BAB I PENDAHULUAN
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia memiliki kecenderungan menurun dari tahun ke
tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program Keluarga Berencana
(KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an menunjukan hasil yang positif.
Dilansir dari data Biro Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia
hingga akhir 2017 lalu berada di angka 1,36 persen.
Melihat angka ini, laju pertumbuhan penduduk Indonesia memiliki kecenderungan menurun dari
tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program Keluarga
Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an menunjukkan hasil.
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia memiliki kecenderungan menurun dari tahun ke
tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program Keluarga Berencana
(KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an menunjukan hasil yang positif.
Dilansir dari data Biro Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia
hingga akhir 2017 lalu berada di angka 1,36 persen.
Melihat angka ini, laju pertumbuhan penduduk Indonesia memiliki kecenderungan menurun dari
tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah untuk menekan LPP dengan adanya program Keluarga
Berencana (KB) yang diluncurkan pada tahun 1980-an menunjukkan hasil.
Pemerintah sendiri melalui BKKBN menargetkan TFR menjadi 2,26 anak per
wanita di tahun 2020. Sementara ASFR (Age Specific Fertility
Rate) kelompok 15-19 tahun ditargetkan turun menjadi 25/1000 kelahiran di
tahun 2020.
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menjelaskan bahwa pandemi
Covid-19 sangat berdampak terhadap Kegiatan Pelayanan KB yang dijalankan
BKKBN.
Hal itu berimbas pada penurunan peserta KB, menurut Hasto terdapat
penurunan peserta KB pada bulan Maret 2020 apabila dibandingkan dengan
bulan Februari 2020 di seluruh Indonesia. Pemakaian IUD pada Februari
2020 sejumlah 36.155 turun menjadi 23.383. Sedangkan implan dari 81.062
menjadi 51.536, suntik dari 524.989 menjadi 341.109, pil 251.619 menjadi
146.767, kondom dari 31.502 menjadi 19.583, MOP dari 2.283 menjadi 1.196,
dan MOW dari 13.571 menjadi 8.093.
Newest
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengantisipasi
adanya ledakan angka kelahiran atau baby boom yang terjadi saat pandemi virus
Corona atau Covid-19.
Kekhawatiran adanya ledakan angka kelahiran itu disebabkan karena penurunan
penggunaan KB selama pandemi Covid-19.
Kemudian, KB implan dari 81.062 turun menjadi 51.536, KB suntik dari 524.989
menjadi 341.109, KB metode pil dari 251.619 menjadi 146.767.
Selanjutnya, penggunaan kondom dari 31.502 menjadi 19.583, vasektomi untuk pria
dari 2.283 menjadi 1.196, dan tubektomi untuk wanita dari 13.571 menjadi 8.093.
Menurut Hasto dampak dari pandemi Covid-19 juga berakibat kepada penurunan
aktivitas dalam beberapa kelompok kegiatan program KB serta penurunan mekanisme
operasional di lini lapangan, termasuk di Kampung KB.
Dia mengatakan banyak para akseptor KB yang merasa takut ketika hendak mengakses
pelayanan KB di masa pandemi.
“Oleh sebab itu pelayanan KB ini sangat kontak secara penuh atau people to people
contact atau person to person. Sehingga ketika ada physical distancing atau social
distancing maka jelas akan menurun pelayanan itu,” ujar Hasto dalam keterangan
resmi, Minggu (3/5/2020).
Untuk mengantisipasi ledakan angka kelahiran, Hasto membuat beberapa langkah yaitu
mulai dari melakukan pembinaan kesertaan ber-KB dan pencegahan putus pakai
melalui berbagai media terutama media daring.
Kemudianm melakukan analisis melalui kader institusi masyarakat pedesaan untuk
mengetahui jumlah dan persebaran pasangan usia subur yang memerlukan pelayanan
suntik KB, pil KB, IUD dan implan, mendistribusikan kontrasepsi ulangan pil dan
kondom.
Hasto berharap besar kepada para provider kesehatan seperti para bidan dan dokter
untuk terus memberikan masukan dan kritik atas kebijakan-kebijakan yang telah
BKKBN buat selama pandemi Covid-19.
"Saya instruksikan setiap PLKB baik PNS dan Non PNS agar membuatkan group
sebanyak-banyak dengan kader dan masyarakat sebagai media untuk mengedukasi
cara pencegahan terhadap Covid-19,” kata Hasto.
Hasto mengatakan, suasana wabah atau bencana saat ini harus dibalik menjadi
sebuah kesempatan. Seluruh civitas BKKBN dari pusat sampai ke daerah harus
membangun jejaring kerjasama multi level networking. Setelah wabah sudah
berakhir, jejaring ini sudah dapat terbentuk kuat sehingga bisa dimanfaatkan untuk
pembelajaran banyak hal.
