Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Tekanan darah yang berubah-ubah sepanjang hari sesuai dengan situasi.

Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas atau

sewaktu melakukan aktivitas fisik dan turun selama tidur dan selanjutnya

tekanan darah akan kembali menjadi normal. Apabila tekanan darah tetap

tinggi maka disebut sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi (Hull, 2005).

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberikan

gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak),

penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah), dan left ventricle

hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target di otak yang berupa stroke,

hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian yang

tinggi, dan membuat kematian no 1 di dunia (Indryani Nur. w, 2009)

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang

menetap. Tekanan darah bagian atas adalah tekanan darah sistolik, sedangkan

bagian bawah adalah tekanan diastolik. Tekanan sistolik (bagian atas) adalah

tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung berkontraksi dan

memompakan darah melalui arteri. Tekanan diastolik (angka bawah) adalah

tekanan pada waktu jatuh ke titik terendah dalam arteri. Secara sederhana

seseorang disebut hipertensi apabila tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg

10
11

dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Tekanan darah yang ideal

adalah 120/80 mmHg (Sunardi, 2000).

2.1.2 Etiologi Hipertensi

Dari beberapa sumber kepustakaan yang diperoleh penulis, etiologi yang

berhubungan dengan penyakit hipertensi adalah sebagai berikut :

2.1.2.1 Umur

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi

lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut

cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar diatas usia

65 tahun (Depkes,2006). Hipertensi berdasarkan gender ini dapat

dipengaruhi oleh faktor psikologis. Wanita seringkali mengadopsi

perilaku tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak

seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan, depresi

dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan kaum pria lebih

berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman

terhadap pekerjaan dan pengangguran (Sutanto, 2010).

Sedangkan Yogiantoro (2006) menyebutkan bahwa individu

berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi.

Menurut Krummel (2004) memaparkan bahwa tekanan sistolik

terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus

meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara

perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi


12

umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh

baya yakni cenderung meningkat khususnya pada usia lebih dari 40

tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas. Setelah usia 45

tahun terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.

Dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya

penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh

darah akan berangsur- angsur menyempit dan menjadi kaku.

Disamping itu, pada usia lanjut sensitivitas pengaturan tekanan

darah yaitu refleks baroreseptor mulai berkurang, demikian juga

halnya dengan peran ginjal, dimana aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerulus menurun (Kumar, et all, 2005 ).

Dalam penelitian Dian, dkk (2008) diketahui tidak

terdapatnya hubungan yang bermakna antara usia dengan penderita

hipertensi. Namun, penelitian Aisyiyah (2009) diketahui bahwa ada

hubungan nyata positif antara umur dan hipertensi. Penelitian Irza

(2009) menyatakan bahwa resiko hipertensi 17 kali lebih tinggi

pada subjek usia lebih dari 40 tahun dibandingkan dengan yang

berusia 40 tahun. Berarti diketahui bahwa kejadian hipertensi.

2.1.2.2 Jenis Kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana

pria lebih banyak dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya

hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding


13

wanita. Namun setelah memasuki menopouse, prevalensi

hipertensi pada wanita meningkat (Depkes, 2006). Hal tersebut

dikarenakan adanya pengaruh hormon estrogen yang dapat

melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Kadar hormon ini

akan menurun setelah manepouse (Gray,2005).

Data Riskesdas menyebutkan bahwa prevalensi penderita

hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%)

dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan menurut Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun,

laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan.

Dari umur 55 sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan

dibanding laki-laki yang menderita hipertensi.

2.1.2.3 Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga mempertinggi risiko terkena penyakit

hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya

faktor genetik ini juga diperngaruhi faktor-faktor lingkungan lain.

Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan

garam dan renin membran sel (Depkes, 2006). Hipertensi

cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang

tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita

mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika


14

kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita

mendapatkan penyakit tersebut 60% (Sheps, 2005).

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti

dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada

kembar monozigot (satu sel telur) dari pada heterozigot (berbeda sel

telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi

primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi

terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya

berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul

tanda dan gejala (Susanto, 2010).

