. (Topo S & Eva A. S, 2001:65).
2) Theory Differential Association Teori ini berpendapat bahwa orang
belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai-
nilai dan sikap-sikap anti sosial, serta pola-pola tingkah laku . (Topo
S & Eva A. S, 2001:66)
3) Theory Culture Conflict Teori ini menegaskan bahwa kelompok-
kelompok yang berlainan belajar conduct norms (aturan-aturan yang
5
mengatur tingklah laku) yang berbeda, dan bahwa conduct norms
dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan-aturan
konvensional kelas menengah. (Topo Santoso, Eva Achjani S,
2001:66)
c. Teori Kontrol Sosial Menurut teori ini penyimpangan merupakan hasil
dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Oleh karena itu, para
ahli teori ini menilai perilaku menyimpang adalah konsekuensi logis dari
kegagalan seseorang untuk mentaati hukum.
6
berkembang. Sekalipun sutu gen tunggal diwariskan dengan cara demikian
hingga nampak keluar, namun masih mungkin adanya gen tersebut tidak
dirasakan. Perkembangan suatu gen tunggal adakalanya tergantung dari
lain-lain gen, teristimewanya bagi sifat-sifat mental. Di samping itu,
nampaknya keluar sesuatu gen, tergantung pula dari pengaruh-pengaruh
luar terhadap organism yang telah atau belum lahir. Apa yang diteruskan
seseorang sebagai pewarisan kepada genrasi yang berikutnya semata-mata
tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah
phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya
dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
b. Faktor Pembawaan criminal Stephen Hurwitz (1986:39) setiap orang yang
melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan, karena selalu
adainteraksi antara pembawaan dan lingkungan. Akan tetapi hendaknya
jangan member cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai
kemampuan untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-
kondisi luar yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada
keseimbangan antara pembawaan dan kejahatan.
c. Umur Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih
sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan
sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali
pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang
tergantung dari irama kehidupan manusia.
2. Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di
luar diri pelaku. Maksudnya adalah bahwa yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari luar diri si pelaku itu
sendiri.
Faktor-faktor dari luar tersebut antaralain:
a. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang potensial yaitu
mengandung suatu kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya
7
kemungkinan tindak kriminal tergantung dari susunan (kombinasi)
pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair (tetap) maupun
lingkungan temporair (sementara). Menurut Kinberg (dalam Stephen
Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan yang dahulu
sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang sekarang. Dalam batas-
batas tertentu kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang telah
mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung
pengaruh pribadinya. Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling
mempengaruhi adalah baik factor pembawaan maupun lingkungan.
b. Kemiskinan Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab dari tindak
kriminalitas karena pasalnya dengan hidup dalam keterbatasaan maupun
kekurangan akan mempersulit seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya
baik dari segi kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), papan
(tempat tinggal) sehingga untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut
seseorang melakukan berbagai cara guna memenuhi kebutuhan hidupnya
termasuk dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
c. Pendidikan Pendidikan adalah salah satu modal sosial seseorang dalam
pencapaian kesejahteraan. Dimana dengan pendidikan, syarat pekerjaan
dapat terpenuhi. Dengan demikian seseorang yang mempunyai
penghasilan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi ekonomis.
Sehingga apabila seseorang memiliki pendidikan yang rendah hal tersebut
dapat mendorong seseoang untuk melakukan tindakan kriminal.
d. Bacaan, Harian-harian, Film Bacaan jelek merupakan faktor krimogenik
yang kuat, mulai dengan roman- roman dengan cerita-cerita dan gambar-
gambar erotis dan pornografik, buku- buku picisan lain dan akhirnya
cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan
kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan
demikian ialah gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh
langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh
8
si pembaca. Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada
umumnya juga dapat dikatakan tentang koran-koran. Di samping bacaan-
bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas. Tentu saja ada keuntungan dan kerugian yang
dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian, dan film tersebut.
a. Pencurian
Pencuri berasal dari kata dasar curi yang berarti sembunyi-sembunyi
atau diam- diam dan pencuri adalah orang yang melakukan kejahatan
pencurian. Dengan demikian pengertian pencurian adalah orang yang
mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam
dengan jalan yang tidak sah. (Poerwardarminta, 1984:217). Pencurian
1
D. Hendri, “Kriminalitas :,” pp. 1–19, 2014.
9
melanggar pasal 352 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dengan
ancaman hukuman maksimal 15 (lima belas) tahun penjara.
b. Tindak asusila
Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari
norma-norma atau kaidah kesopanan yang saat ini banyak mengintai kaum
wanita. Tindak kriminal tersebut hukumannya penjara paling lama 2 th 8 bln
tercantum dalam pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP )
tentang perbuatan asusila dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
c. Pencopetan
Pencopetan memiliki pengertian yaitu kegiatan negatif mencuri barang
berupa uang dalam saku, dompet, tas, handpone dan lainnya milik orang lain
atau bukan haknya dengan cepat, tangkas dan tidak diketahui oleh korban
maupun orang di sekitarnya (http://bahasa.cs.ui.ac.id). Tindak kriminal ini
memenuhi pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun
penjara. (Soenarto, 1994:220)
d. Penjambretan
Penjambretan merupakan perbuatan atau tindakan negatif dengan
merampas harta berharga milik orang lain secara paksa sehingga
menimbulkan kerugian materi bagi korban. penjambretan merupakan tindak
kriminal yang memenuhi pasal 365 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman
15 tahun penjara. (Soenarto, 1994:221) e. Penodongan dengan senjata
tajam/api Bentuk kriminal merupakan perampasan harta benda milik korban
dilakukan dengan mengancam dengan melakukan penodongan senjata api
sehingga korban yang mengalami ketakutan menyerahkan harta benda
miliknya. Tindak kriminal ini memenuhi pasal 368 dengan ancaman
hukuman maksimal 10 tahun penjara. (Soenarto, 1994:206)
e. Penganiayaan.
Penganiayaan ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada
orang lain. Akan tetepi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka
10
pada orang lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan
itu dilakukan untuk menambah keselamatan badan. (M.H. Tirtaamidjaja,
1955: 180) penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan. (Soenarto, 1994:226)
f. Pembunuhan
Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut
nyawa seseorang. Pengertian pembunuhan seperti ini dimaknai bahwa
perbuatan pidana pembunuhan tidak diklasifikasi apakah dilakukan dengan
sengaja, atau tidak sengaja dan atau semi sengaja. (Wahbah Zuhali, 1989:
217). Tindak kiminal pembunuhan tercantum dalam pasal 388 KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) dengan sanksi hukuman pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua
puluh tahun. (Soenarto, 1994:211)
g. Penipuan
Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian
kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan
diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-
kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu
yang seakan-akan benar. (R. Sugandhi, 1980 : 396). Di dalam KUHP
tepatnya pada Pasal 378 KUHP ditetapkan kejahatan penipuan dengan
ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun . (Soenarto, 1994:140)
h. Penodongan dengan senjata tajam/api
Bentuk kriminal merupakan perampasan harta benda milik korban
dilakukan dengan mengancam dengan melakukan penodongan senjata api
sehingga korban yang mengalami ketakutan menyerahkan harta benda
miliknya. Tindak kriminal ini memenuhi pasal 368 dengan ancaman
hukuman maksimal 10 tahun penjara. (Soenarto, 1994:206)
i. Korupsi
11
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. korupsi dalam pengertian
sosiologis sebagai: Penggunaan yang korup dari kekuasaan yang dialihkan,
atau sebagai penggunaan secara diam-diam kekuasaan yang dialihkan
berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu atau berdasarkan
kemampuan formal, dengan merugikan tujuan-tujuan kekuasaan asli dan
dengan menguntungkan orang luar atas dalih menggunakan kekuasaan itu
dengan sah Hamzah(1991). Tindak pidana korupsi memenuhi pasal 209
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dengan hukuman 4 tahun
penjara. (Soenarto, 1994:269)
12
Tingginya tindakan kriminalitas berdampak pada kerusakan keamanan
di dalam hidup bermasyarakat, seperti ketakutan, kecemasan, dan lain
sebagainya.
d. Banyak Hal Yang Terbuang
Gangguan-gangguan kriminalitas yang muncul di dalam masyarakat
oleh pelaku kriminal akan menyebabkan banyak materi serta energi yang
keluar dengan sia-sia dari berbagai pihak terkait.