Diketahui, BKKBN bekerjasama dengan lembaga non pemerintah JHCCP saat ini
juga tengah mengembangkan konten-konten yang efektif untuk digunakan para
penyuluh KB/PLKB dalam mengedukasi kader dan masyarakat melalui media daring
terutama selama masa Covid-19.
Menurutnya, kondisi yang ada saat ini merupakan situasi yang luar biasa.
Oleh karenanya, dibutuhkan kebijakan yang baru dan sesuai dengan yang
sedang terjadi di masyarakat saat ini.
Sebenarnya, lanjut Budi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah
terkait menjaga agar tidak ada kenaikan tiba-tiba jumlah kelahiran
pascapandemi. Cara pertama adalah mengonversi metode kontrasepsi
jangka pendek menjadi jangka panjang.
"Saya kira yang menjadi sebuah alternatif untuk kita sampaikan kepada
masyarakat, pertama adalah tetap dianjurkan agar para akseptor KB ini
menggunakan satu konversi pada metode kontrasepsi jangka panjang," kata
Budi, dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/5).
Alat kontrasepsi jangka pendek yakni pil atau kondom. Sementara jangka
panjang termasuk suntik implan dan IUD. Pada masa pandemi seperti saat
ini, suntik bisa diganti dengan implan yang bisa bertahan sampai tiga tahun
atau spiral yang bisa bertahan hingga lima tahun.
Cara kedua, lanjut Budi, bagi mereka yang tidak mau beralih pada metode
kontrasepsi jangka panjang, dianjurkan agar bisa memilih kontrasepsi yang
dilakukan sendiri. Contohnya adalah dengan meminum pil KB.
"Pil KB kan tidak perlu melakukan kunjungan. Sekali datang dia bisa
mengambil pil untuk tiga bulan, bahkan enam bulan sekaligus. Itu sangat
mungkin dilakukan," kata dia menjelaskan.
Pada masa pandemi ini, masyarakat diminta untuk tidak banyak pergi dan
berkumpul. Terkait hal ini, sebenarnya bisa dilakukan pengaturan agar para
klien KB ini tidak datang secara bersamaan atau melakukan antrean panjang.
"Angka kehamilan yang tidak terkendali, atau total fertility rate kita yang sudah
mulai turun ke 2,23 menjadi naik kembali. Ini terlalu risky buat kesehatan
reproduksi," kata Budi menegaskan.
Dilansir dari data Biro Pusat Statistik (BPS), Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Indonesia hingga akhir 2017 lalu berada di angka 1,36 persen.
BACAAN LAINNYA
Seperti India, Sri Lanka Stigmatisasi Muslim Pakai Corona
Pigai Tuding Kader PDIP Abal-abal, Anak Buah Megawati: Dasar Penilaiannya Apa?
Baju APD Buatan Indonesia Lolos ISO 16604 Class 3
DPR Aceh minta Pemprov tes swab COVID-19 massal
Ratusan Sekolah di Korsel Kembali Ditutup
Slogan Dua Anak Cukup yang dicanangkan Orde Baru masih populer sampai sekarang.
(Foto: Humas BKKBN).
Pada tahun 1971-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup tinggi sekitar
2,31 persen. Pertumbuhan penduduk ini kemudian mengalami penurunan yang cukup
tajam hingga mencapai 1,49 persen pada kurun waktu 1990-2000. Penurunan ini antara
lain disebabkan berkurangnya tingkat kelahiran sebagai dampak peran serta
masyarakat dalam program KB. Data terakhir (2000-2017) laju pertumbuhan penduduk
Indonesia kembali turun menjadi 1,36 persen.
“Tentunya masalah yang selalu kita hadapi dalam konsep perencanaan keluarga
adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat secara umum tentang konsep
perencanaan keluarga apalagi mengkaitkan untuk kualitas generasi mendatang yang
lebih baik” kata Dwiana Ocvyanti dalam webinar “Antisipasi Baby Boom Pasca
Pandemi” melalui aplikasi Zoom yang diselenggarakan Himpunan Obstetri dan
Ginekologi Sosial Indonesia (HOGSI), Sabtu (2/5).
Untuk itu diperlukan pemahaman secara holistik dalam upaya komunikasi terkait
perencanaan keluarga. Ia menyarankan agar sosialisasi lebih digiatkan lagi dengan
menggunakan saluran-saluran digital seperti media sosial agar tetap dapat menjangkau
masyarakat di saat pembatasan sosial seperti sekarang.
“Sepert
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menjelaskan bahwa pandemi Covid-19
sangat berdampak terhadap Kegiatan Pelayanan KB yang dijalankan BKKBN.
Menurutnya dengan kondisi layanan normal maka jumlah kelahiran sekitar 4,7 juta di
tahun 2020. Namun dengan adanya pandemi dan layanan yang terhambat maka
potensi terjadinya kelahiran atau kehamilan yang tidak diinginkan akan meningkat.