Anda di halaman 1dari 16

Adani Ghina P.

S – 1904481 – Kimia D19

Kromatografi Lapis Tipis

Tanggal Praktikum Awal : Jumat, 12 Maret 2021

Tanggal Praktikum Akhir : Jumat, 12 Maret 2021

A. Tujuan
1. Mempelajari prinsip kerja kromatografi lapis tipis
2. Mempelajari dan memahami cara kerja kromatografi lapis tipis dan cara menentukan
perbandingan campuran pelarut yang baik melalui video percobaan TLC

B. Dasar Teori

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi paling sederhana dengan bentuk
kromatografi planar yang memisahkan campuran analit berdasarkan distribusi komponen tersebut di
antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Prinsip kerja KLT adalah dengan menotolkan
cuplikan atau sampel pada lempeng KLT, kemudian lempeng dimasukkan ke dalam wadah berisi
fase gerak sehingga komponen-komponen dalam sampel tersebut terpisah. Komponen yang
mempunyai afinitas besar terhadap fase gerak atau afinitas yang lebih kecil terhadap fasa diam akan
bergerak lebih cepat dibandingkan komponen dengan sifat sebaliknya.

Pada KLT, pemisahan masing-masing komponen dinyatakan dengan faktor retardasi atau
faktor perlambatan (nilai Rf). Nilai Rf dapat diketahui dengan mengukur jarak tempuh analit pada
plat dan dibandingkan dengan jarak tempuh dari fase gerak.

Fase diam pada KLT terdiri dari lempeng silika, tanah diatome, alumina, dan serbuk
selulosa. Plat yang paling sering digunakan adalah plat silika gel. Fase gerak pada sistem KLT
berupa campuran pelarut yang ditempatkan dalam bejana pengembang. Pelarut sangat berpengaruh
pada distribusi analit, sehingga perlu diperhatikan polaritas dan kekuatan elusinya. Sistem pelarut
yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini mudah diatur untuk mengoptimalkan pemisahan.

Untuk mengidentifikasi dari senyawa yang terpisah dari lapisan tipis menggunakan harga
Rf. Harga Rf untuk senyawa murni dapat digunakan perbandingan sebagai berikut:

jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal


Harga Rf =
jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal
(Sastrohamidjojo, 2005)

C. Alat dan Bahan

Alat :

- bejana pengembang/developing chambers


- pipa kapiler
- KLT plate (4 buah)
- Pensil
- Gelas ukur 10 mL

Bahan :

- Campuran larutan heksan-ethyl asetat 9:1


- Campuran larutan heksan-ethyl asetat 8:2
- Campuran larutan heksan-ethyl asetat 6:4
- Campuran larutan heksan-ethyl asetat 4:6
- Fluorinone
- Benzoic acid
- Kertas saring

D. Langkah Kerja

Langkah Kerja Pengamatan


Campuran pelarut hexane-ethyl asetat 9:1 :
Analisis plat KLT
- Wujud cair
- Disiapkan campuran pelarut hexane- - Tidak berwarna
ethyl asetat dengan perbandingan 9:1 ,
8:2, 6:4, 4:6 Campuran pelarut hexane-ethyl asetat 8:2 :
- Dimasukkan 10 mL campuran pelarut - Wujud cair
hexane-ethyl asetat 9:1 ke dalam gelas - Tidak berwarna
ukur, lalu dimasukkan ke dalam bejana
pengembang (developing chamber) yang Campuran pelarut hexane-ethyl asetat 6:4 :
telah dilabeli perbandingan 9:1 dan - Wujud cair
didalamnya telah dipasang kertas saring; - Tidak berwarna
dilakukan hal serupa pada campuran
pelarut hexane-ethyl asetat dengan Campuran pelarut hexane-ethyl asetat 4:6 :
perbandingan yang lain - Wujud cair
- Ditutup bejana pengembang dengan - Tidak berwarna
rapat untuk menghindari penguapan dari
pelarut Fluorinone :
- Disiapkan 4 plate KLT, dibuat batas - Wujud cair
bawah 1 cm dan batas atas 1 cm - Warna kuning jernih terang saat menjadi
menggunakan pensil pada masing- larutan
masing plate - Warna kuning terang saat menjadi
- Dibuat tiga titik tepat pada garis batas padatan
bawah dengan masing-masing titik
berjarak 0,5 – 1 cm Benzoic acid :
- Ditandai nilai perbandingan pelarut pada - Wujud cair
bagian atas plate pada masing-masing - Tidak berwarna saat menjadi larutan
plate - Berwarna putih saat menjadi padatan
- Digunakan pipa kapiler untuk
mengambil 10 mikroliter dari larutan
fluorinone, ditotolkan sebanyak 2-3 totol
pada masing-masing plate di titik paling
kiri dan titik tengah di garis batas bawah
- Digunakan pipa kapiler untuk
mengambil 10 mikroliter dari larutan
benzoic acid, ditotolkan sebanyak 2-3
totol pada masing-masing plate di titik
paling kanan dan titik tengah di garis
batas bawah (dengan demikian, pada titik
tengah memang terdapat pseudo-
campuran dari fluorinone dan benzoic
acid untuk melihat bagaimana keduanya
terpisah
- Dimasukkan masing-masing KLT dalam
bejana pengembang secara perlahan,
disesuaikan label perbandingan pelarut
pada KLT dan pada bejana pengembang,
dipastikan bejana pengembang tertutup
rapat kembali dan dipastikan tinggi
cairan sesuai dengan garis pensil
- Dibiarkan hingga fasa gerak hampir
sampai pada batas atas, lalu diambil
masing-masing plat KLT, dan ditandai
sampai sejauh mana hasilnya terabsorb
- Diambil keempat plat KLT, ditempatkan
di KLT viewer (di kabinet ultraviolet
fluorescence analysis) untuk melihat
totolan yang dipisahkan pada analisis
KLT; dilihat RF dan ditentukan mana
perbandingan campuran pelarut yang
paling baik untuk memisahkan larutan
fluorinone dan benzoic acid

E. Pembahasan

Percobaan Kromatografi Lapis Tipis ini, bertujuan untuk memahami prinsip kerja
kromatografi lapis tipis dan untuk mempelajari dan memahami cara kerja kromatografi lapis tipis
dan cara menentukan perbandingan campuran pelarut yang baik melalui video percobaan TLC.

Pada prinsipnya, kromatografi merupakan pemisahan dua zat berdasarkan perbedaan sifat
kepolarannya. Kromatografi lapis tipis bekerja dengan teknik yang partisinya solid-liquid. Fase
diamnya merupakan gel silika yang bersifat polar, maka untuk fasa gerak, digunakan pelarut
organik relatif non-polar. Pemilihan pelarut, campuran pelarut dengan perbandingan berapanya,
bergantung pada kepolaran sampel larutan yang mau diuji. Penting diingat bahwa syarat campuran
pelarut adalah harus misibel.

Kromatografi lapis tipis biasa digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang


memiliki perbedaan kepolaran. Lapisan gel silika pada KLT sendiri merupakan komponen polar,
yang akan menahan kuat molekul-molekul yang cenderung polar dibandingkan molekul-molekul
yang cenderung tidak polar. Plat KLT dimasukkan dalam pelarut pengelusi yang akan
menyebabkan sampelnya bergerak ke atas plat dalam kecepatan yang berbeda (pelarut bisa naik
karena efek kapilaritas). Pada percobaan ini, KLT digunakan untuk memisahkan flourinone dari
benzoic acid.

Untuk mencari pada perbandingan berapa campuran pelarut yang baik, dibuat campuran
pelarut heksan-ethyl asetat dengan empat perbandingan yang berbeda, yakni 9:1, 8:2, 6:4, dan 4:6.
Hal ini dilakukan untuk menaikkan kepolaran. Dalam 8:2 dari heksan : ethyl asetat, misalnya,
memiliki polar yang lebih atau larutannya lebih polar dikarenakan bertambahnya molekul etil
asetat. Perlu diingat, jangan dibuat kepolaran mirip eluen (seperti jika 100% heksan, akan naik ke
ujung atas) dan jangan dibuat kepolaran mirip fasa diam (sampel sulit bergerak ke atas) karena ini
tidak baik. Pelarut dibuat jenuh dalam chamber, karena kalo kurang jenuh, nanti melengkung atau
berbelok, ini tidak bagus, dan ini karena efek tepi.

Campuran pelarut yang telat dibuat diambil 10 mL masing-masing dan dimasukkan ke


dalam bejana, yang nantinya akan menjadi sedalam 3-4 milimeter dalam bejana. Sebelum campuran
pelarut dimasukkan, harus dipasang dulu kertas saring pada dasar bejana. Dipasangnya kertas saring
yang ukurannya pas dengan diameter dasar bejana pengembang, agar plat KLT tetap diam saat
diletakkan dan tidak bergerak meluncur.

Pada plat KLT, ketika membuat garis batas bawah dan batas atas serta pelabelan, digunakan
pensil karena pensil tidak terbawa dengan pelarut, jika menggunakan pulpen atau spidol, tintanya
akan terbawa pelarut dan hal ini akan mengacaukan pengujian. Garis batas bawah dan batas atas
dijarak 1 cm dan jangan dibuat garis dekat tepi untuk menghindari efek tepi, hal serupa mengapa
diberi jarak antar titiknya 0,5-1 cm.

Untuk larutan sampel yang akan diuji, digunakan konsentrasi rendah karena jika dengan
konsentrasi tinggi, spot akan cenderung terbentuk terlalu besar yang menyebabkan pemisahannya
tidak akan baik. Digunakan pipet kapiler agar spot yang dibuat kecil dan tidak meleber ke mana-
mana. Penotolan juga dilakukan 2-3 kali saja, yang penting terlihat dan konsentrasinya cukup untuk
proses pemisahan.

Berdasarkan hasil percobaan ini, dalam video ditunjukkan :

9:1 tidak baik karena pemisahannya berdekatan, 4:6 juga sangat tidak baik karena overlap.
6:4 baik dan 8:2 paling baik untuk pemisahannya. Munculnya spot di daerah atas, bisa jadi karena
fluorinone tidak murni, bisa jadi pula karena ada perubahan chemical. Pada paling ujung kanan, ada
efek komet, ini bisa jadi karena faktor pelarut yang kurang cocok.

Apabila diperhatikan, seiring bertambahnya kepolaran, fluorinone menaiki plat lebih jauh
dibanding benzoic acid. Hal ini menunjukkan jika fluorinone cenderung kurang polar dibanding
benzoic acid. Sehingga, fluorinone memiliki nilai Rf yang lebih tinggi dari benzoic acid.

F. Kesimpulan

Percobaan Kromatografi Lapis Tipis ini, bertujuan untuk memahami prinsip kerja
kromatografi lapis tipis dan untuk mempelajari dan memahami cara kerja kromatografi lapis tipis
dan cara menentukan perbandingan campuran pelarut yang baik melalui video percobaan TLC.
Pada prinsipnya, kromatografi merupakan pemisahan dua zat berdasarkan perbedaan sifat
kepolarannya. Kromatografi lapis tipis bekerja dengan teknik yang partisinya solid-liquid. Fase
diamnya merupakan gel silika yang bersifat polar, sementara fasa geraknya digunakan campuran
pelarut heksan-ethyl asetat dengan empat perbandingan yang berbeda. Sampel yang hendak
dipisahkan atau diuji adalah pseudo-campuran fluorinone dan benzoic acid. Hasil dari percobaan
ini, didapat bahwa perbandingan 8:2 paling baik untuk pemisahannya.

G. Daftar Pustaka
- Sastrohamidjojo. 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty

Kromatografi Kertas

Tanggal Praktikum Awal : Jumat, 12 Maret 2021

Tanggal Praktikum Akhir : Jumat, 12 Maret 2021

A. Tujuan
1. Memahami prinsip dasar kromatografi kertas
2. Mempelajari dan memahami pemisahan campuran tinta merah dan biru menggunakan
metode kromatografi kertas.

B. Dasar Teori

Kromatografi adalah metode yang digunakan untuk memisahkan campuran senyawa ke dalam
komponen-komponennya. Semua bentuk kromatografi memiliki prinsip kerja yang sama, yaitu fase
diam dan fase gerak. Semua tipe kromatografi terdiri atas fase diam (berupa padat atau cair yang
diletakkan pada benda padat), dan fase gerak (cair atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam
dan membawa komponen-komponen pada campuran. Komponen yang berbeda akan bergerak
dengan kecepatan yang berbeda.

(Day dan Underwood 2006)

Kromatografi kertas termasuk dalam kelompok kromatografi planar, yang pemisahannya


menggunakan medium pemisah dalam bentuk bidang (umumnya bidang datar), yaitu bentuk kertas.
Pada kromatografi kertas, kertas saring paling banyak digunakan, sedangkan kertas minyak tidak
dapat digunakan sebagai fase diam. Fase cair yang digunakan adalah pelarut tertentu yang sesuai
dengan komponen yang akan dipisahkan. Pada kromatografi kertas, solut dalam analit akan terelusi
atas dasar konsep partisi, dimana solut akan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam sesuai
dengan kelarutan relatif diantara keduanya

(Gandjar dkk, 2007)

Analisis sampel zat warna dengan kromatografi kertas pada sampel zat warna dan sampel
zat warna sintetik digunakan warna pembanding. Berdasarkan arahnya kromatografi kertas dapat
dilakukan dengan tiga metode, yaitu; metode ascending (menaik), descending (menurun) dan
metode radial (mendatar). Kromatografi ascending merupakan kromatografi kertas yang arah fase
geraknya menaik, dengan memanfaatkan gaya kapiler. Sedangkan pada kromatografi descending
dalam pelaksanaannya memanfaatkan gaya gravitasi sehingga arah fase geraknya menurun. Dan,
pada kromatografi radial, memanfaatkan bentuk bulat dari kertas, komponen-komponen akan
dielusikan melingkar.

(Khopkar, 1990)

Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona realatif terhadap garis depan pengembang.
Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 (𝑐𝑚)𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑒 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑧𝑜𝑛𝑎


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 (𝑐𝑚)𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑘𝑒 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Nilai Rf menunjukkan identitas suatu zat yang dicari sehingga nilai Rf harus sama, baik
pada descending maupun ascending. Rf adalah sarana terpenting dalam memaparkan dan
membedakan pigmen yang satu dengan pigmen yang lain

(Khopkar, 1990)

C. Alat dan Bahan


Alat :

- Pipa kapiler
- Tali
- Penggaris
- Bejana kromatografi (chromatographic chamber) dengan tutupnya

Bahan :

- Campuran tinta merah dan biru


- Campuran isopropil alkohol-air
- Kertas saring whatman
- Pensil

D. Langkah Kerja
Langkah Kerja Pengamatan

Kromatografi Kertas

- Diambil kertas saring whatman


persegi panjang dan dibuat garis batas
bawah di atas 2 cm dengan pensil
- Dibuat garis tegak lurus pada tengah-
tengah garis batas bawah dengan
pensil, diberi nama titik tengah
tersebut sebagai P
- Diambil campuran tinta merah dan
biru menggunakan pipa kapiler
- Ditotolkan sekali campuran tinta
tersebut pada titik P, lalu dibiarkan
mengering
- Ditotolkan sekali lagi pada titik P
yang sama dan dibiarkan mengering
lagi, dengan demikian titik P kaya
akan campuran tinta
- Diambil seutas tali dan diikatkan
kertas saring dengannya
- Digantung kertas saring secara
vertikal dalam chromatographic
chamber yang telah terisi dengan
pelarut isopropil alkohol-air,
dipastikan garis pensilnya tetap
berada 1 cm di atas tinggi pelarut
- Dibiarkan dalam beberapa waktu,
diperhatikan kenaikan pelarut pada
kertas saring bersamaan dengan
naiknya tinta biru dan merah (akan
ada spot berbeda dari warna biru dan
merah)
- Diambil kertas saring dari
chromatographic chamber dan
ditandai jarak pelarut yang telah naik
pada kertas tersebut dengan pensil,
garis ini disebut sebagai solvent front
- Dikeringkan kertas filter tersebut dan
ditandai pusat dari masing-masing
spot merah dan biru menggunakan
pensil
- Diukur jarak antarspot dan jarak
solvent front dari garis batas bawah
- Dihitung nilai Rf

E. Pembahasan

Percobaan Kromatografi Kertas ini, bertujuan untuk memahami prinsip dasar kromatografi
kertas dan untuk mempelajari dan memahami pemisahan campuran tinta merah dan biru
menggunakan metode kromatografi kertas. Percobaan ini dilakukan melalui video pemisahan
campuran tinta merah dan biru dengan kromatografi kertas.

Pada prinsipnya, kromatografi merupakan pemisahan dua zat berdasarkan perbedaan sifat
kepolarannya. Kromatografi kertas bekerja dengan teknik yang partisinya liquid-liquid. Walaupun
menggunakan kertas, fasa diamnya sebenarnya adalah air. Kertas di sini digunakan sebagai media
pemisahan saja. Karena fasa diamnya adalah air yang bersifat polar, fasa geraknya yang juga liquid
digunakan zat yang relatif tidak polar. Itu mengapa dalam percobaan ini digunakannya pelarut
campuran isopropil alkohol-air. Sampelnya juga harus sangat larut dalam air (highly water soluble)
atau kapasitas ikatan hidrogennya tinggi.

Pada teknik kromatografi kertas, campuran substans diterapkan pada kertas saring whatman
berbentuk persegi panjang. Pelarut murni ataupun pelarut campuran dibiarkan bergerak perlahan
pada fasa diam, yang disebut sebagai fasa gerak. Ketika fasa gerak melewati campuran sampel pada
fasa diam, komponen-komponen dari campuran secara gradual akan terpisah dari satu sama lain.

Pada video ditunjukkan, spot biru belum sepenuhnya selesai terpisah, hal ini bisa jadi
dikarenakan pelarutnya kurang cocok atau kertas terlalu cepat diambil sementara proses pemisahan
belum selesai. Hal ini bisa diperbaiki dengan mengganti pelarutnya (dengan yang lebih relatif tidak
polar atau dengan menambahkan isopropil alkohol lebih banyak dalam perbandingan campuran
pelarut, atau dengan membuat kertas saringnya lebih panjang sedikit agar ruang pergerakan tinta
lebih luas).

Hasil perhitungan Rf, didapat Rf dari tinta birunya 0,98 dan Rf dari tinta merahnya 0,88.

F. Kesimpulan

Percobaan Kromatografi Kertas ini, bertujuan untuk memahami prinsip dasar kromatografi
kertas dan untuk mempelajari dan memahami pemisahan campuran tinta merah dan biru
menggunakan metode kromatografi kertas. Percobaan ini dilakukan melalui video pemisahan
campuran tinta merah dan biru dengan kromatografi kertas. Kromatografi memiliki prinsip kerja
memisahkan dua zat berdasarkan perbedaan sifat kepolarannya. Pada kromatografi kertas ini, fasa
diamnya adalah air dan fasa geraknya adalah pelarut campuran isopropil alkohol-air. Didapat Rf
dari tinta birunya 0,98 dan Rf dari tinta merahnya 0,88.

G. Daftar Pustaka
- Day, R.A, Juniar dan A.L. Underwood. 2006. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
- Gandjar, dkk,. 2007. Kimia Farmasis Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Sastrohamidjojo, H., 1985. Kromatografi. Yogyakarta. Liberty.


Sublimasi

Tanggal Praktikum Awal : Jum’at, 12 Maret 2021

Tanggal Praktikum Akhir : Jum’at, 12 Maret 2021

A. Tujuan
1. Mempelajari dan memahami metode sublimasi sebagai metode pemisahan senyawa organik
melalui video praktikum

B. Dasar Teori

Tekanan uap dari suatu liquid naik seiring dengan naiknya temperatur. Karena titik didih
dari liquid terjadi ketika tekanan uap setara dengan tekanan atmosfer, tekanan uap dari liquid setara
760 mmHg pada titik didihnya. Tekanan uap dari suatu padatan juga bervariasi bergantung
temperatur. Dikarenakan perilaku ini, beberapa padatan dapat langsung melewati fasa uap (gas)
tanpa melewati fasa liquid terlebih dahulu. Proses ini disebut sebagai sublimasi.

Sublimasi biasanya merupakan sifat atau karakter dari substans yang relatif tidak polar, yang
juga memiliki struktur yang sangat simetris. Senyawa-senyawa yang simetrikal memiliki titik leleh
dan tekanan uap yang relatif tinggi. Mudahnya suatu substans berubah dari fasa padat ditentukan
oleh kekuatan gaya intermolekular. Struktur molekular yang simetrikal memiliki distribusi
kepadatan elektron yang relatif merata dan momen dipol yang kecil. Momen dipol yang lebih kecil
menunjukkan tekanan uap yang lebih tinggi dikarenakan gaya tarik elektrostatis dalam kristal.

Sublimasi merupakan metode pemurnian yang lebih cepat dibandingkan kristalisasi, tetapi
tidak begitu selektif. Tekanan uap yang mirip seringkali menjadi faktor ketika berhadapan dengan
padatan-padatan yang menyublim; sebagai akibatnya, pemisahan kecil dapat dilakukan. Karena
alasan ini, padatan jauh lebih sering dimurnikan dengan kristalisasi. Sublimasi adalah yang paling
efektif dalam menghilangkan substans volatil dari senyawa yang non-volatil.

Sublimasi bisa digunakan untuk memurnikan padatan. Padatan menyublim jika tekanan
uapnya lebih besar daripada tekanan atmosfer pada titik lelehnya. Suatu padatan dipanaskan hingga
tekanan uapnya menjadi cukup tinggi untuk bisa menguap dan mengembun sebagai padatan
kembali pada permukaan dingin yang diletakkan di bagian atas dengan dekat. Tiga tipe set alat
sebagai berikut:
Masing-masing set alat memiliki tabung sentral (dekat dengan batas bawah) yang diisi
dengan air sedingin es yang berlaku sebagai permukaan pengembun. Tabung tersebut diisi dengan
serpihan es dan air yang minimum. Apabila air dingin menjadi hangat sebelum sublimasi selesai,
pipet Pasteur bisa digunakan untuk mengambil air hangat tersebut. Tabung lalu diisi ulang dengan
air sedingin es. Air hangat tidak diinginkan karena uap tidak akan mengembun secara efisien untuk
membentuk padatan, alhasil pengumpulan kembali padatan menjadi tidak baik.

Perlu diingat bahwa selama melakukan sublimasi, penting untuk menjaga temperatur di
bawah titik leleh dari padatan tersebut. Reduksi tekanan juga membantu untuk mencegah
dekomposisi termal dari substans yang membutuhkan temperatur tinggi untuk menyublim pada
tekanan biasa. Setelah sublimasi, material yang telah terkumpul pada permukaan yang didinginkan,
dikumpulkan dengan cara melepaskan tabung sentral dari set alat. Hati-hati dalam melepaskan
tabung tersebut untuk menghindari copotnya kristal yang telah terkumpul. Kristal yang dihasilkan
lalu diambil dari tabung menggunakan spatula. Apabila tekanan tereduksi telah digunakan, tekanan
harus dilepaskan dengan hati-hati untuk menghindari hembusan angin agar kristal tidak copot
sembarangan.

(Donald L. Pavia dkk, 2011)

C. Alat dan Bahan

Alat :

- Corong tangkai pendek


- Cawan (china dish)
- Sand bath
- Kaki tiga
- Bunsen
- Heating plate
- Gelas kimia
- Kaca arloji
- Penjepit tabung reaksi
- Spatula
- Kacamata lab (goggles)

Bahan :

- Pasir
- Naftalen
- Air
- Kertas filtrasi
- Kapas
- Es batu
- Iodine padat
D. Langkah Kerja

Langkah Kerja Pengamatan


Naftalen:
Sublimasi Naftalena
- wujud padatan bubuk halus
- Ditaruh pasir pada sand bath - warna putih
- Diletakkan beberapa gram pasir dan
naftalen pada cawan (china dish), Pasir:
dicampurkan keduanya dengan homogen - wujud padatan serbuk kasar
- Diambil kertas saring, dilipat menjadi 4 - warna coklat pudar
bagian, dipisahkan tiga bagian di satu
sisi dan satu bagian di sisi lainnya (kertas Air :
saring nantinya berbentuk corong) - wujud cair
- Diambil corong tangkai pendek, - tidak berwarna
dioleskan air di sisi dalam
- Dimasukkan kertas saring dalam corong, setelah sublimasi selesai, terdapat kristal
ditekan supaya menempel naftalen putih mengkilat yang menempel pada
- Dipasang kapas pada ujung tangkai kertas saring
untuk menyumbat corong
- Ditaruh campuran naftalena-pasir yang
ada pada cawan di atas sand bath,
ditutup campuran tersebut dengan corong
yang telah dipasang kertas saring tadi
- Diletakkan kaki tiga di atas bunsen
- Ditaruh set alat sublimasi pada kaki tiga,
dipanaskan selama 4-5 menit dengan api
sedang
- Diambil corongnya setelah 5 menit,
diamati kristal naftalen yang menempel
pada kertas saring
- Diambil kertas saring tersebut dan
diambil naftalen dengan spatula

Sublimasi Iodine
Percobaan ini dimulai pada tekanan 1 atm dan
- Ditaruh beberapa sendok teh iodine pada suhu ruang (220C)
padat dalam gelas kimia Iodine :
- Diletakkan kaca arloji di atas gelas kimia - wujud padatan
dan diletakkan beberapa es batu pada - berwarna ungu
kaca arloji untuk membuatnya tetap
dingin Es batu :
- Diletakkan gelas kimia di atas heating - wujud padatan
plate, dipanaskan perlahan (langkah ini - tidak berwarna
akan mempercepat proses sublimasi)
- Diamati saat kristal mulai terbentuk pada seiring suhu naik dan gas berwarna ungu seulas
kaca arloji bagian bawah (proses mulai muncul, ini menandakan sublimasi mulai
deposisi) terjadi

E. Pembahasan
Percobaan Sublimasi ini, dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari dan memahami
metode sublimasi sebagai metode pemisahan senyawa organik. Percobaan ini dilakukan melalui
video praktikum sublimasi iodine dan sublimasi naftalen.

Sublimasi merupakan teknik pemisahan dua campuran zat padat yang memanfaatkan sifat
mudah menyublim (berubahnya fasa padat ke fasa gas tanpa melewati fasa cair lebih dulu). Pada
dasarnya, semua zat bisa menyublim, tetapi tidak semua zat bisa menyublim pada tekanan ruang
(tekanan atmosfer pada umumnya). Iodine dan naftalen termasuk zat yang tekanan uapnya cukup
tinggi dan dibutuhkan pemanasan yang perlahan agar menyublim dengan baik.

Pada sublimasi naftalen, naftalen mula-mula dicampurkan dengan pasir untuk membuat
sampel campuran yang cukup homogen. Campuran ini diletakkan pada cawan, lalu cawan ini
diletakkan di atas sand bath. Sand bath digunakan untuk membuat panas merata ketika step
pemanasan dilakukan. Suatu corong tangkai pendek yang di sisi dalamnya telah dipasang kertas
saring dan ujung tangkainya telah disumbat oleh kapas, diletakkan di atas cawan sebagai tutup
cawan. Hal ini dilakukan untuk mencegah uap lepas keluar. Set alat sublimasi ini kemudian
diletakkan di atas kaki tiga yang di bawahnya terdapat pembakar bunsen. Bunsen dinyalakan
dengan api sedang atau dinyalakan perlahan. Campuran dipanaskan selama 4-5 menit, setelahnya
corong diambil dan dapat dilihat pada kertas saring terdapat kristal naftalen berwarna putih
mengkilat. Kertas saring tersebut dilepaskan dari corong dan kristal naftalen diambil dengan
spatula.

Pada video sublimasi iodine, iodine padat diubah menjadi gas dan kemudian diubah lagi
menjadi kristalnya. Penting diperhatikan bahwa iodine dalam fasa padat maupun gasnya bersifat
beracun/toxic sehingga perlu digunakan goggles dan masker, serta alat ventilat untuk mencegah
konsentrasi gas iodine yang tinggi. Jika pada proses sublimasi naftalen sebelumnya, sublimasi
dilakukan dengan memanfaatkan panas secara perlahan tanpa menggunakan bahan yang bersifat
sangat dingin, pada sublimasi iodine ini dilakukan dengan memanfaatkan es batu sebagai bahan
yang bersifat sangat dingin untuk proses sublimasinya.

Beberapa sendok teh iodine padat dimasukkan ke dalam gelas kimia, lalu ditutup dengan
kaca arloji. Beberapa es batu diletakkan di atas kaca arloji untuk membuat kaca arloji sangat dingin,
yang nantinya dimanfaatkan sebagai bagian di mana uap iodine berkondensasi dan membentuk
kristal kembali. Set alat sublimasi ditaruh di atas heating plate, lalu dipanaskan perlahan untuk
mempercepat proses sublimasi. Seiring suhu naik, gas berwarna ungu seulas mulai muncul, yang ini
menandakan proses sublimasi mulai terjadi. Gas ungu yang lama-lama semakin pekat bergerak ke
atas mendekati bagian bawah kaca arloji, dan saat mengenai permukaan kaca arloji yang dingin, hal
ini menyebabkan temperatur dari gas iodine turun kembali. Kristal-kristal iodine lalu terbentuk pada
permukaan bawah kaca arloji, yang disebut sebagai deposisi (fasa gas ke fasa padat tanpa melalui
fasa cair). Percobaan ini hanya berlangsung beberapa menit saja, tetapi lapisan tebal dari kristal-
kristal iodine yang berwarna ungu mengkilat terkumpul di permukaan bawah kaca arloji. Proses
kedua ini sesuai dengan yang dijelaskan pada teori mengenai proses sublimasi dengan
memanfaatkan permukaan dingin.

F. Kesimpulan

Pada percobaan Sublimasi ini, dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari dan memahami
metode sublimasi sebagai metode pemisahan senyawa organik. Percobaan ini dilakukan melalui
video praktikum sublimasi iodine dan sublimasi naftalen. Telah diamati, dipelajari, dan cukup
dipahami proses sublimasi naftalen dari campuran naftalen-pasir dan proses sublimasi iodine dari
padatan iodine. Kedua proses sublimasi tersebut sedikit berbeda, yang mana proses sublimasi
pertama dilakukan dengan pemanasan perlahan dalam ruang tertutup (kristal naftalen terkumpul
pada kertas saring), sementara proses sublimasi kedua dilakukan dengan pemanasan perlahan dalam
ruang tertutup di mana di atas tutupnya digunakan es batu untuk proses kondensasi dari gas iodine
(kristal iodine terkumpul pada permukaan bawah kaca arloji yang dingin).

G. Daftar Pustaka
- Pavia, Donald L. dkk, 2011. A Small Scale Approach to Organic Laboratory Techniques
Third Edition. USA: Brooks/Cole Cengage Learning

Anda mungkin juga menyukai