“TRANSPORT ELEKTRON”
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karuniaNya
Makalah kami yang berjudul “Transport Electron” dapat terselesaikan. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang dialami
dalam proses pengerjaannya, tetapi laporan ini berhasil terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.Tak lupa ucapan terimakasih kepada Dosen pak Rosario Trijuliamos Manalu, SP.,
M.Si yang telah memberikan tugas Biokimia ini.
Terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberikontribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam makalah ini. Semoga dapat menjadi sesuatu yang berguna.Berbagai
masukan dan pendapat dari orang-orang yang membaca makalah ini sangat diharapkan demi
perbaikan selanjutnya dan menjadi yang lebih baik
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Kadar O2 udara
Pengaruh kadar O2 dalam atmosfir terhadap kecepatan respirasi akan berbeda-beda
tergantung pada jaringan dan lama perlakuan, tetapi meskipun demikian makin tinggi kadar O2
di atmosfir maka makin tinggi kecepatan respirasi
4. Cahaya
Cahaya dapat meningkatkan respirasi pada jaringan tanaman yang berklorofil karena cahaya
berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang dihasilkan dari proses fotosintesa.
BAB III
PEMBAHASAN
Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor
elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor
elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan
penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah
molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.
Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang
berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH
dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik
menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron,
koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi
yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi
untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi
sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan
dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam
rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari
sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi
koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi
menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik
menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang
menghasilkan ATP.
Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 sebanyak
10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul
FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.
III.2 Molekul pemindah elektron dan proton
Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron, mengangkut proton
dari donor ke akseptor, dan mengangkut proton melawati membran. Proses ini menggunakan
molekul yang larut dan terikat pada molekul transfer. Pada mitokondria, elektron ditransfer
dalam ruang antarmembran menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang larut dalam
air. Ia hanya mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi dan oksidasi
atom besi yang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya. Sitokrom c juga ditemukan
pada beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam ruang periplasma.
Dalam membran dalam mitokondria, koenzim Q10 pembawa elektron yang larut dalam
lipid membawa baik elektron maupun proton menggunakan siklus redoks. Molekul benzokuinon
yang kecil ini sangat hidrofobik, sehingga ia akan berdifusi dengan bebas ke dalam membran.
Ketika Q menerima dua elektron dan dua proton, ia menjadi bentuk tereduksi ubikuinol (QH2);
ketika QH2 melepaskan dua elektron dan dua proton, ia teroksidasi kembali menjadi bentuk
ubikuinon (Q). Akibatnya, jika dua enzim disusun sedemikiannya Q direduksi pada satu sisi
membran dan QH2 dioksidasi pada sisi lainnya, ubikuinon akan menggandengkan reaksi ini dan
mengulang alik proton melewati membran. Beberapa rantai transpor elektron bakteri
menggunakan kuinon yang berbeda, seperti menakuinon, selain ubikuinon.
Dalam protein, elektron ditransfer antar kofaktor flavin, gugus besi-sulfur, dan
sitokrom. Terdapat beberapa jenis gugus besi-sulfur. Jenis paling sederhana yang ditemukan
pada rantai transfer elektron terdiri dari dua atom besi yang dihubungkan oleh dua atom sulfur;
ini disebut sebagai gugus [2Fe–2S]. Jenis kedua, disebut [4Fe–4S], mengandung sebua kubus
empat atom besi dan empat atom sulfur. Tiap-tiap atom pada gugus ini berkoordinasi dengan
asam amino, biasanya koordinasi antara atom sulfur dengan sisteina. Kofaktor ion logam
menjalani reaksi redoks tanpa mengikat ataupun melepaskan proton, sehingga pada rantai
transpor elektron ia hanya berfungsi sebagai pengangkut elektron. Elektron bergerak cukup jauh
melalui protein-protein ini dengan cara meloncat disekitar rantai kofaktor ini.
Banyak proses katabolik biokimia, seperti glikolisis, siklus asam sitrat, dan oksidasi beta,
menghasilkan koenzim NADH. Koenzim ini mengandung elektron yang memiliki potensial
transfer yang tinggi. Dengan kata lain, ia akan melepaskan energi yang sangat besar semasa
oksidasi. Namun, sel tidak akan melepaskan semua energi ini secara bersamaan karena akan
menjadi reaksi yang tidak terkontrol. Sebaliknya, elektron dilepaskan dari NADH dan
dipindahkan ke oksigen melalui serangkaian enzim yang akan melepaskan sejumlah kecil
energi pada tiap-tiap enzim tersebut. Rangkaian enzim yang terdiri dari kompleks I sampai
dengan kompleks IV ini disebut sebagai rantai transpor elektron dan ditemukan dalam
membran dalam mitokondria. Suksinat juga dioksidasi oleh rantai transpor elektron, namun
ia terlibat dalam lintasan yang berbeda.
Pada eukariota, enzim-enzim pada sistem transpor ini menggunakan energi yang dilepaskan dari
oksidasi NADH untuk memompa proton melewati membran dalam mitokondria. Hal ini
menyebabkan proton terakumulasi pada ruang antarmembran dan menghasilkan gradien
elektrokimia di sepanjang membran. Energi yang tersimpan sebagai energi potensial ini
kemudian digunakan oleh ATP sintase untuk menghasilkan ATP. Mitokondria terdapat pada
hampir semua eukariota, dengan pengecualian pada protozoa anaerobik seperti Trichomonas
vaginalis yang mereduksi proton menjadi hidrogen menggunakan hidrogenosom.
Enzim pernafasen dan substrat yang umum pada eukariota.
Potensial tengah
Sistem pernafasan Pasangan redoks
(Volt)
NADH dehidrogenase NAD+ / NADH −0.32[25]
Suksinat dehidrogenase FMN atau FAD / FMNH2 atau FADH2 −0.20[25]
Kompleks sitokrom bc1 Koenzime Q10ox / Koenzime Q10red +0.06[25]
Kompleks sitokrom bc1 Sitokrom box / Sitokrom bred +0.12[25]
Kompleks IV Sitokrom cox / Sitokrom cred +0.22[25]
Kompleks IV Sitokrom aox / Sitokrom ared +0.29[25]
Kompleks IV O2 / HO- +0.82[25]
Kondisi: pH = 7[25]
Pada dasarnya, terdapat dua mekanisme katalitik yang dilakukan tiap kompleks enzim agar
transfer elektron dapat menciptakan potensial membran, yaitu mekanisme iterasi redoks dan
mekanisme pemompaan ion H+.[2] Pada mekanisme iterasi redoks sendiri, reaksi reduksi
akan mengikat ion H+, sedangkan reaksi oksidasi akan melepaskannya. Pada respirasi
anaerobik, mekanisme yang sederhana ditunjukkan oleh format dehidrogenase dan nitrat
reduktase yang terikat pada membran sel. Pada respirasi aerobik, mekanisme yang terjadi
adalah sebagai berikut,
Kompleks I
Gambar Kompleks I atau NADH-Q oksidoreduktase. Matriks berada pada bagian bawah,
sedangkan ruang antar membran berada di bagian atas.
Kompleks I merupakan protein pertama pada rantai transpor elektron, berupa kompleks enzim
yang disebut NADH-koenzim Q oksidoreduktase.
Pada hepatosit hewan sapi, kompleks I adalah enzimraksasa dengan 46 sub-unit dan massa
molekul sekitar 1.000 kilodalton (kDa). Hanya struktur enzim kompleks I dari bakteri yang
diketahui secara mendetail; pada kebanyakan organisme, kompleks ini menyerupai sepatu but
dengan "bola" yang besar menyeruak keluar dari membran ke dalam mitokondria. Gen yang
mengkode protein ini terdapat pada baik inti sel maupun genom mitokondria.
Reaksi redoks yang dikatalisis oleh enzim ini adalah oksidasi NADH, dan reduksi koenzim Q10
(diwakilkan dengan Q):
Oksidasi NADH akan menghasilkan NAD+ yang diperlukan untuk siklus asam sitrat dan
oksidasi asam lemak,
Reaksi oksidasi NADH di atas dikopling oleh reaksi deiodinasi hormon tiroksin dengan promoter
berupa peroksidase dan H2O2,[31] sedangkan reduksi Q akan mentranspor elektron ke kompleks
berikutnya hingga pada akhirnya digunakan untuk mereduksi oksigen menjadi air.
Awal mula reaksi terjadi ketika NADH berikatan dengan kompleks I dan menyumbang dua
elektron. Elektron tersebut kemudian memasuki kompleks I via FMN, suatu gugus prostetik yang
melekat pada kompleks. Tambahan elektron ke FMN mengubahnya menjadi bentuk tereduksi,
FMNH2. Elektron kemudian ditransfer melalui rangkaian gugus besi-sulfur. Kemudian elektron
ditransfer ke Q, mengubahnya menjadi QH2, dan menyebabkan 4 ion H+ terpompa keluar
menuju ke dalam sitoplasma, bukan ke dalam ruang antarmembran, oleh karena kompleks I
terikat oleh 3 lapisan membran mitokondria. Pada sel prokariota Escherichia coli dan Klebsiella
pneumoniae, kompleks I tidak meletupkan ion H+, melainkan ion Na+.
Terdapat baik jenis gugus besi-sulfur [2Fe-2S] maupun [4Fe–4S] dalam kompleks I.
Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat,
Kompleks II
Reduksi
Kopling yang terjadi dengan siklus asam sitrat
Pada kompleks II terdapat kompleks enzim ETF-QO dengan tiga domain pencerap, masing-
masing mengikat FAD, kluster [4Fe-4S]1+, 2+ dan ubikuinon.
ETF-QO mempercepat reaksi redoks:
reduksi senyawa Q-1 dengan elektron dari senyawa flavoprotein ET yang dapat berasal dari 11
macam flavoprotein dehidrogenase yang terdapat di dalam matriks mitokondria, Pada lintasan
alternatif, elektron dapat mengalir dari kluster 4Fe4S dan dikatalitik oleh ETF-QO untuk
mereduksi ubikuinon menjadi ubikuinol dengan koenzim FAD.Lintasan reaksi yang terjadi:
reduksi
oksidasi kofaktor
oksidasi dengan substrat berupa asam lemak yang disebut lintasan oksidasi ß, katabolisme
beberapa asam aminodan kolina,[46] kemudian mentransfer elektronnya ke dalam kompleks II.
Kompleks III
Oleh karena hanya satu elektron yang dapat ditransfer dari donor QH2 ke akseptor sitokrom c,
mekanisme reaksi kompleks III lebih rumit daripada kompleks lainnya, dan terjadi dalam dua
langkah yang disebut siklus Q. Pada langkah pertama, enzim mengikat tiga substrat, pertama,
QH2 yang akan dioksidasi kemudian dengan satu elektron dipindahkan ke sitokrom c yang
merupakan substrat kedua. Dua proton yang dilepaskan dari QH2 dilepaskan ke dalam ruang
antarmembran. Substrat ketiga adalah Q, yang menerima dua elektron dari QH2 dan direduksi
menjadi Q.-, yang merupakan radikal bebas ubisemikuinon. Dua substrat pertama dilepaskan,
namun zat antara ubisemikuinon ini tetap terikat. Pada langkah kedua, molekul kedua QH2
terikat dan kemudian melepaskan satu elektronnya ke akspetor sitokrom c. Elektron kedua
dilepaskan ke ubisemikuinon yang terikat, mereduksinya menjadi QH2 ketika ia menerima dua
proton dari matriks mitokondria. QH2 ini kemudian dilepaskan dari enzim.