2.1.2.4 Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari

pada yang berkulit putih, serta lebih besar tingkat morbiditas

maupun mortalitasnya. Sampai saat ini, belum diketahui secara

pasti penyebabnya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa terdapat

kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin

bersifak poligenik (Gray,2005).

Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan

makan, susunan genetika, dan sebagainya yang dapat

mengakibatkan angka kesakitan dan kematian. Salah satu contoh

dari pengaruh pola makan yaitu angka tertinggi hipertensi di

Indonesia tahun 2000 adalah suku Minang. Hal ini dikarenakan

suku Minang atau orang yang tinggal di pantai, biasanya


15

mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai makanan asin

(Cahyono, 2008).

2.1.2.5 Obesitas

Menurut penelitian Hull (2005) menunjukkan adanya

hubungan antara berat badan dan hipertensi. Bila berat badan

meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga

meningkat. Penurunan berat badan merupakan pengobatan yang

efektif untuk hipertensi.Obesitas juga erat kaitannya dengan

kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi

lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena

beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah

yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke

jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui

pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan

lebih besar pada dinding arteri, yang akan meimbulkan terjadinya

kenaikan tekanan darah Selain itu, kelebihan berat badan juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung (Sheps, 2005).

2.1.2.6 Konsumsi Natrium (Na)

Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama

dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium

dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam

dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda
16

kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoat, dan vetsin

(monosodium glutamat). Kelebihan natrium akan menyebabkan

keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan

hipertensi. WHO menganjurkan bahwa konsumsi garam yang

dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol

natrium atau 2400 mg/hari. Berikut ini merupakan fungsi dari

natrium, yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium

menjaga     keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut.

2. Mengatur osmolaritas cairan, pH, dan volume darah

3. Membantu transmisi rangsangan saraf dan kontraksi otot.

2.1.2.7 Stress

Dalam Cahyono (2008), stres adalah respon fisiologik,

psikologik, dan perilaku seseorang individu dalam menghadapi

penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal maupun

eksternal. Sedangkan menurut Hawari (2001), stress adalah respons

tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban

atasnya (stresor psikososial) yang berdampak pada sistem

kardiovaskuler. Stresor Psikososial itu sendiri terdiri dari:

perkawinan, orangtua, antar pribadi, pekerjaan, lingkungan,

keuangan, hukum, perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga,

dan trauma.
17

Menurut Depkes RI (2006) dan Sutanto (2010), stres atau

ketegangan jiwa (rasa murung, tertekan, marah, dendam, takut dan

bersalah). Ketika otak menerima sinyal bahwa seseorang sedang

stres, perintah untuk meningkatkan sistem simpatetik berjalan dan

mengakibatkan hormon stres dan adrenalin meningkat. Lever

melepaskan gula dan lemak dalam darah untuk menambah bahan

bakar. Nafas menjadi lebih cepat sehingga jumlah oksigen

bertambah. Sehingga menyebabkan kerja jantung menjadi semakin

cepat.

2.1.3 Klasifikasi Hipertensi


1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi esensial/primer.

Penyebab hipertensi ±90% Tidak jelas dari seluruh kejadian

hipertensi. Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul

terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu

(Yogiantoro, 2006). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan

tetapi dapat dikontrol (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

2006).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan

dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes,

kelainan sistem syaraf pusat. Jumlah kejadiannya mencapai ± 10%, dan


18

awal mula dari penyakit diatas adalah penyakit degeneratif yang benama

hipertensi yang mengelami komplikasi (Sunardi, 2000).

2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hiptertensi

Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee On Prevention,

Detection Evaluation, and Treatment Of High Blood Pressure (JNC 7).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi tekanan darah Sistolik Diastolik


Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 - 139 80 -89
Hipertensi derajat 1 140 - 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≤ 160 ≤ 100

WHO dan International Society of Hypertension Working Group

(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,

normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi

berat (Sani, 2008).

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
19

Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99


Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan
140-149 <90

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi


Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi karena adanya gangguan

dalam sistem peredaran darah. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan

sirkulasi darah, gangguan keseimbangan cairan dalam pembuluh darah atau

komponen dalam darah yang tidak normal. Gangguan tersebut menyebabkan

darah tidak dapat disalurkan ke seluruh tubuh dengan lancar. Untuk itu,

diperlukan pemompaan yang lebih keras dari jantung. Hal ini akan berdampak

pada meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah atau disebut hipertensi

(Price dan Wilson, 2002).

Tekanan darah adalah fungsi berulang-ulang dari cardiac output karena

adanya resistensi periferal (resistensi dalam pembuluh darah untuk

mengalirkan darah). Diameter pembuluh darah ini sangat mempengaruhi

aliran darah. Jika diameter menurun misalnya pada aterosklerosis,

resistensi dan tekanan darah meningkat. Jika diameter meningkat misalnya

dengan adanya terapi obat vasodilator, resistensi dan tekanan darah menurun.

Ada dua mekanisme yang mengontrol homeostatik dari tekanan darah, yaitu:

1. Short term control (sistem saraf simpatik). Mekanisme ini sebagai

responterhadap penurunan tekanan, system saraf simpatetik


20

mensekresikan nonepinephrine yang merupakan suatu vasoconstrictor

yang akan bekerjam pada arteri kecil dan arteriola untuk meningkatkan

resistensi peripheral sehingga tekanan darah meningkat.

2. Long term control (ginjal). Ginjal mengatur tekanan darah dengan cara

mengontrol volume cairan ekstraseluler dan mensekresikan renin yang

akan mengaktivasi system renin dan angiotensin (Price dan Wilson,2006).

Pengaruh genetik + Faktor


lingkungan

Defek dalam Vasokontriksi Defekk dalam


homeostasis fungsional pertumbuhan dan
natrium ginjal struktur otot polos
pembuluh
21

Ekskresi natrium
kurang memadai

Retensi garam dan ↑


↑penebalan
air reaktivitas
dinding
vaskuler
pembuluh
↑volume plasma ↑hormon
dan ecf

↑ resisten
↑curah jantung
perifer

Hipertensi

Sumber: Price dan Wilson ( 2002)

Gambar 2.1 Bagan Patofisiologi Hipertensi

Ket Bagan Patofisiologi Hipertensi :

Berdasarkan bagan di atas, proses terjadinya hipertensi melalui tiga

mekanisme, yaitu: gangguan keseimbangan natrium, kelenturan atau

elastisitas pembuluh darah berkurang (menjadi kaku), dan penyempitan

pembuluh darah yang mengakibatkan kerja jantung semakin berat dan

menjadikan tekanan pada pemompaan darah menjadi lebih tinggi.

2.1.5 Manifestasi Klinis Hipertensi


22

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi,

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu

sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar

tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,

berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi

hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan; penglihatan, saraf,

jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan

kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan

kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma (Cahyono,2008).

2.1.6 Diagnosis Hipertensi


Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran berulang

paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat sampai enam

minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan sphigmomanometer yang

tepat sehingga menambah jumlah pengukuran untuk analisis, serta

pengukuran lebih baik dilakukan pada saat pasien atau klien bangun tidur,

karena pada saat bangu tidur kondisi klien masih rileks dan kemungkinan

tekanan darah yang mengalami gangguan akan terdiagnosis dengan benar

(Gray : 2005).

Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor risiko penyakit

hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

1 Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,

riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau


23

kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor

psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)

2 Pengukuran tekanan darah.

3 Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan

tinggi badan.

Pemeriksaan penunjang, Menurut Mansjoer, dkk (2001) dalam

Sugihartono (2007), pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan

laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan

menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari

penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap,

kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total,

kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti

klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan

ekokardiografi.

2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi

Diketahui bahwa tingginya pendidikan dan pendapat pada masyarakat

memiliki kemampuan yang lebih dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

untuk melakukan pengobatan sedangkan dengan pendapatan yang rendah

dan pengetahuan masyarakat yang kurang mengekibatkan pemanfaatkan

pelayanan kesehatan yang ada tidak maksimal atau kurang maksimal,

mungkin oleh karena tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli obat
24

atau keperluan yang lain, hal itu dapat mengakibatkan penyakit yang diderita

bertambah parah (Baliwati, 2004).

1 Penatalaksanaan Non Farmakologis atau Perubahan Gaya Hidup `

Menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006).

