Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH BIOKIMIA

“TRANSPORT ELEKTRON”

Dosen : Rosario Trijuliamos Manalu,.SP.,M.Si

Disusun oleh :

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya
Makalah kami yang berjudul “Transport Electron” dapat terselesaikan. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang dialami
dalam proses pengerjaannya, tetapi laporan ini berhasil terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.Tak lupa ucapan terimakasih kepada Dosen pak Rosario Trijuliamos Manalu, SP.,
M.Si yang telah memberikan tugas Biokimia ini.
 Terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberikontribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam makalah ini. Semoga dapat menjadi sesuatu yang berguna.Berbagai
masukan dan pendapat dari orang-orang yang membaca makalah ini sangat diharapkan demi
perbaikan selanjutnya dan menjadi yang lebih baik

Jakarta, Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul gula


menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O. Tujuan respirasi adalah untuk mendapatkan
energi melalui proses glikolisis. Senyawa gula diperoleh dari proses fotosintesis. Butiran
amilum yang tersimpan dalam jaringan dan organ penyimpan cadangan makanan akan diubah
kembali dalam bentuk glukoa fosfat di dalam sitoplasma sel. Kemudian glukosa fosfat akan
dipecah menjadi piruvat dan masuk ke dalam siklus Krebs. Selama glikolisis berlangsung dan
dalam siklus Krebs akan dihasilkan gas CO2 yang akan dikeluarkan dari dalam sel. Gas
tersebut dengan berdifusi akan terkumpul dalam rongga-rongga antarsel dan bila tekanan telah
cukup akan keluar dari jaringan.
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O
glukosa oksigen karbon dioksida air
Respirasi seluler adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang kaya akan
energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah pada tingkat seluler. Pada
respirasi sel, oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan bahan bakar organik dan akan
menghasilkan air, karbon dioksida, serta produk energi utamanya ATP. ATP (adenosin
trifosfat) memiliki energi untuk aktivitas sel seperti melakukan sintesis biomolekul dari
molekul pemula yang lebih kecil, menjalankan kerja mekanik seperti pada kontraksi otot, dan
mengangkut biomolekul atau ion melalui membran menuju daerah berkonsentrasi lebih tinggi.
Secara garis besar, respirasi sel melibatkan proses-proses yang disebut glikolisis, siklus Krebs
atau siklus asam sitrat, dan rantai transpor elektron.
Rantai transpor elektron menerima elektron dari produk hasil perombakan glikolisis dan
siklus Krebs dan mentransfer elektron dari satu molekul ke molekul lain. Energi yang
dilepaskan dari setiap pelepasan elektron tersebut digunakan untuk membuat ATP.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian transport electron?
2. Apa saja molekul pemindah electron dan proton?
3. Apa yang dimaksud Rantai transpor elektron eukariotik?
4. Apa yang dimaksud Rantai transpor elektron prokariotik?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Transpor Elektron


Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor
elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor
elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan
penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah
molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.
Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi
yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika
NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat
anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan
elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+.
Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses
oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP
dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini
merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh
sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektro negatif dalam rantai tersebut, dan
merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini
kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b
membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup
besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara
keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP.
Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2
sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua
molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.
10 NADH + 5 O2 → 10 NAD+ + 10 H2O
2 FADH2 + O2 → 2 FAD + 2H2O
Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, dan kira-kira 2 ATP untuk setiap
oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasil
glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total
38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan
transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP.

II.2 Jalur Pentosa Posfat


Setelah tahun 1950, para ahli fisiologi tumbuhan secara bertahap mulai manyadari
bahwa glikolisis dan daur Krebs bukanlah satu-satunya reaksi tumbuhan dalam memperoleh
energi dari oksidasi gula menjadi karbon dioksida dan air. Karena senyawa antaranya adalah
glukosa fosfat lima-karbon, maka rangkaian reaksi alternatif tersebut disebut lintasan pentose
fosfat (LPF). Beberapa senyawa lintasan pentosa fosfat juga anggota daur Calvin, tempat gula
fosfat disintesis di kloroplas. Perbedaan utama antara daur Calvin dan lintasan pentose fosfat
adalah pada lintasan pentosa fosfat gula fosfat tidak disintesis melainkan dirombak. Dalam hal
ini, reaksi pentosa fosfat serupa dengan reaksi pada glikolisis hanya perbadaannya lintasan
pentosa fosfat penerima elektronnya selalu NADP+, sedangkan di glikolisis penerima
elektronnya adalah NAD+.
Reaksi LPF pertama melibatkan glukosa-6-fosfat, yang berasal dari perombakan pati
fosforilase di glikolisis, dari penambahan fosfat akhir pada ATP ke glukosa atau langsung dari
fotosintesis. Senyawa ini segera dioksidasi oleh glukosa-6-fosfat dehidrogenase menjadi 6-
fosfoglukono-laktona (reaksi 1). Laktona ini secara cepat dihidrolisis oleh laktonase menjadi 6-
fosfoglukonat (reaksi 2), kemudian senyawa terakhir ini segera didekarboksilasi secara oksidatif
menjadi ribulosa-5-fosfat oleh 6-fosfoglukonat dehidrogenase (reaksi 3). Selanjutnya LPF
menghasilkan pentosa fosfat dan dikatalisis oleh isomerase (reaksi 4) dan epimerase (reaksi 5),
yang merupakan salah satu jenis isomerase. Reaksi ini dan reaksi berikutnya serupa dengan
beberapa reaksi di daur Calvin. Enzim yang penting ialah transketolase (reaksi 6 dan 8) dan
transaldolase (reaksi 7). Perhatikan bahwa ketiga reaksi terakhir membentuk 3-fosfogliseraldehid
dan fruktosa-6-fosfat, yang merupakan senyawa-antara pada glikolisis. Jadi, LPF dapat dianggap
jalur alternatif menuju senyawa yang akan dirombak oleh glikolisis. Reaksi-reaksi ini dipacu
oleh enzimisomeras, epimerase, transketolase dan transaldolase.
Fungsi Lintasan Pentosa Fosfat yaitu:
1. Produksi NADPH, dimana senyawa ini kemudian dapat dioksidasi untuk menghasilkan ATP
2. Terbentuknya senyawa erithrosa-4-P, dimana senyawa ini merupakan bahan baku esensial
untuk pembentukan senyawa fenolik seperti sianin dan lignin
3. Menghasilkan ribulosa-5-P yang merupakan bahan baku unit ribosa dan deoksiribosa pada
nukleotida pada RNA dan DNA.

