Anda di halaman 1dari 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH


2.1.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming
unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria).
Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan
bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan
persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria),
bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. (Sukandar, E., 2004)

2.1.2 Klasifikasi
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran
kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering
didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi
Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari panduan EAU
(European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of
America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita, pielonefritis non
komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens, uretritis
dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi
parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK)
mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa
kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang
ditandai pielonifritis kronik yang spesifik. (Sukandar, E., 2004)

Universitas Sumatera Utara


Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK
complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak
menyebar ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna
sesuai dengan pemberian obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang
disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh
yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten
terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK complicated lebih
sukar diobati.

2.1.3 Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria,
dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun
perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat
mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi
seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis
papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit
sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta
kateterisasi. (Sukandar, E., 2004)

Table2.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin (Nguyen,


H.T.,2004):

(Umutahun) r PerempuanInsidens (%) Lelaki Faktor


risiko

<1 0,7 2,7 Foreskin, kelainan anatomi gastrourinary


1-5 4,5 0,5 Kelainan amatomi gastrourinary

Universitas Sumatera Utara


6-15 4,5 0.5 Kelainan fungsional gastrourinary
16-35 20 0,5 Hubungan seksual, penggunaan
diaphragm
36-65 35 20 Pembedahan, obstruksi prostate,
pemasangan kateter
>65 40 35 Inkontinensia, pemasangan kateter,
obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7%
lelaki dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens
ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki
yang disunat (1,12% berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama
( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di
perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di lelaki menjadi 0,5%.
Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan
kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau
obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15
tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan
kelainan fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang
remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai
20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis
akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama
yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia
lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas
dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65
tahun. (Nguyen, H.T., 2004).

2.1.4 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh
kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada
yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti

Universitas Sumatera Utara


Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi
kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas
aeruginosa dapat juga sebagai
penyebab. Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis
(enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan
struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada
ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).
Tabel 2.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling
Sering Sebagai Penyebeb ISK (Sukandar, E., 2004)
Gram negative Gram
positive
Famili Genus Spesies Famili Genus Spesies
Enterobacteri Escherichia coli Micrococc Staphyloc aureus
acai aceae occus
Klebsiella pneumonia Streptococ Streptococ fecalis
oxytosa ceae cus enterococcu
Proteus mirabilis s
vulgaris
Enterobacter cloacae
aerogenes
Providencia rettgeri
stuartii
Morganella morganii
Citrobacter freundii
diversus
Serratia morcescens
Pseudomonad Pseudomonas aeruginosa
aceae

2.1.5. Pathogenesis
Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari
patogenitas dan status pasien sendiri (host).

Universitas Sumatera Utara


A. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk
Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli
terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS).
Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin
dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas
khusus (Sukandar, E., 2004).
B. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa
fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan
untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P
fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel
saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).
C. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli
berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin,
cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin
dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan
berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada
gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)

Universitas Sumatera Utara


Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami
perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini
menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di
antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri
berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)

D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)


i. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik
mendukung hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor
risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran
kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila
sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran
kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap
infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter.
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila
mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim
ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada
usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal
(GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.
(Sukandar, E., 2004) ii. Status Imunologi Pasien (host). Penelitian
laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor
mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel di bawah
dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara
berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang
larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui.
Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI
(antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah
Lewis. (Sukandar, E., 2004)

Universitas Sumatera Utara


Table 2.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran
kemih (UTI) (Sukandar, E., 2004).
Genetic Biologis Perilaku Lainnya
Status Kelainan congenital Senggama Operasi
nonsekretorik urogenital
Antigen golongan Urinary tract Penggunaan Terapi estrogen
darah ABO obstruction diafragma,
Riwayat kondom,
infeksi saluran spermisida,
kemih penggunaan,
sebelumnya penggunaan
Diabetes inkontinensi antibiotic terkini.

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih
normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah
nonsekretorik dibandingkan kelompok sekretorik. Penelitian lain melaporkan
sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk
kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sukandar, E., 2004)

2.1.6. Patofisiologi ISK

Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan
tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan
gram negative. (Sukandar, E., 2004)

Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke


dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme
dapat mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi
mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkit akibat
lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat
lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus. Kelainan ginjal
yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis Lohein.
Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut
invasi hematogen. (Sukandar, E., 2004)

Universitas Sumatera Utara


2.1.7 Presentasi klinis ISK

Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus
dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau pencetus.
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi
(39,5-40,5 °C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis
PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik,
polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan
dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50
thun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering
kencing) disertai cfu/ml urin <105; sering disebut sistitis abakterialis.
Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:
i. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat
diisolasi E-coli dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal
dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini
memberikan respon baik terhadap antibiotik standar seperti
ampsilin.
ii. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang
tinggi dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia
trachomalis atau bakteri anaerobic.
iii. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi
(reinfections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu
mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali
infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak
mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)

