Anda di halaman 1dari 13

MATERI METABOLIT SEKUNDER TERPENOID

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Ida Fitriyani (4301415028)
Nanda Thyareza I. (4301415038)
Khoyro Yaroh (4301415043)
Ita Purwiyanti (4301415044)
Isni Nurani (4301415056)
Anastasia Nur Asri (4301415089)
Elsa Safitri (4301415090)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
2017
A. Definisi Terpenoid
Terpenoid merupakan salah satu jenis metabolit sekunder, dengan kerangka karbon
yang terdiri dari dua atau lebih unit C5 yang disebut unit isoprena (Sjamsul, 1986:3).
Oleh karena itu terpenoid disebut juga isoprenoid. Pada definisi yang lebih modern,
terpenoid merupakan hidrokarbon dari tanaman dengan rumus umum (C5H8)n, termasuk
juga derivat lainnya yang teroksigenasi, terhidrogenasi, dan terdehidrogenasi.
Terpenoid adalah kelompok senyawa metabolit sekunder yang terbesar, dilihat dari
jumlah senyawa maupun variasi kerangka dasar strukturnya. Terpenoid ditemukan
berlimpah dalam tumbuhan tingkat tinggi, meskipun demikian dari penelitian diketahui
bahwa jamur, organisme laut, dan serangga juga menghasilkan terpenoid (Kristanti dkk,
2008).
B. Klasifikasi Senyawa Terpenoid
Senyawa terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Nama Rumus Sumber

Monoterpen C10H16 Minyak Atsiri

Seskuiterpen C15H24 Minyak Atsiri

Diterpen C20H32 Resin Pinus

Triterpen C30H48 Saponin, Damar

Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten

Politerpen (C5H8)n n 8 Karet Alam

1. Monoterpenoid
Monoterpeoid merupakan senyawa essence memiliki bau yang spesifik yang
dibangun oleh 2 unit isoprene atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000
jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang
laut, serangga, dan jenis vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui. Struktur
dari senyawa monoterpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis
kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai
penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isoprene. Struktur monoterpenoid dapat
berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik. Senyawa monoterpenoid banyak
dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolotik, dan sedatif. Disamping itu
monoterpenoid yang sudah banyak dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pemberi aroma makanan dan parfum dan ini banyak digunakan komersial dalam
perdagangan. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linaol dari salah satu
menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini
yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjadi reaksi-reaksi
sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsen, oksidasi menghasilkan sitral dan
oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal.
Peubahan GPP in vivo menjadi senyawa-senyawa monoterpen siklik dari segi
biogenetic disebabkan reaksi siklisasi yang diikuti oleh reaksi-reaksi sekunder.
Senyawa seperti monoterpenoid mempunyai kerangka karbon yang banyak
variasinya. Oleh karena itu penetapan struktur merupakan hal yang penting. Jenis
kerangka karbon monoterpenoid antara lain dapat ditetapkan oleh reaksi
dehidrogenasi menjadi senyawa aromatik. Penetapan struktur selanjutnya adalah
melalui penetapan gugus fungsi dari senyawa yang bersangkutan.
2. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit
isoprene yang terdiri dari kerangka unit asiklik atau bisiklik dengan kerangka
naphtalen. Senyawa terpenoid mempunyai boiaktifitas yang cukup besar, diantaranya
sebagai antifeedant, hormone, antimikroba, antibiotic dan toksin sebagai regulator
pertumbuhan tanaman dan pemanis. Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari
cis-farnesil pirofosfat dan trans farnesil piropospat melaului reaksi siklisasi dan reaksi
sekunder lain. Kedua isomer farnesil piropospat ini dihasilkan dari melalui
mekanisme yang sama seperti isomerisasi abtara geranil dan nerol.
3. Diterpenoid

Diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon yang


dibangun oleh 4 unti isoprene. Senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup luas
yaitu sebagai hormone pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan
tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, abtifouling dan anti
karsinogenik. Senyawa diterpenoid dapat membentuk asiklik, bisiklik, trisiklik, dan
tetrasiklik. Tata nama yang digunakan merupakan tata nama trivial.

4. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enm


satuan isoprena dan secara biosimtesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan
bersifat optis aktif. Senyawa triterpenoid dibagi menjadi empat yaitu triterpen
sebenarnya, saponin, steroid dan glikosida jantung (Harborne, 1987). Triterpenoid
biasanya terdapat pada minyak hati ikan hiu, minyak nabati (minyak zaitun) dan ada
juga yang ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagnum tetapi paling umum
ditemukan dalam tumbuhan berbiji. Triterpenoid telah digunakan sebagai obat untuk
penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati
dan malaria.

5. Tetraterpenoid

Tetraterpenoid merupakan senyawa C-40 yang terdiri dari 8 unti isoprene.


Sedangkan biosintesisnya berasal dari geranyl-geraniol. Tetraterpenoid lebih dikenal
dengan nama karotenoid. Terdiri dari urutan panjang ikatan rangkap terkonjugasi
sehingga memberikan warna kuning, orange dan merah. Karotenoid terdapat pada
tanaman akar wortel, daun bayam, buah tomat, dan biji kelapa sawit.

6. Polyterpenoid

Polyterpenoid disintesis dari asetal melalui pyropospat isopentil dan dari konjugasi
jumalah unit isoprene. Ditemukan dalam lateks dari karet alam.

C. Karakteristik Terpenoid
1. Komponen tumbuhan yang memiliki bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati melalui
penyulingan yang disebut minyak atsiri.
2. Perbandingan atom karbon dan atom hidrogen dari suatu senyawa terpenoid adalah
5:8.
3. Tersusun dari senyawa-senyawa yang mengandung suatu gabungan kepala ke ekor
dari satuan-satuan kerangka isoprena. Kepala adalah ujung yang terdekat ke cabang
metil (Fessenden dan Fessenden, 1986).
4. Terpena dapat mengandung dua, tiga, atau lebih unit C-5 (satuan isoprena).

5. Fraksi yang paling mudah menguap sebagian besar terdiri dari golongan terpenoid
yang mengandung 10 atom karbon (monoterpen).
6. Fraksi yang mempunyai titik didih lebih tinggi biasanya terdiri dari terpenoid dengan
15 atom karbon atau disebut seskuiterpen (Lenny, 2006).
7. Monoterpen (C10) mempunyai sifat-sifat berupa cairan tidak berwarna, tidak larut
dalam air, disuling dengan uap air, berinteraksi dengan lemak/minyak berbau harum
(Robinson, 1995).
8. Sebagian besar terpenoid tidak berwarna, cairan harum yang lebih ringan dari air dan
menguap dengan penguapan. Beberapa terpenoid berupa padatan misalnya kamfer.
Semua terpenoid larut dalam pelarut organik dan biasanya tidak larut dalam air.
Sebagian besar terpenoid optis aktif.
9. Terpenoid merupakan senyawa rantai terbuka atau siklis tidak jenuh yang memiliki
satu atau lebih ikatan rangkap. Karena itu, terpenoid mengalami reaksi adisi denag
hidrogen, halogen, asam, dan sebagainya. Sejumlah produk adisi bersifat antiseptik.
10. Terpenoid mengalami polimerisasi dan dehidrogenasi.
11. Terpenoid mudah teroksidasi oleh semua agen pengoksidasi. Pada kondisi
dekomposisi termal, sebagian besar terpenoid menghasilkan isoprena sebagai salah
satu produk (Yadav dkk, 2014).
12. Senyawa terpenoid memiliki kegunaan di bidang kesehatan (pengobatan). Misalnya,
senyawa euphan-8,24-diena-3-ol, tirucallol yang diisolasi dari getah Euphorbia
tirucalli bersifat antiviral. Senyawa 12-deoxyphorbol-20-propanoat merupakan salah
satu senyawa yang tanggap terhadap aktivitas biologi dan berasal getah tanaman
(Famuyiwa dkk, 2014).
D. Struktur Kimia Terpenoid
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar
dalam produk alami yang diturunkan dari unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam
model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari
metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic acid : MVA). Senyawa
ini memiliki gugus hidroksi pada atom C21 dan dari berat molekul 440, rumus molekul
yang diduga adalah C30H48O2.
Berdasarkan klasifikasi terpenoid, sebagian besar terpenoid mengandung atom
karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan kimia selanjutnya
menunjukkan bahwa sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang
dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 ini dinamakan karena kerangka karbonnya sama
seperti isopren. Penyelidikan yang lebih seksama lagi mengenai struktur molekul
terpenoid telah mengungkapkan bagaimana unit-unit isoprene tersebut saling berkaitan
secara teratur, dimana kepala dari unit yang satu berkaitan dengan ekor dari unit
lain. Cara penggabungan kepala ke ekor dari unit-unit isoprene dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kaidah ini merupakan cirri khas dari
sebagian besar terpenoid sehingga dapat digunakan sebagai hipotesa dalam menentukan
struktur terpenoid. Tetapi pada beberapa monoterpen tidak mengikuti kaidah isoprene
(Chairani, 2013). Misalnya terpenoid tidak teratur yang ditunjukkan sebagai berikut:
E. Biosintesis Terpenoid

Secara umum biosintesa terpenoida dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu:

1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. Asam
asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A (Ko-A) melakukan kondensasi jenis Claisen
menghasilkan Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan
kondensasi jenis Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana
ditemukan pada asam mevalonat.

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-, seskui-, di,
sester, dan poli- terpenoida. Setelah asam mevalonat terbentuk, reaksi-reaksi
berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam posfat, dan dekarboksilasi menghasilkan
Isopentenil Pirofosfat (IPP). Selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil Alil
Pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP inilah yang bergabung dari kepala ke
ekor dengan DMAPP. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan
rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti
oleh penyingkiran ion pirofosfat mengasilkan Geranil Pirofosfat (GPP) yaitu senyawa
antara bagi semua senyawa monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu
unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat
(FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida.
Senyawa diterpenoida diturunkan dari Geranil Geranil Pirofosfat (GGPP) yang
berasal dari kondensasi antara satu uni IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau unit C-20 menghasilkan
triterpenoida dan steroida. Triterpenoida (C30) dan tetraterpenoida (C40) berasal dari
dimerisasi C15 atau C20 dan bukan dari polimerisasi terus-menerus dari unit C-5.
Yang banyak diketahui ialah dimerisasi FPP menjadi skualena yang merupakan
triterpenoida dasar dan sumber dari triterpenoida lainnya dan steroida. Siklisasi dari
skualena menghasilkan tetrasiklis triterpenoida lanosterol.( Pinder, 1960).

F. Isolasi dan Identifikasi Terpenoid


Minyak atsiri bukanlah senyawa murni, melainkan campuran senyawa organik
yang kadangkala mengandung lebih dari 25 senyawa yang berlainan. Beberapa hasil
penelitian kimia menunjukkan bahwa sebagian besar komponen minyak atsiri adalah
senyawa yang hanya mengandung karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat
aromatik. Jika dilakukan fraksionasi (penyulingan) terhadap minyak atsiri maka yang
mudah menguap adalah fraksi senyawa terpen yang atom karbonnya sedikit, misalnya
terpen dengan 10 atom karbon atau yang lebih kecil. Fraksi yang mempunyai titik didih
yang lebih tinggi biasanya terdiri dari terpen yangmengandung 15 atom karbon, atau
yang lebih besar dari itu misalnya terpen dengan 20, 30, dan 40 atom karbon atau lebih
(Usman, 2002).
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi
dan maserasi. Sekletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering
yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan
dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji
aktifitas bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol
dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis diekstraksi
dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10
mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas
bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan
jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi
2mL Meller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada
suhu 35C.suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada
permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas
yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta
pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu
35C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-
Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat
anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk
membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam
kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini
paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung
molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan
berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan
terbentuk.

G. Kegunaan Terpenoid
Kegunaan terpenoid bagi tumbuhan antara lain :
1. Fitoaleksin
Fitoaleksin adalah suatu senyawa anti-mikrobial yang dibiosintesis (dibuat) dan
diakumulasikan oleh tanaman setelah terjadi infeksidari mikroorganisme patogen atau
terpapar senyawa kimia tertentu dan radiasi dengan sinar UV.
2. Insect antifectan, repellant
3. Pertahanan tubuh dari herbifora
4. Feromon Hormon tumbuhan.
Feromon adalah sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki
daya pikat sekspada hewan jantan maupun betina].

Selain kegunaan diatas juga mempunyai manfaat sebagai berikut:


1. Sebagai pengatur pertumbuhan (seskuiterpenoid absisin dan diterpenoid giberellin).
2. Sebagai antiseptic, ekspektoran, spasmolitik, anestetik dan sedative, sebagai bahan
pemberi aroma makan dan parfum (monoterpenoid).
3. Sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes,gangguan menstruasi, patukan ular,
gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria (triterpenoid).
4. Sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman,
antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti
karsinogen (diterpenoid)
5. Sebagai anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator
pertumbuhan tanaman dan pemanis (seskuiterpenoid).
6. Penghasil karet (politerpenoid).
7. Karotenoid memberikan sumbangan terhadap warna tumbuhan dan juga diketahui
sebagai pigmen dalam fotosintesis.
8. Monoterpen dan seskuiterpen juga memberikan bau tertentu pada tumbuhan.
9. Terpenoid memegang peranan dalam interaksi tumbuhan dan hewan, misalnya
sebagai alat komunikasi dan pertahanan pada serangga.
10. Beberapa terpenoid tertentu yang tidak menguap juga diduga berperan sebagai
hormon seks pada fungus.
11. Bioaktivitas terpenoid pada akar dan daunJatropha gaumeri (jarak). Karena pada
tanaman ini terkandung golongan senyawa terpenoid dan juga pada ekstrak daun ini
memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan. Aktivitas tersebut dihasilkan dengan
isolasi dan identifikasi pada akar yang menghasilkan 2-epi-jatrogossidin (1). Salah
satunya suatu rhamnofolane diterpene dengan aktifitas antimicrobial, dan kedua 15-
epi-4E jatrogrossidentadione (2), suatu lathyrane diterpene tanpa aktivitas biologi.
Dengan cara yang sama, pemurnian dengan penelitian yang telah diuji dari ekstrak
daun dapat mengdentifikasi sitosterol dan triterpen amaryn, traraxasterol. Metabolit
ini ternyata bisa digunakan sebagai aktifitas antioxidant (Majang, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. (1986). Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Modul 1-6. Jakarta:
DEPDIKBUD UT.

Chairani, N. 2013. Terpenoid: Penentuan Struktur Terpenoid dan Hubungan Struktur dan Kereaktifan
Terpenoid. [Online]. Tersedia di: http://novichairaniocd42.blogspot.co.id/2013/09/terpenoid-
penentuan-struktur-terpenoid.html (Diakses 12 Maret 2017).

Famuyiwa, S. O., Oladele, A.T, Adeloye, A. O., dan Fakunle, C.O. 2014. Terpenoid
Compounds From The Latex of Euphorbia Drupifera. Ife Journal of Science, 16(1):1-5.

Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi IV. Jakarta: Erlangga.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.
Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press.

Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia.
Surabaya: Airlangga University Press.

Lenny, S. 2006. Karya Ilmiah Senyawa Terpenoida dan Steroida. Medan: FMIPA,
Universitas Sumatera Utara.

Majang, Y. 2002. Isolasi Karakterisasi Senyawa Terpenoid dan Steroid. Proyek Peningkatan
Sumber Daya Manusia. Padang: Universitas Andalas.

Pinder, A.R. 1960. The Chemistry Of Terpenes. London : Chapman and Hall Ltd.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi IV. Terjemahan Kosasih
Padmawinata. Bandung: ITB Press.

Usman, H. 2002. Kimia Organik Bahan Alam. Makassar: Jurusan Kimia FMIPA, Universitas
Hasanuddin.

Yadav, N., Yadav, R., dan Goyal, A. 2014. Chemistry of Terpenoids. International Journal
of Pharmaceutical Science Review and Research, 27(2): 272-278.

Anda mungkin juga menyukai