II.3 Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat di bedakan menjadi dua bagian yakni:
A. Faktor dalam sel itu sendiri
1. Jumlah plasma dalam sel. Jaringan-jaringan meristematis muda yang mana sel-selnya
masih penuh dengan plasma biasanya mempunyai kecepatan respirasi yang lebih besar
dari pada jaringan-jaringan yang lebih tua dimana jumlah plasmanya sudah lebih sedikit.
2. Struktur fisikokimia dari protoplasma, misalnya tentang sifat hidratasi dari protoplasma.
3. Banyaknya enzim-enzim respirasi yang ada dalam plasma
4. Jumlah substrat respirasi dalam sel
Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan
respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan
laju yang rendah pula.

B. Faktor di luar sel


1. Suhu
Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan pula kenaikan
kecepatan respirasi. laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10
oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.

2. Kadar O2 udara
Pengaruh kadar O2 dalam atmosfir terhadap kecepatan respirasi akan berbeda-beda
tergantung pada jaringan dan lama perlakuan, tetapi meskipun demikian makin tinggi kadar O2
di atmosfir maka makin tinggi kecepatan respirasi

3. Kadar air dalam jaringan


Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam jaringan kecepatan respirasi juga akan
meningkat. Ini nampak jelas pada biji yang dikecambahkan

4. Cahaya
Cahaya dapat meningkatkan respirasi pada jaringan tanaman yang berklorofil karena cahaya
berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang dihasilkan dari proses fotosintesa.
BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Pengertian Transpor Elektron

Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor
elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor
elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan
penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah
molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.

Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang
berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH
dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik
menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron,
koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi
yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi
untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi
sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan
dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam
rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari
sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi
koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi
menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik
menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang
menghasilkan ATP.

Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 sebanyak
10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul
FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.
III.2 Molekul pemindah elektron dan proton

Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron, mengangkut proton
dari donor ke akseptor, dan mengangkut proton melawati membran. Proses ini menggunakan
molekul yang larut dan terikat pada molekul transfer. Pada mitokondria, elektron ditransfer
dalam ruang antarmembran menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang larut dalam
air. Ia hanya mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi dan oksidasi
atom besi yang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya. Sitokrom c juga ditemukan
pada beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam ruang periplasma.

Dalam membran dalam mitokondria, koenzim Q10 pembawa elektron yang larut dalam
lipid membawa baik elektron maupun proton menggunakan siklus redoks. Molekul benzokuinon
yang kecil ini sangat hidrofobik, sehingga ia akan berdifusi dengan bebas ke dalam membran.
Ketika Q menerima dua elektron dan dua proton, ia menjadi bentuk tereduksi ubikuinol (QH2);
ketika QH2 melepaskan dua elektron dan dua proton, ia teroksidasi kembali menjadi bentuk
ubikuinon (Q). Akibatnya, jika dua enzim disusun sedemikiannya Q direduksi pada satu sisi
membran dan QH2 dioksidasi pada sisi lainnya, ubikuinon akan menggandengkan reaksi ini dan
mengulang alik proton melewati membran. Beberapa rantai transpor elektron bakteri
menggunakan kuinon yang berbeda, seperti menakuinon, selain ubikuinon.

Dalam protein, elektron ditransfer antar kofaktor flavin, gugus besi-sulfur, dan
sitokrom. Terdapat beberapa jenis gugus besi-sulfur. Jenis paling sederhana yang ditemukan
pada rantai transfer elektron terdiri dari dua atom besi yang dihubungkan oleh dua atom sulfur;
ini disebut sebagai gugus [2Fe–2S]. Jenis kedua, disebut [4Fe–4S], mengandung sebua kubus
empat atom besi dan empat atom sulfur. Tiap-tiap atom pada gugus ini berkoordinasi dengan
asam amino, biasanya koordinasi antara atom sulfur dengan sisteina. Kofaktor ion logam
menjalani reaksi redoks tanpa mengikat ataupun melepaskan proton, sehingga pada rantai
transpor elektron ia hanya berfungsi sebagai pengangkut elektron. Elektron bergerak cukup jauh
melalui protein-protein ini dengan cara meloncat disekitar rantai kofaktor ini.

III.3 Rantai transpor elektron eukariotik

Banyak proses katabolik biokimia, seperti glikolisis, siklus asam sitrat, dan oksidasi beta,
menghasilkan koenzim NADH. Koenzim ini mengandung elektron yang memiliki potensial
transfer yang tinggi. Dengan kata lain, ia akan melepaskan energi yang sangat besar semasa
oksidasi. Namun, sel tidak akan melepaskan semua energi ini secara bersamaan karena akan
menjadi reaksi yang tidak terkontrol. Sebaliknya, elektron dilepaskan dari NADH dan
dipindahkan ke oksigen melalui serangkaian enzim yang akan melepaskan sejumlah kecil
energi pada tiap-tiap enzim tersebut. Rangkaian enzim yang terdiri dari kompleks I sampai
dengan kompleks IV ini disebut sebagai rantai transpor elektron dan ditemukan dalam
membran dalam mitokondria. Suksinat juga dioksidasi oleh rantai transpor elektron, namun
ia terlibat dalam lintasan yang berbeda.
Pada eukariota, enzim-enzim pada sistem transpor ini menggunakan energi yang dilepaskan dari
oksidasi NADH untuk memompa proton melewati membran dalam mitokondria. Hal ini
menyebabkan proton terakumulasi pada ruang antarmembran dan menghasilkan gradien
elektrokimia di sepanjang membran. Energi yang tersimpan sebagai energi potensial ini
kemudian digunakan oleh ATP sintase untuk menghasilkan ATP. Mitokondria terdapat pada
hampir semua eukariota, dengan pengecualian pada protozoa anaerobik seperti Trichomonas
vaginalis yang mereduksi proton menjadi hidrogen menggunakan hidrogenosom.
Enzim pernafasen dan substrat yang umum pada eukariota.

Potensial tengah
Sistem pernafasan Pasangan redoks
(Volt)
 NADH dehidrogenase NAD+ / NADH −0.32[25]
 Suksinat dehidrogenase FMN atau FAD / FMNH2 atau FADH2 −0.20[25]
 Kompleks sitokrom bc1 Koenzime Q10ox / Koenzime Q10red +0.06[25]
 Kompleks sitokrom bc1 Sitokrom box / Sitokrom bred +0.12[25]
 Kompleks IV Sitokrom cox / Sitokrom cred +0.22[25]
 Kompleks IV Sitokrom aox / Sitokrom ared +0.29[25]
 Kompleks IV O2 / HO- +0.82[25]
Kondisi: pH = 7[25]

Pada dasarnya, terdapat dua mekanisme katalitik yang dilakukan tiap kompleks enzim agar
transfer elektron dapat menciptakan potensial membran, yaitu mekanisme iterasi redoks dan
mekanisme pemompaan ion H+.[2] Pada mekanisme iterasi redoks sendiri, reaksi reduksi
akan mengikat ion H+, sedangkan reaksi oksidasi akan melepaskannya. Pada respirasi
anaerobik, mekanisme yang sederhana ditunjukkan oleh format dehidrogenase dan nitrat
reduktase yang terikat pada membran sel. Pada respirasi aerobik, mekanisme yang terjadi
adalah sebagai berikut,
Kompleks I
Gambar Kompleks I atau NADH-Q oksidoreduktase. Matriks berada pada bagian bawah,
sedangkan ruang antar membran berada di bagian atas.
Kompleks I merupakan protein pertama pada rantai transpor elektron, berupa kompleks enzim
yang disebut NADH-koenzim Q oksidoreduktase.
Pada hepatosit hewan sapi, kompleks I adalah enzimraksasa dengan 46 sub-unit dan massa
molekul sekitar 1.000 kilodalton (kDa). Hanya struktur enzim kompleks I dari bakteri yang
diketahui secara mendetail; pada kebanyakan organisme, kompleks ini menyerupai sepatu but
dengan "bola" yang besar menyeruak keluar dari membran ke dalam mitokondria. Gen yang
mengkode protein ini terdapat pada baik inti sel maupun genom mitokondria.
Reaksi redoks yang dikatalisis oleh enzim ini adalah oksidasi NADH, dan reduksi koenzim Q10
(diwakilkan dengan Q):

Oksidasi NADH akan menghasilkan NAD+ yang diperlukan untuk siklus asam sitrat dan
oksidasi asam lemak,

Reaksi oksidasi NADH di atas dikopling oleh reaksi deiodinasi hormon tiroksin dengan promoter
berupa peroksidase dan H2O2,[31] sedangkan reduksi Q akan mentranspor elektron ke kompleks
berikutnya hingga pada akhirnya digunakan untuk mereduksi oksigen menjadi air.

Awal mula reaksi terjadi ketika NADH berikatan dengan kompleks I dan menyumbang dua
elektron. Elektron tersebut kemudian memasuki kompleks I via FMN, suatu gugus prostetik yang
melekat pada kompleks. Tambahan elektron ke FMN mengubahnya menjadi bentuk tereduksi,
FMNH2. Elektron kemudian ditransfer melalui rangkaian gugus besi-sulfur. Kemudian elektron
ditransfer ke Q, mengubahnya menjadi QH2, dan menyebabkan 4 ion H+ terpompa keluar
menuju ke dalam sitoplasma, bukan ke dalam ruang antarmembran, oleh karena kompleks I
terikat oleh 3 lapisan membran mitokondria. Pada sel prokariota Escherichia coli dan Klebsiella
pneumoniae, kompleks I tidak meletupkan ion H+, melainkan ion Na+.
Terdapat baik jenis gugus besi-sulfur [2Fe-2S] maupun [4Fe–4S] dalam kompleks I.
Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat,
Kompleks II

Gambar Kompleks II: Suksinat-Q oksidoreduktase.


Kompleks II merupakan kompleks enzim yang disebut suksinat kuinon oksidoreduktase (EC
1.3.5.1) adalah titik masuk kedua pada rantai transpor elektron, yang terdiri dari kompleks enzim
suksinat dehidrogenase aerobik dan fumarat reduktase anaerobik.
Kompleks II adalah satu-satunya kompleks enzim yang merupakan bagian dari kedua lintasan
metabolisme, siklus asam sitrat maupun respirasi selular pada rantai transpor elektron, dan terdiri
dari empat subunit protein dan mengantung sebuah kofaktor flavin adenina dinukleotida yang
terikat pada enzim, gugus besi-sulfur, dan sebuah gugus heme yang tidak berpartisipasi pada
transfer elektron ke koenzim Q, namun dipercayai penting dalam penurunan produksi spesi
oksigen reaktif. Enzim ini mereduksi fumarat menjadi suksinat dan meoksidasi hidrokuinon.
Karena reaksi ini melepaskan energi lebih sedikit daripada oksidasi NADH, kompleks II tidak
mentranspor proton melewati membran dan tidak berkontribusi terhadap gradien proton.
Reaksi redoks pada modus anaerobik oleh fumarat reduktase :
oksidasi

Reduksi
Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat

Pada kompleks II terdapat kompleks enzim ETF-QO dengan tiga domain pencerap, masing-
masing mengikat FAD, kluster [4Fe-4S]1+, 2+ dan ubikuinon.
ETF-QO mempercepat reaksi redoks:
reduksi senyawa Q-1 dengan elektron dari senyawa flavoprotein ET yang dapat berasal dari 11
macam flavoprotein dehidrogenase yang terdapat di dalam matriks mitokondria, Pada lintasan
alternatif, elektron dapat mengalir dari kluster 4Fe4S dan dikatalitik oleh ETF-QO untuk
mereduksi ubikuinon menjadi ubikuinol dengan koenzim FAD.Lintasan reaksi yang terjadi:
reduksi

oksidasi kofaktor

oksidasi dengan substrat berupa asam lemak yang disebut lintasan oksidasi ß, katabolisme
beberapa asam aminodan kolina,[46] kemudian mentransfer elektronnya ke dalam kompleks II.

Kompleks III

Gambar Dua langkah transfer elektron pada kompleks II:Q-sitokrom c oksidoreduktase.


Pada akhir tiap langkah, Q (berada pada bagian atas gambar) meninggalkan enzim.
Kompleks III juga dikenal sebagai kompleks enzim UCCR yang memiliki 11 berkas genetik
UQCR. Pada mamalia, enzim ini berupa dimer, dengan tiap kompleks subunit mengandung 11
subunit protein, satu gugus besi-sulfur [2Fe-2S], dan tiga sitokrom yang terdiri dari satu sitokrom
c1 dan dua sitokrom b.Sitokrom adalah sejenis protein pentransfer elektron yang mengandung
paling tidak satu gugus heme. Atom besi dalam gugus heme kompleks III berubah dari bentuk
tereduksi Fe (+2) menjadi bentuk teroksidasi Fe (+3) secara bergantian sewaktu elektron
ditransfer melalui protein ini.
Reaksi yang dikatalisis oleh kompleks III adalah oksidasi satu molekul ubikuinol dan reduksi
dua molekul sitokrom c. Tidak seperti koenzim Q yang membawa dua elektron, sitokrom c
hanya membawa satu elektron.

Oleh karena hanya satu elektron yang dapat ditransfer dari donor QH2 ke akseptor sitokrom c,
mekanisme reaksi kompleks III lebih rumit daripada kompleks lainnya, dan terjadi dalam dua
langkah yang disebut siklus Q. Pada langkah pertama, enzim mengikat tiga substrat, pertama,
QH2 yang akan dioksidasi kemudian dengan satu elektron dipindahkan ke sitokrom c yang
merupakan substrat kedua. Dua proton yang dilepaskan dari QH2 dilepaskan ke dalam ruang
antarmembran. Substrat ketiga adalah Q, yang menerima dua elektron dari QH2 dan direduksi
menjadi Q.-, yang merupakan radikal bebas ubisemikuinon. Dua substrat pertama dilepaskan,
namun zat antara ubisemikuinon ini tetap terikat. Pada langkah kedua, molekul kedua QH2
terikat dan kemudian melepaskan satu elektronnya ke akspetor sitokrom c. Elektron kedua
dilepaskan ke ubisemikuinon yang terikat, mereduksinya menjadi QH2 ketika ia menerima dua
proton dari matriks mitokondria. QH2 ini kemudian dilepaskan dari enzim.
Karena koenzim Q direduksi menjadi ubikuinol pada sisi dalam membran dan teroksidasi
menjadi ubikuinon pada sisi luar, terjadi transfer proton di membran, yang menambah gradien
proton. Mekanisme dua langkah ini sangat penting karena ia meningkatkan efisiensi transfer
proton. Jika hanya satu molekul QH2 yang digunakan untuk secara langsung mereduksi dua
molekul sitokrom c, efisiensinya akan menjadi setengah, dengan hanya satu proton yang
ditransfer per sitokrom c yang direduksi.
Kompleks IV

Gambar Kompleks IV: sitokrom c oksidase.


Kompleks IV adalah protein terakhir pada rantai transpor elektron yang dikenal sebagai
kompleks enzim COX.
Dari penelitian pada hepatosit hewan sapi, enzim ini memiliki struktur kompleks yang
mengandung 13 subunit, antara lain 5 fosfatidil etanolamina, 3 fosfatidil gliserol, 2 asam kolat, 2
gugus heme A, dan beberapa kofaktor ion logam, meliputi tiga atom tembaga, satu atom
magnesium, dan satu atom seng. Dua lintasan peletup ion H+ ditemukan membentang dari
matriks hingga sitoplasma.
Pada model hepatosit hewan sapi, ion H+ dengan energi potensial elektrostatik berkisar antara
635meV, tampak dilepaskan dari sitokrom c oksidase fosfolipid vesikel (COV) pada kedua fase
oksidatif dan reduktif,setelah dikirimkan dari proton loading site (PLS), pada saat ion
H+berikutnya tiba di PLS. Mekanisme yang ditunjukkan oleh peletupan ion H+ pada kompleks
IV ini disebut efek Bohr redoks.Peletupan ion H+(bahasa Inggris: deprotonation) terjadi
bersamaan dengan perubahan gugus karboksil asam aspartat yang berada pada permukaan
intermembran menjadi aspargina.
Enzim ini memediasi reaksi terakhir pada rantai transpor elektron dan mentransfer elektron ke
oksigen, manakala memompa proton melewati membran. Oksigen yang menerima elektron, juga
dikenal sebagai akseptor elektron terminal, direduksi menjadi air. Baik pemompaan proton
secara langsung maupun konsumsi proton matriks pada reduksi oksigen berkontribusi kepada
gradien proton. Menurut Keilin, reaksi yang dikatalisis oleh sitokrom c dan reduksi oksigennya
adalah:

III.4 Rantai transpor elektron Prokariotik

. Berbeda dengan banyaknya kemiripan dalam struktur dan fungsi rantai transpor elektron
pada eukariota, bakteri dan arkaea memiliki banyak jenis enzim transfer elektron yang
sangat bervariasi. Enzim-enzim yang bervariasi ini pula menggunakan senyawa kimia
yang bervaruasi sebagai substrat. Walau demikian, terdapat kesamaan dengan rantai
transpor elektron eukarita, yaitu transpor elektron prokariotik juga menggunakan energi
yang dilepaskan dari oksidasi substrat untuk memompa ion keluar masuk membran dan
menghasilkan gradien elektrokimia. Fosforilasi oksidatif bakteri, utamanya bakteri
Escherichia coli telah dipahami secara mendetail, manakala pada arkaea, hal ini masih
belum dipahami dengan baik.
Perbedaan utama antara fosforilasi eukariotik dengan fosforilasi oksidatif prokariotik adalah
bahwa bakteri dan arkaea menggunakan banyak senyawa-senyawa yang berbeda untuk
menerima dan mendonor elektron. Hal ini sebenarnya mengijinkan prokariota untuk hidup dan
tumbuh dalam berbagai jenis kondisi dan lingkungan. Pada E. coli, sebagai contohnya, fosforilasi
oksidatif dapat didorong oleh sejumlah besar pasangan reduktor dan oksidator (lihat tabel di
bawah). Potensial titik tengah suatu senyawa kimia mengukur seberapa banyak energi yang
dilepaskan ketika ia dioksidasi maupun direduksi, dengan reduktor memiliki potensial negatif
dan oksidator positif.
Enzim dan substrat pernafasan pada E. coli
Potensial titik

Enzim pernafasan Pasangan redoks tengah

(Volt)

 Format dehidrogenase Bikarbonat / Format −0,43

 Hidrogenase Proton / Hidrogen −0,42


 NADH dehidrogenase NAD+ / NADH −0,32

 Gliserol-3-fosfat dehidrogenase DHAP / Gly-3-P −0,19

 Piruvat oksidase  Asetat + Karbon dioksida / Piruvat    ?

 Laktat dehidrogenase Piruvat / Laktat −0,19

 2-oksoasam + amonia / Asam D-
 Asam D-amino dehidrogenase  ?
amino  

 Glukosa dehidrogenase Glukonat / Glukosa −0,14

 Suksinat dehidrogenase Fumarat / Suksinat +0,03

 Ubikuinol oksidase Oksigen / Air +0,82

 Nitrat reduktase Nitrat / Nitrit +0,42

 Nitrit reduktase Nitrit / Amonia +0,36

 Dimetil sulfoksida reduktase DMSO / DMS +0,16

 Trimetilamina N-oksida
TMAO / TMA +0,13
reduktase

 Fumarat reduktase Fumarat / Suksinat +0,03

Sebagaimana yang ditunjukkan oleh tabel di atas, E. coli dapat tumbuh dengan
menggunakan reduktor seperti format, hidrogen, ataupun laktat sebagai donor elektron
dan nitrat, DMSO, ataupun oksigen akseptor. Semakin besar perbedaan potensial titik
tengah antra reduktor dan oksidator, semakin banyak pula energi yang dilepaskan ketika
bereaksi. Dari seluruh pasangan senyawa ini, pasangan suksinat/fumarat tidak lazim
karena potensial titik tengahnya mendekati nol. Suksinat oleh karenanya dapat dkoksidasi
menjadi fumarat apabila terdapat oksidator kuat seperti oksigen dan fumarat dapat
direduksi menjadi suksinat menggunakan reduktor kuat seperti format. Reaksi alternatif
ini dikatalisis oleh suksinat dehidrogenase untuk oksidasi suksinat dan fumarat reduktase
untuk reduksi fumarat.
Beberapa prokariota menggunakan pasangan redoks yang hanya memiliki perbedaan
potensial titik tengah yang kecil. Sebagai contohnya, bakteri yang melakukan nitrifikasi
seperti Nitrobakter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dan mendonarkan elektron ke
oksigen. Sejumlah kecil energi yang dilepaskan oleh reaksi ini cukup untuk memompa
proton dan menghasilkan ATP, namun tidak cukup untuk menghasilkan NADH ataupun
NADPH secara langsung untuk digunakan dalam anabolisme.Permasalahan ini
diselesaikan dengan menggunakan nitrit oksidoreduktase untuk menghasilkan gaya gerak
proton yang cukup untuk menjalankan sebagai rantai transpor elektron secara terbalik,
menyebabkan kompleks I memproduksi NADH.
Prokariota mengontrol penggunaan donor dan akseptor elektron ini dengan
memproduksi enzim tertentu sesuai dengan kondisi lingkungan. Fleksibilitas ini
dimungkinkan karena oksidase dan reduktase yang berbeda menggunakan kolam
ubikuinon yang sama. Ini mengijinkan banyak kombinasi enzim untuk bekerja secara
bersamaan, yang saling terhubung oleh zat antara ubikuinol.
Selain beranekaragamnya lintasan metabolisme ini, prokariota juga memiliki
sejumlah besar isozim, yaitu enzim-enzim berbeda yang mengkatalisis reaksi yang sama.
Sebagai contohnya, E. coli memiliki dua jenis ubikuinol oksidase yang berbeda. Di
bawah kondisi aerob, sel menggunakan oksidase yang berafinitas rendah terhadap
oksigen yang dapat mentranspor dua proton per elektron. Namun, apabila kadar oksigen
menurun, sel akan menggunakan oksidase yang hanya mentransfer satu proton per
elektron namun berafinitas tinggi terhadap oksigen.
ATP sintase (kompleks V)
ATP sintase, juga disebut kompleks V, adalah enzim terakhir dalam lintasan fosforilasi
oksidatif. Enzim ini ditemukan di seluruh organisme hidup dan berfungsi sama pada prokariota
maupun eukariota. Enzim ini menggunakan energi yang tersimpan pada gradien proton di
sepanjang membran untuk mendorong sintesis ATP dari ADP dan fosfat (Pi). Perkiraan jumlah
proton yang diperlukan untuk mensintesis satu ATP berkisar antara tiga sampai dengan empat,
dengan beberapa peneliti yang mensugestikan bahwa sel dapat memvariasikan rasio ini sesuai
dengan kondisi.
Reaksi fosforilasi ini adalah reaksi kesetimbangan, yakni ia dapat digeser dengan
mengubah gaya gerak proton. Dengan ketiadaan gaya gerak proton, reaksi ATP sintase
akan berjalan dari sisi kanan ke kiri, menghidrolisis ATP dan memompa proton keluar
dari matriks melewati membran. Namun, ketika gaya gerak protonnya tinggi, reaks
dipaksa untuk berjalan secara terbalik, yaitu dari sisi kanan ke kiri, mengijinkan proton
mengalir dan mengubah ADP menjadi ATP.
ATP sintase adalah sebuah kompleks protein yang besar dengan bentuk seperti jamur.
Kompleks enzim ini pada mamalia mengandung 16 subunit dan memiliki massa kira-kira
600 kilodalton.Bagian yang tertanam pada membran disebut FO dan mengandung sebuah
cincin subunit c dan saluran proton. "Tangkai" dan kepala yang berbentuk bola disebut
F1 dan merupakan tempat sintesis ATP. Kompleks yang berbentuk bola pada ujung akhir
F1 mengandung enam protein yang dapat dibagi menjadi dua jenis: tiga subunit α dan
tiga subunit β), manakala bagian "tangkai" terdiri dari satu protein: subunit γ, dengan
ujung tangkai menusuk ke dalam bola subunit α dan β. Baik subunit α dan β mengikat
nukleotida, namun hanya subunit β yang mengkatalisis reaksi sintesis ATP. Di samping
F1 pula terdapat sebuah subunit berbentuk batang yang menghubungakan subunit α dan β
dengan dasar enzim.
Seiring dengan mengalirnya proton melewati membran melalui saluran ini, motor FO
berotasi. Rotasi dapat disebabkan oleh perubahan pada ionisasi asam amino cincin subunit c,
menyebabkan interaksi elektrosatik yang menolak cincin subunit c.Cincin yang berotasi ini pada
akhirnya akan memutar "as roda" (tangkai subunit γ). Subunit α dan β dihalangi untuk berputar
oleh batang samping yang berfungsi sebagai stator. Pergerakan ujung subunit γ yang berada
dalam bola subunit α dan β memberikan energi agar tapak aktif pada subunit β menjalankan
siklus pergerakan yang memproduksi dan kemudian melepaskan ATP.
Mekanisme ATP sintase. ATP ditunjukkan dengan warna merah, ADP dan fosfat
dalam warna merah jambu, dan subunit γ yang berputar dalam warna hitam.
Reaksi sintesis ATP ini disebut sebagai mekanisme perubahan ikatan (binding change
mechanism) dan melibatkan tapak aktif subunit β yang berputar terus dalam tiga keadaan.
Pada keadaan "terbuka", ADP dan fosfat memasuki tapa aktif (ditunjukkan dalam warna
coklat pada diagram). Protein kemudian menutup dan mengikat ADP dan fosfat secara
longgar (keadaan "longgar" ditunjukkan dalam warna merah). Enzim kemudian berubah
bentuk lagi dan memaksa kedua molekul ini bersama, dengan tapak aktif dalam keadaan
"ketat" (ditunjukan dalam warna merah jambu) dan mengikat molekul ATP yang
terbentuk. Tapak aktif kemudian kembali lagi ke keadaan terbuka dan melepaskan ATP
untuk kemudian mengikat ADP dan fosfat, dan memulai siklus yang baru.
Pada beberapa bakteri dan arkaea, sintesis ATP didorong oleh pergerakan ion natrium
yang melalui membran sel daripada pergerakan proton. Arkaea seperti Methanococcus
juga mengandung A1Ao sintase, sebuah bentuk enzim yang mengandung protein
tambahan dengan kemiripan urutan asam amino yang kecil dengan subunit ATP sintase
bakteri dan eukariota lainnya. Adalah mungkin bahwa pada beberapa spesies, bentuk
enzim A1Ao adalah ATP-sintase terspesialisasi yang digerakkan oleh natrium,namun ini
tidaklah benar pada keseluruhan kasus.

Spesi oksigen reaktif


Oksigen molekuler merupakan akseptor elektron akhir yang ideal, karena ia merupakan
oksidator kuat. Reduksi oksigen melibatkan zat antara yang berpotensi bahaya.[101] Walaupun
transfer empat elektron dan empat proton akan mereduksi oksigen menjadi air, yang tidak
berbahaya, transfer satu atau dua elektron akan menghasilkan anion superoksida ataupun anion
peroksida, yang sangat reaktif dan berbahaya.

Spesi oksigen reaktif dan produk reaksinya ini seperti radikal hidroksil, sangatlah
berbahaya bagi sel, karena akan mengoksidasi protein dan mengakibatkan mutasi pada
DNA. Kerusakan ini berkontribusi terhadap penyakit dan diajukan pula merupakan salah
satu akibat dari penuaan.
Kompleks sitokrom c sangat efisien mereduksi oksigen menjadi air, dan melepaskan
hanya sedikit zat antara yang tereduksi secara parsial. Namun terdapat sejumlah kecil
anion superoksida dan peroksida yang diproduksi oleh rantai transpor elektron.Terutama
pentingnya adalah pada reduksi koenzime Q pada kompleks III, karena radikal bebas
ubikuinon yang sangat reaktif terbentuk sebagai zat antara dalam siklus Q. Spesi yang
tidak stabil ini dapat menyebabkan "kebocoran" elektron ketika elektron ditransfer secara
langsung ke oksigen dan menghasilkan superoksida.Karena laju produksi spesi oskigen
reaktif oleh kompleks pemompa proton ini tertinggi ketika potensial membran tinggi,
diajukan bahwa mitokondria meregulasi aktivitas kompleks untuk menjaga potensial
membran berada dalam kisaran yang kecil sehingga menyeimbangkan produksi ATP
terhadap produksi oksidator. Sebagai contohnya, oksidator dapat mengaktivasi UCP
(uncoupling protein) yang menurunkan potensial membran.
Untuk melawan spesi oksigen reaktif ini, sel mengandung sejumlah sistem
antioksidan, meliputi vitamin antioksidan seperti vitamin C dan vitamin E, dan enzim
antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase, dan peroksidase, yang menetralkan
spesi reaktif sehingga mengurangi kerusakan sel.
Gugus anion superoksida, senyawa organik yang sangat aktif yang terdapat pada
molekul hidrogen peroksida dan jenis ROS lainnya, merupakan produk samping reaksi
redoks yang terjadi pada rantai transpor elektron. Gangguan mekanisme produksi ROS
dapat berakibat pada berbagai macam patologi seperti diabetes, neurodegenerasi, gagal
jantung, chronic obstructive pulmonary disease. Domain produksi anion superoksida
terletak pada kompleks I dan kompleks III.
Dari beberapa senyawa intermediat pengusung satu elektron, radikal bebas SQ- dianggap
merupakan senyawa yang paling berperan aktif dalam mereduksi molekul oksigen menjadi anion
superoksida. Molekul semikuinon dihasilkan kompleks I dan III sebagai hasil reduksi ubikuinon
atau oksidasi ubikuinol,

SQ- akan melekat pada kompleks I atau III hingga saat terstimulasi elektron yang kedua
dengan reaksi,
Semikuinon lebih lanjut dapat berinteraksi langsung dengan molekul oksigen dengan reaksi,

Inhibitor

Terdapat beberapa obat dan racun yang dikenal baik menginhibisi fosforilasi oksidatif.
Walaupun semua racun hanya menginhibisi satu enzim pada rantai transpor elektron, inhibisi
pada langkah apapun pada proses ini akan menghentikan keseluruhan proses. Contohnya, jika
oligomisin menginhibisi ATP sintase, proton tidak dapat mengalir balik ke dalam
mitokondria.Akibatnya, pompa proton tidak dapat bekerja, karena gradien konsentrasinya
menjadi terlalu kuat untuk diatasi. NADH kemudian tidak akan lagi teroksidasi dan siklus asam
sitrat berhenti bekerja karena konsentrasi NAD+ menurun di bahwa kadar yang cukup agar
enzim bekerja.

Senyawa Kegunaan Efek terhadap fosforilasi oksidatif

Sianida Menghambat rantai transpor elektron dengan terikat lebih kuat


Karbon Racun daripada oksigen pada pusat Fe–Cudalam sitokrom c oksidase,
monoksida mencegah reduksi oksigen.

Menghambat ATP sintase dengan memblokir aliran proton ke


Oligomisin Antibiotik
subunit Fo.

Ionofor yang mengganggu gradien proton dengan membawa


CCCP
proton melewati membran. Ionofor ini mengawagandengkan
2,4- Racun
(uncouple) pompa proton dari sintesis ATP karena ia membawa
Dinitrofenol
proton melewati membran mitokondria dalam.
Mencegah transfer elektron dari kompleks I ke ubikuinon
Rotenon Pestisida
dengan menutup tapak ikat ubikuinon.

Malonat dan
Inhibitor kompetitif suksinat dehidrogenase (kompleks II).
oksaloasetat

Tidak semua inhibitor fosforilasi oksidatif bersifat racun. Pada jaringan lemak coklat, saluran
proton yang diregulasi disebut UCP (uncoupling protein), yang dapat mengawagandengkan
respirasi dari sintesis ATP. Respirasi cepat ini menghasilkan panas, dan proses ini sangat penting
dalam menjaga suhu tubuh pada hewan yang berhibernasi, walaupun protein ini kemungkinan
juga memiliki fungsi umum dalam respon sel terhadap stress

III.5 Fosforilasi Oksidatif


Rantai transpor elektron dalam mitokondria merupakan tempat terjadinya fosforilasi oksidatif
pada eukariota. NADH dan suksinat yang dihasilkan pada siklus asam sitrat dioksidasi,
melepaskan energi untuk digunakan oleh ATP sintase.
Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme dengan penggunaan energi yang
dilepaskan oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan ATP, dan mereduksi gas oksigenmenjadi
air.
Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumimenggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semua
organisme menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena efisiensi
proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi alternatif lainnya seperti
glikolisis anaerobik.
Menurut teori kemiosmotik yang dicetuskan oleh Peter Mitchell, energi yang dilepaskan dari
reaksioksidasi pada substrat pendonor elektron, baik pada respirasi aerobik maupun anaerobik,
perlahan akan disimpan dalam bentuk potensial elektrokemis sepanjang garis tepi
membrantempat terjadinya reaksi tersebut, yang kemudian dapat digunakan oleh ATP sintase
untuk menginduksi reaksi fosforilasi terhadap molekuladenosina difosfat dengan molekul Pi.
Elektron yang melekat pada molekul sisi dalam kompleks IV rantai transpor elektron akan
digunakan oleh kompleks V untuk menarik ion H+dari sitoplasma menuju membran mitokondria
sisi luar, disebut kopling kemiosmotik, yang menyebabkan kemiosmosis, yaitu difusi ion H+
melalui ATP sintase ke dalam mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area
dengan energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi potensial
lebih tinggi. Proses kopling kemiosmotik juga berpengaruh pada kombinasi gradien pH dan
potensial listrik di sepanjang membran yang disebut gaya gerak proton.
Dari teori ini, keseluruhan reaksi kemudian disebut fosforilasi oksidatif.
Awal lintasan dimulai dari elektron yang dihasilkan oleh siklus asam sitrat yang ditransfer ke
senyawa:
• NAD+ yang berada di dalam matriks mitokondria. Setelah menerima elektron, NAD+
akan bereaksi menjadi NADH dan ion H+, kemudian mendonorkan elektronnya ke rantai
transpor elektron kompleks I.
• dan FAD yang berada di dalam rantai transpor elektron kompleks II. FAD akan
menerima dua elektron, kemudian bereaksi menjadi FADH2 melalui reaksi redoks.
Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital metabolisme, ia menghasilkan spesi oksigen
reaktif seperti superoksida dan hidrogen peroksida pada kompleks I. Hal ini dapat
mengakibatkan pembentukan radikal bebas, merusak sel tubuh, dan kemungkinan juga
menyebabkan penuaan. Enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan metabolisme ini juga
merupakan target dari banyak obat dan racun yang dapat menghambat aktivitas enzim.
Tinjauan transfer energi melalui kemiosmosis
Fosforilasi oksidatif bekerja dengan cara menggunakan reaksi kimia yang menghasilkan energi
untuk mendorong reaksi yang memerlukan energi. Kedua set reaksi ini dikatakan bergandengan.
Hal ini berarti bahwa salah satu reaksi tidak dapat berjalan tanpa reaksi lainnya. Alur elektron
melalui rantai transpor elektron adalah proses eksergonik, yakni melepaskan energi, manakala
sintesis ATP adalah proses endergonik, yakni memerlukan energi. Baik rantai transpor elektron
dan ATP sintase terdapat pada membran, dan energi ditransfer dari rantai transpor elektron ke
ATP sintase melalui pergerakan proton melewati membran ini. Proses ini disebut sebagai
kemiosmosis. Dalam prakteknya, ini mirip dengan sebuah sirkuit listrik, dengan arus proton
didorong dari sisi negatif membran ke sisi positif oleh enzim pemompa proton yang ada pada
rantai transpor elektron. Enzim ini seperti baterai. Pergerakan proton menciptakan gradien
elektrokimiawi di sepanjang membran, yang sering disebut gaya gerak proton. Gradien ini
mempunyai dua komponen perbedaan pada konsentrasi proton (gradien pH) dan perbedaan pada
potensi listrik. Energi tersimpan dalam bentuk perbedaan potensi listrik dalam mitokondria, dan
juga sebagai gradien pH dalam kloroplas.
ATP sintase juga dapat memompa ion H+ keluar dari dalam matriks, apabila terjadi hidrolisis
ATP pada kutub kompleksnya. Pada kasus hipertiroidisme pada hepatosit model tikus, juga
ditemukan pemompaan ion H+ dari dalam matriks di luar mekanisme rantai transpor elektron,
hal ini ditengarai terjadi oleh sebab peran hormon T3 yang dapat menyisip pada membran
mitokondria sebelah dalam sebagai pompa ion.
Enzim ini seperti motor listrik, yang menggunakan gaya gerak proton untuk mendorong rotasi
strukturnya dan menggunakan pergerakan ini untuk mensintesis ATP.
Energi yang dilepaskan oleh fosforilasi oksidatif ini cukup tinggi dibandingkan dengan energi
yang dilepaskan oleh fermentasi anaerobik. Glikolisis hanya menghasilkan 2 molekul ATP,
sedangkan pada fosforilasi oksidatif 10 molekul NADH dengan 2 molekul suksinat yang
dibentuk dari konversi satu molekul glukosa menjadi karbon dioksida dan air, dihasilkan 30
sampai dengan 36 molekul ATP. Rendemen ATP ini sebenarnya merupakan nilai teoritis
maksimum; pada prakteknya, ATP yang dihasilkan lebih rendah dari nilai tersebut.

Molekul pemindah elektron dan proton


Reduksi koenzim Q dari bentuk ubikuinon (Q) menjadi ubikuinol yang tereduksi (QH2).
Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron, mengangkut proton dari donor
ke akseptor, dan mengangkut proton melawati membran. Proses ini menggunakan molekul yang
larut dan terikat pada molekul transfer. Pada mitokondria, elektron ditransfer dalam ruang
antarmembran menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang larut dalam air. Ia hanya
mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi dan oksidasi atom
besiyang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya. Sitokrom c juga ditemukan pada
beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam ruang periplasma.
Dalam membran dalam mitokondria, koenzim Q10 pembawa elektron yang larut dalam lipid
membawa baik elektron maupun proton menggunakan siklus redoks. Molekul benzokuinon
yang kecil ini sangat hidrofobik, sehingga ia akan berdifusi dengan bebas ke dalam membran.
Ketika Q menerima dua elektron dan dua proton, ia menjadi bentuk tereduksi ubikuinol (QH2);
ketika QH2 melepaskan dua elektron dan dua proton, ia teroksidasi kembali menjadi bentuk
ubikuinon (Q). Akibatnya, jika dua enzim disusun sedemikiannya Q direduksi pada satu sisi
membran dan QH2dioksidasi pada sisi lainnya, ubikuinon akan menggandengkan reaksi ini dan
mengulang alik proton melewati membran. Beberapa rantai transpor elektron bakteri
menggunakan kuinon yang berbeda, seperti menakuinon, selain ubikuinon.
Dalam protein, elektron ditransfer antar kofaktor flavin,[10] gugus besi-sulfur, dan sitokrom.
Terdapat beberapa jenis gugus besi-sulfur. Jenis paling sederhana yang ditemukan pada rantai
transfer elektron terdiri dari dua atom besi yang dihubungkan oleh dua atom sulfur; ini disebut
sebagai gugus [2Fe–2S]. Jenis kedua, disebut [4Fe–4S], mengandung sebua kubus empat atom
besi dan empat atom sulfur. Tiap-tiap atom pada gugus ini berkoordinasi dengan asam amino,
biasanya koordinasi antara atom sulfur dengan sisteina. Kofaktor ion logam menjalani reaksi
redoks tanpa mengikat ataupun melepaskan proton, sehingga pada rantai transpor elektron ia
hanya berfungsi sebagai pengangkut elektron. Elektron bergerak cukup jauh melalui protein-
protein ini dengan cara meloncat disekitar rantai kofaktor ini. Hal ini terjadi melalui
penerowongan kuantum, yang terjadi dengan cepat pada jarak yang lebih kecil daripada
1,4×10−9 m.

PENUTUP

IV. Kesimpulan

Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor
elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor
elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan
penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah
molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.
Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron, mengangkut
proton dari donor ke akseptor, dan mengangkut proton melawati membran. Proses ini
menggunakan molekul yang larut dan terikat pada molekul transfer. Pada mitokondria, elektron
ditransfer dalam ruang antarmembran menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang
larut dalam air. Ia hanya mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi
dan oksidasi atom besi yang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya. Sitokrom c juga
ditemukan pada beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam ruang periplasma.

Daftar Pustaka
1. (Inggris)Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts,
and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - Fig. 2-82. The final stages of oxidation
of food molecules (ed. 4). Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. Diakses 2010-07-16.
2. (Inggris)"Experimental support for the “E pathway hypothesis” of coupled
transmembrane e– and H+ transfer in dihemic quinol:fumarate reductase". Department of
Molecular Membrane Biology, Max Planck Institute of Biophysics, Institut für Mikrobiologie,
Institut für Biophysik, Institut für Organische Chemie, Johann Wolfgang Goethe-Universität; C.
Roy D. Lancaster, Ursula S. Sauer, Roland Groß, Alexander H. Haas, Jürgen Graf, Harald
Schwalbe, Werner Mäntele, Jörg Simon, dan M. Gregor Madej. Diakses 2010-11-09.
3. (Inggris)Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts,
and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - Chemiosmotic coupling (ed. 4).
Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. Diakses 2010-07-13.
4. (Inggris)"The Cell - The Mechanism of Oxidative Phosphorylation - Fig. 10.8". Geoffrey
M. Cooper. Diakses 2010-07-15.
5. (Inggris)"The Cell - The Mechanism of Oxidative Phosphorylation - Fig. 10.9". Geoffrey
M. Cooper. Diakses 2010-07-15.

Anda mungkin juga menyukai