Karena koenzim Q direduksi menjadi ubikuinol pada sisi dalam membran dan teroksidasi
menjadi ubikuinon pada sisi luar, terjadi transfer proton di membran, yang menambah gradien
proton. Mekanisme dua langkah ini sangat penting karena ia meningkatkan efisiensi transfer
proton. Jika hanya satu molekul QH2 yang digunakan untuk secara langsung mereduksi dua
molekul sitokrom c, efisiensinya akan menjadi setengah, dengan hanya satu proton yang
ditransfer per sitokrom c yang direduksi.
Kompleks IV
. Berbeda dengan banyaknya kemiripan dalam struktur dan fungsi rantai transpor elektron
pada eukariota, bakteri dan arkaea memiliki banyak jenis enzim transfer elektron yang
sangat bervariasi. Enzim-enzim yang bervariasi ini pula menggunakan senyawa kimia
yang bervaruasi sebagai substrat. Walau demikian, terdapat kesamaan dengan rantai
transpor elektron eukarita, yaitu transpor elektron prokariotik juga menggunakan energi
yang dilepaskan dari oksidasi substrat untuk memompa ion keluar masuk membran dan
menghasilkan gradien elektrokimia. Fosforilasi oksidatif bakteri, utamanya bakteri
Escherichia coli telah dipahami secara mendetail, manakala pada arkaea, hal ini masih
belum dipahami dengan baik.
Perbedaan utama antara fosforilasi eukariotik dengan fosforilasi oksidatif prokariotik adalah
bahwa bakteri dan arkaea menggunakan banyak senyawa-senyawa yang berbeda untuk
menerima dan mendonor elektron. Hal ini sebenarnya mengijinkan prokariota untuk hidup dan
tumbuh dalam berbagai jenis kondisi dan lingkungan. Pada E. coli, sebagai contohnya, fosforilasi
oksidatif dapat didorong oleh sejumlah besar pasangan reduktor dan oksidator (lihat tabel di
bawah). Potensial titik tengah suatu senyawa kimia mengukur seberapa banyak energi yang
dilepaskan ketika ia dioksidasi maupun direduksi, dengan reduktor memiliki potensial negatif
dan oksidator positif.
Enzim dan substrat pernafasan pada E. coli
Potensial titik
(Volt)
2-oksoasam + amonia / Asam D-
Asam D-amino dehidrogenase ?
amino
Trimetilamina N-oksida
TMAO / TMA +0,13
reduktase
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh tabel di atas, E. coli dapat tumbuh dengan
menggunakan reduktor seperti format, hidrogen, ataupun laktat sebagai donor elektron
dan nitrat, DMSO, ataupun oksigen akseptor. Semakin besar perbedaan potensial titik
tengah antra reduktor dan oksidator, semakin banyak pula energi yang dilepaskan ketika
bereaksi. Dari seluruh pasangan senyawa ini, pasangan suksinat/fumarat tidak lazim
karena potensial titik tengahnya mendekati nol. Suksinat oleh karenanya dapat dkoksidasi
menjadi fumarat apabila terdapat oksidator kuat seperti oksigen dan fumarat dapat
direduksi menjadi suksinat menggunakan reduktor kuat seperti format. Reaksi alternatif
ini dikatalisis oleh suksinat dehidrogenase untuk oksidasi suksinat dan fumarat reduktase
untuk reduksi fumarat.
Beberapa prokariota menggunakan pasangan redoks yang hanya memiliki perbedaan
potensial titik tengah yang kecil. Sebagai contohnya, bakteri yang melakukan nitrifikasi
seperti Nitrobakter mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dan mendonarkan elektron ke
oksigen. Sejumlah kecil energi yang dilepaskan oleh reaksi ini cukup untuk memompa
proton dan menghasilkan ATP, namun tidak cukup untuk menghasilkan NADH ataupun
NADPH secara langsung untuk digunakan dalam anabolisme.Permasalahan ini
diselesaikan dengan menggunakan nitrit oksidoreduktase untuk menghasilkan gaya gerak
proton yang cukup untuk menjalankan sebagai rantai transpor elektron secara terbalik,
menyebabkan kompleks I memproduksi NADH.
Prokariota mengontrol penggunaan donor dan akseptor elektron ini dengan
memproduksi enzim tertentu sesuai dengan kondisi lingkungan. Fleksibilitas ini
dimungkinkan karena oksidase dan reduktase yang berbeda menggunakan kolam
ubikuinon yang sama. Ini mengijinkan banyak kombinasi enzim untuk bekerja secara
bersamaan, yang saling terhubung oleh zat antara ubikuinol.
Selain beranekaragamnya lintasan metabolisme ini, prokariota juga memiliki
sejumlah besar isozim, yaitu enzim-enzim berbeda yang mengkatalisis reaksi yang sama.
Sebagai contohnya, E. coli memiliki dua jenis ubikuinol oksidase yang berbeda. Di
bawah kondisi aerob, sel menggunakan oksidase yang berafinitas rendah terhadap
oksigen yang dapat mentranspor dua proton per elektron. Namun, apabila kadar oksigen
menurun, sel akan menggunakan oksidase yang hanya mentransfer satu proton per
elektron namun berafinitas tinggi terhadap oksigen.
ATP sintase (kompleks V)
ATP sintase, juga disebut kompleks V, adalah enzim terakhir dalam lintasan fosforilasi
oksidatif. Enzim ini ditemukan di seluruh organisme hidup dan berfungsi sama pada prokariota
maupun eukariota. Enzim ini menggunakan energi yang tersimpan pada gradien proton di
sepanjang membran untuk mendorong sintesis ATP dari ADP dan fosfat (Pi). Perkiraan jumlah
proton yang diperlukan untuk mensintesis satu ATP berkisar antara tiga sampai dengan empat,
dengan beberapa peneliti yang mensugestikan bahwa sel dapat memvariasikan rasio ini sesuai
dengan kondisi.
Reaksi fosforilasi ini adalah reaksi kesetimbangan, yakni ia dapat digeser dengan
mengubah gaya gerak proton. Dengan ketiadaan gaya gerak proton, reaksi ATP sintase
akan berjalan dari sisi kanan ke kiri, menghidrolisis ATP dan memompa proton keluar
dari matriks melewati membran. Namun, ketika gaya gerak protonnya tinggi, reaks
dipaksa untuk berjalan secara terbalik, yaitu dari sisi kanan ke kiri, mengijinkan proton
mengalir dan mengubah ADP menjadi ATP.
ATP sintase adalah sebuah kompleks protein yang besar dengan bentuk seperti jamur.
Kompleks enzim ini pada mamalia mengandung 16 subunit dan memiliki massa kira-kira
600 kilodalton.Bagian yang tertanam pada membran disebut FO dan mengandung sebuah
cincin subunit c dan saluran proton. "Tangkai" dan kepala yang berbentuk bola disebut
F1 dan merupakan tempat sintesis ATP. Kompleks yang berbentuk bola pada ujung akhir
F1 mengandung enam protein yang dapat dibagi menjadi dua jenis: tiga subunit α dan
tiga subunit β), manakala bagian "tangkai" terdiri dari satu protein: subunit γ, dengan
ujung tangkai menusuk ke dalam bola subunit α dan β. Baik subunit α dan β mengikat
nukleotida, namun hanya subunit β yang mengkatalisis reaksi sintesis ATP. Di samping
F1 pula terdapat sebuah subunit berbentuk batang yang menghubungakan subunit α dan β
dengan dasar enzim.
Seiring dengan mengalirnya proton melewati membran melalui saluran ini, motor FO
berotasi. Rotasi dapat disebabkan oleh perubahan pada ionisasi asam amino cincin subunit c,
menyebabkan interaksi elektrosatik yang menolak cincin subunit c.Cincin yang berotasi ini pada
akhirnya akan memutar "as roda" (tangkai subunit γ). Subunit α dan β dihalangi untuk berputar
oleh batang samping yang berfungsi sebagai stator. Pergerakan ujung subunit γ yang berada
dalam bola subunit α dan β memberikan energi agar tapak aktif pada subunit β menjalankan
siklus pergerakan yang memproduksi dan kemudian melepaskan ATP.
Mekanisme ATP sintase. ATP ditunjukkan dengan warna merah, ADP dan fosfat
dalam warna merah jambu, dan subunit γ yang berputar dalam warna hitam.
Reaksi sintesis ATP ini disebut sebagai mekanisme perubahan ikatan (binding change
mechanism) dan melibatkan tapak aktif subunit β yang berputar terus dalam tiga keadaan.
Pada keadaan "terbuka", ADP dan fosfat memasuki tapa aktif (ditunjukkan dalam warna
coklat pada diagram). Protein kemudian menutup dan mengikat ADP dan fosfat secara
longgar (keadaan "longgar" ditunjukkan dalam warna merah). Enzim kemudian berubah
bentuk lagi dan memaksa kedua molekul ini bersama, dengan tapak aktif dalam keadaan
"ketat" (ditunjukan dalam warna merah jambu) dan mengikat molekul ATP yang
terbentuk. Tapak aktif kemudian kembali lagi ke keadaan terbuka dan melepaskan ATP
untuk kemudian mengikat ADP dan fosfat, dan memulai siklus yang baru.
Pada beberapa bakteri dan arkaea, sintesis ATP didorong oleh pergerakan ion natrium
yang melalui membran sel daripada pergerakan proton. Arkaea seperti Methanococcus
juga mengandung A1Ao sintase, sebuah bentuk enzim yang mengandung protein
tambahan dengan kemiripan urutan asam amino yang kecil dengan subunit ATP sintase
bakteri dan eukariota lainnya. Adalah mungkin bahwa pada beberapa spesies, bentuk
enzim A1Ao adalah ATP-sintase terspesialisasi yang digerakkan oleh natrium,namun ini
tidaklah benar pada keseluruhan kasus.
Spesi oksigen reaktif dan produk reaksinya ini seperti radikal hidroksil, sangatlah
berbahaya bagi sel, karena akan mengoksidasi protein dan mengakibatkan mutasi pada
DNA. Kerusakan ini berkontribusi terhadap penyakit dan diajukan pula merupakan salah
satu akibat dari penuaan.
Kompleks sitokrom c sangat efisien mereduksi oksigen menjadi air, dan melepaskan
hanya sedikit zat antara yang tereduksi secara parsial. Namun terdapat sejumlah kecil
anion superoksida dan peroksida yang diproduksi oleh rantai transpor elektron.Terutama
pentingnya adalah pada reduksi koenzime Q pada kompleks III, karena radikal bebas
ubikuinon yang sangat reaktif terbentuk sebagai zat antara dalam siklus Q. Spesi yang
tidak stabil ini dapat menyebabkan "kebocoran" elektron ketika elektron ditransfer secara
langsung ke oksigen dan menghasilkan superoksida.Karena laju produksi spesi oskigen
reaktif oleh kompleks pemompa proton ini tertinggi ketika potensial membran tinggi,
diajukan bahwa mitokondria meregulasi aktivitas kompleks untuk menjaga potensial
membran berada dalam kisaran yang kecil sehingga menyeimbangkan produksi ATP
terhadap produksi oksidator. Sebagai contohnya, oksidator dapat mengaktivasi UCP
(uncoupling protein) yang menurunkan potensial membran.
Untuk melawan spesi oksigen reaktif ini, sel mengandung sejumlah sistem
antioksidan, meliputi vitamin antioksidan seperti vitamin C dan vitamin E, dan enzim
antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase, dan peroksidase, yang menetralkan
spesi reaktif sehingga mengurangi kerusakan sel.
Gugus anion superoksida, senyawa organik yang sangat aktif yang terdapat pada
molekul hidrogen peroksida dan jenis ROS lainnya, merupakan produk samping reaksi
redoks yang terjadi pada rantai transpor elektron. Gangguan mekanisme produksi ROS
dapat berakibat pada berbagai macam patologi seperti diabetes, neurodegenerasi, gagal
jantung, chronic obstructive pulmonary disease. Domain produksi anion superoksida
terletak pada kompleks I dan kompleks III.
Dari beberapa senyawa intermediat pengusung satu elektron, radikal bebas SQ- dianggap
merupakan senyawa yang paling berperan aktif dalam mereduksi molekul oksigen menjadi anion
superoksida. Molekul semikuinon dihasilkan kompleks I dan III sebagai hasil reduksi ubikuinon
atau oksidasi ubikuinol,
SQ- akan melekat pada kompleks I atau III hingga saat terstimulasi elektron yang kedua
dengan reaksi,
Semikuinon lebih lanjut dapat berinteraksi langsung dengan molekul oksigen dengan reaksi,
Inhibitor
Terdapat beberapa obat dan racun yang dikenal baik menginhibisi fosforilasi oksidatif.
Walaupun semua racun hanya menginhibisi satu enzim pada rantai transpor elektron, inhibisi
pada langkah apapun pada proses ini akan menghentikan keseluruhan proses. Contohnya, jika
oligomisin menginhibisi ATP sintase, proton tidak dapat mengalir balik ke dalam
mitokondria.Akibatnya, pompa proton tidak dapat bekerja, karena gradien konsentrasinya
menjadi terlalu kuat untuk diatasi. NADH kemudian tidak akan lagi teroksidasi dan siklus asam
sitrat berhenti bekerja karena konsentrasi NAD+ menurun di bahwa kadar yang cukup agar
enzim bekerja.
Malonat dan
Inhibitor kompetitif suksinat dehidrogenase (kompleks II).
oksaloasetat
Tidak semua inhibitor fosforilasi oksidatif bersifat racun. Pada jaringan lemak coklat, saluran
proton yang diregulasi disebut UCP (uncoupling protein), yang dapat mengawagandengkan
respirasi dari sintesis ATP. Respirasi cepat ini menghasilkan panas, dan proses ini sangat penting
dalam menjaga suhu tubuh pada hewan yang berhibernasi, walaupun protein ini kemungkinan
juga memiliki fungsi umum dalam respon sel terhadap stress
PENUTUP
IV. Kesimpulan
Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor
elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor
elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan
penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah
molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.
Rantai transpor elektron membawa baik proton maupun elektron, mengangkut
proton dari donor ke akseptor, dan mengangkut proton melawati membran. Proses ini
menggunakan molekul yang larut dan terikat pada molekul transfer. Pada mitokondria, elektron
ditransfer dalam ruang antarmembran menggunakan protein transfer elektron sitokrom c yang
larut dalam air. Ia hanya mengangkut elektron, dan elektron ini ditransfer menggunakan reduksi
dan oksidasi atom besi yang terikat pada protein pada gugus heme strukturnya. Sitokrom c juga
ditemukan pada beberapa bakteri, di mana ia berlokasi di dalam ruang periplasma.
Daftar Pustaka
1. (Inggris)Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts,
and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - Fig. 2-82. The final stages of oxidation
of food molecules (ed. 4). Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. Diakses 2010-07-16.
2. (Inggris)"Experimental support for the “E pathway hypothesis” of coupled
transmembrane e– and H+ transfer in dihemic quinol:fumarate reductase". Department of
Molecular Membrane Biology, Max Planck Institute of Biophysics, Institut für Mikrobiologie,
Institut für Biophysik, Institut für Organische Chemie, Johann Wolfgang Goethe-Universität; C.
Roy D. Lancaster, Ursula S. Sauer, Roland Groß, Alexander H. Haas, Jürgen Graf, Harald
Schwalbe, Werner Mäntele, Jörg Simon, dan M. Gregor Madej. Diakses 2010-11-09.
3. (Inggris)Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts,
and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - Chemiosmotic coupling (ed. 4).
Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. Diakses 2010-07-13.
4. (Inggris)"The Cell - The Mechanism of Oxidative Phosphorylation - Fig. 10.8". Geoffrey
M. Cooper. Diakses 2010-07-15.
5. (Inggris)"The Cell - The Mechanism of Oxidative Phosphorylation - Fig. 10.9". Geoffrey
M. Cooper. Diakses 2010-07-15.