2. Positif
Adapun untuk akibat postifnya dari prilaku kriminalitas ini, antara lain;
a. Peningkatan Solidaritas
Teror-teror kriminalitas yang terjadi di dalam masyarakat,
membuat rasa solidaritas dalam diri mereka semakin tumbuh dan
berkembang demi keamanan bersama.
b. Evaluasi Hukum
Pranata atau lembaga-lembaga yang terkait hukum semakin
melakukan revisi untuk memperkuat tenaga atau kekuatan hukum,
serta menambahg kekuatan-kekuatan lainnya dalam menekan
kriminalitas.
c. Efek Jera Media
Efek jera media ini terwujud dalam pemberitaan kriminal yang
menyiarkan pemberitaan penangkapan, membantu pihak tertentu
dalam mengusut kejahatan, juga mempersempit ruang gerak pelaku
kriminal.2
2
http://dosensosiologi.com/pengertian-kriminalitas/
13
Apabila berbicara mengenai hukum pidana, konsekuensi dari hal tersebut
adalah bahwa setiap hal-hal atau perbuatan yang melanggar hukum maka akan
menimbulkan hukuman bagi pelakunya. Perbuatan melanggar hukum di dalam
hukum positif yang berlaku di suatu Negara pada prinsipnya berbeda dengan
perbuatan melanggar hukum yang ditentukan di dalam hukum Islam. Cakupan
melanggar hukum di dalam hukum positif hanya terbatas kepada perbuatan yang
salah atau melawan hukum terhadap bidang-bidang hukum tertentu seperti
bidang hukum pidana, perdata, tata usaha Negara, hukum pertanahan dan
sebagainya. Sedangkan di dalam hukum Islam, terhadap hal-hal yang dianggap
salah atau melanggar hukum adalah sesuatu yang melanggar ketentuan-ketentuan
hukum syariat, yang dasar hukumnya dapat ditemui di dalam Al Qur‟an, Hadist,
maupun Ijtihad para ulama. Ketentuan-ketentuan syariat ini tidak hanya berkaitan
dengan hubungan muamalah saja, tetapi juga menyangkut ibadah, yang pada
dasarnya pelanggaran terhadap ketentuan tersebut semuanya akan mendapatkan
hukuman, meskipun hukuman terhadap perbuatan tersebut ada yang diterima di
dunia maupun ada hukuman yang akan diberikan di akhirat kelak.
Jika berbicara mengenai hukum pidana Islam atau yang dinamakan dengan
Fikih Jinayah, maka akan dihadapkan kepada hal-hal mempelajari ilmu tentang
hukum syara‟ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah)
dan hukumannya (uqubah), yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Jadi, secara
garis besar dapat diketahui bahwa objek pembahasan atau cakupan dari hukum
pidana Islam adalah jarimah atau tindak pidana serta uqubah atau hukumannya.
Namun jika melihat cakupan yang lebih luas lagi, maka cakupan hukum
pidana Islam pada dasarnya hampir sama dengan yang diatur di dalam Hukum
Pidana positif, karena selain mencakup masalah tindak pidana dan hukumannya
juga disertai dengan pengaturan masalah percobaan, penyertaan, maupun
gabungan tindak pidana. Berikut ini dijelaskan hal-hal yang berupa tindak pidana
(jarimah) dan hukuman (uqubah) dalam Hukum Pidana Islam.
1. JARIMAH atau TINDAK PIDANA
14
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka.
Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had
(khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat
yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman. Larangan-
larangan syara‟ tersebut bisa berbentuk melakukan perbuatan yang dilarang
ataupun tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan. Melakukan
perbuatan yang dilarang misalnya seorang memukul orang lain dengan benda
tajam yang mengakibatkan korbannya luka atau tewas. Adapun contoh
jarimah berupa tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan ialah
seseorang tidak memberi makan anaknya yang masih kecil atau seorang
suami yang tidak memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya. Dalam
bahasa Indonesia, kata jarimah berarti perbuatan pidana atau tindak pidana.
Kata lain yang sering digunakan sebagai padanan istilah jarimah ialah kata
jinayah. Hanya, dikalangan fukaha (ahli fikh, red) istilah jarimah pada
umumnya digunakan untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh syara‟, baik mengenai jiwa ataupun lainnya. Sedangkan
jinayah pada umumnya digunakan untuk menyebutkan perbuatan
pelanggaran yang mengenai jiwa atau anggota badan seperti membunuh dan
melukai anggota badan tertentu.
Jarimah, memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum
jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah,
sedangkan unsur khusus adalah unsur-unsur yang hanya terdapat pada jenis
jarimah tertentu yang tidak terdapat pada jenis jarimah yang lain.
Unsur umum daripada Jarimah terbagi ke dalam tiga unsur yakni unsur
formal, materil dan moril. Unsur formal (al-Rukn al-Syar’iy) adalah adanya
ketentuan nash yang melarang atau memerintahkan suatu perbuatan serta
mengancam pelanggarnya. Unsur materil (al-Rukn al-Madi) adalah adanya
tingkah laku atau perbuatan yang berbentuk jarimah yang melanggar
ketentuan formal. Sedangkan unsur moril (al-Rukn al Adabiy) adalah bila
15
pelakunya seorang mukalaf,, yakni orang yang perbuatannya dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Walaupun secara umum jarimah
terbagi kedalam tiga unsur di atas, akan tetapi secara khusus setiap jarimah
memiliki unsur-unsur tersendiri, dan inilah yang dinamakan dengan unsur
khusus jarimah. Adapun pembagian jarimah pada dasarnya tergantung dari
berbagai sisi.
Jarimah dapat ditinjau dari sisi berat -ringannya sanksi hukum, dari
sisi niat pelakunya, dari sisi cara mengerjakannya, dari sisi korban yang
ditimbulkan oleh suatu tindak pidana, dan sifatnya yang khusus. Ditinjau dari
sisi berat ringannya sanksi hukum serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al
Qur‟an dan Hadist, jarimah dapat dibagi atas jarimah hudud, jarimah
qhishas/diyat, dan jarimah ta’zir.8 Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan satu
persatu mengenai bentuk-bentuk jarimah atau tindak pidana berdasarkan
berat ringannya hukuman.
1) Tindak Pidana Hudud (jarimah hudud)
Jarimah atau tindak pidana hudud merupakan tindak pidana yang
paling serius dan berat dalam hukum pidana Islam. Tindak pidana ini
pada dasarnya merupakan tindak pidana yang menyerang kepentingan
publik, namun bukan berarti tidak mempengaruhi kepentingan pribadi
manusia sama sekali. Yang terpenting dari tindak pidana hudud ini adalah
berkaitan dengan apa yang disebut hak Allah. Adapun ciri khas daripada
tindak pidana hudud ini adalah sebagai berikut :
a. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut
telah ditentukan oleh syara‟ dan tidak ada batas minimal maupun
maksimalnya;
b. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada
hak manusia disamping hak Allah maka hak Allah yang lebih
dominan. Hukuman had ini tidak bisa digugurkan oleh perseorangan
(orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat
16
yang diwakili oleh Negara karena hal tersebut merupakan konsekuensi
bahwa hukuman had itu adalah hak Allah. Sedangkan jenis dari tindak
pidana hudud ini, ada tujuh macam yaitu :
a) Tindak pidana zina;
b) Tindak pidana tuduhan palsu zina (qadzaf);
c) Tindak pidana meminum minuman keras (syurb al-khamr);
d) Tindak pidana pencurian;
e) Tindak pidana perampokan;
f) Murtad;
g) Tindak pidana pemberontakan (al-bagyu).
2) Tindak Pidana Qishas/Diyat
Tindak pidana qishas atau diyat merupakan tindak pidana yang
diancam dengan hukuman qishas atau diyat yang mana ketentuan
mengenai hal ini sudah ditentukan oleh syara‟. Qishas ataupun diyat
merupakan hak manusia (hak individu) yang hukumannya bisa dimaafkan
atau digugurkan oleh korban atau keluarganya.3
Adapun definisi qishas menurut Ibrahim Unais adalah „menjatuhkan
hukuman kepada pelaku persis seperti apa yang dilakukannya‟. Oleh
karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan
nyawa orang lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah
dibunuh atau hukuman mati. Dasar hukum qishas terdapat didalam
beberapa ayat Al Qur‟an, diantaranya di dalam surah Al-Baqarah ayat
178,
3
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., halaman x. 10 Ibid.
17
yang artinya : “ hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang
melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih.”
Sedangkan pengertian diyat menurut Sayid Sabiq adalah „sejumlah
harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana
(pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau
walinya‟. Diyat merupakan uqubah maliyah (hukuman yang bersifat
harta), yang diserahkan kepada korban apabila ia masih hidup, atau
kepada wali (keluarganya) apabila ia sudah meninggal. Adapun dasar
hukum diyat di dalam Al Qur‟an terdapat dalam Surah An-Nisaa‟ ayat
92,
18
yang artinya : “…dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah, (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh itu)
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.”
Tindak pidana qishas atau diat secara garis besar ada dua macam yaitu
pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila diperluas maka
cakupannya ada lima macam, yaitu :
a. Pembunuhan sengaja;
b. Pembunuhan menyerupai sengaja;
c. Pembunuhan karena kesalahan;
d. Penganiayaan sengaja;
e. Penganiayaan tidak sengaja.
3) Tindak Pidana Ta’zir
Tindak pidana ta‟zir adalah tindak pidana yang dincam dengan
hukuman ta‟zir. Pengertian ta‟zir menurut bahasa adalah ta‟dib, yang
artinya memberi pelajaran. Ta‟zir juga diartikan dengan Ar-Raddu wal
Man‟u, yang artinya menolak atau mencegah. Sedangkan pengertian
ta‟zir menurut Al-Mawardi adalah „hukuman pendidikan atas dosa
19
(tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara‟.‟4 Di
dalam buku Fiqh Jinayah H.A. Djazuli mengemukakan bahwa tindak
pidana ta‟zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Tindak hudud atau qishas/diyat yang subhat atau tidak memenuhi
syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian di kalangan keluarga,
dan pencurian aliran listrik.
b. Tindak pidana yang ditentukan oleh Al Qur‟an dan Hadist, namun
tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanah, dan menghina agama.
c. Tindak pidana yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan
umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan
penentuan kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara
terinci diuraikan dalam bidang studi Ushul Fiqh. Misalnya
pelanggaran atas peraturan lalu lintas.
4
Ibid, halaman xii. 15 H.A. Djazuli, Op.Cit., halaman 13.
5
Ibid, halaman 15-16.
20
diberikan atau diterapkan. Penanggulangan masalah ini pada
hakikatnya kembali kepada kemaslahatan masyarakat.
b. Sebagian perbuatan manusia itu merupakan hak perorangan yang
murni. Misalnya utang, gadai, dan penghinaan. Perbuatan jenis ini
baru dapat dijatuhi hukuman, jika ada pengaduan atau gugatan dari
pihak korban. Pemaafan korban dapat mempengaruhi sanksi secara
penuh.
c. Perbuatan-perbuatan yang melanggar hak jamaah dan hak adami,
namun hak jamaah lebih dominan. Misalnya menuduh zina dan
mencemarkan agama.
d. Perbuatan-perbuatan yang melanggar hak jamaah dan hak adami,
namun hak adami lebih dominan. Misalnya pembunuhan.
2. UQUBAH atau HUKUMAN
Maksud pokok dari diadakannya hukuman adalah untuk memelihara
dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga manusia dari hal-hal
yang dapat merusak kehidupan umat manusia, karena pada dasarnya Islam
memberikan petunjuk dan pelajaran kepada manusia. Hukuman diberikan
bukan hanya untuk pembalasan, namun ditetapkannya hukuman adalah untuk
memperbaiki individu agar dapat menjaga masyarakat dan tertib sosial.
Hukuman mempunyai dasar, baik yang berasal dari Al Qur‟an, Hadist,
maupun dari lembaga legislatif yang mempunyai kewenangan menetapkan
hukuman, seperti untuk kasus ta‟zir. Selain itu hukuman harus bersifat
pribadi. Artinya hanya dikenakan kepada yang melakukan kejahatan,
sehingga tidak ada yang dinamakan dengan ”dosa warisan”.
Suatu hukuman, meskipun tidak disenangi, namun tetap ditujukan
untuk mencapai kemaslahatan bagi individu dan masyarakat. Untuk itu suatu
hukuman dapat dianggap baik apabila :
a. Untuk mencegah seseorang dari berbuat maksiat;
21
b. Batas maksimum atau minimum suatu hukuman tergantung kepada
kebutuhan kemaslahatan masyarakat yang menghendaki;
c. Memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan bukan
berarti membalas dendam, tetapi sesungguhnya adalah untuk
kemaslahatannya;
d. Hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga seseorang supaya tidak
jatuh ke dalam suatu maksiat.
22
ketentuan pidana yang terdapat di dalam sumber-sumber hukum Islam,
dimana selain memuat tentang jarimah atau tindak pidana, sumber-sumber
hukum tersebut juga mengatur masalah penghukuman atau yang dinamakan
dengan uqubah dalam hukum pidana Islam. Jika diperbandingkan ketentuan
di dalam hukum pidana Islam dengan ketentuan hukum pidana positif, pada
dasarnya dapat dilihat bahwa hukum pidana Islam merupakan hukum yang
mengatur tentang kejahatan dan sanksi-sanksinya, yang tujuannya adalah
untuk memelihara kehidupan manusia didalam agamanya, dirinya, akalnya,
hartanya, kehormatannya dan hubungannya antara pelaku kejahatan, si
korban dan umat. Sedangkan hukum pidana positif hanya cenderung berpihak
kepada si pelaku saja, meskipun pada dasarnya hukum pidana positif
bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia didalam masyarakat agar
tertib dan damai. Mengapa demikian ? Karena pengaturan hukum pidana
positif hanya mengarah kepada penghukuman bagi si pelaku tanpa
memperhatikan kerugian maupun hak-hak yang harus diterima si korban.
Sedangkan di dalam hukum pidana Islam, disamping penghukuman bertujuan
mendatangkan efek jera bagi pelaku maupun masyarakat, namun
keberpihakan kepada korban juga menjadi perhatian di dalam ketentuan
syara‟. Hal ini terlihat di dalam tindak pidana Qishas, dimana terdapat
pemaafan dari pihak korban atau ahli waris sehingga pelaku dapat saja
membayar diyat kepada korban atau ahli warisnya sebagai konsekuensi dari
pemaafan tersebut. Sebagai contoh perbandingan yang lain, dapat diambil
mengenai masalah perzinaan.
23
si pelaku. Konsekuensinya, apabila tidak ada pengaduan maka perzinaan
seolah-olah menjadi sesuatu yang ”dihalalkan”, padahal perbuatan tersebut
dari segi agama jelas-jelas merupakan dosa besar. Sedangkan di dalam
hukum pidana Islam, apapun bentuk perzinaan, baik hubungan suka sama
suka yang dilakukan oleh yang sudah terikat pernikahan maupun yang masih
sama-sama ”lajang” tetap dikenakan hukuman tindak pidana perzinaan sesuai
dengan ketentuan syara‟. Selain itu, hukum pidana yang masih berlaku di
Indonesia saat ini, apabila dilihat dari filosofi terbentuknya hukum positif
tersebut lebih mengutamakan kebebasan, menonjolkan hak-hak individu yang
lebih mengutamakan si pelaku, dan kurang berhubungan dengan moralitas
umat manusia pada umumnya.
24
dialami oleh para narapidana karena dalam jangka waktu yang cukup lama
tidak berhubungan dengan istri atau suaminya. Betapa besar anggaran yang
harus ditanggung oleh negara untuk memberi makan para narapidana,
padahal anggaran itu diambil dari pajak masyarakat. Betapa banyak waktu
produktif para narapidana yang terbuang percuma hanya untuk mendekam di
dalam penjara, yang membuat mereka menjadi pemalas setelah keluar dari
penjara. Hukum pidana Islam memberikan solusi atas semua persoalan
tersebut.
25
memiliki niat untuk melakukannya, maka tindak kriminalitas tidak akan
terjadi. Contoh kecilnya seperti, ketika tengah malam pada saat lampu merah
lalu lintas menyala, maka pengemudi akan menghentikan kendaraannya
seketika tanpa berpikir untuk melanggarnya walaupun pada saat itu sedang
tidak ada polisi berjada di area tersebut.
2. Preventif. Upaya ini merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih
termasuk dalam tataran uoaya pencegahan sebelum terjadinya tindak
kriminalitas atau kejahatan. Dalam upaya ini ditekankan untuk menghilangkan
kesempatan untuk dilakukannya tindak kejahatan. Misalnya, ada orang
memiliki niat untuk mencuri motor, tetapi kesempatan itu dihilangkan dengan
cara menyimpan atau menempatkan motor tersebut di tempat penitipan motor.
Dengan demikian kecil kemungkinan kesempatan seseorang untuk melakukan
tindakan criminal tersebut.
3. Represif. Berbeda dengan upaya prefentiv, upaya represif ini dilakukan
setelah terjadinya pelanggaran atau tindakan kejahatan yang dilakukannya
dengan berupa penegakan hukum (law enforcemment) dengan menjatuhkan
hukuman kepada pihak yang melakukan pelanggaran atau tindakan kriminal
tersebut.
26
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah kriminal merupakan kenyataan sosial yang hakikatnya seringkali
sulit untuk dipahami, karena tidak melihat masalah dari proporsi yang
sebenarnya secara dimensional. Peningkatan dan penurunan nilai kriminalitas,
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan adalah relatif, sebab manusia dan
lingkungan sekitar berperan besar dalam penentuan sifat dan sikap.
Maka pertanyaan yang harus dijawab sekarang adalah bagaimana agar bisa
mencegah dan menutup semua kemungkinan dan kesempatan pelaku kriminalitas
melakukan aksinya. Tidak cukup hanya dengan merumuskan hukum yang
seberat-beratnya, sebab kekuatan hukum justru membuatnya menjadi lebih
kreatif untuk menghindar, dan hal itu justru memacu perkembangan pelaku-
pelaku kriminalitas yang hebat dan profesional. Jauh sebelum itu, seseorang
harus bisa menciptakan suatu keadaan yang dapat merangkul mereka dalam
menghadapi tantangan kehidupan.
27
DAFTAR PUSTAKA
[3] A. Rohman, “Upaya Menekan Angka Kriminalitas Dalam Meretas Kejahatan Yang
Terjadi Pada Masyarakat,” Perspektif, vol. 21, no. 2, p. 125, 2016.
[4] http://argarizki98.blogspot.com/2018/04/makalah-kriminalitas.html
[5] Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005,
halaman ix.
[6] Hukum Islam, Vol. XV No. 1 Juni 2015 Hukum Pidana.......Lysa Angrayni 50
[7] http://dosensosiologi.com/pengertian-kriminalitas/
28
LAMPIRAN
Dit ResKrimsus
Dit ResNarkoba
29
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK TAHANAN
30
Transkip Wawancara tentang narkoba
Narasumber : Saya melakukan pada dasarnya atas keinginan sendiri atau bekerja
sama juga saya lakukan dengan rekan dan teman teman saya.
Penanya : Faktor apa yang menyebabkan bapak melakukan hal ynag di larang
itu ?
Narasumber : pada dasarnya yang saya lakukan pertama saya menyukai narkoba
jenis sabu, lalu karena susahnya lapangan pekerjaan di Indonesia ini maka saya
lakukan penjualan narkoba jenis sabu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Penanya : Lalu berapa lama bapak di vonis ? sudah berapa lama bapak
menjalani masa pembinaan di LP ini ?
Narasumber : Saya masih tersangka belum ada vonis dari hakim, jadi saya belum
tahu, karena ada tingkatan dan prosesnya, dan saya masih tahanan polda proses,
tersangka,terdakwa, dan terpidana.
31
Penanya : Apa akibat dari hal yang bapak perbuat itu ?
Narasumber : Tertangkap, dan pada kahirnya sebuah penyesalan terhadp diri saya
sendiri.
Penanya : Mohon maaf pak, apa pekerjaan bapak sehari-hari sebelum menjalani
masa pembinaan disini ?
Narasumber : Dilakukan pembinaan kerohanian atau agama agar lebih sabar dan
dekat dengan Tuhan sebagaian kegiatan sehari-hari disini.
Penanya : Adakah efek atau dampak kegiatan yang diterapkan disini (LP)
terhadap pribadi bapak ?
Narasumber : Ada, yaitu merubah kebiassan agar hidup lebih bisa berinteraksi
dengan kawan lainnya tentang hidup yang lebih baik dan terarah.
Penanya : Apa harapan bapak setelah bebas dan keluar dari sini ?
Narasumber : Menjadi manusia yang bermanfaat untuk diri sendiri khususnya dan
umumnya untuk orang banyak.