Penatalaksanaan non farmakologis yang berperan dalam keberhasilan

penanganan hipertensi adalah dengan memodifikasi gaya hidup. Pada

hipertensi derajat I, pengobatan secara non farmakologis dapat

mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak

diperlukan atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi

diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai

pelengkap untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik.

Modifikasi gaya hidup yang dianjurkan dalam penanganan hipertensi

antara lain :

1) Mengurangi Berat Badan Bila Terdapat Kelebihan

Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi,

diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Penerapan pola makan

seimbang dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan

darah. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, pengurangan

sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3

mmHg per kg berat badan.

Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat

badan atau obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada

orang berusia sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi. Dalam


25

perencanaan diet, perlu diperhatikan asupan kalori agar dikurangi

sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 0,5

kg berat badan per minggu.

2). Olahraga Dan Aktifitas Fisik

Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan

bersepeda berperan dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik

yang cukup dan teratur membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat

dapat memompa darah lebih banyak dengan usaha minimal, sehingga

gaya yang bekerja pada dinding arteri akan berkurang. Hal tersebut

berperan pada penurunan Total Peripher Resistance yang bermanfaat

dalam menurunkan tekanan darah. Namun olahraga isometrik

seperti angkat beban perlu dihindari, karena justru dapat menaikkan

tekanan darah.

Melakukan aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik

sekitar 5-10 mmHg. Olahraga secara teratur juga berperan dalam

menurunkan jumlah dan dosis obat anti hipertensi. Apabila tekanan

darah berada pada batas normal yaitu120/80 mmHg, maka olahraga

dapat menjaga kenaikan tekanan darah seiring pertambahan usia.

Olahraga teratur juga membantu Anda mempertahankan berat

badan ideal, yang merupakan salah satu cara penting untuk

mengontrol tekanan darah.

3). Mengurangi Asupan Garam


26

Pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan

dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Jumlah

garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan

dalam daftar diet. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari

atau dengan kata lain konsumsi garam dapur tidak lebih dari

seperempat sampai setengah sendok teh garam per hari. Penderita

hipertensi dianjurkan menggunakan mentega bebas garam dan

menghindari makanan yang sudah diasinkan. Adapun yang disebut diet

rendah garam, bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi

mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium. Pedoman diet

merekomendasikan orang dengan hipertensi harus membatasi asupan

garam kurang dari 1.500 miligram sodium sehari.

4). Diet Rendah Lemak Jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis

yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah, sehingga diet rendah

lemak jenuh atau kolesterol dianjurkan dalam penanganan hipertensi.

Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari-hari dan dari hasil

sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya apabila dikonsumsi

lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh tubuh.

5). Diet Tinggi Serat

Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi.

Serat banyak terdapat pada makanan karbohidrat seperti kentang,


27

beras, singkong dan kacang hijau, serta pada sayur-sayuran dan

buah-buahan antara lain pepaya, pisang, belimbing alpukad, semangka.

Serat dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena

serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan

selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan tersebut dapat

dicapai apabila makanan yang dikonsumsi mengandung serat

kasar yang cukup tinggi.

6). Tidak Merokok

Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan

darah, hal tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam

rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan

darah meningkat. Tekanan darah akan turun secara perlahan dengan

berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan obat yang

dikonsumsi tidak bekerja secara optimal.32

7). Istirahat Yang Cukup

Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel

dalam tubuh. Istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu.

Meluangkan waktu tidak berarti istirahat lebih banyak daripada

melakukan pekerjaan produktif sampai melebihi kepatuhan.

Meluangkan waku istirahat perlu dilakukan secara rutin di antara

ketegangan jam sibuk bekerja sehari-hari. Bersantai juga bukan berarti

melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan


28

istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan

mengembalikan keseimbangan hormon dalam tubuh.

2. Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi farmakologis adalah dengan menggunakan obat-obatan

antihipertensi. Obat-obatan yang termasuk dalam antihipertensi

diantaranyan deuritik, alfa bloker, beta bloker, vasodilator, antagonis

kalium, penghambat ACE. Masing-masing obat antihipertensi memiliki

efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi. Berdasarkan uji

klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan bahwa:

a. Keuntungan pengobatan anti-hipertensi adalah pengobatan yang

berguna untuk penurunan tekanan darah.

b. Pengelompokan pasien berdasarkan keperluan pertimbangan khusus

yaitu kelompok indikasi yang memaksa dan keadaan khusus lain.

c. Terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan darah dicapai secara

progresif dalam beberapa minggu. Dengan dosis rendah lalu perlahan

itingkatkan dosisnya.

d. Menggunakan obat anti-hipertensi dengan masa kerja panjang atau yang

memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari.

e. Pilihan memulai terapi dengan satu jenis obat anti-hipertensi atau

dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya

komplikasi (Yogiantoro, 2006).

2.1.8 Komplikasi Hipertensi


29

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel

arteri dan mempercepat atherosklerosis. Bila penderita memiliki faktor-faktor

risiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan

morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi

Farmingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang

bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal

jantung (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Dalam Gray (2005) dan Suhardjono (2006), hipertensi yang tidak

diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya akan

memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Selain itu penurunan

tekanan darah dapat mencegah demensia dan penurunan kognitif pada usia

lanjut. Kemunduran kognitif ditandai dengan lupa pada hal-hal yang baru,

akan tetapi masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Kerusakan organ

yang terjadi berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi.

2.2 Buah Pepaya


2.2.1 Konsep Buah Pepaya
Tanaman pepaya merupakan tanaman yang berasal dari amerika tengah.

Pepaya di indonesia di sebarkan oleh para pedagang spanyol. Tanaman

pepaya memiliki nama ilmiah carica papaya. Di indonesia memilki banyak

nama diantaranya kates, betis, gedang, punti kayu dan lain-lain. Produksi buah

pepaya di indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

kesadaran masyarakat akan manfaat buah pepaya untuk kesehatan. Saat ini,

pepaya merupakan buah nomer lima terbanyak yang di konsumsi oleh


30

masyarakat di indonesia. Pepaya memiliki bebrapa jenis diantaranya pepaya

california, pepaya gantung, pepaya semangka (Murdijati Gardjito Dan Umar

Saifudin, 2011).

Pepaya memiliki ciri-ciri fisik tidak bercabang, batang berbentuk

rongga, bulat, tidak berkayu, dan terdapat tonjolan bekas tangkai daun yang

sudah rontok.daun pepaya terkumpul di ujung batang dan berbentuk menjari.

Buah pepaya berbentuk bulat hingga memanjang tergantung jenisnya saat

muda buah berwarna hijau, setelah tua buah pepaya berwarna kekuningan.

Buah pepaya memiliki rongga di tengahnya, tangkai buahnya berukuran

pendek, biji buahnya berwarna hitam dan diselimuti lapisan tipis.buah pepaya

dapat berbuah sepanjang tahun, Dimulai umur 6-7 bulan dan mulai berkurang

setelah berumur 4 tahun (Thomas A. N. S, 2011).

2.2.2 Kandungan Buah Pepaya


Pepaya mengandung zat yang sering disebut papain. Komposisi pada

buah pepaya cukup tinggi. Pada buah pepaya masak setiap 100gram (1ons)

mengandung kalori sebanyak 46 kal yang berarti lebih besar terhadap buah

pepaya muda yang hanya 26 kalori.buah pepaya masak juga mengandung

vitamin A sebesar 365 SI (satuan internasional). Vitamin B 0,04mg, vitamin C

78mg, zat besi 1,7mg, protein 0,5gr, air 86,7gr, pepaya tidak mengandung

lema, pepaya memilki efek dieuretik pada dosis dosis 5 dan 10ml/kkbb (setara

dengan 6,35gr buah segar), serta kalium sebanyak 150mg atau hampir 5% dari

kebutuhan kalium harian orang dewasa (Thomas A. N. S, 2011).


31

2.2.3 Manfaat Buah Pepaya


. Pepaya memiliki banyak kandungan dan memiliki banyak manfaat

untuk kesehatan. Manfaatnya antara lain menurunkan tekanan darah

(hipertensi), cacingan, gangguan pencernaan, jerawat, penguat lambung,

peluruh kencing, peluruh haid (Thomas A. N. S,2011).

2.3 Pengaruh Sari Buah Pepaya Terhadap Penurunan Tekanan Darah

Pengobatan hipertensi dapat menggunakan terapi farmakalogi dan non

farmakologi. Pengobatan farmokologi adalah pengobatan yang di lakukan dengan

cara pemberian obat antihipertensi dalam betuk oral, intravena, yang berguna untuk

menurunan tekanan darah pada klien dengan kondisi yang mendesak yang diharapkan

secara cepat menurunkan tekanan darah pada klien (Farmakope edisi 5, FKUI, 2011).

Terapi non farmakologi sebagai alternatif pengobatan karena tidak meliki efek

samping yang bisa merusak fungsi dari organ lain, maka dari itu modifikasi gaya

hidup dengan pemberian sari buah pepaya dapat menurunkan hipertensi.

Sari buah pepaya sangatlah mudah untuk dibuat, masyarakat juga bisa membuat

sendiri di rumah. Sari buah pepaya dapat dibuat dengan cara di parut dan di blender.

Sebelum sari buah pepaya dibuat, pilih terlebih dahulu pepaya yang sudah masak

(mengkal) ini di karenakan pada buah pepaya yang sudah masak memiliki manfaat

yang lebih banyak dari pada buah pepaya yang masih muda. Pembuatan sari pepaya

dengan diparut hanya memerlukan parutan dan saringan. Buah pepaya yang sudah di

kupas dan di bersihkan dari biji diparut seperti memarut kelapa, setelah di hasilkan

tekstur yang lembut letakkan hasil parutan dalam saringan dan lalu saring buah
32

pepaya. Pembuatan sari dengan di blender sangatlah mudah dan cepat, serta tidak

memerlukan tenaga yang banyak. Potong-potong buah pepaya yang sudah di kupas,

masukkan pada tempat blender, tidak usah ditambah gula dan tambahkan air sedikit

kedalam buah yang akan di blender. Pepaya yang sudah di blender jangan di saring

karena dengan di blender dihasilkan sari buah pepaya yang sudah halus dan siap

langsung dikonsumsi (Sutomo B, 2008).

Untuk mendapatkan efek antihipertensi dalam menurunkan tekanan darah, sari

buah pepaya dapat di minum setelah bangun tidur dan sebelum tidur atau dua kali

sehari. Dengan mengkonsumsi sari buah pepaya sebelum makan akan menyiapkan

lambung sebelum di isi oleh makanan dan serat yang masuk dahulu akan mencuci

lambung, berguna untuk memperlancar peredaran darah, serta sebelum tidur berguna

untuk merilekskan jantung yang seharian kita gunakan untuk beraktifitas karena

adanya kandungan kalium yang mengontrol aktivitas listrik dalam jantung. Efek

penurunan tekanan darah di dapat dari kandungan kalium dan flovanoid. Kalium

dalam darah berguna untuk menjaga kesehatan kardiovaskuler dengan cara

mengontrol aktivitas listrik jantung dan menurunkan tekanan darah, khususnya bagi

yang mengalami tekanan darah tinggi atau yang beresiko mengalmi tekanan darah

tinggi. Flovanoid memiliki efek deuritik yang bekerja meningkatkan ekskresi

natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.

Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme

tesebut, beberapa deuritik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menanmbah

efek hipotensi. Efek ini diduga akibat penurunan natrium diruang intertesial dan

didalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat implus kalium.
33

Dalam 1 buah pepaya memiliki kandungan kalium sebesar 150 mg kalium, atau

hampir 10% dari kebutuhan harian kalium untuk dewasa. Senyawa alami pada

pepaya yang lain adalah ACE inhibitor. ACE inhibitor berkerja menghambat

pelepasan angiotensin-2 sebuah subtansi yang memiliki efek meningkatkan tekanan

darah melalui vasokontriksi pada pembuluh darah (Sharrock dan Lusty, 2000).

Menurut Prof. Made Astawan dalam megia (2008) menyebutkan bahwa

kandungan mineral yang paling menonjol pada buah pepaya adalah kalium. Rata-rata

buah pepaya ukuran sedang dapat menyumbangkan kalium sebesar 440 mg.

Mekanisme kalium dalam mencegah penyakit hipertensi adalah dengan menjaga

dinding pembuluh darah besar (arteri) tetap elastis dan mengoptimalkan fungsinya.

Begitu juga dengan magnesium yang selain dapat membantu menurunkan tekanan

darah juga mencegah denyut jantung tidak teratur.

Menurut Schmidt (2007) menerangkan bahwa kalium dapat menjaga kesehatan

kardiovaskuler dengan cara mengontrol aktivitas elektrik jantung dan menurunkan

tekanan darah, khususnya bagi yang memiliki resiko atau sedang mengalami

peningkatan tekanan darah.  Kebutuhan  kalium yang dikonsumsi  untuk menurunkan

tekanan darah dan resiko penyakit kardiovaskuler, stroke, dan penyakit jantung

koroner pada dewasa adalah 4700 mg per hari, dan salah satu makanan yang

mengandung tinggi kalium ialah pisang, yaitu sekitar 422 mg kalium.

Para relawan dari fakultas kedokteran di Manipal, India Selatan. Relawan-

relawan tersebut diminta untuk makan pepaya. Selama satu minggu tekanan darah

mereka turun 10%. Hal ini terjadi karena meningkatnya kadar angiotensin II dalam

tubuh akan diikuti dengan kenaikan tekanan darah karena angiotensin II


34

menyebabkan pembuluh-pembuluh darah mengerut. ACE inhibitor pada pepaya

bekerja dengan cara mengekang aksi ACE yang memerintahkan penghambatan

pelepasan Angiotensin II. Para peneliti tersebut juga menemukan, buah yang sudah

ranum ternyata mempunyai efek ACE inhibitor yang lebih besar dibandingkan

dengan buah yang masih mentah (Gatra : 1999). Beberapa komponen penting dalam

pepaya bersifat sebagai angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors. Enzim ini

mengatur pelepasan angiotensin II yang merupakan substansi penyebab

meningkatnya tekanan darah melalui konstraksi pembuluh darah (Megia, 2008:38).

Menurut Kowalski, 2010 menerangkan bahwa terdapat penurunan tekanan

darah setelah di berikan sari buah pepaya, hal ini disebabkan kerena pepaya memiliki

kandungan kalium yang tinggi dibandingkan dengan natrium. Idealnya rasio kalium

terhadap natrium dalam makanan adalah 5 : 1, sedangkan pada buah pepaya 92 : 1,

tingginya rasio kalium terhadap natrium sangat bermanfaat untuk menurunkan

hipertensi. Terlalu banyak natrium dalam darah merupakan signal untuk

meningkatkan tekanan darah, dengan kalium yang tinggi dalam buah pepaya

mengimbangi jumlah natrium dalam darah yang dapat menurunkan tekanan darah.

Dalam penelitian ini (Sherwood, 2001) mengatakan dengan mengkonsumsi

kalium antara 2-5gram perhari didapat hasil bahwasannya adosteron dalam darah

tidak mengalami peningkatan. Aldosterosn merupakan suatu mineral kortikoid yang

berfungsi menjaga keseimbangan kalium dan natrium, serta berperan dalam simtem

Renin Angiotensin Aldosteron (RAA). Beban natrium dalam tubuh terjadi

peningkatan, yang mengakibatkan cairan ekstraselular meningkat, sehingga terjadi


35

penigkatan tekanan darah arteri. Jika tekanan darah arteri meningkat, renin yang

diproduksi menurun dan angiotensin I juga mengalami penurunan disertai dengan

angitensin II yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan aldosteron. Adanya

penurunan aldosteron ini menyebabkan penurunan sekresi kalium oleh ginjal

ditubulus distal. Oleh karena itu, kalium yang diekskresi dalam urin menurun.

Sebaliknya terjadi penurunan reasorbsi natrium oleh ginjal yang pada akhirnya akan

meningkatkan ekskresi natrium dalam urin dan terjadi penurunan cairan intravaskular

dikarenakan natrium keluar. Dengan penurunan caitan intravaskuler terjadi penurunan

tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai