Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ISOLASI DAN ANALISIS TUMBUHAN OBAT


IDENTIFIKASI TRITERPENOID

DOSEN PENGAMPU :
apt. Mamik Ponco Rahayu, S.Si., M. Si

Nama Anggota Kelompok 10 :


Roshita Wulandari Sasongko (02216399A)
Sayyidatin Nafiah (02216387A)
Siti Nurhaini (02216429A)
Suhartawan (02216514A)
Sukma Uswatun Niswah (02216736A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat limpah
rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu .

Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan disebabkan karena
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari kesalahan.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas isolasi dan analisis tumbuhan obat.

Penulis harap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, oleh
karena itu, demi upaya peningkatan kualitas makalah ini, penulis senantiasa
mengharapkan kontribusi pemikiran pembaca, baik berupa kritik maupun saran yang
bersifat membangun.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan penulisan ................................................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN................................................................................................ 3

A. Klasifikasi Senyawa Triterpenoid ...................................................................... 3


B. Sifat Fisika-Kimia senyawa Triterpenoid .......................................................... 6
C. solasi senyawa Triterpenoid ............................................................................... 6
D. Uji Kualitatif Sentyawa Triterpenoid ................................................................. 7
E. Uji Kuantitatif Senyawa Triterpenoid ................................................................ 8

BAB III : Penutup ............................................................................................................ 10

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa kimia


(chemodiversity) yang kemungkinan terkandung didalamnya baik yang berupa
metabolisme primer (metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang
digunakan oleh tumbuhan itu sendiri untuk pertumbuhannya ataupun senyawa kimia dari
hasil metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti steroid, kumarin, flavonoid,
alkaloid, dan terpenoid.

Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua
puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivate dari
asam mevalonaat atau precursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang
sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan
lebih dari satu unit isoprene sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit
isoprene penyusunnya. Senyawa ini berstruktur silik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehid, atau atom karboksilat . Mereka berupa senyawa berwarna, berbentuk
Kristal, dan seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yag umumnya sukar dicirikan
karena tak ada kereaktifan kimiannya.

Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid yang kerangka


karbonnya berasal dari enam satuan isoprena (2-metilbuta-1,3-diene) yaitu kerangka
karbon yang dibangun oleh enam satuan C5 dan diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik ,
yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik dan sering memiliki gugus
alkohol, aldehida, atau asam karboksilat (Widiyati, 2006). Senyawa golongan triterpenoid
menunjukkan aktivitas farmakologi yang signifikan, seperti antiviral, antibakteri,
antiinflamasi, sebagai inhibisi terhadap sintesis kolesterol dan sebagai antikanker (Nassar
dan Abdalrahim, 2010), sedang bagi tumbuhan yang mengandung senyawa triterpenoid
terdapat nilai ekologi karena senyawa ini bekerja sebagai antifungus, insektisida,
antipemangsa, antibakteri dan antivirus (Widiyati, 2006)

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana klasifikasi senyawa Triterpenoid?

2. Bagaimana sifat fisiko kimia senyawa Triterpenoid?

3. Bagaimana isolasi senyawa Triterpenoid?

4. Bagaimana uji kualitatif senyawa Triterpenoid?

5. Bagaimana uji kuantitatif senyawa Triterpenoid?

C. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi senyawa Triterpenoid

2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang sifat senyawa Triterpenoid

3. Mahasiswa dapat mengetahui isolasi senyawa Triterpenoid

4. Mahasiswa dapat mengetahui uji kualitatif senyawa Triterpenoid

5. Mashasiwa dapat mengetahui uji kuantitatif senyawa Triterpenoid

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI TRITERPENOID

Triterpenoid berupa senyawa tan warna, berbentuk Kristal, seringkali bertitik leleh
tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena taka ada kereaktifan
kimianya. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Lieberman-Burchard (anhidridaasetat-
H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau
biru.

Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat


diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Triterpenoid terdiri
dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6
yang mempunyai gugus pada siklik tertentu (Lenny, 2006). Senyawa ini paling umum
ditemukan pada tumbuhan berbiji dan sebagai glikosida. Golongan senyawa tritepenoid
ditunjukkan dengan terbentuknya cincin kecoklatan ketika senyawa ditambahkan dengan
asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi ( Robinson, 1995).

Triterpenoid dapat dipilih menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa


yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponon yang terutama terdapat sebagai glikosida.
Banyak triterpena atau streroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Banyak
triterpena dikenal dalam tumbuhan dan secara berskala senyawa baru ditemukan dan
dicirikan. Sampai saat ini hanya beberapa saja yang diketahui tersebar luas. Senyawa
tersebut ialah triterpena pentasiklik alfa amirin dan beta amirin serta asam turunannya
yaitu asam ursolat dan asam oleanolat. Senyawa ini dan senyawa sekerabatnya terutama
terdapat dalam lapisan malam daun dan dalam buah, seperti apel dan pear, dan mungkin
mereka berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba.
Triterpena terdapat juga dalm damar, kulit batang, dan getah seperti Euphorbia, Hevea,
dan lain-lain (Harbone, 1987)
Menurut Harborne (1987) senyawa triterprnoid dapat dibagi menjadi 3 gologan,
yaitu:Triterpen sebenarnya, Saponin dan Steroid.

3
1. Triterpen sebenarnya
Pembagian berdasarkan jumlah cincin dalam struktur molekulnya:
a. Triterpene asiklik, merupakan triterpene yang tidak mempuunyai cincin tertutup.
Misalnya skualena.
b. Triterpene trisiklik, merupakan triterpene yang mempunyai tiga cincin tertutup
padastruktur molekulnya. Misalnya ambrein.
c. Triterpene tetrasiklik, merupakan triterpene yang mempunyai empat cincin
tertutuppada struktur molekulnya. Missal lanosterol
d. Triterpene pentasiklik, merupakan triterpene yang mempunyai lima cincin
tertutuppada struktur molekulnya. Missal amirin.
2. Saponin
Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri dari
glikon (glukosa, fruktosa dan lainnya) dan aglikon (steroid dan triterpen). Saponin
umumnya berasa pahit dan dapat membentuk buih saat dikocok dengan air. Salain itu
juga bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009). Tumbuhan
yang mengandung saponin biasanya memiliki genus Saponaria dari keluarga
Caryophyllaceae.
Berdasarkan aglikonnnya, saponin dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Saponin dengan steroid (glikosida jantung)

Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari
metabolism sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan
glikosida jantung, halini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.
Contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus),

4
senyawa ini tekandung di dalam tumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup
dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunakan sebagai obat anti
nyeri dan rematik oleh orang afrika.
b. Saponin dengan triterpene
Saponin jenis ini memiliki komponen aglikon berupa triterpene yang
memiliki atom C sebanyak 30. Saponin jenis ini bersifat asam. Contoh saponin jenis
ini adalah asiatosida, senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gotukola yang tumbuh di
daerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik.
3. Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa teriterpenoid yang mnegandung ini
siklopentana perhidrofentaren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin
siklopentana.
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
a. Zoosterol, steroid yang berasal dari hewan. Misalnya kolesterol
b. Fitosterol, steroid yang berasal dari tumbuhan. Misalnya sitosterol dan stigmasterol
c. Mycosterol, steroid yang berasl dari fungi. Misalnya ergosterol
d. Marinesterol, steroid yang berasal dari organisme laut. Misalnya spongesterol
Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas:
1. Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol
2. Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol
3. Steroid dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol
Lanosterol merupakan triterpenoid khas hewan dan prekursor untuk kolesterol
dan sterol lain pada hewan dan fungi. Skualena teroksida membentuk epoksida,
memungkinkan terjadinya siklisasi membentuk lanosterol.

