Anda di halaman 1dari 17

PENENTUAN KANDUNGAN TRITERPENOID DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

FRAKSI DIKLOROMETANA EKSTRAK KULIT BATANG Sterculia foetida L. DI


NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN METODE FERRIC REDUCING ANTIOXIDANT
POWER (FRAP)

Theodore Y. K. Lulan, Nofrida I. Malaifani, Febri O. Nitbani


Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana Kupang
theodore_lulan@staf.undana.ac.id

Abstract

This study aims to determine the total content of triterpenoid in the dichloromethane fraction of S.
foetida steam bark methanolic extract using Uv-Vis Spectrophotometry method and the
antioxidant activity with Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) method. Result from this
study showed that the methanolic extract of S. foetida contains chemical compounds such as
flavonoid, tannin, triterpenoid and steroid. The total triterpenoid content is 70,22 mg UAE/g dry
fractionand the activity antioxidant is 47,565 ± 2,27 mg AAE/g fraction.

Keywords: S. foetida, dicloromethane fraction, triterpenoid, antioxidant, FRAP

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan total kandungan triterpenoid dalam fraksi
diklorometana ekstrak metanol kulit batang S. foetida dengan metode Spektrofotometri Uv-Vis dan
aktivitas antioksidan dengan metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit batang S. foetida mengandung beberapa golongan
senyawa kimia seperti flavonoid, tanin, triterpenoid dan steroid. Total kandungan triterpenoid
sebesar 70,22 mg UAE /g fraksi kering dan akitivitas antioksidannya sebesar 47,565 ± 2,27 AAE/g
fraksi.

Kata Kunci: S. foetida, fraksi diklorometana, triterpenoid, antioksidan, FRAP

Pendahuluan

Di era modern ini, pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat untuk proses


penyembuhan atau pengobatan penyakit yang dialami terus meningkat, karena efek
samping yang kecil bahkan tidak ada dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
modern (Wijayakusuma, 2008; Hariana, 2004). Menurut, Manek, dkk (2019) obat
tradisional adalah obat dari tumbuhan yang telah diketahui manfaat dan khasiatnya serta
sudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan juga menjadi bahan utama dari obat
tradisional. Dengan iklim tropis yang dimiliki, maka Indonesia mempunyai kurang lebih
30.000 spesies tumbuhan dan diantaranya terdapat sekitar 940 spesies yang berkhasiat obat
(Prabowo, 2010). Kekayaan hayati yang melimpah ini, dapat dimanfaatkan secara
maksimal dalam bidang kimia bahan alam, yaitu eksplorasi tumbuhan sebagai sumber-
sumber bahan obat baru.
Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga
mempunyai berbagai spesies tumbuhan yang berkhasiat obat. Masyarakat NTT juga sejak
dahulu kala telah menggunakan tumbuhan berkhasiat obat untuk proses pengobatan
tradisional dan umumnya pengetahuan akan tumbuhan berkhasiat obat dan cara
penggunaannya diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang tanpa dilakukan
proses penelitian terlebih dahulu dan sampai sekarang pun masih tetap dilestarikan. Salah
satu tumbuhan yang banyak digunakan oleh masyarakat NTT adalah Sterculia foetida L.
yang dikenal dengan nama lokal nitas. Menurut Maryanti dan Hendrati, (2014) tumbuhan
S. foetida oleh masyarakat NTT digunakan untuk penyembuhan penyakit seperti rematik,
TBC dan pusing. Penelitian lain mengenai pemanfaatan S. foetida di NTT juga dilakukan
oleh Manek, dkk (2019) yang mengemukakan bahwa masyarakat Belu biasanya
menggunakan daun S. foetida untuk pengobatan patah tulang, hal yang sama pun
diungkapkan oleh Sambara, dkk (2016). Penelitian yang dilakukan oleh Suganya, dkk
(2017) memaparkan bahwa S. foetida juga mengandung fitokonstituen yang terdiri dari
tanin, flavonoid dan fenol sehingga S. foetida dapat digunakan sebagai antivirus,
antibakteri, antimikroba, antiparasit, antiinflamasi, antioksidan, antialergi, dan antitumor.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Amuthavalli, dkk (2020) mengungkapkan bahwa
ekstrak biji kering S. foetida mempunyai potensi sebagai pestisida nabati untuk
mengendalikan hama seperti rayap. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Shamsundar
dan Paramjyothi, (2010) menunjukkan bahwa adanya metabolit sekunder seperti flavonoid,
saponin dan alkaloid dalam ekstrak etanol S. foetida yang mempunyai efek
farmakognostik/farmakologis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amuthavalli
dan Ramesh, (2021) mengemukakan bahwa dalam ekstrak metanol biji S. foetida terdapat
13 senyawa bioaktif dan mempunyai aktivitas biologis seperti pengendalian penyakit,
pengendalian hama dan efek mikrobisidal.
Menurut Sutejo, dkk (2017) ekstrak etanol daun S. foetida menunjukkan adanya
aktivitas antioksidan sehingga mampu bertindak sebagai antihiperlipidemi dan
ateroprotektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Waluyo, (2016) menunjukkan
bahwa ekstrak n-heksana daun S. foetida mempunyai daya hambat terhadap bakteri
Propionibacterium acne. Penelitian yang dilakukan oleh Rani dan Rajasekharreddy (2009)
menunjukkan bahwa ekstrak aseton biji S. foetida mempunyai efek toksik dan antifeedant
terhadap Spodoptera litura F. dan Achaea Janata (L.). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Gunawan dan Karda, (2015) menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol
kulit batang S. foetida dengan persen peredaman selama 5 menit dan 60 menit berturut-
turut adalah 50,29% dan 97,11%. Penelitian yang dilakukan oleh Asih, dkk (2010)
terhadap ekstrak n-heksana daun S. foetida menunjukkan adanya aktivitas biologis sebagai
antiradikal bebas yang aktif dengan persen peredaman selama 5 menit dan 60 menit
berturut-turut adalah 85,33% dan 88,52%.
Triterpenoid adalah salah satu metabolit sekunder yang terdapat dalam S. foetida dan
mempunyai peranan yang cukup penting sebagai antioksidan dalam hal menangkal radikal
bebas (Asih, dkk., 2010). Sifat fisiologi dari triterpenoid ini membuatnya dapat digunakan
dalam pengobatan penyembuhan penyakit diabetes, malaria, gangguan kulit, dan
kerusakan hati. Menurut Djatmiko dan Wahyo, (1998) golongan senyawa triterpenoid
dapat bertindak sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dikarenakan
mempunyai gugus fungsi –OH (hidroksi) bebas serta ikatan rangkap karbon-karbon.
Pham, dkk (2021) berhasil menemukan varian baru triterpenoid dari daun S. foetida yang
diberi nama stercufoetin. Senyawa triterpenoid juga ditemukan dalam kulit batang S.
foetida dan aktif bertindak sebagai antiradikal bebas dengan persen peredaman selama 5
menit dan 1 jam berturut-turut adalah sebesar 76,96% dan 99,91% (Rika, 2009).
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari berbagai referensi belum banyak
ditemukan penelitian tentang penentuan kandungan total triterpenoid dan uji aktivitas
antioksidan dari fraksi diklorometana S. foetida. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Penentuan Kandungan Triterpenoid dan Uji Aktivitas
Antioksidan Fraksi Diklorometana Ekstrak Kulit Batang Sterculia foetida L. di Nusa
Tenggara Timur dengan Metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP).

Hasil dan Pembahasan

Preparasi Sampel Kulit Batang S. foetida

Preparasi sampel merupakan proses awal penyiapan sampel agar layak untuk
dilakukan pengujian dengan cara meminimalkan pengotor yang dapat mengganggu proses
analisis. Proses pengeringan dilakukan selama ± 7 hari dengan cara dikeringanginkan pada
suhu kamar dengan tujuan agar senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam sampel
kulit batang S. foetida tidak mengalami kerusakan. Proses penghalusan kulit batang S.
foetida bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sampel agar mempermudah dalam
proses ekstraksi dimana dapat mengoptimalkan proses kontak antara sampel dan pelarut
sehingga metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel dapat terekstrak dengan
sempurna oleh pelarut. Hasil yang diperoleh dari proses penghalusan kulit batang S. foetida
sebesar 900 gram.

Gambar 1. Kulit batang S. foetida setelah proses penghalusan dan pengayakan

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis pelarut terbaik
yang dapat digunakan dalam proses ektraksi kulit batang S. foetida. Uji pendahuluan ini
dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) karena merupakan salah satu
teknik pemisahan senyawa kimia yang sederhana didasarkan pada perbedaan distribusi
molekul-molekul komponen diantara 2 fase yakni fase gerak (eluen) dan fase diam
(adsorben) yang memiliki perbedaan tingkat kepolaran.
Keterangan gambar:
Eluen metanol 100%

(1) Ekstrak metanol, (2) Ekstrak etil


asetat, (3) Ekstrak diklorometana, (4)
Ekstrak n-heksana

Gambar 2. Profil KLT pada sinar UV 366 nm

Keterangan gambar:
Eluen metanol 100%

(1) Ekstrak metanol, (2) Ekstrak etil


asetat, (3) Ekstrak diklorometana, (4)
Ekstrak n-heksana

Gambar 3. Profil KLT hasil eluen

Dari hasil pengujian KLT terlihat bahwa ekstrak metanol mempunyai pemisahan
yang sangat bagus. Hal ini dapat dilihat pada bercak noda yang ditampakkan hingga batas
atas plat KLT paling banyak berasal dari ekstrak metanol, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak metanol mampu menarik semua metabolit sekunder yang terkandung
dalamnya baik yang bersifat polar, semipolar maupun nonpolar. Untuk ekstrak etil asetat,
diklorometana dan n-heksana juga terjadi pemisahan tetapi tidak mampu menarik semua
metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak-ekstrak tersebut. Eluen yang digunakan
bertujuan untuk membantu dalam pemilihan ekstrak dengan pemisahan noda terbaik.
Berdasarkan hasil uji pendahuluan ini maka, diketahui bahwa pelarut terbaik yang
dapat digunakan untuk proses ektraksi kulit batang S. foetida adalah metanol.
Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarikan metabolit sekunder atau zat-zat aktif yang
terdapat dalam sampel dengan menggunakan bantuan pelarut. Menurut Harbone, (1987)
metode ektraksi akan berlangsung dengan cepat apabila dilakukan pada suhu yang tinggi
akan tetapi dapat menyebabkan metabolit sekunder atau zat-zat aktif dalam sampel yang
tidak tahan terhadap panas mengalami kerusakan. Dalam proses ekstraksi ini digunakan
metode maserasi. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi paling sederhana karena
dilakukan dengan cara merendam sampel didalam pelarut organik yang sesuai pada suhu
ruang (Harmita, 2008). Menurut Darwis (2000) keuntungan menggunakan metode
maserasi adalah dinding dan membran sel sampel akan dengan mudah mengalami proses
pemecahan yang disebabkan karena adanya perbedaan tekanan didalam dan diluar sel
sampel yang mengakibatkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam sitoplasma dapat larut
dalam pelarut organik. Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak kulit batang S. foetida
adalah metanol yang merupakan pelarut hasil uji pendahuluan. Menurut Astarina, dkk
(2009) metanol merupakan pelarut universal yang mampu mengekstrak metabolit sekunder
baik yang bersifat polar, semipolar maupun nonpolar seperti flavonoid, saponin, tanin,
triterpenoid, minyak atsiri serta glikosida. Hal yang sama diungkapkan oleh Thompson,
(1985) dan Suryanto dan Wehantouw (2009) bahwa metanol mampu megekstrak lebih
banyak metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid, saponin, flavonoid, dan fenolik. Hal
ini disebabkan karena metanol dalam strukturnya mengandung gugus yang bersifat polar
yakni (-OH) dan yang bersifat non polar (-CH3) sehingga apabila digunakan untuk proses
ekstraksi mampu menarik semua metabolit sekunder baik yang bersifat polar, semipolar
maupun nonpolar (Astarina, dkk 2009).
Proses maserasi dilakukan selama 3x24 jam karena dianggap waktu yang paling
efektif untuk dapat menarik semua metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk kulit
batang S. foetida. Hal ini, dapat dibuktikan dari pemantauan dengan KLT dimana pada 24
jam pertama menunjukkan penampakan noda yang sangat tebal, kemudian menurun
sampai pada 24 jam ketiga penampakan nodanya menjadi tipis.
Keterangan gambar:
Eluen yang digunakan yakni etil asetat :
n-heksana (3:7)

(A) KLT maserat hari ke-1,


(B) KLT maserat hari ke-2,
(C) KLT maserat hari ke-3

A B C
Gambar 4. Profil KLT pada sinar UV 366 nm

Keterangan gambar:
Eluen yang digunakan yakni etil
asetat : n-heksana (3:7)

(A) KLT maserat hari ke-1,


(B) KLT maserat hari ke-2,
(C) KLT maserat hari ke-3

A B C
Gambar 5. Hasil KLT proses maserasi

Proses maserasi 900 gram serbuk kulit batang S. foetida menggunakan metanol
sebanyak 3000 mL memberikan hasil ekstrak metanol pekat sebanyak 9,4 gram.

Gambar 6. Ekstrak metanol pekat


Fraksinasi Cair-Cair

Fraksinasi merupakan proses penyederhanaan metabolit sekunder yang terkandung


dalam ekstrak menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Pengujian ini dilakukan dengan
metode ekstraksi cair-cair dalam corong pisah yang didasarkan pada perbedaan massa jenis
dari dua pelarut yang tidak saling bercampur. Ektraksi cair-cair berprinsip pada”like
dissolve like” yang artinya senyawa polar hanya akan larut dalam pelarut polar begitupula
dengan senyawa nonpolar hanya akan dapat larut dalam pelarut yang bersifat nonpolar.
Ekstrak metanol pekat dilarutkan dalam metanol kemudian dipartisi dengan n-heksana,
kemudian dipisahkan dan ditampung hasilnya. Selanjutnya fraksi metanol yang diperoleh
dipartisi lagi dengan diklorometana sebanyak 3 kali dengan tujuan agar semua metabolit
sekunder yang dapat larut dalam pelarut diklorometana dapat tertarik dengan sempurna.
Kemudian hasil fraksinasi diklorometana yang diperoleh dipekatkan dengan rotary
vacuum evaporator untuk memisahkan pelarut dari fraksinya sehingga diperoleh fraksi
pekat sebanyak 0,7 gram.

Keterangan gambar:
Eluen yang digunakan yakni etil asetat
: n-heksana (3:7)
(1) Fraksi diklorometana ke-1,
(2) Fraksi diklorometana ke-2,
(3) Fraksi diklorometana ke-3

Gambar 7. Hasil KLT pada sinar UV 366 nm dan setelah disemprotkan pereaksi H2SO4 10%
Keterangan gambar:
(A) Fraksi diklorometana ke-1,
(B) Fraksi diklorometana ke-2,
(C) Fraksi diklorometana ke-3

Gambar 8. Hasil fraksinasi diklorometana pekat

Skrining Fitokimia

Menurut Kristanti, dkk (2008) skrining fitokimia bertujuan untuk memberikan data
secara kualitatif mengenai ada tidaknya metabolit sekunder dalam ekstrak. Hasil uji
skrining fitokimia dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Hasil skrining fitokimia
Golongan Senyawa Hasil Uji Keterangan
Alkaloid Reagen Wagner: warna larutan merah bata -
Flavonoid Terbentuk buih dan larutan berwarna jingga +
Saponin Tidak terbentuk busa dan warna larutan cokelat -
keemasan
Tanin Warna larutan hitam kehijauan +
Triterpenoid/Steroid Terbentuk cincin berwarna ungu/hijau +
Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol S. foetida
positif mengandung flavonoid, tanin, triterpenoid dan steroid. Untuk golongan senyawa
alkaloid dan saponin memberikan hasil negatif.

Total Kandungan Triterpenoid

Pada pengujian ini digunakan asam ursolat sebagai standar karena merupakan
triterpenoid pentasiklik sehingga dapat dianggap sebagai analog dari triterpenoid. Menurut
Babalola (2013) asam ursolat merupakan triterpen pentasiklik yang banyak ditemukan
dalam tumbuhan dan mempunyai aktivitas biologi maupun farmakologi. Menurut Kim,
dkk (2020) tujuan digunakannya larutan vanilin dan asam perklorat yakni sebagai reagen
yang akan berinteraksi dengan senyawa-senyawa yang memiliki ikatan tak jenuh salah
satunya triterpenoid.

Tabel 1.2 Nilai absorbansi standar asam ursolat

Konsentrasi Absorbansi
(g/mL) 1 2 3 Rerata

20 0.017 0.018 0.02 0.018

40 0.031 0.034 0.035 0.033

60 0.05 0.05 0.05 0.05

80 0.071 0.07 0.071 0.071

100 0.092 0.088 0.097 0.092

Grafik 1 Kurva standar asam ursolat

0.1
0.09
0.08
0.07 y = 0.0009x - 0.003
R² = 0.9945
0.06
Absorbansi

0.05
0.04 absorbansi
0.03 Linear (absorbansi )
0.02
0.01
0
0 20 40 60 80 100 120

Konsentrasi ((g/mL)

Berdasarkan tabel 4.2 dan grafik 1 di atas maka dapat diperoleh nilai absorbansi
larutan uji yang diinterpretasikan ke dalam persamaan regresi y = 0.0009x - 0.003 dengan
nilai korelasi R2 sebesar 0,9945. Jika nilai korelasi berkisar antara 0,75-0,99 maka dapat
disimpulkan mempunyai korelasi yang kuat (Sarwono, 2006). Hasil perhitungan
kandungan triterpenoid total dari fraksi diklorometana ekstrak kulit batang S. foetida
sebesar 70,22 ± 0,90 mg UAE/g fraksi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap gram fraksi
diklorometana ekstrak kulit batang S. foetida terdapat kandungan triterpenoid yang setara
dengan 70,22 mg asam ursolat. Perhitungan kandungan total triterpenoid dapat dilihat pada
tabel 1.3 dibawah ini:
Tabel 1.3 Nilai Kandungan Triterpenoid Total
Sampel Absorbansi Konsentrasi ((g/mL) TTC (mg UAE/g fraksi)
Fraksi Diklorometana 0,075 86,67
0,076 87,78
70,22 ± 0,90
0,077 88,89
Rata-rata 0,075 87,78

Pengujian Aktivitas Antioksidan Dengan Metode Ferric Reducing Antioxidant Power


(FRAP)

Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode FRAP. Menurut Maryam,


dkk (2015) metode FRAP merupakan salah satu metode penentuan aktivitas antioksidan
yang paling sederhana dan memberikan hasil yang cepat karena tidak membutuhkan suatu
alat khusus atau yang cukup rumit untuk menentukan aktivitas antioksidan dari sampel
yang dteliti serta bahan-bahan dan reagen yang digunakan juga sederhana. Prinsip dari
FRAP ini yakni proses reduksi yang terjadi karena adanya transfer elektron dari senyawa
antioksidan ke Fe3+-TPTZ. Senyawa Fe3+-TPTZ harus direduksi agar mengurangi efek
toksisitasnya bagi tubuh karena senyawa ini bertindak sebagai oksidator dalam tubuh dan
dapat merusak bagian-bagian dalam tubuh. Tujuan digunakannya TPTZ dan FeCl3.6H2O
adalah sebagai reagen FRAP, dimana larutan FeCl3.6H2O akan bertindak sebagai penyedia
ion pusat Fe3+ dan TPTZ akan bertindak sebagai ligan yang berinteraksi dengan ion pusat
Fe3+ dan membentuk kompleks Fe3+-TPTZ. Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan
kemampuan mereduksi senyawa antioksidan dalam mereduksi kompleks Fe3+-TPTZ.
Semakin besar daya reduksi senyawa antioksidan terhadap kompleks Fe3+-TPTZ maka
semakin besar aktivitas antioksidan, sebaliknya semakin kecil daya reduksi senyawa
antioksidan terhadap kompleks Fe3+-TPTZ maka semakin kecil aktivitas antioksidannya.
Menurut Gholib (2007) tujuan digunakan buffer asetat dengan pH 3,6 adalah karena
kompleks Fe3+-TPTZ stabil pada keadaan asam dengan rentangan pH berkisar antara 3,6-
5,6. Tujuan digunakannya pH 3,6 dan bukan diatasnya karena untuk mempermudah dalam
proses reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+ (Syarif, dkk 2015).
Data hasil penelitian dapat dilihat pada grafik 2 dibawah ini.
Grafik 2 Kurva standar asam askorbat

y = 0.0144x + 0.0704
R² = 0.9947
3.5

2.5
Absorbansi

1.5

0.5

0
0 50 100 150 200 250

Konsentrasi (mg/mL)

Berdasarkan tabel 4.3 dan grafik 2 di atas maka dapat diperoleh nilai absorbansi
larutan uji yang diinterpretasikan ke dalam persamaan regresi y = 0.0144x + 0.0704 dengan
nilai korelasi R2 sebesar 0,9947. Hasil perhitungan aktivitas anioksidan dari fraksi
diklorometana ekstrak kulit batang S. foetida sebesar 47,565 ± 2,27 mg AAE/g. Hal ini
berarti bahwa kemampuan fraksi diklorometana ekstrak kulit batang S. foetida untuk
mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ setara dengan 47,565 mg asam askorbat. Perhitungan
kandungan total triterpenoid dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:
Tabel 4.5 Nilai FRAP
Sampel Absorbansi Konsentrasi (mg/mL) Nilai Frap (mg AAE/g fraksi)
Fraksi Diklorometana 0.796 50.389
0.716 44.833 47,565 ± 2,27
0.754 47.472

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ekstrak
metanol kulit batang S. foetida mengandung beberapa golongan senyawa kimia seperti
flavonoid, tanin, triterpenoid dan steroid. Total kandungan triterpenoid dalam fraksi
diklorometana ekstrak metanol kulit batang S. foetida sebesar 70,22 ± 0,90 mg UAE/g
fraksi kering. Fraksi diklorometana ekstrak metanol kulit batang S. foetida memiliki
aktivitas biologi sebagai antioksidan sebesar 47,565 ± 2,27 mg AAE/g fraksi.

Daftar Pustaka
Amuthavalli, A., Ramesh, T dan Eswaralakshmi, R. 2020. Anti-termite activity of Sterculia foetida
L. Seed Extracts Against Indian White Termite, Odontotermes obesus Rambur.
International Journal of Research Trends and Innovation Volume 5, Issue 5, ISSN: 2456-
3315

Amuthavalli, A dan Ramesh , T. 2021. Phytochemical, Fluorescence and GC-MS Analysis of


Methanolic Extract of Sterculia foetida L. Seeds. International Journal of Environment,
Agriculture and Biotechnology 6(1)

AR, Gohari., Hajimehdipoor H., Saeidnia, A. Y dan Hadjiakhoondi A. 2011. Antioxidant Activity
of some Medicinal Species using FRAP Assay. Journal of medicinal Plants Volume 10,
No. 7, Winter 2011.

Asih, I. A. R., Gunawan, I. W. G dan Ariani, N. M. D. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Golongan Triterpenoid dari Ekstrak n-Heksana Daun Kepuh (Sterculia foetida L.) serta Uji
Aktivitas Antiradikal Bebas. Jurnal Kimia 4(2): 135-140, ISSN 1907-9850

Astarina, N. W. G., Astuti, K. W dan Warditiani, N. K. W. 2009. Skrining Fitokimia Ekstrak


Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Bali: Universitas Udayana

Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium dalam Penelitian Senyawa Bahan Alam.
[Workshop] Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Bidang Kimia Organik Bahan
Alam Hayati. Padang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Andalas

Djatmiko, S dan Wahyo. 1998. Seminar Nasional Tumbuhan Obat XII. Surabaya: Fakultas
Farmasi Unair

Gholib, G. A. R. 2007. Kimia Farmasi: Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gunawan, I W. G dan Karda, I. M. 2015. Identifikasi Senyawa Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Kepuh (Sterculia foetida L.). Chem. Prog Vol.
8. No. 1
Habibi, A. I., Firmansyah, R. A dan Setyawati, S. M. 2018. Skrining Fitokimia Ekstrak n-Heksana
Korteks Batang Salam (Syzygium polyanthum). Indonesia Journal of Chemistry Science
Vol. 7(1)
Harbone, J. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan
Kedua. Penerjemah: Padmawinata, K dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB
Hariana, H.A. 2004. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Seri I. Jakarta: Swadaya
Harmita, M. R. 2008. Buku Ajar Analis Hayati. Jakarta: EGC
Kristianti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M. dan Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar Fittokimia.
Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Airlangga.
P.47-48

Manek, M. N., Boro, Th. L dan Ruma, M. T. L. 2019. Identifikasi Jenis-Jenis Tumbuhan
Berkhasiat Obat Di Desa Lookeu Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu. Jurnal
Biotropikal Sains Vol. 16, No. 1: 64-77

Maryanti, A dan Hendrati, R. L. 2014. Budidaya Kepuh (Sterculia foetida L.) Untuk Antisipasi
Kondisi Kering. Bogor: IPB IPP Press.

Pham, N. K. T., Nguyen, T. D., Doan, T. D. C., Ha, T. D., Tran, N. M. A., Tran, T. D., Mai, D. T
dan Nguyen, T. P. 2021. Stercufeotin A, New Oleanane-Type Triterpenoid from The
Leaves of Sterculia foetida L. Formerly Natural product Letters 35(7): 1226-1231

Prabowo, E. 2010. Cara Hidup Sehat Dengan Herbal. Yogyakarta: Surya Media

Rani, P. U dan Rajasekharreddy, P. 2009. Toxic and Antifeedant activities of Sterculia foetida (L.)
Seed Crude Extract Against Spodoptera litura (F.) and Achaea Janata (L.). Journal of
Biopesticides 2(2): 161-164

Rika, K. D. 2009. Isolasi dan Identifikasi Golongan Senyawa Aktif Antiradikal Bebas dari Kulit
Batang Kepuh (Sterculia foetida L.). Skripsi. Jurusan Kimia, FMIPA. Denpasar:
Universitas Udayana

Sambara, J., Yuliani, N. N dan Emerensiana, M. Y. 2016. Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional
Oleh Masyarakat Kelurahan Merdeka Kecamatan Kupang Timur 2016. Jurnal Info
Kesehatan Vol. 14, No. 1
Shamsundar, S. G dan Paramjyothi, S. 2010. Preliminary Pharmacognostical and Phytochemical
Investigation on Sterculia foetida Linn. Seeds. African Journal of Biotechnology Vol.
9(13), pp. 1987-1989
Suganya, J., Vishwanatan, T., Mahendra, R., Rathisre, P. R dan Nihandhini, M. 2017. Comparative
Quantitative Screening of Secondary Phytoconstituents from The Leaves Extract of
Sterculia foetida Linn. Research J. Pharm and Tech 10(9)
Suryanto, E dan Wehantouw, F. 2009. Aktivitas penangkap Radikal Bebas dari Ekstrak Fenolik
Daun Sukun (artocarpus alitis F). Chem. Prog Vol 2(1)
Sutejo, I. R., Rasyada, I dan Yuniar, A. 2017. Aktivitas Antihiperlipidemi dan Ateroprotektif
Ekstrak Etanol Daun Kepuh (Sterculia foetida) pada Tikus yang Diinduksi Diet Tinggi
Lemak. Journal of Agromedicine and Medical Sciences Vol. 3, No. 1
Syarif, S., Kosman, R dan Inayah, N 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Terong Belanda (Solanum
betaceum Cav.) Dengan Mtode FRAP. As-Syifaa Vol 07 (01)
Thompson, E. B. 1985. Drug Bioscreening. Inc. America: Graceway Pulishing Company, 40, 118
Waluyo, J. 2016. Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Daun Kepuh (Sterculia foetida L.) dan Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Pertumbuhan Propionibacterium acne. Saintifika
Vol. 16, No. 1: 10-17
Wijayakusuma, H. M. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Sembuhkan Penyakit. Jakarta: Pustaka
Bunda
Prosedur Kerja

Preparasi sampel
Sampel kulit batang S. foetida dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir,
kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan tujuan agar kandungan air yang
terdapat dalam sampel tersebut hilang. Setelah itu dihaluskan dengan blender sampai
berbentuk serbuk halus dan diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh.
Uji pendahuluan
2 gram serbuk kering kulit batang S. foetida diekstrak selama 24 jam dengan
beberapa pelarut organik sebanyak 10 mL, yakni n-heksana, diklorometana, etil asetat, dan
metanol. Kemudian hasil yang ada dianalisis dengan KLT dibawah sinar UV. Sebelum
diamati plat KLT tersebut disemprotkan dengan pereaksi H2SO4 10% dan dikeringkan
dalam oven.
Ekstraksi kulit batang S. foetida
900 gram serbuk kulit batang S. foetida diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan pelarut hasil uji pendahuluan sebanyak 3 liter selama 3 x 24 jam. Diambil
hasil ekstraknya setiap 24 jam sekali dan diganti dengan pelarut yang baru, selanjutnya
dilakukan pemantauan dengan KLT. Kemudian dilakukan penyaringan terhadap hasil
ekstrak yang diperoleh untuk mendapatkan filtrat yang terpisah dari residunya. Filtrat yang
telah diperoleh kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan rotary vacuum
evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang pekat.
Fraksinasi ekstrak kulit batang S. foetida
Ekstrak pekat yang telah diperoleh dari tahapan ekstraksi selanjutnya dilarutkan
dalam metanol dan dipisahkan dengan corong pisah menggunakan pelarut n-heksana dan
diklorometana. Kemudian hasil pemisahannya ditampung dan fraksi diklorometana yang
diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator
sehingga diperoleh fraksi yang pekat.
Skrining fitokimia
Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia ini didasarkan pada metode Ciulei,
(1984).
 Identifikasi alkaloid
Sampel sebanyak 3 mL dilarutkan dalam 5 mL HCl 2 M lalu
dipanaskan selama 2-3 menit sambil diaduk dan kemudian didinginkan
pada temperatur ruangan. Setelah sampel dingin ditambahkan 0,5 g NaCl
lalu diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M
sebanyak 3 tetes, kemudian dipisahkan menjadi 2 bagian A, dan B. Filtrat
A sebagai blanko, filtrat B ditambah pereaksi Wagner. Apabila terbentuk
endapan pada penambahan pereaksi Wagner maka identifikasi
menunjukkan adanya alkaloid.

 Identifikasi flavonoid
Ekstrak diuapkan hingga kering, kemudian dilarutkan dalam
metanol panas 50% (12 mL). Setelah itu ditambahkan logam Mg dan HCl
pekat (45 tetes). Larutan berwarna merah atau jingga yang terbentuk
menunjukkan adanya flavonoid.

 Identifikasi saponin

Ekstrak dalam tabung reaksi ditambah air (1:1) sambil dikocok


selama 5 menit. Adanya busa yang dapat bertahan selama 30 menit
menunjukkan adanya senyawa saponin.

 Identifikasi tanin

0,5 gram ekstrak kering dilarutkan dengan 20 mL air dalam tabung


reaksi, lalu dipanaskan dan sar ing. Kemudian ditambahkan beberapa tetes
FeCl3 0,1% dan diamati warna yang terbentuk. Hasil positif ditandai
dengan terbentuknya warna hijau rumput atau warna biru hitam.

 Identifikasi sterol dan triterpenoid


Ekstrak diuapkan hingga kering, kemudian residu yang dihasilkan
dilarutkan dalam kloroform (0,5 mL), lalu ditambah dengan asam asetat
anhidrat (0,5 mL). Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan H2SO4 pekat
melalui dinding tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya
triterpen, sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan
adanya sterol.

Penentuan kandungan total triterpenoid


Kandungan total triterpenoid dapat ditentukan dengan menggunakan metode
Spektofotometri UV-Vis. 0,8 mL fraksi diklorometana diuapkan dalam penangas air pada
suhu 850C. Selanjutnya ditambahkan 0,4 larutan vanillin 5% dalam asam asetat, dan 1 mL
asam perklorat 70% ke dalam fraksi sampel kering, kemudian dipanaskan dalam penangas
air dengan suhu 800C selama 20 menit dan didinginkan dalam penangas es. Selanjutnya
ditambahkan asam asetat glasial ke dalam sampel, lalu dilakukan pengocokan selama 15-
20 detik dan didiamkan selama 15 menit pada suhu kamar. Kemudian diukur absorbansinya
pada pamjang gelombang 765 nm. Asam ursolat digunakan sebagai standar untuk membuat
kurva kalibrasi dengan pengulangan sebanyak 3 kali (Liu, dkk 2014).
Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode ferric reducing antioxidant power (FRAP)
3,6 mL larutan FRAP ditambahkan ke dalam aquades 0,4 mL dan diinkubasi pada
suhu 370C selama 5 menit, kemudian larutan ini dicampurkan dengan 80 mL fraksi sampel
dan diinkubasi pada suhu 370C selama 10 menit. Absorbansi campuran reaksi diukur pada
593 nm. Untuk konstruksi kurva kalibrasi dibuat dari asam ursolat sebagai standar dan nilai
absorbansi diukur seperti untuk larutan sampel (AR, dkk., 2011).

Anda mungkin juga menyukai