Konsep Kepuasan
Konsep Kepuasan
1. Defenisi Kepuasan
2. Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau luka.
Hal ini lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan maupun
pelayanan keperawatan itu sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan hasil
pelayanan. Kepuasan pasien dalam menilai mutu pelayanan yang baik, dan
merupakan pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini
karena memberikan informasi terhadap suskesnya pemberian pelayanan
bermutu dengan nilai dan harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri
untuk menetapkan standar mutu pelayanan yang di kehendaki (Hafizurrachman,
2004).
Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni
beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang
pernah dirasakan, oleh karena itu perilaku konsumen dapat juga diartikan
sebagai model perilaku pembeli (Ilyas, 1997).
Kotler (1997), mendefenisikan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat
perasaan seseorang setelah menbandingkan kinerja (atau hasil) yang dia
rasakan dibandingkan dengan harapannya. Menurut Gerson (2004), kepuasan
pasien adalah persepsi bahwa harapan telah terpenuhi atau terlampaui.
Sedangkan menurut Nurachmah (2005), kepuasan pasien didefinisikan sebagai
evaluasi paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi
atau melebihi harapan.
Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added
value bagi dokter, perawat, termasuk peimpinan institusi penyedia jasa
pelayanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan yang diberikan kepada
pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau sesuatu yang bersifat
emosional. Kepuasan pasien adalah tanggapan pasien terhadap kesesuaian
tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi) pasien sebelum mereka
menerima jasa pelayanan dengana sesudah pelayanan yang mereka terima
(Muninjaya, 2009).
Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan dari persepsi pasien dan
keluaraga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator
kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukan hal-hal yang bagus mengenai
pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien
mengindikasikan dengan perilaku positifnya maka dapat kita tarik kesimpulan
bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Purnomo,2002).
Menurut Sabarguna (2004), kepuasan pasien adalah merupakan nilai
subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Tapi walaupun subyektif
tetap ada dasar subyektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu dan pengaruh
lingkungan waktu itu, tetapi tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan
obyektif yang ada.
Kepuasan pasien adalah tingkat kepauasan pelayanan pasien dari persepsi
pasien atau keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai, apabila diperoleh
hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan
kemampuan pasien atau keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi
lingkungan fisik dan memperioritaskan kebutuhan pasien, sehingga tercapai
keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat rasa puas atau hasil dan
deritaderita serta jerih payah yang telah dialami guna memeroleh hasil tersebut
(Soejadi, 1996).
Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan
mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan
peningkatan mutu pelayanan. persentase pasien yang menyatakan puas terhadap
pelayanan berdasarkan hasil survei dengan instrument yang baku (indikator
kinerja rumah sakit, Depkes RI Tahun 2005, dalam Nursalam, 2011).
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya sama atau melebihi harapannya atau sebaliknya. Ketidakpuasan
atau kekecewaan pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut
diatas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut. Kepuasan
pasien adalah salah satu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya
dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007).
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang
diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan
harapannya. Pasien akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan sesuai
dengan harapan pasien atau bahkan lebih dari apa yang diharapkan pasien.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Kepuasan tidak hanya di pengaruhi oleh faktor dari pihak pemberi pelayanan
saja, tetapi juga dipengaruhi faktor dari luar maupun dari dalam diri pasien.
Faktor dari dalam mencakup sumber daya manusia, pendidikan, pengetahuan,
dan sikap. Faktor dari luar mencakup budaya, sosial ekonomi, keluarga dan
situasi yang dihadapi (Gerson, 2004).
Menurut Budiastuti (2002 dalam Purwanto, 2007) pasien dalam mengevaluasi
kepuasan terhadap jasa pelayanan yang di terima mengacu pada beberapa
faktor, antara lain :
a. Kualitas produk dan jasa
Pasien akan puas bila kualitas produk atau jasa yang di tawarkan
relative fabaik dan yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap
kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas
produk jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan
dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit
aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat
dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang di jual (Lusa,
2007, Dalam Purwanto, 2007).
