Anda di halaman 1dari 33

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Dalam Kebutuhan Rasa Nyman Ibu Dengan

Preeklamsia

Keperawatan maternitas adalah pemberian layanan kesehatan yang

berkualitas dan profesional yang mengidentifikasi, berfokus dan beradaptasi

dengan kebutuhan fisik dan psikososial ibu bersalin, keluarga dan bayi baru

lahir yang menjadikan keluarga sebagai unit dasar dalam masyarakat yang

memiliki fungsi penting dalam melahirkan, mengasuh anak dan saling

mendukung anggota keluarganya. Keperawatan maternitas dipusatkan pada

keluarga dan masyarakat dengan memberikan asuhan keperawatan secara

holistik. Semua individu mempunyai hak untuk lahir sehat dengan potensi

optimal mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang

berkualitas/optimal (Karjatin, 2016).

Asuhan keperawatan maternitas yang profesional diawali dengan

pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan sesuai

kebutuhan ibu dengan melibatkan keluarga, memberikan tindakan

keperawatan maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, selanjutnya

mengevaluasi keberhasilan dari tindakan. Keberhasilan tindakan akan

memberikan pengetahuan dan pengalaman ke pada ibu dan keluarga dalam

mencegah komplikasi yang tidak diharapkan, agar dapat berjalan dengan

lancar penanganan, walaupun dokter yang bertanggung jawab dalam

memberikan pengarahan kepada penatalaksana medis, anggota tim kesehatan

7
8

yang lain harus bekerja sama dalam mengelola pelayanan kesehatan, keluarga

dan masing–masing anggota harus memahami tugasnya dengan baik

(Karjatin, 2016).

Asuhan keperawatan maternitas yang dilakukan terdiri dari 5 (lima) tahap

yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian gangguan rasa nyamanpada ibu dengan Pre-Eklamsia

meliputi riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

(Kasiati dan Rosmalawati, 2016).

a. Anamnesa

1) Pengkajian faktor predisposisi: usia sangat tua, obesitas, gestasi

multijanin, penyakit keturunan.

2) Pengkajian faktor psikologis: Konflik peran, perubahan tubuh,

perubahan gaya hidup.

b. Data riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Pada riwayat kesehatan sekarang terdapat keluhan yang

dirasakan oleh ibu sesuai dengan gejala-gejala pada

preeklaamsia, yaitu: tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih,

adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, nyeri kepala

dab nyeri pada epigastrium, mual, muntaj, terdapat edema pada


9

ekstremitas, proteinuria lebih dari 3 gram (Nurarif & Kusuma,

2016).

2) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kehamilan terjadi hipertensi, berisiko dilakukan

persalinan pergravaginam, sehingga harus berakhir dengan

persalinan section caesarea, jika tetap melakukan persalinan

pervaginam dapat juga mengalami abortus (Solehati & Kokasih,

2015)

3) Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi,

maka akan mengalami resiko tinggi terjadinya preeklamsia

4) Riwayat kehamilan dan persalinan

pada umumnya, ibu hamil yang menderita preeclampsia berakhir

dengan persalnan section caesarea (Solehati & Kokasih, 2015).

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: pada ibu section caesarea biasanya

composmeatis setelah efek ansietas, dan tekanan darah tidak

berubah (suliswati, 2009)

2) Kepala dan rambut

Bersih, tidak ada pembengkakan, persebaran rambut rata,

rambut tampak berantakan, terjadi pusing akibat tekanan darah

yang tinggi (Hartati & Maryunani, 2015).

3) Mata
10

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, respon cahaya pupil

isokor +/+ dengan diameter 2 mm, ekspresi wajah tampak

meringis dengan mengetahui skala nyeri dan gelisah akibat luka

operasi (Hartati & Maryunani, 2015).

4) Hidung

Tidak ada sekret tidak ada polip, tidak mengalami sinusitis, dan

tidak ada nyeri tekan (Hartati & Maryunani, 2015).

5) Mulut dan tenggorokan

Mulut mukosa bibir terasa kering, tidak terdapat stomatitis pada

lidah dan geraham befungsi dengan baik, tidak terdapat caries

(Hartati & Maryunani, 2015).

6) Telinga

Tidak mengalami penurunan pendengaran, bersih dan tidak ada

serumen (Hartati & Maryunani, 2015).

7) Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada nyeri tekan

dan tidak ada kaku kuduk (Hartati & Maryunani, 2015)

8) Dada dan Payudara

a) Paru-paru

Pergerakan dada teratur, tidak ada kelainan, vocal fremitus

kanan/ kiri sama, terdengar suara sonor dan tidak ada

wheezing ataupun rochi.