B. SIFAT FISIKO KIMIA TRITERPENOID

1. Tidak berwarna

2. Berbentuk Kristal

3. Memiliki titik leleh tinggi

4. Bersifat optis aktif

5
Sebagian besar triterpenoid mempunyai 4 atau 5 cincin yang tegabung dengan
pola yang sama. Sedangkan gugus fungsinya, missal adanya ikatan rangkap OH,
COOH, keton ataualdehid dan kadang ada gugus asetoksi, cincin oksida atau lakton.

C. ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID

1. Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak Etil Asetat Daun Pirdot (Saurauia vulcani.
Kurth) (Situmeang dkk., 2018).

Sampel daun pirdot dipotong-potong dengan ukuran kecil, kemudian


dikeringkan selama satu minggu dalam suhu ruang. Massa sampel pirdot kering yang
digunakan adalah sebanyak 1 kg. Sampel kemudian dimaserasi menggunakan etil
asetat sebanyak 5 L. Maserasi sampel dilakukan selama 2x24 jam sebanyak dua kali
pengulangan. Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak etil asetat
sampel daun pirdot. Ekstrak cair kemudian dievap menggunakan rotary evaporator
pada suhu 40 ºC. Ekstrak kental etil asetat yang diperoleh kemudian ditimbang
untuk mengetahui massa sampel pekatnya. Massa ekstrak kental sebanyak13.68 g.
Selanjutnya ekstrak pekat dimasukkan kedalam desikator selama 24 jam untuk
menghilangkan pelarut etil asetat yang masih tersisa. Massa sampel kering setelah
didesikator sebesar 12.05 g.

Ekstrak pekat etil asetat sebanyak 12.05 g dipisahkan komponen senyawa kimia
penyusunnya menggunakan metode kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel
G60 (70- 230 mesh), dengan fase gerak menggunakan kombinasi pelarut n-heksana
dan etil asetat, secara gradien, 10% dihasilkan 11 fraksi yaitu fraksi A-K.. Setelah
keseluruhan fraksi (A-K) diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator dilakukan
analisis pemisahan pola nodanya dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen
n-heksana/etil asetat (7:3). Selanjutnya fraksi F dilakukan pemisahan lebih lanjut
dengan dengan kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika, eluen n-heksana
dan etil asetat bergradien 2%. Dari hasil pemisahan diperoleh 21 fraksi yaitu fraksi
F01-F22. Fraksi F14-17 memiliki pola noda dan nilai Rf yang sama sehingga
dilakukan penggabungan untuk dimurnikan selanjutnya. Pemisahan selanjutnya

6
dilakukan secara isokratik dengan pelarut n-heksana dan etil asetat perbandingan (4:1).
Fraksi F14-37 sampai F14- 51 menunjukkan pola noda tunggal, sehingga dilakukan
KLT dengan berbagai pelarut (fasa normal dan fasa terbalik) untuk menguji
kemurniannya. Total massa isolate murni yang diperoleh sebanyak 5.5 mg.

2. Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak Diklorometana Akar Garcinia picrorrhiza


Miq(Soemiati dkk., 2010).

Serbuk halus akar G.picrorrhiza Miq sebanyak 1Kg dimaserasi dengan pelarut
diklorometana selama 7 hari (3x1L). Setelah itu pelarut diuapkan menggunakan rotary
evaporator vacum, diperoleh ekstrak berwarna coklat (60g), sebagian ekstrak (10g)
dipisahkan dengan metoda kromatografi kolom cepat menggunakan Sillika gel 60
dengan eluen n-heksana-etilasetat (70:30); diperoleh fraksi-fraksi. Salah satu fraksi
dimurnikan dengan cara rekristalisasi didalam n-heksana-diklorometan, diperoleh
serbuk putih sebagai senyawa (1) sebanyak 13,5 mg dan senyawa (2) sebanyak 14 mg.