Table 2.4 : klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) (Sukandar, E.,
2004).
Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender

Universitas Sumatera Utara


Sekali-sekali ISK Reinfeksi Berlainan Laki-laki atau
wanita
Sering ISK Sering episode ISK Berlainan Wanita

ISK persisten Sama Wanita atau laki-


laki
ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau laki-
laki
Tidak adekuat Terapi inefektif Sama Wanita atau laki-
(relapsing) setelah reinfeksi laki
Infeksi persisten Sama Wanita atau laki-
laki
Reinfeksi cepat Sama/berlainan Wanita atau laki-
laki
Fistula Berlainan Wanita atau laki-
enterovesikal laki

2.1.8 Pemeriksaan penunjang diagnosis ISK

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin,
serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan
diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi
sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)

Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor
predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi
ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV,
micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan laboratorium
1. Urinalisis
a. Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap
dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada
sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya
leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula
dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang
bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.

Gambar 2.1. Leukosuria

b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh
berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.

2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram.
Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak
emersi.

b. Biakan bakteri

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Biakan bakteri

Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan


bakteri dalam jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:
• Wanita, simtomatik
2
>10 organisme koliform/ml urin plus piuria, atau
105organisme pathogen apapun/ml urin, atau
Adanya pertumbuhan organisme pathogen apapun pada urin yang
diambil dengan cara aspirasi suprapubik
• Laki-laki, simtomatik
>103 organisme patogen/ml urin
• Pasien asimtomatik
105organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.
3. Tes kimiawi
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah
sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai
lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan
perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1%
untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya
diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.

Universitas Sumatera Utara


4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)

Gambar 2.3. Plat celup

Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan


padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin.
Setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat
penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37° C.
Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang
memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman
antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah
dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak
dapat diketahui.

2.1.9 Manajemen ISK


2.1.9.1 Infeksi saluran kemih bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika
yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:
• Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg
• Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari
• Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekositoria.

Universitas Sumatera Utara


Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
• Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti
koreksi faktor resiko.
• Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba
takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.

Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 103-105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang
baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba
yang serasi, misal golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004)

2.1.9.2 Infeksi saluran kemih atas

Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan


rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling
sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut:

- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap


antibiotika oral.
- Pasien sakit berat atau debilitasi.
- Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
- Diperlukan invesstigasi lanjutan.
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.

The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai
penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan
sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

Universitas Sumatera Utara


Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes
sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas
terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin
disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status
klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus
memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh
pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum
terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus
disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat
antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).

2.1.10. Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik
bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai
presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu
untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan
pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan
perempuan. (Sukandar, E., 2004)

2.2. Uji Sensitiviatas Antibiotika (Antibiotic Sensitivity Test)

Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad
renik / bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba
penyebab infeksi pada manusia (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S.,
2007).

Tes uji kepekaan antibiotika merupakan suatu metode untuk menentukan


kerentanan suatu orgamisme terhadap terapi antibiotika yang diberikan. Apabila
organism infeksius telah dikenali, ia dikultur dan diuji terhadap beberapa jenis
obat antibiotic (tergantung jenis mikroba sama ada gram positif atau gram
negative). Sekiranya pertumbuhan mikroba dihambat oleh aksi obat tersebut, ia

Universitas Sumatera Utara


dilaporkan sebagai sensitive/peka terhadap antibiotic tersebut. Jika pertumbuhan
mikroba tidak dihambat oleh antibiotik, dikatakan sebagai resisten terhadap obat
tersebut. (The Free Dictionary by Farlex)

Identifikasi suatu mikroba selalu dikerjakan bersamaan dengan tes AST. Ini dapat
memberi gambaran jenis mikroba yang telah dikultur sekaligus mengenali jenis
antibiotika yang harus dipertimbangkan. Kepekaan suatu isolasi terhadap
antibiotic tertentu diukur dengan mencapai Minimim Inhibitory Concentration
(MIC) atau breakpoint. Ini merupakan konsentrasi minimal/terendah (diuji di
double dilutions) antibiotika dimana isolate tidak dapat memberikan pertumbahan
yang tampak setelah inkubasi (Rapidmicrobiology).

Penetapan kerentanan patogen terhadap antimikroba penting untuk menyelidik


antibiotik yang sesuai untuk mengobati penyakit. Tidak ada gunanya
menggunakan antibiotik yang tidak efektif untuk menlawan mikroorganisme
penyebab penyakit. Ada beberapa prosedur berbeda yang digunakan oleh ahli
mikrobiologi klinis untuk menentukan sensitivitas mikroorganisme terhadap
antibiotik, antara lain metode Cakran KIRBY-BAUER dan Metode Konsentrasi
Hambatan Minimum (KHM) atau Minimum inhibitory concentration (MIC)
(Harmita dan Radji, M., 2008).

Cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan organisme terhadap


mikroorganisme terhadap antibiotik adalah degan mengokulasi pelat agar dengan
biakan dan membiarkan antibiotik berdifusi ke media agar. Cakram yang telah
mengandungi antibiotik diletakakkan di permukaan pelat agar yang mengandung
mikroorganisme yang ingin diuji. Konsentrasi sebanding dengan luas bidang
difusi. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram, antibiotik berdifusi
sampai pada titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba.
Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak
sebagai area jernih atau bersih yang mengelilingi cakram tempat zat dengan
aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur dengan penggaris dan

Universitas Sumatera Utara


hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram (Harmita dan Radji, M.,
2008).

2.2.1. Metode Cakram KIRBY-BAUER

Metode difusi agar telah digunakan secara luas dengan menggunakan cakram
kertas saring yang tersedia secara komersial, kemasan yang menujukkan
konsentrasi antibiotik tertentu juga tersedia. Efektivitas relatif antibiotik yang
berbeda menjadi dasar bagi spektrum sensitivitas suatu organisme. Informasi ini,
bersama dengan berbagai pertimbangan farmakologi, digunakan dalam memilih
antibiotik untuk pengobatan (Harmita dan Radji, M., 2008).

Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas media
biakan, kecepatan difusi antibiotik, dan interaksi antibiotik dengan media. Selain
itu, zat yang ditemukan mempunyai efek samping signifikan tidak bolah
digunakan untuk terapi karena zat ini mungkin juga mempunyai efek samping
signifikan pada sistem yang diobati (Harmita dan Radji, M., 2008).

Metode cakram mewakili prosedur sederhana untuk menyelidik zat dalam


menentukan apakah zat tersebut signifikan dan mempunyai aktivitas antibiotik
yang berguna (Harmita dan Radji, M., 2008).

(sumber: Rapidmikrobiology)
Gambar 2.4. menunjukkan suatu hasil daripada metode cakram. Bakteri tersebut
adalah sensitif terhadap antibiotika C dan D, sementara resisten terhadap A, B,
,dan E.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5. Interpretasi sensitivitas antibiotic (diameter zona hambat dalam
mm)

2.2.2. Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM)


Konsentrasi hambatan minimum (KHM) adalah konsentrasi antibiotik terendah
yang masih dapat menghambat pertumbuhan organisme tertentu. Prosedur ini
digunakan untuk menentukan konsentrasi antibiotik yang masih efektif untuk
mencegah pertumbuhan patogen dan mengindikasikan dosis antibiotik yang
efektif untuk mengontrol infeksi pada pasien. Inokulum mikroorganisme yang
telah distandarisasi ditambahkan ke dalam tabung yang mengandung seri enceran
suatu antibiotika, dan pertumbuhan mikroorganisme akan termonitor dengan
perubahan kekeruhan. Dengan cara ini, KHM antibiotik yang dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme in vitro dapat ditentukan (Harmita dan Radji, M.,
2008).

2.2.3. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik


Rumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik paling banyak
ditemukan. Di negara yang sudah maju 13 – 37 % dari seluruh penderita yang
dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal ataupun
kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30 – 80 % penderita yang dirawat di

Universitas Sumatera Utara


rumah sakit mendapatkan antibiotik. (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah,
S., 2007).

Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap


antibiotika. Faktor yang penting adalah faktor penggunaan antibiotika dan
pengendalian infeksi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika secara bijaksana
merupakan hal yang sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi
secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut ke
masyarakat (Hadi, 2006). Data yang akurat berkenaan dengan kuantitas
penggunaan antibiotika sangat diperlukan. Data-data tersebut akan lebih bernilai
jika dikumpulkan, dianalisis, serta disajikan dengan suatu sistem atau metode yang
terstandar (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007). Resisitensi
antibiotik dapat berlaku secara natural terhadap sesuatu mikroba/ kombinasi obat,
atau resisten yang didapat (acquired resistance), dimana penyalahgunaan
antimikroba disebabkan populasi yang terexpose kepada lingkungan dengan
mikroba yang resisten secara genetik (mutasi spontaneous atau DNA transfer dari
sel lain yang resisten). Mikroba tersebut dapat tumbuh dan menyebar
(Rapidmicrobiology).

Setiap wilayah perlu mengembangkan suatu kebijakan penggunaan


antibiotika sesuai prevalensi resistensi setempat. Situasi penggunaan antibiotika
memang harus dievaluasi dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan hasil
monitoring kepekaan kuman yang mutakhir serta masukan yang dapat diberikan
oleh klinikus (Nelwan, 2006). Diketahuinya pola kepekaan kuman juga sangat
bermanfaat untuk menetapkan kebijakan perputaran penggunaan antibiotika
(antibiotics cycling) sebagai salah satu upaya meminimalkan kejadian resistensi.
Perubahan penggunaan antibiotika untuk pengobatan suatu infeksi sangat mungkin
dan bahkan harus dilakukan dengan catatan dilakukan atas dasar pertimbangan
pola kepekaan setempat. Dengan demikian terapi antibiotika diharapkan dapat
memberikan hasil yang optimal (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S.,
2007).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai