Oleh :
Clausewitz Welmatus Masala (16061050)
a. Menurut Hurlock (dalam Nia, 2011 : ) konsep diri adalah konsep seseorang dari
siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan
sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya
reaksi orang lain terhadapnya. Konsep diri mencakup citra diri fisik dan
psikologis. Citra diri fisik biasanya berkaitan dengan penampilan, sedangkan citra
diri psikologis berdasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi.
b. Song dan Hattie (dalam Nia, 2011 : ) mengemukakan bahwa konsep diri terdiri
atas konsep diri akademis dan non akademis. Selanjutnya konsep diri non
akademis dapat dibedakan menjadi konsep diri sosial dan penampilan diri. Jadi
menurut Song dan Hattie, konsep diri secara umum dapat dibedakan menjadi
konsep diri akademis, konsep diri sosial, dan penampilan diri.
c. Menurut Burns (dalam Erawati, 2011 : ) konsep diri adalah suatu gambaran
campuran dari apa yang kita pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri
kita, dan seperti apa diri yang kita inginkan.
d. Menurut William D. brooks yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmad (1985: 125)
yang menyatakan konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya
sendiri yang bersifat psikis dan sosial sebagai hasil interaksi dengan orang lain.
Berdasarkan kajian-kajian teori di atas, maka dasar teori yang digunakan untuk
menyusun kisi-kisi konsep diri adalah gabungan dari teori Hurlock dan teori Song
& Hattie yang menyatakan konsep diri adalah gabungan dari keyakinan yang
dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik,
psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Dimensi konsep diri
mencakup citra diri fisik, citra diri psikologis dan konsep diri sosial. Indikator
citra diri fisik biasanya berkaitan dengan penampilan, indikator citra diri
psikologis berdasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi. Sedangkan indikator
konsep diri sosial adalah pandangan, penilaian siswa terhadap kemampuan
bergaul dan kerjasama dengan orang lain.
Dengan adanya konsep diri individu memandang atau menilai dirinya sendiri akan
tampak jelas dari seluruh perilakunya, dengan kata lain perilaku seseorang akan
sesuai dengan cara individu memandang dan menilai dirinya sendiri. Apabila
individu memandang dirinya sebagai seorang yang memiliki cukup kemampuan
untuk melaksanakan tugas, maka individu itu akan menampakan perilaku sukses
dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya apabila individu
LANDASAN TEORI
A. KONSEP DIRI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah konsep memiliki arti gambaran,
proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu.
Istilah diri berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang lain.
Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri
atau penilaian terhadap dirinya sendiri (KBBI, 2008). Konsep diri merupakan
sebuah konstruk psikologis yang telah lama menjadi pembahasan dalam ranah
ilmu-ilmu sosial (Marsh & Craven, 2008). Shavelson, Hubner, & Stanton (1976)
menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya
sendiri, dimana persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dan interprestasi
seseorang terhadap dirinya sendiri. Marsh (1990) juga menambahkan bahwasanya
konsep diri merupakan nilai dari hasil proses pembelajaran yang dilakukan dan
dari hasil situasi psikologis yang diterima. Menurut Purkey (1988), konsep diri
merupakan totalitas dari kepercayaan terhadap diri individu, sikap dan opini
mengenai dirinya, dan individu tersebut merasa hal tersebut sesuai dengan
kenyataan pada dirinya. Menurut Rice & Gale (1975) konsep diri terdiri diri dari
berbagai aspek, misalnya aspek sosial, aspek fisik, dan moralitas. Konsep diri
merupakan suatu proses yang terus selalu berubah, terutama pada masa kanak-
kanak dan remaja. Menurut Gage dan Berliner (1998) selain merupakan cara
bagaimana individu melihat tentang diri mereka sendiri, konsep diri juga
mengukur tentang apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang, dan
bagaimana mereka mengevaluasi performa diri mereka. Konsep diri merupakan
hal yang penting dalam kehidupan sebab pemahaman seseorang mengenai konsep
dirinya akan menentukan dan mengarahkan perilaku dalam berbagai situasi. Jika
konsep diri seseorang negatif, maka akan negatiflah perilaku seseorang,
sebaliknya jika konsep diri seseorang positif, maka positiflah perilaku seseorang
tersebut (Fits dan Shavelson, dalam Yanti, 2000). Hurlock (1999) menambahkan
bahwasanya konsep diri individu dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan
seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat. Dari beberapa definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwasanya konsep diri adalah sebuah pandangan ataupun
persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang terbentuk melalui interaksi
dengan lingkungan serta berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan individu
tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori konsep diri
Shavelson ,dkk (1976).
Freud pada tahun 1900 mengungkapkan bahwasanya hal yang terpenting dari diri
individu adalah proses mental. Freud mengatakan bahwasanya konsep diri
merupakan sebuah unit psikologis yang paling dasar untuk memahami proses
mental individu. Konsep ini terus dikembangkan oleh Freud dalam perkembangan
teori ego dan dalam interpretasi terhadap diri individu. Dalam perkembangannya,
konsep diri semakin luas digunakan dalam dunia terapi dan konseling. Lecky pada
tahun 1945 menggunakan istilah konsistensi diri yang mengacu pada dasar-dasar
perilaku individu dalam terapi dan pada tahun 1948, Raimy memperkenalkan
istilah konsep diri dalam wawancara konseling karena ia melihat bahwasanya
dasar-dasar dari konseling adalah bagaimana individu tersebut melihat dirinya
secara utuh dalam konsep dirinya (Purkey, 1988). Selanjutnya, Roger pada tahun
1947 mencoba untuk mengembangkan pola “self” dalam sebuah sistem
psikologis. Roger menilai bahwa ―self” merupakan dasar atau hal utama yang
menjadi bagian dari kepribadian dan penyesuaian individu. Roger juga
mengatakan bahwasanya ―self” merupakan produk sosial yang tumbuh dari
proses interpersonal yang dilakukan. Teori konsep diri semakin berkembang pada
tahun 1970 sampai tahun 1980-an dengan pola konsep diri umum. Pada saat itu
semakin banyak peneliti yang menyadari betapa pentingnya mempelajari konsep
diri karena konsep diri sangat mempengaruhi perilaku individu. Dalam
permasalahan seperti penggunaan alkohol, permasalahan keluarga,
penyalahgunaan obat-obatan, masalah akademis dan lain sebagainya, sangat
dipengaruhi oleh konsep diri seseorang. Sehingga banyak para peneliti
mengembangkan suatu cara bagaimana agar dapat menguatkan konsep diri untuk
menjadi lebih baik (Purkey, 1988).
Pada awalnya konsep diri merupakan suatu konstruk yang bersifat umum atau
yang lebih dikenal dengan istilah unidimensional (Prasetyo, 2006). Konsep diri
umum merupakan generalisasi pemahaman konsep diri tanpa melihat deskripsi
spesifik dari apa yang dilihat secara khusus. Hal ini mengandung arti bahwa
konsep diri umum merupakan pemahaman seorang individu terhadap diri mereka
secara umum tanpa melihat bagian-bagian yang lebih spesifik dari diri mereka
(Puspasari, 2007). Perkembangan konsep diri selanjutnya lebih mengarah pada
konsep diri yang bersifat spesifik atau yang lebih dikenal dengan istilah
multidimensional. Konsep diri spesifik merupakan pola penilaian konsep diri
individu yang melihat ke dalam perspektif yang lebih luas terhadap diri individu,
sehingga bisa mendapatkan gambaran diri individu dari berbagai sudut pandang
yang beragam dan dinamis (Metivier, 2009). Jika hanya ada satu penjelasan
mengenai konsep diri unidimensional, maka pada konsep diri multidimensional
dapat melihat diri seseorang dari berbagai konteks, seperti konsep diri spiritual,
konsep diri sosial, konsep diri terhadap lingkungan dan lain sebagainya (James,
dalam Metivier, 2009). Pada seperempat abad terakhir, penelitian mengenai
konsep diri semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena keinginan para peneliti
untuk mengembangkan konstruk konsep diri pada diri individu. Salah satu pola
pengembangan konsep diri yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan
pola konsep diri yang bersifat multidimensional (Marsh & Craven, 2008). Marsh
& Parker (dalam Metivier, 2009) mengatakan bahwasanya pola pengukuran
konsep diri yang bersifat multidimensional memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan pola unidimensional. Dalam konsep diri yang bersifat
multidimensional kita dapat melihat karakteristik individu dari berbagai macam
konteks pada diri individu, dapat memprediksi perilaku seseorang, dapat
membantu menyelesaikan permasalahan pada individu, dan dapat
mengembangkan integrasi antar konstruk daripada konsep diri yang bersifat
unidimensional. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep diri yang
bersifat multidimensional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsep diri secara
spesifik sehingga mendapatkan berbagai macam konsep diri individu dari sudut
pandang yang beragam selain dari beberapa keunggulan pola konsep diri
multidimensional yang telah disebutkan di atas.
