Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa
kimia (chemodiversity) yang kemungkinan terkandung di dalamnya baik yang
berupa metabolisme primer (metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan
lemak yang digunakan oleh tumbuhan itu sendiri untuk pertumbuhannya ataupun
senyawa kimia dari hasil metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti
terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas
dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk
tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Hal ini memacu dilakukannya
penelitian dan penelusuran senyawa kimia terutama metabolit sekunder yang
terkandung dalam tumbuh-tumbuhan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, seperti teknik pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi.
Senyawa hasil isolasi atau senyawa semi sintetik yang diperoleh dari tumbuhan
sebagai obat atau bahan baku obat. Alkaloid merupakan salah satu metabolisme
sekunder yang terdapat pada tumbuhan, yang bias dijumpai pada bagian daun, ranting,
biji, dan kulit batang. Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan berupa pemicu
sistem saraf, menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat
penenang, obat penyakit jantung dan lain-lain lain (Simbala 2009).
Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon
teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup
sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang
sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene
CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini.
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah
(C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena
kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid
merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau
siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus
fungsi lainnya.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan senyawa terpenoid?
2. Bagaimana penggolongan dari senyawa terpenoid?
3. Bagaimana tata nama dari senyawa terpenoid?
4. Bagaimana proses biosintesis pada senyawa terpenoid?
5. Bagaimana cara isolasi senyawa terpenoid dari suatu spesies?
6. Bagaimana peran dan manfaat terpenoid dalam kehidupan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari senyawa terpenoid
2. Mengetahui penggolongan dari senyawa terpenoid
3. Mengetahui tata nama dari senyawa terpenoid
4. Mengetahui proses biosintesis pada senyawa terpenoid
5. Mengetahui cara isolasi senyawa terpenoid dari suatu spesies
6. Mengetahui peran dan manfaat terpenoid dalam kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Senyawa Terepenoid
Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon
teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup
sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang
sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene
CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilih-pilih
menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa tersebut, 2 (C-10), 3 (C-15), 4 (C-20), 6 (C-30) atau 8 (C-40).
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah
(C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena
kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid
merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau
siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus
fungsi lainnya.
Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri
berasal dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara
sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu
senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan
bahwa senyawa teresbut adalah golongan terpenoid. Minyak atsiri bukanlah
senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organic yang
kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan.
Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung
karbon dan hydrogen atau karbon, hydrogen dan oksigen.
Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap sehingga mudah
dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan. Salah satu cara
yang paling banyak digunakan adalah memisahkan minyak atsiri dari jaringan
tumbuhan adalah destilasi. Dimana, uap air dialirkan kedalam tumpukan jaringan
tumbuhan sehingga minyak atsiri tersuling bersama-sama dengan uap air. Setelah
pengembunan, minyak atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari air yang
selanjutnya dapat dikumpulkan. Minyak atsiri terdiri dari golongan terpenoid
berupa monoterpenoid (atom C 10) dan seskuiterpenoid (atom C 15).

2.2 Pengelompokan Senyawa Terpenoid

Tabel 1. Penggolongan terpenoid dan sumbernya

Unit Jumlah Golongan Sumber


Isoprena Karbon
1 C–5 Isoprena Daun Hamamelis japonica
2 C – 10 Monoterpenoid Berbagai tumbuhan sebagai
minyak atsiri dan
kayu Gymnospermae
3 C – 15 Seskueterpenoid Sebagai minyak atsiri
dalamCompositae
4 C – 20 Diterpenoid Dalam damer
tumbuhan Giberecae
5 C – 30 Triterpenoid Sebagai steroid pada hewan dan
manusia
6 C – 40 Tetraterpenoid Dalam ubi jalar. Wortel, kelapa
sawit
7 C – 5n Poliisoprena Karetatau Havea brasiliensis

2.2.1 Isopren
Isopren disebut juga unit C5. Unit C5 dinamakan demikian karena kerangka
karbonnya sama dengan senyawa isopren. Kaidah isopren menyatakan bahwa
struktur molekul terpenoid dibangun oleh dua atau lebih unit isopren yang saling
berkaitan secara kepala-ke-ekor.

2.2.2 Monoterpen
Monoterpenoid merupakan senyawa “essence” dan memiliki bau yang
spesifik yang dibangun oleh 2 unit isoppren atau dengan jumlah atom karbon 10.
Stuktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik.
Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran,
spasmolitik, anestetik dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid yang sudah
dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum
dan ini merupakan senyawa komersial yang banyak diperdagangkan.
Contoh tanaman yang mengandung monoterpenoid: champora, kayu putih dan
thymus

2.2.3 Seskuiterpen
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit
isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar
naftalen. Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktifitas yang cukup besar,
diantaranya adalah anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta
regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.
Contoh tanaman yang mengandung sesterpenoid: bunga Artemisia bunga
matricia, daun tanaman feverfew dan bunga valerian.

2.2.4 Diterpen
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom
karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren senyawa ini mempunyai bioaktifitas
yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton
inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa
pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk
asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik.

2.2.5 Triterpennoid
Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih 40 jenis
kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses
siklisasi dari skualen. Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang
bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi
pada siklik tertentu. Sedangkan penamaan lebih disederhanakan dengan
memberikan penomoran pada tiap atom karbon, sehingga memudahkan dalam
penentuan substituen pada masing-masing atom karbon.
Triterpenoid biasanya terdapat pada minyak hati ikan hiu, minyak nabati
(minyak zaitun)dan ada juga ditemukandalam tumbuhan seprimitif sphagnum
tetapi yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida.
Triterpenoid telah digunakan sebagai tumbuhan obat untuk penyakit
diabetes,gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan
malaria. Struktur terpenoida yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari
reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi
dan siklisasi atas geranil-, farnesil-, dan geranil-geranil pirofosfat.

2.2.6 Tetraterpenoid
Merupakan senyawa dengan senyawa C yang berjumlah 40. Rumus molekul
tetraterpenoid adalah C40H64. Terdiri dari 8 unit isoprene. Sedangkan
biosintesisnya berasal dari geranyl-geraniol. Tetraterpenoid lebih dikenal dengan
nama karotenoid. Terdiri dari urutan panjang ikatan rangkap terkonjugasi
sehingga memberikan warna kuning, oranye dan merah. Karotenoid terdapat
pada tanaman akar wortel, daun bayam, buah tomat, dan biji kelapa sawit.

2.2.7 Polyterpenoid
Disintesis dalam tanaman dari asetal melalui pyroposfat isopentil (C5)dan
dari konjugasi jumlah unit isoprene. Ditemukan dalam latek dari karet.
Plyterpenoid merupakan senyawa penghasil karet.

2.3 Tata Nama Senyawa Terpenoid

Terpenoid diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok dan sub kelompok.


Penggolongan ini didasarkan pada beberapa hal, seperti:

a. Struktur kerangka atom C atau isoprena

Prinsip dasar ini dikenal dengan istilah “isoprene rule” yang dijelaskan
oleh Wallach (1887), yang menyatakan bahwa isoprena sebagai penyusun dasar
dari terpenoid. Sehingga klasifikasi ini didasarkan pada jumlah unit isoprena
yang menyusun terpenoid tersebut. Struktur unit isoprena dibagi menjadi bagian
kepala (head) dan ekor (tail). Dari struktur tersebut maka ikatan antar unit
isoprena dapat mungkin terjadi antara :Ekor dan kepala, Ekor dan ekor, Ekor dan
bagian tengah, dan Siklisasi. Namun demikian, sejauh ini penggabungan yang
lazim terjadi antar “Kepala dan Ekor”. Setelah kerangka dasar (C5n ) terbentuk,
rantai terpenoid tersebut dapat memperoleh gugus tambahan seperti oksigen atau
berbagai jenis heteroatom lainnya. Selain mendapat gugus tambahan, kerangka
terpenoid dapat membentuk siklis ( siklisasi)

b. Klasifikasi selanjutnya didasarkan pada jenis rantai karbonya, apakah terbuka,


tertutup, memiliki dua atau lebih cincin:

a) Terpenoid asiklik: Terpenoid dengan rantai terbuka


b) Terpeoid monosiklik: Terpenoid yang memiliki 1 rantai cincin
c) Terpenoid bisiklik: Terpenoid yang memiliki 2 rantai cincin
d) Terpenoid trisiklik: Terpenoid yang memiliki 3 rantai cincin
e) Terpenoid tetrasiklik: Terpenoid yang memiliki 4 rantai cincin
Tata nama senyawa terpenoid secara individu menggunakan sistem
tatanama IUPAC atau CAS (Chemical Abstracts Service system). Berikut ini
contoh nama tata nama dengan IUPAC dan CAS.

Namun demikian penggunaan nama trivial lebih sering digunakan untuk


beberapa senyawa. Nama trivial sering dikaitkan dengan sumber alami dimana
senyawa tersebut diperoleh atau sifatnya, misalnya saja:

1) Menthol yang bersumber dari “peppermint” dan mengandung gugus OH,


maka diberikan nama menthol
2) Camphor, dijumpai pada kayu camphor laurel (Cinnamomum camphora)
3) Limonene, karena baunya seperti jeruk sehingga diberi nama dari jeruk
lemon, dan lainnya.

2.4 Biosintesis Terpenoid

Secara umum biosintesa terpenoid terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:


1) Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat.
2) Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-,
seskui-, di-sester-, dan poli-terpenoid.
3) Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis
Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan
asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevanolat. Reaksi-reaksi
berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi
menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim
isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepada ke-ekor dengan
DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi
isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan
elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang
kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini
menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa
monoterpen.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan


mekanisme yang sama seperti antara IPP dan DMAPP, menghasilkan farnesil
pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa
seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat
(GGPP) yang berasal dari kondensasi antara atau satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama pula.

Bila reaksi organik sebagaimana tercantum dalam Gambar 2 ditelaah lebih


mendalam, ternyata bahwa sintesa terpenoid oleh organisme adalah sangat
sederhan a sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya
menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa
antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu
persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi
sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi
spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada
suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya. Dari
persamaan reaksi di atas terlihat bahwa pembentukan senyawa-senyawa
monoterpen dan senyawa terpenoida berasal dari penggabungan 3,3 dimetil allil
pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.

2.5 Isolasi Senyawa Terpenoid dari suatu Spesies


Isolasi pada terpenoid pada dasarnya terdiri dari 2 step:

a. Isolasi minyak atsiri (sumber terpenoid) dari bagian suatu spesies

Terdapat 4 metode pada ekstraksi minyak atsiri (essential oil), antara lain:

 Metode ekspresi (expression method)

Cara ekstraksi minyak atau lemak yang berasal dari biji-bijian atau suatu
bahan alam yang memiliki kandungan minyak atau lemak dalam jumlah besar
(Markopala, 2010).

 Metode distilasi uap (Steam distillation method)


 Ekstraksi dengan pelarut volatil.
 Adsorpsi pada lemak murni ( Adsorption in purified fats)
Metode yang paling sering digunakan adalah metode distilasi uap. Pada
metode ini material tanaman didistilasi dengan uap panas untuk memperoleh
minyak atsiri dalam bentuk distilat, yang selanjutnya diekstraksi dengan pelarut
organik volatil murni. Jika senyawa yang diisolasi kemungkinan mudah
terdekomposisi selama proses distilasi, maka dapat diekstraksi dengan eter pada
suhu 50⁰C.

b. Pemisahan senyawa terpenoid dari minyak atsiri

Sejumlah terpenoid yang terdapat pada minyak atsiri diperoleh dengan


ekstraksi menggunakan pelarut organik (solvent extraction). Metode fisik dan
kimia tertentu dapat digunakan untuk memisahkan terpenoid dari minyak atsiri.
Sekarang ini kebanyakan isolasi dan pemisahan terpenoid menggunakan berbagai
teknik kromatograpi.

Misalnya, isolasi senyawa terpenoid yang aktif antibakteri pada Herba


Meniran (Phyllanthus niruri Linn) (Gunawan dan Sutrisnayanti, 2008:31-39).
Dalam penelitian Gunawan dan Sutrisnayanti, Isolasi senyawa terpenoid aktif
pada Herba Meniran (Phyllantus niruri Linn) dilakukan dengan teknik ekstraksi
yaitu:

1) Maserasi (ekstraksi dingin) dengan pelarut alkohol

Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi menggunakan pelarut


metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M.

Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5x50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana


dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%, kemudian dikentalkan.

2) Sokletasi dengan pelarut n-heksana

Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n-


heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%.
Dan terkahir ekstrak dikentalkan
Untuk mengetahui adanya kandungan senyawa terpenoid aktif, hasil
ekstrak diuji fitokimia dan aktivitas antibakteri (dalam kasus ini Eschericia
colidan Staphyloccocus aureus) menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard.
Hasil maserasi dan sokletasi menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut positif
mengandung senyawa terpenoid. Hasil uji aktivitas tersebut menunjukkan hasil
bahwa akivitas antibakteri pada ektstrak dengan metode sokletasi lebih tinggi
dibandingkan maserasi.

Selanjutnya, Ekstrak n-heksana hasil sokletasi dimurnikan dengan


menggunakan kromatografi kolom dan didentifikasi dengan kromatografi gas-
spektroskopi massa. Berdasarkan data Kromatografi gas- spektoskopi massa
meunjukkan kemungkinan hasil sokletasi mengandung duah buah senyawa yaitu
phytadiene [M+] 278 dan 1,2-seco-cladiellan m/z 335 [M+-H].

2.6 Peran Dan Manfaat Terpenoid Dalam Kehidupan

Pemanfaatan berbagai senyawa terpenoid sangat luas, secara umum dapat


dikategorikan dalam beberapa bagian, seperti:

1. Berperan penting bagi spesies penghasil terpenoid itu sendiri, misalnya


Gibberelin pada tanaman berfungsi :
a. Merangsang pertumbuhan batang
b. Menginduksi pemecahan mitosis dalam daun beberapa tumbuhan
c. Mempercepat perkecambahan biji atau benih
d. Merangsang benih yang dorman untuk berkecambah

Secara gari besar ada tiga fungsi utama metabolit sekunder (termasuk
terpenoid) yang diproduksi tumbuhan

a. Melindungi tumbuhan dari serangan herbivora dan infeksi mikroba


b. Penarik serangga atau hewan penyerbuk dan penebar biji
c. Agen alelopati yang berperan dalam kompetisi antar spesies tumbuhan

2. Industri
a. Karena hampir semua terpenoid harum dan memiliki bau yang khas dan
menyenangkan, maka banyak digunakan dalam parfum, kosmetik,
pewangi, misalnya bisabolol/levomenol.
b. Menthol dijadikan sebagai aditif pada berbagai makanan dan minuman,
odol, obat kumur, dll.
c. Sebagai pestisida alami misalnya pada farnesol
d. Kembang api (Camphor), obat nyamuk (geraniol).

3. Kesehatan (Pharmakologi)

a. Berbagai terpenoid dapat digunakan sebagai obat, misalnya menthol


sebagai anastesi lokal, topikal analgesik (mengurangi rasa sakit, kram, dan
sakit kepala), mengobati iritasi pada tenggorokan, obat pilek, obat luka
bakar.
b. Sebagai antiseptik karena bersifat aktif terhadap bakteri dan jamur.
c. Mengurangi “gastrointestinal spasm” dan efektif terhadap insomia
d. Anti Inflammatory
BAB III

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo.
Adapun yang menjadi alasan dari pemeilihan tempat bahwa calon peneliti
merupakan mahasiswa jurusan kimia sehingga untuk memudahkan akses
penelitian. Waktu penelitian, mulai dari bulan Maret 2017
.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : neraca analitik,
blender, labu erlenmeyer, penguap putar vakum, pipet ukur, labu ukur, corong
pisah, botol reagen, kertas saring, seperangkat alat gelas, seperangkat alat
kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi gas-spektroskopi
massa, refluks, sokhlet dan lampu ultra violet 254 nm dan 366 nm.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagian herba
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian terdiri dari metanol (p.a), asam
asetat anhidrida (p.a), H2SO4 pekat, kloroform (p.a), nheksana (p.a), benzena (p.a),
KOH 10%, kalsium klorida anhidrat, HCl 4 M, kalium bromida,
silika GF254, silika G60, akuades.

3.3 Prosedur Kerja

Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Sokletasi Seberat 1000 g serbuk kering herbal meniran disokletasi dengan 5


L pelarut n–heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan laludisabunkan dalam
50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji
aktivitas antibakteri.
2. Maserasi Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi
menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu dihidrolisis
dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n –
heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH
10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas
antibakteri.

Uji aktivitas antibakteri

Ekstrak n-heksana diuji aktivitasnya terhadap bakteri Eschericia coli dan


Staphyloccocus aureus dengan tahap – tahap sebagai berikut :

1. Diambil sebanyak satu koloni biakan bakteri Eschericia coli dengan


menggunkan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
2. Dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2 mL Mueller-Hinton broth
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
3. Suspensi bakteri homogen yang telah diinkubasi siap dioleskan pada
permukaan media Mueller-Hinton agar, secara merata dengan menggunakan
lidi kapas yang steril.
4. Kemudian ditempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta
pelarutnya (n-heksana) yang digunakan sebagai kontrol.
5. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
6. Dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
7. Untuk biakan bakteri Staphyloccocus aureus dilakukan dengan cara yang
sama seperti biakan bakteri Eschericia coli, namun suhunya berbeda yaitu
pada suhu 37ºC

Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan


mengunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak
kloroform : metanol (3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid
dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan
kromatograi lapis tipis. Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi
menggunakan kromatogafi gas–spektroskopi massa.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan


oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Terpen
dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan
beberapa hewan laut. terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan,
dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua
senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Rumus molekul terpen
adalah (C5H8)n.

Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene


CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh
penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah
menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa (monoterpenoid, seskuiterpenoid, diterpenoid, triterpenoid,
tetraterpenoid, politerpenoid) yang masing-masing memiliki contoh tanaman dan
khasiatnya.

Biosintesis terpenoid melalui jalur asam mevalonat dengan menghasilkan


IPP dan DMAPP debagai dasar pembentuk terpenoid. Isolasi senyawa terpenoid
dari suatu spesies melaui dua tahap: isolasi minyak atsiri dari suatu spesies dan
pemisahan terpenoid dari minyak atsiri. Senyawa terpenoid dimanfaatkan secara
meluas dalam berbagai bidang seperti industri, kesehatan, serta berperan bagi
spesies penghasil terpenoid itu sendiri dalam kehidupannya.

4.2 Saran

Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan


pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu,
pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk
kesempernuan makalah ini saya sangat membutuhkan saran-saran dan masukan
yang bersifat membangun kepada semua pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Aksara, R., Musa, W. J., & Alio, L. (2013). Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari
Ekstrak Metanol Kulit Batang. Jurnal Entropi, 8(01).

Fessenden, Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Kurniawan, Ery. 2012. Terpenoid. (online) diakses di : http://pemula-


awaliharimu.blogspot.co.id pada tanggal 1 April 2017

Lestari. 2014. Senyawa Terpenoid. (online) diakses di


http://lialestari.blogspot.co.id pada tanggal 1 April 2017

Utami, Rahayu., dkk.2016. Isolasi dan Uji Aktivitas Sitotoksik Senyawa Murni
dari Ekstrak Etil Asetat Daun Tumbuhan Akar Kaik-Kaik Uncaria
Cordata(Lour.)Merr. SCIENTIA VOL.6 NO.2, AGUSTUS 2016 ISSN :
2087-5045

Anda mungkin juga menyukai