Penanya : Menurut bapak hal apa yang harus bapak lakukan dan pemerintah
lakukan agar tidak terjadi kasus yang telah bapak lakukan ?
32
Narsumber : Mengevalusi pemerintahan membuka lapangan pekerjaan dengan gaji
yang sesuai dengan dan pendidikan formal tidak harus sarjana atau keahlian yang
penting orang tersebut ada kemauan unruk berubah dan ingin maju.
Penanya : Faktor apa yang menyebabkan bapak melakukan hal ynag di larang
itu ?
Penanya : lalu berapa lama bapak di vonis ? sudah berapa lama bapak menjalani
masa pembinaan di LP ini ?
33
Narasumber : Merugikan Negara
Penanya : Mohon maaf pak, apa pekerjaan bapak sehari-hari sebelum menjalani
masa pembinaan disini ?
Narasumber : Wiraswasta
Narasumber : Ibadah
Penanya : Adakah efek atau dampak kegiatan yang diterapkan disini (LP)
terhadap pribadi bapak ?
Narasumber : Ada
Penanya : Apa harapan bapak setelah bebas dan keluar dari sini ?
Penanya : Menurut bapak hal apa yang harus bapak lakukan dan pemerintah
lakukan agar tidak terjadi kasus yang telah bapak lakukan ?
Narasumber : Menurut saya pemerintah harus lebih ketat dan teliti lagi dalam
menyikapi tentang perpajakan
34
Transkip Wawancara tentang pemalsuan dokumen negara
Narasumber : Konsumen
Penanya : Faktor apa yang menyebabkan bapak melakukan hal ynag di larang
itu ?
Penanya :Lalu berapa lama bapak di vonis ? sudah berapa lama bapak
menjalani masa pembinaan di LP ini ?
Penanya : Mohon maaf pak, apa pekerjaan bapak sehari-hari sebelum menjalani
masa pembinaan disini ?
Narasumber : DISPENDA
35
Penanya : Apa saja aktivitas bapak disini ?
Narasumber : Baik
Penanya : Adakah efek atau dampak kegiatan yang diterapkan disini (LP)
terhadap pribadi bapak ?
Penanya : Apa harapan bapak setelah bebas dan keluar dari sini ?
Penanya : Menurut bapak hal apa yang harus bapak lakukan dan pemerintah
lakukan agar tidak terjadi kasus yang telah bapak lakukan ?
36
DATA KASUS TINDAK PIDANA KRIMINALITAS DI KEPOLISISAN
DAERAH JAWA BARAT
Tahun
no Tindak Pidana Pasal
2017 2018 2019
1 2 3 4 5 6
1 Penipuan dan 378 dan 372
24 24 12
Penggelapan KUHP
2 Penipuan 7 6 5 378 KUHP
3 Penggelapan 8 10 6 372 KUHP
4 Pemalsuan surat 26 27 21 263 KUHP
5 Memasukan
keterangan palsu
15 28 12 266 KUHP
kedalam suatu akta
otentik
6 Penyerobotan tanah 20 5 6 385 KUHP
7 Larangan pemakaian
tanah tanpa ijin yang Perpu no.51
10 10 6
berhak atau tahun 1960
kuasanya
8 Penggelapan dalam
3 2 1 374 KUHP
jabatan
9 Pengrusakan 1 1 2 406 KUHP
Jumlah 114 113 71
37
38
39
40
JUMLAH TUNGGAKAN DAN PENYELESAIAN PERKARA
JUML
JUMLAH AH
JTP JPTP JPTP PROSES
JUMLA JPTP PROS
UNIT
H JTP ES
<2019 2019 <2019 2019 THP2 SP3 SP2LID LIMPAH <2019 2019
UNIT
28 12 16 4 3 7 3 1 3 1 24 9 33
1
UNIT
16 9 25 8 1 9 1 1 - 1 8 8 16
2
UNIT
14 7 21 7 1 8 1 1 6 1 7 6 13
3
UNIT
- 34 34 - 3 3 - - 3 - - 31 31
4
JUML
58 62 96 19 8 27 5 3 12 3 39 54 93
AH
KASUBDIT II
RIMSYAHTONO, SIK, MM
KOMPOL NRP 81020827
41
42
43
44