Kualitas produk ini merupakan dimensi global dan paling tidak memiliki
6 elemen, yaitu penampilan produk (performance), daya tahan (durability),
keistimewaan (feature), keandalan/dapat dipercaya (reliability), konsistensi
(consistency), dan model (design). Pelanggan akan merasa puas saat
membeli produk yang kualitasnya bagus, tahan lama, modelnya cantik, dan
memiliki banyak keunggulan (fasilitas). Produk yang berbentuk pelayanan
jasa, kualitas yang baik dapat diartikan sebagai pelayanan yang tepat waktu,
aman, paripurna, dan di berikan oleh ahli, dan mudah di jangkau (secara jarak
maupun biaya) (Irawan, 2009).
b. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh
pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat
bersumber dari faktor yang relative spesifik., seperti pelayanan rumah sakit,
petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 19989). Proritas
peningkatan kepuasan pasien adalah memparbaiki kualitas pelayanan
dengan mendistribusikan pelayanan adil, pelayanan yang ramah dan sopan,
kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis
(Marajabessy, 2008).
c. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum
terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah
mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar
terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan keesehatan (Robert
dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang karena pelayanan yang
menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapatkan palayanan yang
sebaik itu, rasa tidak menyanangkan dan kekecewaan terhadap suatu
pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit.
d. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya
semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang
lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga
murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
e. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan
biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa
pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut, Lusa
(2007), biaya dapat di jabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan
komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang
sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan
bagi masyarakat miskin, dan sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas
biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi
yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya
perawatan.
a. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi perilaku individu, yang
mana makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang tentang kesehatan, maka
makin tinggi untuk berperan serta.
b. Kesadaran
Bila pengetahuan tidak dapat dipahami, maka dengan sendirinya timbul suatu
kesadaran untuk berperilaku berpartisipasi.
c. Sikap positif
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sedangkan salah satu kompensasi dari sikap yang
positif adalah menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan
memperhatikan stimulus yang di berikan.
d. Sosial ekonomi
Pelayanan yang diberikan oleh perawat sessuai dengan biaya yang telah di
keluarkan oleh pasien. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh pasien maka
semakin baik pelayanan yang diberikan.
e. Sistem nilai
Sistem nilai seseorang pasien sangat mempengaruhi seseorang pasien untuk
mempersepsikan palayanan kesehatan yang diberikan
f. Pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan di terimanya.
Tingkat pemahaman pasien terhadap tindakan yang diberikan akan
mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang terhadap tindakan.
g. Empati yang di tunjukan oleh pemberi pelayanan kesehatan.
Sikap ini akan menyentuh emosi pasien, faktor ini akan berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan pasien (compliance).
4. Mengukur tingkat kepuasan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau
penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Pupranto
(2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentuan pelanggan,
kemudian dimonitori dari tingkat kualitas yang di inginkan dan akhirinya
merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan
dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan
informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat
digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan
(kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan
yang pernah di rasakan sebelumnya.
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam
penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila
pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka
pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien. Tingkat kepuasan
pelanggan terhadap pelanyanan merupakan faktor yang penting dalam
pengembangan suatu sistem penyedia pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan
dampak pelayanan terhadap populasi dan sasaran (Hadisugito, 2005). Bila
pelanggan tidak puas atau kecewa, harus segera di ketahui faktor penyebabnya
dan segara dilakukan koreksi atau perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk
melakukan koreksi atau perbaikan hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan
menjadi tidak bermanfaat. Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan
pelanggan adalah untuk dapat segera mengetahui faktor-faktor yang membuat
para pelanggan tidak puas, dapat segera diperbaiki, sehingga pelanggan tidak
kecewa.
Menurut kotler (2007), ada beberapa metode dalam pengukuran kepuasan
pelanggan :
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)
memberikan keseempatan yang luas kepada pelanggan untuk
menyampaikan keluhan dan saran. Misalnya dengan menyediakan kotak
saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan.
b. Ghost shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pembeli potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman
mereka
c. Lost customer analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.
d. Survei kepuasan pelanggan
Penelitian survey dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung.
Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen
penawaran berdasarkan derajat pentingannya setiap elemen dan seberapa
baik perusahaan dalam masing-masing elemen. Melalui survey perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari
pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh
perhatian terhadap para pelanggannya.
5. Manfaat Pengukuran Kepuasan
Menurut Gerson (2004), manfaat utama pengukuran dari program
pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif.
Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagimana mereka malakukan
pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa
yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasrkan pengukuran
tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan anatra lain sebagi berikut
:
a. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi,
yang kemudian di terjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada
pelanggan.
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar
prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu
yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
c. Pengukuran memberikan uman balik seegera kepada palaksana, terutama
bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi
pelayanan.
d. Pengukuran memberitahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi
ini juga bisa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran motivasi orang untuk melakukan dan mancapai tingkat
produktivitasnya yang lebih tinggi.