Anda di halaman 1dari 5

Pelarut diklorometana merupakan salah satu pelarut yang tidak diinginkan sehingga

harus dicarikan alternatif pelarut lain yang memiliki dampak negatif lebih kecil terhadap
lingkungan. Pelarut diklorometana dapat digantikan dengan pelarut etil asetat seperti yang
tertera pada Tabel 2 (Dunn, 2011).

Tabel 1. Pelarut Pengganti (Dunn, 2011)

Penelitian terkait penggunaan pelarut etil asetat dibandingkan dengan diklorometana


dilakukan oleh Eom dkk (2011) pada uji aktivitas antimikroba alga cokelat Eisenia bycyclis
melawan methicilin- resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Alga E. bycyclis dikeringkan
kemudian dihancurkan menjadi bubuk menggunakan mixer. Bubuk E. bycyclis sebanyak 1 kg
diekstraksi dengan metanol (3 kali x 10 L) selama 3 jam. Filtrat yang telah bergabung
dipekatkan dengan rotary evaporation pada 400C. Setelah tersuspensi dalam air (1 L), ekstrak
metanol kemudian difraksinasi dengan n-heksana, diklorometana (DCM), etil asetat (EtOAc),
dan n-butanol (BuOH). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak metanol E.
Bycyclis menunjukkan aktivitas anti-MRSA, disarankan adanya bahan antibakteri (Tabel 1).
Juga ekstrak menunjukkan aktivitas yang hampir sama melawan MSSA (Tabel 1). Dipeoleh
fraksi n-heksana sebanyak 0,05 g, diklorometana (DCM) sebanyak 0,05 g, etil asetat (EtOAc)
sebanyak 0,11 g, n-butanol (BuOH) sebanyak 0,39 g, dan fraksi yang larut dalam air (0,57 g).
Aktivitas anti-MRSA dari fraksi-fraksi tersebut dievaluasi dengan pengukuran zona
hambatan. Fraksi yang larut dalam etil asetat menunjukkan aktivitas anti MRSA terkuat,
diikuti berturut-turut DCM, BuOH, dan heksana sebagaimana yang dimuat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daya Hambat Eisenia bycyclis Melawan MRSA dan Strain Lain
Penelitian lain dilakukan oleh Ekawati (2000) tentang pengujian aktivitas perendaman
radikal bebas fraksi diklorometan dan etil asetat ekstrak metanol biji Trengguli wung-wang
(Cassia javanica L.) terhadap DPPH secara spektrofotometri. Serbuk biji diekstraksi melalui
tiga tahap; tahap pertama sokletasi dengan pelarut heksan untuk memisahkan minyak dan
lemak, tahap kedua ekstraksi keseluruhan kandungan secara sokletasi dengan pelarut
metanol, kemudian tahap ketiga yaitu fraksinasi ekstrak metanol dengan diklorometan dan
etil asetat untuk memisahkan senyawa antrakuinon. Identifikasi adanya antrakuinon dengan
KLT menggunakan fase diam silika gel 60 GF 254 sedangkan fase geraknya (etil asetat :
metanol : air = 100 : 13,5 : 10), dengan penampak noda KOH 10% dalam metanol. Hasil
identifikasi menunjukkan ekstrak metanol, fraksi diklorometana, dan fraksi etil asetat biji
Trengguli wung-wang mengandung senyawa turunan antrakuinon. Identifikasi KLT
dilanjutkan dengan alat Densitometer Camag Scanner II. Identifikasi KLT selain disemprot
dengan penampak noda KOH 10% dalam metanol, juga disemprot dengan pereaksi larutan
DPPH 0,2 % dalam metanol. Hasil yang tampak pada pengamatan yaitu adanya bercak
kuning dengan latar belakang berwarna ungu. Fraksi diklorometan dan etil asetat selanjutnya
diuji aktivitas perendaman radikal bebas terhadap DPPH secara spektrofotometri. Dari
penelitian tersebut diperoleh harga EC50 rata-rata dari fraksi diklorometan adalah 104, 35
mg% dan harga EC50 rata-rata dari fraksi etil asetat adalah 63, 42 mg%. Sehingga fraksi etil
asetat lebih efektif sebagai senyawa peredam radikal bebas dibandingkan fraksi
diklorometan.
Penelitian lain telah dilakukan oleh Mubarrak dkk (2015) tentang bioaktivitas
antioksidan biji tumbuhan bingkek (Entada phaseoloides merr). Maserasi biji tumbuhan
bingkek menggunakan pelarut metanol 3 x 24 jam setelah disaring didapat ekstrak berwarna
kuning. Selanjutnya dipekatkan dengan rotary evaporator. Pengulangan maserasi dilakukan
hingga lima kali dan setelah pemekatan didapat ekstrak kental metanol berwarna coklat
kehitaman sebanyak 83 ml. Sebanyak 80 mL ekstrak kental tersebut di fraksinasi berturut-
turut menggunakan pelarut n-heksana, diklorometana, etil asetat. Hasil didapat berupa ekstrak
n-heksana 0,8 g, diklorometana 0,4 g, etil asetat 0,7 g dan residu ekstrak 23 g. Selanjutnya
dilakukan pengujian antioksidan. Pengujian bioaktivitas antioksidan pada masing-masing
ekstrak n-heksana, diklorometana, etil asetat dan residu methanol menggunakan microplate
reader96 well (berthold LB-941). Setelah dilakukan perhitungan dengan konsentrasi µg/mL
sebagai absis (sumbu x) dan nilai persen inhibisi sebagai ordinatnya (sumbu y), melalui
grafik didapat nilai IC50 yang dimuat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai IC50 Pengujian Antioksidan dari Berbagai Fraksi Biji Tumbuhan Bingkek
(Mubarrak dkk, 2015)

Pada prinsipnya, antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron yang mampu


menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal
(Winarsi, 2007). Kemampuan antioksidan ditentukan oleh nilai IC50. Semakin rendah nilai
IC50 suatu senyawa atau ekstrak, semakin bagus pula sifat antioksidannya. Dari tabel diatas
dapat terlihat nilai IC50 ekstrak metanol 909,35 µg/mL, diklorometana 507,74 µg/mL,
ekstrak etil asetat 712 µg/mL, dan residu ekstrak 77,60 µg/mL. Untuk pembanding
digunakan Vitamin C, yang merupakan antioksidan alami yang mudah didapat dan
harganya murah. Menurut Minami et.al dalam Mubarrak dkk (2015) membagi nilai
antioksidan ke dalam tiga kelompok berdasarkan nilai IC50 yaitu: sangat aktif , aktif, dan
tidak aktif. Sangat aktif bila nilai IC50 ˂10µg/mL, kategori aktif bila bernilai ˂100 µg/mL,
dan tidak aktif bila memberikan nilai > 100 µg/mL.m. Dari tabel diatas, nilai IC50 residu
ekstrak sebesar 77,60µg/mL, ini menandakan bahwa residu ini bersifat aktif. Tingginya
nilai antioksidan disebabkan banyaknya kandungan senyawa fenolik yang terdapat pada
residu ekstrak biji bingkek tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Khoiriyah dkk (2014) diketahui bahwa
aktivitas antibakteri yang baik diberikan oleh fraksi etil asetat dibandingkan dengan fraksi
kloroform dan fraksi petroleum eter. Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Tabel 3
dan Tabel 4. Dalam fraksi etil asetat dimungkinkan senyawa yang terkandung adalah
golongan senyawa yang bersifat semipolar. Kemampuan fraksi etil asetat dalam menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak. Hal ini
disebabkan oleh kuantitas komponen aktif yang bersifat antibakteri akan semakin banyak
dalam konsentrasi ekstrak yang kebih tinggi.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak terhadap bakteri S. aureus
Tabel 4 Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. Coli

Kontrol positif yang digunakan yaitu penisilin untuk bakteri S. aureus dengan zona
hambat 25 mm dan streptomisin untuk bakteri E. coli dengan zona hambat 13,5 mm. Menurut
Davis dan Stout (1971) dalam Yuningsih (2007) daerah hambatan ekstrak kurang dari 5 mm
tergolong lemah, antara 5 mm sampai 8 mm tergolong lemah, antara 10 sampai 20 mm
tergolong kuat dan lebih dari 20 mm tergolong sangat kuat. Berdasarkan pengujian aktivitas
antibakteri menghasilkan zona hambat terbaik yaitu 8,5 mm terhadap bakteri S. aureus dan 6
mm terhadap E. coli. Jika dimasukkan ke dalam rentang ketentuan kekuatan antibakteri,
maka aktivitas antibakteri yang diberikan oleh fraksi etil asetat alga coklat S. vulgare
tergolong sedang (Khoiriyah dkk, 2014).
Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut dan dari hasil pengujian diketahui
bahwa kontrol negatif tidak memberikan daya hambat terhadap kedua bakteri uji. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa zona hambat ekstrak yang terbentuk adalah murni dari aktivitas
ekstrak dan tidak dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Terhambatnya pertumbuhan
bakteri uji cenderung disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak S.
vulgare. Fraksi S. vulgare yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi selanjutnya
dilakukan uji fitokimia. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi etil asetat S. vulgare
diduga mengandung golongan senyawa steroid. Diduga aktivitas antibakteri disebabkan oleh
adanya kandungan golongan senyawa yaitu steroid. Hal ini sesuai dengan pendapat Farouk et
al. (2007) dalam Khoiriyah dkk (2014) yang menyatakan bahwa metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai senyawa antimikroba adalah golongan atau turunan dari senyawa
terpenoid, diantaranya yaitu steroid.

Daftar Pustaka
Mubarrak, J., H.Y., Teruna, F. Y., Ade, E. Khairina. 2015. Bioaktivitas Antioksidan Biji
Tumbuhan Bingkek (Entada phaseoloides merr). Jurnal Ilmiah Edu Research, Vol.
4(2): 129-134.
Dunn, P. J. 2011. Pharmaceutical Process Development; Blacker, J. A., Williams, M. T.,
Eds.Chapter 6. London: Royal Society of Chemistry.
Eom, S. H., J. H. Park, D. U. Yu, J. I. Choi, J. D. Choi, dan Y. M. Kim. 2011. Antimicrobial
Activity of Brown Alga Eisenia bicyclis against Methicillin-resistant Staphylococcus
aureus. Fisheries and Aquatic Sciences, Vol. 14(4): 251-256.
Khoiriyah S., A. Hanapi, dan A. G. Fasya. 2014. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri
Fraksi Etil Asetat, Kloroform dan Petroleum Eter Ekstrak Metanol Alga Coklat
Sargassum vulgare dari Pantai Kapong Pamekasan Madura. ALCHEMY, Vol. 3(2):
133-144.
Ekawati, J. 2000. “Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas dari Fraksi Diklorometan dan Etil
Asetat Ekstrak Metanol Biji Trengguli Wung-Wang (Cassia javanica L) dengan
Metode Radikal Bebas Diphenyl Picryl Hydrazyl (DPPH) Secara Spektrofotometri”.
[Skripsi]. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai