2.1.2 Klasifikasi
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran
kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering
didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi
Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari panduan EAU
(European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of
America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita, pielonefritis non
komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens, uretritis
dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi
parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK)
mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa
kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang
ditandai pielonifritis kronik yang spesifik. (Sukandar, E., 2004)
2.1.3 Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria,
dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun
perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat
mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi
seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis
papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit
sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta
kateterisasi. (Sukandar, E., 2004)
Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7%
lelaki dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens
ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki
yang disunat (1,12% berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama
( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di
perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di lelaki menjadi 0,5%.
Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan
kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau
obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15
tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan
kelainan fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang
remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai
20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis
akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama
yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia
lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas
dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65
tahun. (Nguyen, H.T., 2004).
2.1.4 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh
kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada
yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti
2.1.5. Pathogenesis
Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari
patogenitas dan status pasien sendiri (host).
Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih
normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah
nonsekretorik dibandingkan kelompok sekretorik. Penelitian lain melaporkan
sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk
kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sukandar, E., 2004)
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan
tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan
gram negative. (Sukandar, E., 2004)
Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus
dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau pencetus.
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi
(39,5-40,5 °C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis
PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik,
polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan
dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50
thun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering
kencing) disertai cfu/ml urin <105; sering disebut sistitis abakterialis.
Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:
i. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat
diisolasi E-coli dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal
dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini
memberikan respon baik terhadap antibiotik standar seperti
ampsilin.
ii. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang
tinggi dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia
trachomalis atau bakteri anaerobic.
iii. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi
(reinfections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu
mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali
infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak
mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)
Table 2.4 : klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) (Sukandar, E.,
2004).
Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin,
serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan
diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi
sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor
predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi
ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV,
micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)
b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh
berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram.
Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak
emersi.
b. Biakan bakteri
Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 103-105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang
baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba
yang serasi, misal golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004)
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai
penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan
sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
2.1.10. Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik
bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai
presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu
untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan
pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan
perempuan. (Sukandar, E., 2004)
Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad
renik / bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba
penyebab infeksi pada manusia (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S.,
2007).
Identifikasi suatu mikroba selalu dikerjakan bersamaan dengan tes AST. Ini dapat
memberi gambaran jenis mikroba yang telah dikultur sekaligus mengenali jenis
antibiotika yang harus dipertimbangkan. Kepekaan suatu isolasi terhadap
antibiotic tertentu diukur dengan mencapai Minimim Inhibitory Concentration
(MIC) atau breakpoint. Ini merupakan konsentrasi minimal/terendah (diuji di
double dilutions) antibiotika dimana isolate tidak dapat memberikan pertumbahan
yang tampak setelah inkubasi (Rapidmicrobiology).
Metode difusi agar telah digunakan secara luas dengan menggunakan cakram
kertas saring yang tersedia secara komersial, kemasan yang menujukkan
konsentrasi antibiotik tertentu juga tersedia. Efektivitas relatif antibiotik yang
berbeda menjadi dasar bagi spektrum sensitivitas suatu organisme. Informasi ini,
bersama dengan berbagai pertimbangan farmakologi, digunakan dalam memilih
antibiotik untuk pengobatan (Harmita dan Radji, M., 2008).
Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas media
biakan, kecepatan difusi antibiotik, dan interaksi antibiotik dengan media. Selain
itu, zat yang ditemukan mempunyai efek samping signifikan tidak bolah
digunakan untuk terapi karena zat ini mungkin juga mempunyai efek samping
signifikan pada sistem yang diobati (Harmita dan Radji, M., 2008).
(sumber: Rapidmikrobiology)
Gambar 2.4. menunjukkan suatu hasil daripada metode cakram. Bakteri tersebut
adalah sensitif terhadap antibiotika C dan D, sementara resisten terhadap A, B,
,dan E.