Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH FITOKIMIA I

BIOSINTESIS TERPENOID

OLEH:

NAMA : FADLIANI RAMADHAN (F1F1 13 080)


VIRDA MAULIDYA (F1F1 13 081)
FEBRYANTI SUHAMDANI (F1F1 13 0)
WA ODE SALFIA (F1F1 13 077)
MASDIANINGSIH (F1F1 13 0)
MUHAMMAD IRFAN (F1F1 13 084)
AHMED MAQBULAH (F1F1 13 085)
ANDI SITTI ZAENAB S. (F1F1 13 086)
KELOMPOK : IV
KELAS :B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena
dengan pertolongan, rahmat dan anugrah-Nya, sehingga penulis masih diberikan
kesehatan dan kekuatan menyelesaikan makalah ini tentang “Biosintesis Terpenoid”
dengan baik.
Tidak lupa pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah mendukung penulis, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan tepat waktu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
makalah ini oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, Januari 2016

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar Isi....................................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C. Tujuan .............................................................................................................. 5
BAB II Pembahasan
A. Prinsip-prinsip dasar potensiometri…………………………………………….
1. Elektroda selektif ion……………………………………………………..6-8
2. Potensial elektroda…………………………………………......................8-9
3. Potensial elektroda standar……………………………………………...9-11
4. Potensial cairan penghubung…………………………………………..11-13
B. Komponen-komponen potensiometri……………………………………....13-14
C. Aplikasi Potensiometri dalam Bidang Farmasi ……………………………15-19
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................................................20
B. Saran ...............................................................................................................20
Daftar Pustaka ............................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman flora berarti keanekaragaman senyawa kimia yang
kemungkinan terkandung di dalamnya baik yang berupa metabolisme primer
(metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang digunakan oleh
tumbuhan itu sendiri untuk pertumbuhannya ataupun senyawa kimia dari hasil
metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti terpenoid, steroid, kumarin,
flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang
umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung
tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau
lingkungannya. Hal ini memacu dilakukannya penelitian dan penelusuran senyawa
kimia terutama metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti teknik pemisahan,
metode analisis, dan uji farmakologi. Senyawa hasil isolasi atau senyawa semi
sintetik yang diperoleh dari tumbuhan sebagai obat atau bahan baku obat.
Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon
teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup
sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang
sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2==C(CH3)─CH==CH2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini.
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah (C5H8)n.
Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka
karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid merupakan
penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat
mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya.
Makalah ini dibuat berdasarkan uraian diatas, dimana makalah ini akan
membahas tentang definisi, sifat, penggolongan, dan biosintesis dari senyawa
terpenoid.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari senyawa terpenoid ?
2. Apa saja sifat-sifat senyawa terpenoid ?
3. Bagaimana penggolongan dari senyawa terpenoid ?
4. Apa saja contoh tanaman dari senyawa terpenoid ?
5. Bagaimana biosintesis dari senyawa terpenoid ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari senyawa terpenoid
2. Untuk mengetahui sifat-sifat senyawa terpenoid
3. Untuk mengetahui penggolongan dari senyawa terpenoid
4. Untuk mengetahui contoh tanaman dari senyawa terpenoid
5. Untuk mengetahui biosintesis dari senyawa terpenoid
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defisini Terpenoid
Terpenoid merupakan senyawa kimia, berfungsi sebagai pertahanan tumbuhan
dalam bentuk metabolit sekunder. Zat aktif dari metabolit sekunder terpenoid
memiliki efek farmakologis dengan membantu proses sintesis organik tubuh dan
pemulihan sel-sel tubuh manusia. Sebagai fungsinya dalam pertahanan tubuh,
terpenoid memiliki efek farmakologis dan efek toksik. Selain itu terhadap serangga,
didapatkan hasil bahwa metabolit sekunder terpenoid dapat menghambat penyerapan
makanan, menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan bersifat toksik bagi tubuh.
Pada manusia efek toksik dari terpenoid dapat menimbulkan gejala seperti muntah,
kejang, tidak sadar, edema paru dan takikardi.
Golongan terpenoid adalah merupakan senyawa penyusun minyak atsiri. Pada
mulanya istilah “minyak atsiri” adalah istilah yang digunakan untuk minyak yang
bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap,
dengan komposisi dan titik didih yan berbeda-beda. Minyak atsiri yang mudah
menguap terdapat di dalam kelenjar minyak yang harus dibebaskan sebelum disuling
yaitu dengan merajang/memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak
sebanyak mungkin, sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan
B. Sifat Terpenoid
Senyawa terpenoid menyebabkan permeabilitas membran sel akan terganggu
dan memiliki efek sinergis bagi toksin lain dengan bertindak sebagai solven untuk
memfasilitasi toksin bergerak melalui membran. Hal ini menyebabkan terganggunya
proses seluler. Selain itu sifat fisika dari terpenoid adalah: 1) dalam keadaan segar
merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi warna akan berubah menjadi
gelap, 2) mempunyai bau yang khas, 3) indeks bias tinggi, 4) kebanyakan optik aktif,
5) kerapatan lebih kecil dari air, 6) larut dalam pelarut organik: eter dan alkohol,
sedangkan sifat kimia dari terpenoid adalah: 1) senyawa tidak jenuh (rantai terbuka
ataupun siklik) dan 2) isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua
bentuk enantiomer.
C. Penggolongan Terpenoid
Penggolongan isoprena adalah berdasarkan jumlah isoprene yang menyusun
terpenoid tersebut, berikut tabel penggolongan terpenoid berdasarkan unit isoprena :
Unit Jumlah Golongan Sumber
Isoprena Karbon
1 C–5 Isoprena Daun Hamamelis japonica
2 C – 10 Monoterpenoid Berbagai tumbuhan sebagai minyak
atsiri dan kayu Gymnospermae
3 C – 15 Seskueterpenoid Sebagai minyak atsiri dalam
Compositae
4 C – 20 Diterpenoid Dalam damer tumbuhan Giberecae
5 C – 30 Triterpenoid Sebagai steroid pada hewan dan
manusia
6 C – 40 Tetraterpenoid Dalam ubi jalar. Wortel, kelapa sawit
7 C – 5n Poliisoprena Karetatau Havea brasiliensis
Struktur terpenoid juga beragam yaitu : Rantai terbuka, Monosiklik dan polisiklik
serta mempunyai gugus fungsi yang beragam pula. Berikut ini adalah
pengolompokan terpenoid yang lebih umum ditinjau berdasarkan aspek fitokimia
(kimia tumbuhan ) dan kemotaksonomi yaitu tumbuhan yang spesiesnya sama, maka
kandungan kimianya pun pada umumnya sama.
1. Minyak Atsiri
Pada mulanya istilah “minyak atsiri” atau minyak eteris adalah istilah yang
digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara
penyulingan uap. Definisi ini dimaksudkan untuk membedakan minyak/lemak
dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya. Minyak atsiri terdiri dari
campuran zat yang mudah menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan
hal ini dipengaruhi oleh suhu, pada umumnya tekanan uap ini sangat rendah untuk
persenyawaan yang memiliki titik didih sangat tinggi. Selanjutnya intensitas suatu
bau (harum yang dihasilkan, dengan kekecualian pada kondisi tertentu) merupakan
manifestasi dari sifat mudah menguap persenyawaan yang menghasilkan bau harum
tersebut.
Minyak atsiri yang mudah menguap terdapat di dalam kelenjar minyak khusus
di dalam kantung minyak atau di dalam ruang antar sel dalam jaringan tanaman.
Minyak atsiri tersebut harus dibebaskan sebelum disuling yaitu dengan
merajang/memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak sebanyak
mungkin, sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan.
Minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid terdapat pada fraksi atsiri yang
tersuling uap. Zat inilah penyebab harum, wangi dan bau yang khas pada banyak
tumbuhan (Harborne, 1987). Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya
mengandung dua golongan senyawa yaitu oleopynadan strearopyena. Oleopyna
adalah bagian hidrokarbon di dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Sedangkan
strearopyena adalah senyawa hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud
padat.

2. Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa “essence” dan memiliki bau yang spesifik
yang dibangun oleh 2 unit isoppren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari
1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan tingkat tinggi,
binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebratadan struktur senyawanya telah
diketahui.
Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan
38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prisnsip dasar penyusunannya tetap
sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isoprene. Stuktur monoterpenoid
dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik. Senyawa monoterpenoid banyak
dimanfaatkan sebagai antiseptic, ekspektoran, spasmolitik, anestetik dan sedatif.
Disamping itu monoterpenoid yang sudah dikenal banyak dimanfaatkan sebagai
bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan senyawa komersialyang
banyak diperdagangkan.
Dari segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linalool dari yang satu
menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerasi. Ketiga alcohol ini
yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjadi reaksi-reaksi
sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsen, oksidasi menjadi sitral dan
oksidasi-reduksi menghasilkan sitronelal.
Perubahan GPP in vivo menjadi senyawa monoterpen siklik dari segi
biogenetik disebabkan oleh reaksi siklisasi yang diikuti oleh reaksi-reaksi sekunder
Seperti senyawa organik bahan alam lainnya, monoterpenoid mempunyai
kerangka karbon yang banayak variasinya. Oleh karena itu penetapan struktur
merupakan salah satu bagian yang penting. Penetapan struktur monoterpenoid
mengikuti suatu sistematika tertentu yang dimulai dengan penetapan jenis kerangka
karbon. Jenis kerangka karbon suatu monoterpen monosiklik antara lain dapat
ditetapkan oleh reaksi dehidrogenasi menjadi suatu senyawa aromatik (aromatisasi).
Penetapan struktur selanjutnya ialah menetukan letak atau posisi gugus fungsi dari
senyawa yang bersangkutan didalam kerangka karbon tersebut. Posisi gugus fungsi
dapat diketahui berdasarkan penguraian oksidatif. Cara lain adalah mengubah
senyawa yang bersangkutan oleh reaksi-reaksi tertentu menjadi senyawa lain yang
telah diketahui strukturnya. Dengan kata lainsaling mengaitkan gugus fungsi senyawa
lain yang mempunyai kerangka karbon yang sama. Pembuktian struktur sutau
senyawa akhirnya didukung oleh sintesa senyawa yang bersangkutan dari sutau
senyawa yang diketahui strukturnya.
3. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit isopren
yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar
naftalen.Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktifitas yang cukup besar,
diantaranya adalah anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta
regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.
Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofosfat dan trans
farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lannya. Kedua isomer
farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti
isomerisasi antara geranil dan nerol.
4. Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon
dan dibangun oleh 4 unit isopren senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup
luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan
tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan
anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan
tetrasiklik. Senyawa ini dapat ditemukan pada resin pinus, dan beberapa hewan laut
seperti Chromodoris luteorosea dari golongan molusca, alga coklat seperti Sargassum
duplicatum serta dari golongan Coelenterata.
5. Triterpenoid
Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih 40 jenis kerangka
dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari
skualen. Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan
siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu.
Sedangkan penamaan lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran pada tiap
atom karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada masing-
masing atom karbon.
Triterpenoid biasanya terdapat pada minyak hati ikan hiu, minyak nabati
(minyak zaitun)dan ada juga ditemukandalam tumbuhan seprimitif sphagnum tetapi
yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida. Triterpenoid
telah digunakan sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes,gangguan
menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Struktur
terpenoida yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari reaksi-reaksi sekunder
berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-,
farnesil-, dan geranil-geranil pirofosfat.
D. Contoh Tanaman

Nama Sumber Contoh Senyawa Nama Tumbuhan


Kamfer
Champor (Cinnamomum
camphora)
Kayu putih
Sineol (Melaleuca
Monoterpenoid Minyak Atsiri leucadendron)
Thymus (Thymus
Thymol
vulgaris
Minyak Bunga Artemisia
Artemisinin
Atsiri (Artemisia annua)
Bunga Matricia
Chamomil
(Matricia recutita)
Daun Tanaman
Sesquiterpenoid Feverfew
Feverfew
(Tanacetum
parthenium)
Bungan Valerian
Valerian (Valeriana
officinalis)
Tanaman Ginkgo
Ginkgo
Resin (Ginkgo biloba)
Diterpenoid
Pinus Tanaman Taxus
Taxol
(Taxus brevifolia)
Tanaman Labu
Triterpenoid Cucurbitacins Cucurbitacins
(Cucurbita
foetidissima)
Wortel (Daucus
Tetraterpenoid Pigmen Karoten Karotenoid
carota)
Politerpenoid Karet Alam Karet Alam Karet (Ficus elastica

E. Biosintesis Terpenoid
1. Proses Biosintesis
Biosintesis dari terpenoid pada tumbuhan mengikuti jalur asam asetat
mevalonat. Asam asetat yang diaktifkan dengan koenzim A membentuk asetilCoA
dan melakukan reaksi kondensasi dengan asetil CoA yang lain sehingga terbentuk
asetoasetil CoA. Asetosetil CoA yang terbentuk juga berkondensasi dengan unit
asetil CoA yang lain, sehingga terbentuk tiga unit gabungan dari asetil CoA yang
selanjutnya diprotonasi membentuk asam mevalonat.
Dengan adanya pirofosfat pada asam mevalonat dapat terjadi pelepasan
komponen CO2 (dekarboksilasi) dan pelepasan OPP- membentuk isopentenil
pirofosfat (IPP) dengan isomernya dimetilalil pirofosfat (DMAPP) .
Proses biosintesis terpenoid disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Biosintesis Isopentenil Pirofosfat (IPP) dan Isomernya Dimetilalil


Pirofosfat (DMAPP)
Langkah selanjutnya antara IPP dan DMAPP terjadi reaksi adisi membentuk
geranil pirofosfat (C10) (Gambar 3). Geranil pirofosfat juga mengalami reaksi adisi
dengan satu unit IPP membentuk farnesil pirofosfat (C15). Farnesil pirofosfat juga
mengalami reaksi adisi dengan satu unit IPP membentuk geranil-geranil pirofosfat
(C30).

2. Contoh senyawa hasil biosintesis terpenoid


Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri.
Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan
kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau
lebih unit C5 yang disebut unit isopren. Berdasarkan jumlah atom C yang terdapat
pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi hemiterpen dengan 5 atom C,
monoterpen dengan 10 atom C, seskuiterpen dengan 15 atom C, diterpen dengan 20
atom C, triterpen dengan 30 atom C, dan seterusnya sampai dengan politerpen dengan
atom C lebih dari 40. Beberapa contoh senyawa biosintesi terpenoid diberikan pada
Gambar 1.
1. JALUR ASAM MEVALONAT
Secara umum jalur biosintesis dari terpenoid yaitu melalui jalur mevalonat, dan baru-
baru ini ditemukan mevalonate-independen jalur melalui deoxy- fosfat xylulose.

Kondensasi asetil-CoA dan asetoasetil-CoA untuk membentuk 3-hidroksi-3-


methylglutaryl CoA (HMG-CoA) 1 dikatalisis oleh enzim HMG-CoA sintase (Skema 1). Dua
bentuk enzim yang dikenal yaitu enzim sitosolik yang adalah titik awal untuk asam
mevalonat (MVA) jalur, dan enzim mitokondria yang, bersama-sama dengan HMG-CoA
liase, terlibat dalam sintesis tubuh keton disebabkan untuk produksi sementara selama acetyl
S pembentukan -enzyme dari spesies tetrahedral dengan sp 3 karbon -hybridized (Skema 2).
Pertukaran cepat antara spesies seperti (rendah mapan konsentrasi) dan spesies acetyl S -
enzyme dominan (dengan sebuah sp 2 -hydridized karbon) dapat menjelaskan komponen
pergeseran ke tepi lapangan dalam sinyal yang diamati. diperpanjang menggunakan [1,2- 13
C 2 ] asetil-CoA, dan melakukan reaksi yang tions di H 2 18 O dan 2 H 2
Analisis dari berbagai pergeseran diamati menunjukkan keterlibatan antar tetrahedral
lainnya menengahi, dan karena itu mekanisme minimal hanya melibatkan dasar umum untuk
deprotonasi C-2 gugus metil dari S acetyl - enzim dan asam umum yang protonates C-3
karbonil acetoacetyl-CoA tidak dapat dipertahankan. Pengamatan menunjukkan sebuah
mekanisme yang lebih rinci dan mungkin peran untuk asam / basa kucing- alysts seperti yang
ditunjukkan dalam Skema 2. Dengan mengganti Glu-95 dengan Ala, aktivitas katalitik enzim
itu berkurang oleh lebih dari lima lipat. 7 Penggantian asam amino ini tidak mempengaruhi
integritas situs aktif sehubungan dengan paraf pembentukan acetyl S -enzyme menengah,
atau hidrolisis terminal reaksi tion, tapi terbukti memiliki C-C pembentukan ikatan yang
rusak. Bukti poin untuk Glu-95 berfungsi sebagai asam umum dalam HMG-CoA sintase
reaksi. Evaluasi fungsional dari 11 asam amino invarian di situs aktif enzim menggunakan
situs- diarahkan mutagenesis juga telah dilaporkan. 8 Tiga mutan Sintase, D99A, D159A, dan
D203A, semua membentuk S acetyl - enzim menengah sangat lambat. Dampak dari tiga yang
berbeda asam amino pada pembentukan menengah reaksi mendukung mekanisme untuk
acetyl S pembentukan -enzyme yang membutuhkan bentuk- asi dan runtuhnya tetrahedral
menengah, meskipun belum mungkin untuk memberikan peran yang tepat untuk asam amino
ini. Enzim berikutnya pada jalur biosintesis asam mevalonat adalah HMG-CoA reductase
(HMGR) yang mengkatalisis reduktif deacylation dari HMG-CoA ke mevalonate (MVA) 3
melalui mev- aldate 2 dan mempekerjakan dua ekivalen NADPH sebagai reduktor Skema 1.
aktivitas enzim ini memberikan kontrol penting mekanisme aliran metabolit ke mevalonate
dan, terutama, dalam biosintesis steroid dan studi yang terus merangsang banyak penelitian.
HMGR Eubacterial dari Strepto- myces sp. regangan CL190 telah dimurnikan, dan encod-
gen ing untuk enzim kloning. 9 Urutan asam amino yang disimpulkan mengungkapkan
beberapa motif terbatas yang sangat kekal dan umum untuk enzim eukariotik dan
archaebacterial. Berdasarkan urutan asam amino, dua kelas yang berbeda dari HMGR dapat
dibedakan. 10 Gen yang mengkodekan enzim aku kelas yang hadir dalam semua eukariota,
dalam banyak archaea, dan dalam beberapa streptomycetes. Pengkodean gen kelas II enzim
yang hadir di beberapa eubac- teria. Gen mvaA di Staphylococcus aureus mengkodekan kelas
II HMGR. 11 Tidak seperti kebanyakan enzim HMGR lain, S. aureus enzim pameran ganda
koenzim spesifisitas untuk NADP (H) dan NAD (H), dengan NADP (H) lebih disukai. profil
pH disarankan Nya-378 dan Lys-263 fungsi dalam katalisis. Isolasi dan berlebih dari HMGR
pengkodean gen di Leishmania utama telah dilaporkan. 12 Protein kekurangan membran
Skema 2 Enzim: HMG-CoA sintase. karakteristik domain enzim eukariotik, tapi pameran
kesamaan urutan dengan reduktase eukariotik. Gen tanaman pengkodean untuk HMGR di
murbei (Morus alba) 13 dan Tagetes erecta 14 juga telah diisolasi dan dikarakterisasi. Dua
cDNA ditemukan di marigold, salah satunya dikodekan bentuk terpotong enzim. Ekspresi
antisense dari Arabidopsis thaliana gen hmg1 dalam tembakau (Nicotiana tabacum)
ditemukan menurunkan kadar isoprenoid umum. 15 Struktur kristal dari dua non-produktif
com- ternary plexes dari HMGR dari Pseudomonas mevalonii dengan HMG- CoA / NAD
dan dengan MVA / NADH telah ditentukan. 16 Di struktur apoenzyme yang dilaporkan
sebelumnya, yang terakhir 50 residu asam amino dari -terminus C (domain penutup),
termasuk residu katalitik Nya-381, yang tidak terlihat. Itu struktur kompleks terner
dilaporkan di sini mengungkapkan substrat yang disebabkan penutupan domain flap yang
melengkapi situs aktif dan sejalan Nya-381 dengan thioester dari HMG-CoA. Lys-267 juga
tampaknya terlibat dalam katalisis, perannya sebagai umum asam / basa yang didalilkan
dalam Skema 3. Lys-267 fasilitator tates Transfer hidrida dari pengurangan koenzim oleh
polarisasi gugus karbonil dari HMG-CoA, dan kemudian dari terikat mevaldate. Dalam
penelitian selanjutnya, 17 situs-diarahkan mutagenesis dipekerjakan untuk menyelidiki situs
ini lisin aktif. Penggantian dari Lys-267 dengan Ala, Nya, atau Arg mengakibatkan kerugian
total aktivitas. Kemudian, penggantian Lys-267 dengan Cys, diikuti oleh derivatisasi kimia
memungkinkan pengenalan lisin ana- logues aminoethylcysteine dan
carboxyamidomethylcysteine. Yang terakhir derivatif tidak aktif, meskipun mantan
dipamerkan aktivitas katalitik yang tinggi. Aminoethylcysteine itu, tapi tidak lain asam amino
dasar, dapat menggantikan fungsi Lys-267 bawah- garis pentingnya residu ini, dan
persyaratan untuk tepat diposisikan muatan positif di situs aktif enzim. HMGR dari
Pseudomonas mevalonii adalah kelas enzim II. Jika mekanisme yang diusulkan melibatkan
Lys-267 adalah umum, kelas I HMGRs juga harus memiliki situs aktif Lys, dan memang,
analisis urutan menunjukkan tiga lysines dilestarikan antara semua kelas I enzim. 18 Tiga
lysines dilestarikan dari hamster Suriah HMGR yang bermutasi ke Ala; ketiga enzim mutan
memiliki berkurang tetapi aktivitas terdeteksi. Keberpihakan urutan yang disarankan Lys-734
enzim hamster sebagai serumpun yang paling mungkin dari P. mevalonii Lys-267, dan
diusulkan bahwa HMGRs dari kedua kelas mempekerjakan mekanisme katalitik yang sama
yang melibatkan situs aktif lisin. Analisis urutan mengapit daerah gen HMGR di
Streptomyces sp. regangan CL190 mengungkapkan lima pembacaan terbuka frame, Orfa-E,
yang menunjukkan kesamaan dengan encoding mereka enzim eukariotik dan archaebacterial
dari mevalonate yang jalan. 19 E. transforman coli dengan HMGR dan orfABCDE
ditunjukkan untuk tumbuh di hadapan fosmidomycin, ampuh inhibitor dari jalur mevalonate-
independen (lihat Bagian 4), dan untuk menghasilkan ubiquinone dari label asetat dengan
pelabelan pola karakteristik dari jalur mevalonate, meskipun jalur mevalonat secara intrinsik
absen dari E. coli. Gen HMGR dan orfABCDE demikian jawab untuk jalur mevalonat dan
merupakan cluster gen di Streptomyces.

2. hemiterpenoid
Kinase mevalonate mengkatalisis pertama ATP-dependent fosforilasi dari mevalonate ke
mevalonate 5-fosfat 4, kemudian mevalonate 5-difosfat 5 diproduksi oleh lanjut aksi
phosphomevalonate kinase. Reaksi-reaksi ini mengarah pembentukan isopentenil difosfat
(IPP) 6 dan dimetil alil difosfat (DMAPP) 7, unit isoprena biogenetis (Skema 1). Pemurnian
kinase mevalonate dari tanaman Tapak dara telah dilaporkan. 20 Studi kinetik secara tidak
berdedikasi mekanisme berurutan memerintahkan tindakan, di mana mevalonate adalah
substrat pertama yang mengikat dan ADP adalah yang terakhir

produk untuk meninggalkan enzim. Kegiatan itu tergantung pada Kehadiran ion logam
divalen, Mg 2 dan Mn 2 menjadi yang terbaik dan sama-sama efektif. Kegiatan ini sangat
dihambat oleh farnesyl difosfat. Pengkodean gen thaliana Arabidopsis untuk kinase
mevalonate telah dikloning dan ditandai. 21 Fosfat aktivitas kinase phomevalonate dari sel
roseus Catharanthus sebagian telah dimurnikan. 22 Enzim ini juga bergantung pada
kehadiran ion logam divalen, dengan preferensi untuk Mg 2 . Mekanisme mevalonate 5-
difosfat dekarboksilase masih menunggu klarifikasi penuh. Sementara molekul ketiga ATP
adalah diperlukan untuk transformasi, ada muncul untuk menjadi sedikit bukti fosforilasi
gugus hidroksi tersier, dan mekanisme di mana sebuah molekul ATP memfasilitasi
dekarboksilasi-eliminasi telah diusulkan (Skema 4).
3. The mevalonate-independen (deoxyxylulose fosfat)
The mevalonate-independen (deoxyxylulose fosfat) jalan Bukti yang kini telah terakumulasi
bahwa mev- jalur alonate digunakan lebih jarang di biosintesis terpenoid dari adalah mev-
baru ditemukan alonate-independen jalur melalui 1-deoxyxylulose 5-fosfat. Selama periode
review, ada banyak lebih lanjut contoh dilaporkan operasi, dan sebagian besar langkah-
pemimpin ing dari prekursor piruvat dan gliseraldehida 3- utama fosfat sekarang
digambarkan, meskipun langkah-langkah akhir yang bersangkutan dalam pembentukan IPP
dan DMAPP belum diklarifikasi. Sekarang ada beberapa istilah yang biasa digunakan untuk
ini jalur, termasuk mevalonate-independen jalur, non jalur mevalonate, gliseraldehida 3-
fosfat / piruvat jalur, deoxyxylulose fosfat (DXP atau DOXP) jalur, dan metilerithritol fosfat
(MEP) jalur. Disitu ada merupakan upaya untuk memperoleh kesepakatan bahwa MEP
terakhir nomenklatur harus diadopsi sejak MEP adalah com- pertama mitted prekursor
terpenoid, sementara DXP juga digunakan untuk biosintesis tiamin dan pyridoxol. Sejauh ini,
ada sedikit bukti untuk setiap penggunaan umum terminologi MEP. Sedangkan mevalonate
enzim jalur dilokalisasi di sitosol, jalur enzim DXP tampak plastid- terkait. Fitur-fitur ini
secara luas menjelaskan oper diamati asi dari dua jalur di berbagai kelas terpenoid. Demikian,
jalur mevalonate memberikan metabolit sitosol, par- triterpenoid khusus- dan steroid,
ditambah beberapa seskuiterpenoid. DXP jalur mengarah ke metabolit-plastid terkait, mono
terpene dan diterpenes, beberapa seskuiterpen, tetraterpenes (karotenoid), dan prenyl sisi-
rantai klorofil dan plastoquinones. Ada contoh kerjasama antara sitosol dan plastidial jalur,
terutama di biosyn- yang tesis metabolit stres. DXP jalur tidak diketahui beroperasi pada
mamalia. Reaksi pertama dari jalur adalah con- transketolase seperti kondensasi antara
piruvat dan -gliseraldehida 3-fosfat untuk membentuk 1-deoksi- -xylulose 5-fosfat (DXP)
12 (Skema 8). Ini melibatkan kondensasi (hidroksietil) tiamin diphos- Phate 11, berasal dari
piruvat, dengan kelompok aldehida dari gliseraldehida 3-fosfat. Sebuah DXS gen dari E. coli
encoding DXP synthase telah dikloning dan ditandai. 30 Gen adalah bagian dari operon yang
juga berisi ISPA gen yang mengkodekan FPP synthase. Enzim menunjukkan fitur khas situs
pengikatan untuk tiamin difosfat, dan residu histidin yang telah diusulkan untuk
berpartisipasi dalam transfer proton di Reaksi transketolase. Namun, motif yang tampaknya
terlibat dalam substrat mengikat dalam transketolases tidak kekal di DXP synthase. Kloning
gen dari peppermint (Mentha piperita X) juga telah dilaporkan, bersama-sama dengan
ekspresi protein fungsional dalam E. coli. 31 Enzim ini berisi urutan plastid-penargetan yang
diusulkan. Tidak termasuk ini menargetkan urutan, urutan asam amino yang disimpulkan
menunjukkan identitas yang sangat tinggi untuk DXP synthase enzim dari E. coli dan
Arabidopsis thaliana, dan juga untuk protein dari foto- yang bakteri sintetis rhodobacter
capsulata dan siano yang bakteri Synechocystis sp. PCC6803. Ini muncul untuk membentuk
kelas baru transketolases berbeda dari baik ditandai transketolases terlibat dalam jalur fosfat
pentosa, dan kesamaan urutan luas mereka menunjukkan bahwa mereka semua DXP Sintase.
Dua lada (Capsicum annuum) cDNA encod- ing transketolases telah ditandai. 32 Salah
satunya adalah terutama yang terlibat dalam fosfat pentosa plastidial dan glikosuria integrasi
siklus litik, sementara yang kedua mengkodekan DXP synthase, dan sangat disajikan selama
biosintesis karotenoid dalam lada. Sebuah gen DXS di cyanobacterium uniseluler Synecho-
coccus leopoliensis (Anacystis nidulans) telah diidentifikasi dan dinyatakan dalam E. coli,
mengakibatkan peningkatan sintesis DMAPP. 33 Streptomyces sp. regangan CL190
memanfaatkan baik meval- onate dan jalur mevalonate-independen untuk terpenoid. Gen
DXS dari organisme ini telah kloning dan berlebihan dinyatakan dalam E. coli untuk
menghasilkan enzim rekombinan. 34 ini adalah enzim larut, dan kemungkinan besar dimer.
Kecuali untuk pH optimal, sifat enzimatik yang adalah sama dengan rekombinan E. coli DXP
synthase, juga diekspresikan dan dimurnikan. Sebuah CLA1 gen, yang sebelumnya terisolasi
dari Arabidopsis thaliana, sekarang telah ditunjukkan untuk mengkodekan DXP synthase. 35
Di Selain demonstrasi aktivitas enzimatik, itu juga telah terbukti bahwa kegiatan ini
melengkapi sebuah cla1-1 albino mutan. Perubahan basa tunggal dalam gen CLA1 adalah
penyebab mutasi chs5 di Arabidopsis, yang mengakibatkan suhu sensi- tivity. 36 Penerapan
1-deoksi- -xylulose menyelamatkan cacat di mutan chs5. E. coli galur direkayasa untuk
menghasilkan karotenoid lycopene selanjutnya diubah dengan dxps gen kloning dari Bacillus
subtilis dan Synechocystis sp. 6803. 37 Ini mengakibatkan peningkatan kadar lycopene baik
dan ubiquinone-8 dibandingkan dengan kontrol. DXP berubah menjadi 2- C metil D-
erythritol-4-fosfat Phate (MEP) 14 pada langkah berikutnya dari jalur tersebut. Keterlibatan
yang ment ini antara ditunjukkan dengan menyiapkan mutan E. coli dan memilih tiga yang
diperlukan untuk 14 pertumbuhan dan kelangsungan hidup. 38,39 Semua fragmen DNA yang
com- plemented cacat sintetik ini ditemukan mengandung yaeM sebuah gen (dalam studi
kemudian disebut sebagai DXR). Amino yang disimpulkan urutan asam untuk protein
dikodekan menunjukkan signifikan kesamaan dengan protein hipotetis dengan fungsi yang
tidak diketahui dari beberapa spesies eubacterial. Rekombinan yang dimurnikan produk gen
yaeM itu diekspresikan dalam E. coli sebagai tetramer sebuah, dan ditemukan untuk
mengkatalisasi pembentukan MEP dari DXP di Kehadiran NADPH. NADH adalah reduktor
jauh lebih miskin, dan enzim juga diperlukan kation divalen, sebaiknya J alur fosfat
deoxyxylulose Enzim:. I, 1-deoxyxylulose synthase 5-fosfat (DXP synthase); ii, 1-
deoxyxylulose Reductoisomerase 5-fosfat (DXP reductoisomerase); iii, 4-diphosphocytidyl-
2- C metil- -erythritol synthase (CDP-ME synthase); iv, 4-diphosphocytidyl-2- C metil- -
erythritol kinase (CDP-ME kinase) alur fosfat deoxyxylulose Enzim:. I, 1-deoxyxylulose
synthase 5-fosfat (DXP synthase); ii, 1-deoxyxylulose Reductoisomerase 5-fosfat (DXP
reductoisomerase); iii, 4-diphosphocytidyl-2- C metil- -erythritol synthase (CDP-ME
synthase); iv, 4-diphosphocytidyl-2- C metil- -erythritol kinase (CDP-ME kinase)

(jalur fosfat deoxyxylulose Enzim:. I, 1-deoxyxylulose synthase 5-fosfat (DXP synthase); ii,
1-deoxyxylulose Reductoisomerase 5-fosfat (DXP reductoisomerase); iii, 4-
diphosphocytidyl-2- C metil- -erythritol synthase (CDP-ME synthase); iv, 4-
diphosphocytidyl-2- C metil- -erythritol kinase (CDP-ME kinase).
(Paul M. Dewick, 2002)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan.
2. Sifat fisika dari terpenoid adalah: 1) dalam keadaan segar merupakan cairan
tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap, 2)
mempunyai bau yang khas, 3) indeks bias tinggi, 4) kebanyakan optik aktif, 5)
kerapatan lebih kecil dari air, 6) larut dalam pelarut organik: eter dan alkohol,
sedangkan sifat kimia dari terpenoid adalah: 1) senyawa tidak jenuh (rantai
terbuka ataupun siklik) dan 2) isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan
terjadi dalam dua bentuk enantiomer.
3. Penggolongan terpenoid berdasarkan jumlah isoprene yang menyusun
terpenoid tersebut dan berdasarkan aspek fitokimia (kimia tumbuhan ) dan
kemotaksonomi.
4.
DAFTAR PUSTAKA

Harbome JB., Padmawinata K, Soediro I., 1987, metode Fitokimia, Penerbit ITN,
Bandung.

Henrik Toft Simonsen, 2015 , Elucidation of Terpenoid Biosynthesis in Non-model


Plants Utilizing Transcriptomic Data, Journal of Next Generation Sequencing
& Applications, Vol.2.

IW. G. Gunawan., 2008, Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpenoid Yang Aktif
Antibakteri Pada Herba Meniran (Phyllanthus niruri Linn), ISSN 1907-9850.

Munawaroh, S., dan Handayani, P.A.,2010, Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut
(Citrus Hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol Dan N-Heksana, Jurnal
KompetensiTeknik, Vol. 2 (1).

Paul M. Dewick, 2002, The biosynthesis of C5–C25 terpenoid compounds, School of


Pharmaceutical Sciences, University of Nottingham, Nottingham, UK NG7
2RD.

Sari, C.Y., 2012, Penggunaan Buah Mengkudu (Morinda Citrifolial.) Untuk


Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Artikel Review, Faculty of Medicine,
Universitas Lampung.
Sianturi, S., Tanjung, M., dan Sabri, E., 2015, Pengaruh Buah Terong Belanda
(Solanum Betaceum Cav.) Terhadap Jumlah Eritrosit Dan Kadar Hemoglobin
Mencit Jantan (Mus Musculus L.) Anemia Strain Ddw Melalui Induksi Natrium
Nitrit (Nano2), Jurnal FMIPA, Departemen Biologi FMIPA, Sumatera Utara.
Sukadan I.M., 2008, Aktivitas antibakteri golongan terpenoid dari biji papaya (Carica
papaya).

Suryaningrum, S., 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Buah Jeruk Purut
(Citrus Hystrix D.C) Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli,
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pasaraeng, E., Abidjulu, J., Runtuwene, M.R.J., 2013, Pemanfaatan Rimpang Kunyit
(Curcuma Domesticaval) Dalam Upaya Mempertahankan Mutu Ikan Layang
(Decapterussp), Jurnal MIPA UNSRAT Online, Vol.2 (2).

Anda mungkin juga menyukai