Jenis dan Struktur Konsep Diri
Shavelson, Hubner, dan Stanton (1976) membagi konsep diri menjadi beberapa
bagian, yakni general-esteem, konsep diri akademis dan konsep diri non
akademis. Dimana konsep diri akademis dan non akademis dibagi menjadi
beberapa bagian lagi seperti dalam tabel berikut :
Konsep diri secara umum dibagi ke dalam 4 jenis konsep diri, yakni :
1. Konsep diri akademis (Academic self concept), yang terdiri dari konsep diri
mengenai kemampuan berbahasa inggris, sejarah, matematika, dan ilmu
pengetahuan alam.
2. Konsep diri Sosial (social self-concept), yang terdiri dari konsep diri teman
sebaya (peers) dan konsep diri terhadap orang berpengaruh (significant others).
4. Konsep diri fisik (physical self-concept), yang terdiri dari konsep diri
kemampuan fisik dan konsep diri mengenai penampilan diri.
Kemudian pada tahun 1985, Marsh merevisi struktur konsep diri bersama dengan
Shavelson dengan pola sebagai berikut : Struktur Konsep Diri Marsh &
Shavelson (1985)
Dalam pola ini Marsh & Shavelson tidak membentuk pola hierarkial. Namun
lebih kepada pola multifacet dari general konsep diri kepada banyak jenis konsep
diri seperti konsep diri penampilan fisik, hubungan dengan orangtua, akademis,
problem-solving, spiritual, hubungan teman sebaya baik yang sejenis maupun
lawan jenis, kejujuran, emosional dan lain-lain. Marsh & Shavelson (1985) dalam
teorinya membuat 13 jenis konsep diri yang dapat diteliti dalam diri individu,
yakni :
7. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin sama
(same sex peers self-concept).
8. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin berbeda
(opposite sex peers self-concept).
Dari berbagai macam jenis konsep diri Marsh & Shavelson di atas, peneliti hanya
mengambil tujuh jenis konsep diri yang akan diteliti. Hal ini dilakukan peneliti
karena ketujuh jenis konsep diri ini dianggap berpengaruh oleh peneliti terhadap
proses mentoring Agama Islam yang dilaksanakan. Ketujuh jenis konsep diri
tersebut adalah :
6. konsep diri emotional, dalam prosesnya mentoring melatih peserta untuk dapat
mengelola diri dan emosinya.
Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal
(Marsh, 2003; Burger, 2008). Faktor internal tersebut diantaranya adalah
intelegensi, motivasi dan emosi (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock,
1999), kompetensi personal (Marsh, 2003; Hurlock, 1999; Christa, 2007;),
episode keberhasilan dan kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998;
Hurlock, 1999; Ulfah, 2007), episode dalam kehidupan (Burger, 2008; Stuart &
Sudeen, 1998) keberhasilan personal (Marsh, 2003), status kesehatan (Burger,
2008; Hurlock, 1999), usia (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah, 2007;
Rola, 2006), kondisi dan penampilan fisik (Hurlock, 1999; Rola, 2006), persepsi
individu tentang kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998), jenis kelamin
(Rola, 2006), aktualisasi diri (Fits, dalam Agustiani, 2006), religiusitas (Agustiani,
2006) dan tingkat stres seseorang (Burger, 2008).
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, maka peneliti
mengambil kesimpulan bahwasanya faktor-faktor utama yang mempengaruhi
konsep diri pada mahasiswa adalah :
1. Faktor internal :
j. Jenis kelamin.
k. Religiusitas.
l. Usia.
m. Tingkat stres.
2. Faktor Eksternal
Dalam penelitian ini, hal yang difokuskan untuk meningkatkan konsep diri
mahasiswa muslim adalah melalui faktor religiusitas dari faktor internal, dan
peran pendidik dari faktor eksternal.
Burns (dalam Strein, 1995) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan untuk
mengukur konsep diri, yaitu :
1. Melalui respon atas aitem-aitem dalam skala konsep diri spesifik yang
diberikan kepada subjek.
2. Melalui pengamatan individual atas pola perilaku yang muncul dari subjek.
Untuk metode pelaporan yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri
individu di antaranya :
1. Skala Penilaian. Skala ini dapat berupa kuesioner, inventori, atau skala-skala
sikap yang diberikan kepada subjek.
2. Daftar ceklist. Metode ini mengarahkan subjek untuk memilih aitem-aitem
yang sesuai dengan kondisi subjek yang sebenarnya.
4. Metode respons yang tidak terstruktur (bebas). Metode ini meminta subjek
untuk memberikan jawaban yang tidak terstruktur (bebas). Jenis soal yang
ditawarkan biasanya tertulis dalam bentuk essay, dimana subjek disuruh untuk
menuliskan kata-kata dalam kolom yang kosong.
6. Wawancara. Alat ukur yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri ini
cukup banyak. Marsh (1992) membuat beberapa alat ukur konsep diri yang dapat
digunakan di berbagai negara, diantaranya adalah SAS (Sydney Attributional
Scale), SDQI, SDQII, & SDQIII (Self Description Questionnaire), ASDQI &
ASDQII (Academic Self Description Questionnaire), EASDQ (Elite Athlete Self
Description Questionnaire), PSDQ (Physical Self Description Questionnaire), dan
NSCQ (Nurse Retention Index Questionnaire).
Selain di atas, alat ukur konsep diri lainnya yang sering digunakan adalah
Tennessee Self-Concept Scale –Second Edition, Coopersmith Self-Esteem
Inventory, Multidimensional Self Concept Scale, Piers-Harris Children’s Self-
Concept Scale (Ellie, Hoffman, & Kemple, 2011). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan alat ukur SDQIII (Self Description Questionnaire) yang
dikembangkan oleh Marsh (1984). SDQIII merupakan alat ukur lanjutan dari
SDQI dan SDQII. Alasan peneliti menggunakan alat ukur ini karena SDQIII dapat
digunakan untuk subjek yang berusia remaja akhir hingga dewasa. Sejalan dengan
tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur konsep diri remaja akhir
(mahasiswa). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui teknik ceklist dan wawancara. Teknik ceklist dilakukan dengan
memberikan ceklist pada skala SDQIII yang sesuai dengan keadaan diri subjek.
Teknik wawancara dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian dari skala.
Sangat ditentukan oleh sikap diri Anda sendiri. Sikap adalah kebiasaan berpikir
dan oleh karenanya dapat dibentuk dan dipelajari. Sikap yang baik harus terus
menerus dipupuk dan dikembangkan dari waktu ke waktu dengan cara mengubah
cara berpikir Anda yang lama, menjadi cara berpikir yang baru dalam memandang
semua hal.
KUESIONER KONSEP DIRI
Untuk mengukur variabel konsep diri digunakan kuesioner dengan lima alternatif
jawaban yaitu, sangat sesuai (SS), sesuai (S), kurang sesuai (KS), tidak sesuai
(TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Cara menjawab : jika pada butir 1 anda
menjawab Sangat Setuju maka anda membuat jawaban dikomentar ” 1/SS” dan
seterusnya.
NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
DAFTAR PUSTAKA
http://belajarpsikologi.com/
http://Wikipedia.com/