D. UJI KUALITATIF SENYAWA TRITERPENOID

Uji fitokimia senyawa triterpenoid dilakukan dengan penambahan kloroform, asam


asetat anhidrat dan asam sulfat. Kloroform berfungsi sebagai pelarut senyawa tritrpenoid
karena memiliki kepolaran yang sama (nonpolar), selanjutnya ditambahakan asam asetat
anhidrat untuk membentuk turunan asetil dalam kloroform. Penambahan H2SO4 pekat
melalui dinding tabung reaksi mengakibatkan terjadinya reaksi antara anhidrida asetat
dengan asam sehingga atom C pada anhidrida membentuk karbokation. Karbokation yang
terbentuk bereaksi dengan atom O pada gugus –OH yang ada pada senyawa triterpenoid.
Reaksi ini merupakan reaksi esterifikasi yaitu pembentukan senyawa ester oleh senyawa
triterpenoid dengan anhidrida asetat. Hal ini dapat di buktikan dengan terbentuknya cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut yang menunjukkan senyawa
triterpenoid (Afif, 2013).

 Uji Kualitatif Triterpenoid Menggunakan Metode Lieberman – Burchard (LB)

2 mg ekstrak kering dilarutkan dalam anhidrida asetat, dipanaskan sampai


mendidih, didinginkan dan kemudian 1 ml H2SO4 pekat ditambahkan pada tabung reaksi,

7
terbentuk warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid (Balafif dkk.,
2013).

Pengujian steroid dan triterpenoid dalam CH3COOH glasial dengan H2SO4 pekat
didasarkan pada kemampuan senyawa steroid dan triterpenoid dalam membentuk warna
biru atau hijau untuk steroid, dan merah atau ungu untuk triterpenoid. Steroid dan
triterpenoid merupakan senyawa yang dapat terekstraksi dengan pelarut non polar atau
semi polar (Harborne, 1987; Nurjanah, 2011).

 Analisis kualitatif senyawa triterpenoid dengan Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis dilakukan untuk mencari eluen terbaik yang digunakan
pada kromatografi kolom. Pemilihan eluen dilakukan dengan berbagai sistem pelarut
dengan polaritas yang berbeda sehingga menghasilkan pemisahan noda terbanyak dengan
harga Rf yang relatif baik. Pemisahan pada kromatografi kolom menggunakan fase diam
silika gel 60, sedangkan eluen yang digunakan adalah eluen yang memberikan pola
terbaik pada analisis KLT. Sebelum sampel dimasukkan, eluen diatur setiap 3 mL dan
eluat ditampung setiap 3 mL dalam botol vial.

Setelah eluat yang diperoleh kemudian dilihat pola pemisahannya dengan


menggunakan plat KLT. Eluat yang mempunyai pola yang sama digabungkan dengan
menjadi 1 fraksi (Sari dkk., 2015).

E. UJI KUANTITATIF SENYAWA TRITERPENOID

 Analisis kuntitatif senyawa triterpenoid menggunakan KG-SM

Analisis senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi dari ekstrak
buncis yaitu triterpenoid dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Gas -
Spektroskopi Massa (KG-SM). Fraksi-fraksi yang diperoleh di analisis dengan alat KG-
SM. Kondisi running KG-SM shimadzu GC-2010 plus dengan menggunakan library jenis
wiley pada pada suhu injeksi 280°C menggunakan kolom kapiler Rts-5MS dengan
pemograman suhu 40°C ke 220°C dengan kenaikan 15°C/menit dan dari 220°C ke 300°C
dengan kenaikan 40°C/menit, gas pembawa yang digunakan adalah gas helium dengan

8
tekanan sebesar 149,9 KPa dan total alir 2,77 mL/menit dan sampel yang di injek sebesar
1µL (Balafif dkk., 2013).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Senyawa triterpenoid dibagi menjadi 3 gologan, yaitu : Triterpen sebenarnya,
Saponin dan Steroid.

2. Triterpenoid memiliki sifat fisiko kimia tidak berwarna, berbentuk Kristal, memiliki
titik leleh tinggi dan bersifat optis aktif.

3. Isolasi senyawa triterpenoid 1 kg Sampel kemudian dimaserasi menggunakan etil


asetat sebanyak 5 L. Maserasi sampel dilakukan selama 2x24 jam sebanyak dua kali
pengulangan. Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak etil
asetat sampel daun pirdot. Ekstrak cair kemudian dievap menggunakan rotary
evaporator pada suhu 40 ºC. Ekstrak kental etil asetat yang diperoleh kemudian
ditimbang untuk mengetahui massa sampel pekatnya. Massa ekstrak kental
sebanyak13.68 g. Selanjutnya ekstrak pekat dimasukkan kedalam desikator selama 24
jam untuk menghilangkan pelarut etil asetat yang masih tersisa.

4. Uji kualitatif senyawa triterpenoid dengan cara 2 mg ekstrak kering dilarutkan


dalam anhidrida asetat, dipanaskan sampai mendidih, didinginkan dan kemudian 1
ml H2SO4 pekat ditambahkan pada tabung reaksi, terbentuk warna merah atau
ungu menunjukkan kandungan triterpenoid (Balafif dkk., 2013).

5. Uji kualitatif senyawa triterpenoid dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis
untuk mencari eluen terbaik yang digunakan pada kromatografi kolom.

6. Uji kuantitatif senyawa triterpenoid dengan menggunakan Kromatografi Gas -


Spektroskopi Massa (KG-SM). Fraksi-fraksi yang diperoleh di analisis dengan alat
KG-SM. Kondisi running KG-SM shimadzu GC-2010 plus dengan menggunakan
library jenis wiley pada pada suhu injeksi 280°C menggunakan kolom kapiler Rts-
5MS dengan pemograman suhu 40°C.

10
DAFTAR PUSTAKA

Afif, S. 2013. Ekstraksi Uji toksisitas dengan Metode BSLT dan Identifikasi Golongan
Senyawa Aktif Ekstrak Alga Merah (eucheuma Spinosum) dari perairan Sumenep
Madura. Skripsi. Malang: Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Balafif, A.R., Andayani, Y., dan Gunawan, E.R. 2013. Analisis Senyawa Triterpenoid Dari
Hasil Fraksinasi Ekstrak Air Buah Buncis (Phaseolus vulgaris Linn). Chemistry
Progress, 6 (2) : 56-61.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung:
Penerbit ITB. Terjemahan dari :Phytochemical methods.
Nassar, Z dan Abdalrahim, A.M.S. 2010. The Pharmacological Properties of Terpenoid From
Sandoricum Koetjape. Journal Medcentral, 1 (1) : 1- 11.
Sari, K.A.I., Gunawan, I.W.G., dan Putra, K.G.D. 2015. Kapasitas Antioksidan Senyawa
Golongan Triterpenoid Pada Daun Pranajiwa (Euchresta horsfieldii lesch benn). Jurnal
Kimia, 9 (1) : 61-66.
Situmeang, B., Suparman, A.R., Kadarusman, M., Parumbak, A.S., dan Herlina, T. 2018.
Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak Etil Asetat Pirdot (Saurauia vulcani Kurth).
Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia, 4(2) : 93-97.

Soemiati, A., Kosela, S., Hanafi, M., dan Harrison, L.J. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Triterpenoid dan Asam 3-Hidroksinikotinat dari Ekstrak Diklorometana Akar Garcinia
picrorrhiza Miq. Jurnal Kimia Terapan Indonesia, 12 (1) : 15-19.
Widiyati, E. 2006. Penentuan Adanya Senyawa Triterpenoid dan Uji Aktifitas Biologi pada
Beberapa Spesies Tanaman Obat Tradisional Masyarakat Pedesaan Bengkulu. Jurnal
Gradien, 2 (1) : 116-122

11

Anda mungkin juga menyukai