11

b) Payudara

Colostrum keluar, ASI keluar, mamae membesar, aerola

berwarna kehitaman, papila menonjol tidak ada benjolan dan

tidak ada nyeri tekan (Pudiastuti, 2012). Payudara membesar

karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena

peningkatan prolaktin pada hari I-III  (Sulistyawati, 2009).

9) Sirkulasi jantung

Ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba di ICS 5-6

midclavicula sinistra, pada saat diperkusi terlihat suara pekak,

suara jantung terdengar bunyi jantung S1- S2 tunggal (Hartati &

Maryunani, 2015,).

10) Abdomen

Biasanya terdapat striae pada dinding abdomen, adanya luka

jahitan operasi, tidak ada oedem, adanya nyeri tekan pada luka

insisi post op sectio caesarea, peristaltik usus menurun, (Solehati

& Kokasih, 2015, p. 96). Pada fundus uteri sepusa dalam hari

pertama bersalin, penyusutan antara 1-1,5 cm atau sekitar 1 jari

perhari. Waktu involusi bayi lahir TFU setinggi pusat, berat

uterus 1000 gram, diameter uterus 12,5 cm dan saat dipalpasi

keras  (Asih & Risneni, 2016).

11) Genetalia

Adanya pengeluaran lochea rubra pada hari pertama sampai hari

kedua post partum, warnanya merah mengandung darah dari


12

luka pada plasenta, serabut dari decidua dan chorion serta

berbau amis atau anyir, pada perineum dan anus tidak oedem

dan juga tidak ada luka jahitan (Asih & Risneni, 2016).

12) Ekstremitas (muskuloskletal)

a) Pada ekstremitas atas tidak ada oedem ataupun varises,

biasanya terpasang infus line.

b) Pada ekstremitas bawah tidak ada oedem, persendian

ekstremitas bawah lemah, refleks lemah, pergerakan

terbatas, tonus otot(Asih & Risneni, 2016).

13) Kulit/ Integumen

Terdapat luka operasi,  warna kulit pucat, turgor kulit ≤2 detik,

CRT ≤2  detik, akral hangat (Asih & Risneni, 2016).

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan urinalis Protein meningkat Proteinuria 5 gram/ 24

jam atau lebih, +++ atau ++++ pada pemeriksaan (Nurarif &

Kusuma, 2016).

2) Hemoglobin/ hematokrit Menunjukkan penurunan Hb/ Ht dan

peningkatan jumlah sel darah putih (Maryunani & Yulianingsih,

2009)

Pengkajian pada masalah rasa nyaman/nyeri seperti lokasi nyeri,

intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengakajian dapat

dilakukan dengan cara PQRST yaitu: 1) pemacu, yaitu faktor yang

mempengaruhi gawat/ringannya nyeri ; 2) quality, dari nyeri, seperti rasa


13

tajam, tumpul atau tersayat; 3) region, yaitu daerah perjalanan nyeri;

4) severity, adalah keparahan atau intensitas nyeri; 5) time,lama/waktu

serangan atau frekuensi nyeri (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan

pola) dari induvidu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas

dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi membatasi, mencegah

dan merubah (Capertino, 2015)

Diagnosa keperawatan pada dasarnya memiliki tiga komponen

utama dalam suatu diagnosis keperawatan yang telah dirujuk sebagai

bentuk PES. “P” diidentifikasi sebagai masalah (Problem) kesehatan “E”

menunjukan (Etiology), dan “S” mengambarkan sekelompok tanda dan

gejala (Sign), atau yang lebih dikenal sebagai “batasan karakteristik”.

Menurut NANDA (2015), Diagnosa keperawatan utama pada klien

dengan gangguan kebutuhan rasa nyaman dengan Pre-eklamsia sebagi

berikut:

a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan

b. Nyeri akut berhubungan dengan

c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan


14

3. Perencanaan keperawatan

Menurut Addi dan Rahayu, (2016) berdasarakan pengkajian dan

diagnosis, rencana tindakan dibuat untuk merubah atau menghilangkan

maslah aktual atau potensial, dan intervensi keperawatan di

implementasikan. Intervensi keperawatan meliputi tujuan dan rencana

tindakan keperawatan.

Pada klien yang mengalami gangguan keamanan. Perawat

merencanakan intervensi yang individual dengan berdasarkan beratnya

risiko yang dihadapi klien, tahap perkembangan, status kesehatan,dan

gaya hidup klien. Sedangkan untuk memberikan kenyamanan klien,

intervensi yang di lakukan adalah: 1) mengurangi dan membatasi faktor-

faktor yang menambah nyeri; 2) menggunakan berbagai teknik non

invasif untuk memodifikasi nyeri yang di alami; 3) menggunakan cara-

cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan analgesik

sesuai dengan program yang ditentukan (Kasiati dan Rosmalawati,

2016).
15

Tabel

Rencana Tindakan Keperawatan (NANDA, 2015)

Tujuan dan Kriteria


Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil

Gangguan rasa nyaman NOC: NIC


Definisi : Merasa kurang Ansiety Anxiety Reduction (penurunan
senang, lega, dan sempurna  Fear level kecemasan)
dalam dimensi fisik, Sleep Deprivation
psikospiritual, lingkungan, Comfort, Readines for
dan social. Enchanced 1. Gunakan pendekatan yang
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil: menenangkan
Ansietas 2. Nyatakan dengan jelas harapan
Menangis terhadap pelaku pasien
1. Mampu mengontrol
Ganguan pola tidur 3. Jelaskan semua prosedur dan
kecemasan
Takut apa yang dirasakan selama
Status lingkungan yang
Ketidakmampuan untuk prosedur
nyaman
rileks 4. Pahami prespektif pasien
2.  Mengontrol nyeri
Iritabilitas terhadap situasi stres
3. Kualitas tidur dan
Merintih 5. Temani pasien untuk
istirahat adekuat
 Melaporkan merasa dingin memberikan keamanan dan
4. Agresi pengendalian
Melaporkan merasa panas mengurangi takut
diri
Melaporkan perasaan tidak 6. Dorong keluarga untuk
5. Respon terhadap
nyaman menemani anak
pengobatan
Melaporkan gejala distress 7. Lakukan back/neck rub
6. Control gejala
Melaporkan rasa lapar 8. Dengarkan dengan penuh
7. Status kenyamanan
Melaporkan rasa gatal perhatian
meningkat
Melaporkan kurang puas 9. Identifikasi tingkat kecemasan
8. Dapat mengontrol
dengan keadaan 10. Bantu pasien mengenal situasi
ketakutan
Melaporkan kurang senang yang menimbulkan kecemasa
9. Support social
dengan situasi tersebut 11. Dorong pasien untuk
10. Keinginan untuk hidup
Gelisah mengungkapkan perasaan,
Berkeluh kesah ketakutan, persepsi
Faktor Yang 12. Instruksikan pasien
Berhubungan: Gejala menggunakan teknik relaksasi
terkait penyakit 13. Berikan obat untuk mengurangi
Sumber yang tidak adekuat kecemasan
Kurang pengendalian
Iingkungan
Kurang privasi
Kurang kontrol situasional
Stimulasi lingkungan yang
mengganggu
Efek samping terkait terapi
(mis.medikasi, radiasi)

Nyeri akut NOC : NIC :


Defenisi: pengalaman Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
16

sensori dan emosional yang Pain control, secara komprehensif termasuk


tidak menyenangkan yang Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
muncul akibat kerusakan Setelah dilakukan tinfakan frekuensi, kualitas dan faktor
jaringan yang aktual atau keperawatan selama …. presipitasi
potensial atauy digambarkan Pasien tidak mengalami 2. Observasi reaksi nonverbal dari
dalam hal kerusakan nyeri, dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan
sedemikian rupa awitan 1. Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan keluarga
yang tiba-tiba atau lambat nyeri (tahu penyebab untuk mencari dan menemukan
dan instensitas ringan nyeri, mampu dukungan
hingga berat dengan akhir menggunakan tehnik 4. Kontrol lingkungan yang dapat
yang dapat diantisipasi atau nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti
diprediksi dan berlangsung mengurangi nyeri, suhu ruangan, pencahayaan dan
<6 bulan mencari bantuan) kebisingan
Batasan Karakteristik : 2. Melaporkan bahwa 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Perubahan selera makan nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
Perubahan tekanan darah 3. berkurang dengan untuk menentukan intervensi
Perubahan frekuwensi 4. menggunakan 7. Ajarkan tentang teknik non
jantung manajemen nyeri farmakologi: napas dala,
Perubahan frekuensi 5. Mampu mengenali relaksasi, distraksi, kompres
pernapasan nyeri (skala, intensitas, hangat/ dingin
Laporan isyarat frekuensi dan tanda 8. Berikan analgetik untuk
Perilaku distraksi nyeri) mengurangi nyeri:
Mengekspresikan perilaku 6. Menyatakan rasa 9. Tingkatkan istirahat
(mis,gelisah, merengek, nyaman setelah nyeri 10. Berikan informasi tentang nyeri
meringis berkurang seperti penyebab nyeri, berapa
Sikap melindungi area nyeri 7. Tanda vital dalam lama nyeri akan berkurang dan
Fokus menyempit rentang normal antisipasi ketidaknyamanan dari
Perubahan posisi 8. Tidak mengalami prosedur
menghindari nyeri gangguan tidur 11. Monitor vital sign sebelum dan
Melaporkan nyeri secara sesudah pemberian analgesik
verbal pertama kali
Gangguan tidur
Faktor Yang
Berhubungan: Agen cedera
(mis, biologi, zat kimia,
fisik, psikologis|)

Defisiensi Pengetahuan NOC NIC


Definisi: ·  Knowledge : Disease 1. Berikan penilaian tentang
Ketiadaan atau defisisensi Process tingkat pengetahuan pasien
informasi kognitif yang ·  Knowledge : Health tentang proses penyakit yang
berkaitan dengan topic Hehavior spesifik
tertentu Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologidari
Batasan Karakteristik : 1. Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana hal ini
·   Perilaku Hiperbola menyatakan berhubungan dengan anatomi
·  Ketidakakuratan mengikuti pemahaman tentang dan fisiologi, dengan cara yang
perintah penyakit, kondisi, tepat.
·  Ketidakakuratan melakukan prognosis, dan 3. Gambarkan tanda dan gejala
tes program pengobatan yang biasa muncul pada
·  Perilaku tidak tepat 2. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
(hysteria, bermusuhan, mampu melaksakan tepat
agitasi, apatis,) prosedur yang 4. Identifikasi kemungkinan
·   Pengungkapan masalah dijelaskan secara benar penyebab, dengan cara yang
Factor yang berhubungan 3. Pasien dan keluarga tepat
17

·   Keterbatasan kognitif mampu menjelaskan 5. Sediakan informasi pada pasien


·   Salah interpretasi informasi kembali apa yang tentang  kondisi, dengan cara
·   Kurang pajanan dijelaskan perawat/tim yang tepat
·   Kurang minat dalam belajar kesehatan lainnya 6. Hindari jaminan yang kosong
·   Kurang dapat mengingat 7. Sediakan bagi keluarga atau SO
Tidak familier dengan informasi tentang kemajuan
informasi pasien dengan cara yang tepat
8. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi
dimasa yang akan datang dan
ata proses pengontrolan
penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas local,
dengan cara yang tepat
12. Intruksikan pasien mengenal
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

4. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan

yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang

mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan memasilitasi koping (Budiono, 2016).

Implementasi dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan

kenyamanan, implementasi dilakukan untuk mengurangi faktor yang


18

dapat menambah nyeri misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman,

ketakutan, kelelahan dan kebosanan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, meskipun tahap evaluasi diletakan

pada akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan bagian integral pada

setiap tahap proses keperawatan (Budiono, 2016).

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan

keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat

dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman / rencana

proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan

membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan

sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang

telah di rumuskan sebelumnya. (Sumarmo, 2015)

Adapun tujuan dari sasaran evaluasi keperawatan adalah sebagai

berikut :

1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria / rencana yang telah

disusun.

2) Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan kriteria keberhasilan yang

telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :


19

a) Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan /

kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

b) Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara

maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya

c) Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan

/ kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini

perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah

terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain

yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya

tujuan.

Rencana keperawatana yang dirancang untuk mengurangi risiko

cedera pada klien, dievaluasi dengan cara membandingkan kriteria hasil

dengan tujuan yang ditetapkan selama tahap perencanaan.

Sedangkan evaluasi terhadap masalah rasa nyaman/nyeri di lakukan

dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, di

antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya

respons fisiologis yang baik dan pasien mampu melakukan aktifitas

sehari-hari tanpa keluhan nyeri.

B. Konsep Dasar Rasa Nyaman pada Ibu dengan Pre-Eklamsia

1. Pengertian Rasa Nyaman

Menurut Kolcaba dalam Kasiati dan Rosmalawati (2016)

mengungkapkan kenyamanan atau rasanyaman adalah suatu keadaan telah

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman


20

(suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan

(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu

yang melebihi masalah atau nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara

holistik yang mencakup empat aspek yaitu: a) Fisik, berhubungan dengan

sensasi tubuh; b) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal,

keluarga, dan sosial; d) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan

internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan

makna kehidupan); e) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang

pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna,

dan unsur alamiah lainnya.

Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan

Donahue dalam Kasiati dan Rosmalawati (2016), meringkaskan “melalui

rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan...”. Perawat

memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan danbntuan.

Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan

dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan.

Konsep kenyamanan mempunyai subjektifitas yang sama dengan nyeri.

Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual,

psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka

menginterpretasikan dan merasakan nyeri.

Mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang konsisten pada

pengalaman subjektif klien. Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman

diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan,


21

dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya

pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas

dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi

nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi

perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukandengan timbulnya gejala

dan tanda pada pasien.

a. Gangguan Rasa Nyaman akibat Nyeri

1) Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial (Smatzler & Bare, 2015).

Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang

dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan

IASP (dalam Potter & Perry, 2016).

Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang

tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang

mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter &

Perry, 2015).

2) Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri

kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
22

penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat,

dengan intensitas yang bervariasi ( ringan sampai berat) dan

berlangsung singkat ( kurang dari enam bulan dan menghilang

dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area

yang rusak. Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten

yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri yang

disebabkan oleh adanya kausa keganasan seperti kanker yang

tidak terkontrol atau non keganasan.

Nyeri kronik berlangsung lama (lebih dari enam bulan ) dan

akan berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau penyakit

tampak sembuh. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri

tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri sukar untuk

diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat, sifat nyeri kurang

jelas, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri

kronis non maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat

kerusakan jaringan yang non progresif atau telah mengalami

penyembuhan.(Gordon, 2015)

3) Fisiologi Nyeri

Menurut Potter & Perry (2016), terdapat tiga komponen

fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi.

Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut

saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan

menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya


23

sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis.

Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf

inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai

otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka

otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi

tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.

a) Resepsi

Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi

dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti

histamin, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan

lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon

terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai

transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Beberapa

reseptor hanya berespon pada satu jenis nyeri, sedangkan

reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan

tekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai

ambang nyeri (tingkat intensitas stimulus minimum yang

dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf),

kemudian terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat

variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka distribusi

reseptor nyeri disetiap bagian tubuh bervariasi.(Rohmah,

2015).
24

Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri,

menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe

serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut

A-Delta yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang

tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat.

Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas

yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas

nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yang terlokalisasi

buruk, viseral, dan terus menerus.(Hidayat, 2015).

Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls

dari serabut saraf perifer, maka akan melepaskan mediator

biokimia yang mengaktifkan dan membuat peka respons

nyeri. Misalnya, kalium, prostaglandin dilepaskan ketika

sel-sel lokal mengalami kerusakan. Transmisi stimulus

nyeri berlanjut sampai transmisi tersebut berakhir dibagian

kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis,

neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga

menyebabkan suatu transmisi spinalis dari saraf perifer ke

saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls

nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem saraf pusat.

(Asmadi, 2015)
25

b) Neuroregulator

Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam

suatu pengalaman nyeri. Sustansi ini ditemukan di lokasi

nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok,

yakni neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter

seperti substansi P mengirim impuls listrik melewati celah

sinap diantara dua serabut saraf (eksitator dan inhibitor).

Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan

menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri

tanpa secara langsung menstransfer tanda saraf melalui

sebuah sinap. Endorfin merupakan salah satu contoh

neuromodulator.(Mitayani, 2016).

4) Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Kontrol)

Teori Gate Kontrol dari Melzack dan Wall (2016),

mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan

dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf

pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel

gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medula

spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan

aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari

otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C

melepaskan substansi P untuk menstransmisikan impuls melalui

mekanisme petahanan.
26

Neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang

melepaskan neurotransmiter penghambat.Apabila masukan yang

dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup

mekanisme pertahanan. Apabila masukan yang dominan berasal

dari serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka

pertahanan tersebut dan klien akan mempersepsikan nyeri.

(Mitayani,2016).

Saat impuls diantarkan keotak, terdapat pusat korteks yang

lebih tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf

desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan

dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.

Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan

menghambat pelepasan substansi P. (Hidayat, 2015)

5) Respon Terhadap Nyeri

a) Respon fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke

batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi

terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Nyeri dengan

intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial

menimbulkan reaksi “flight-atau-fight”, yang merupakan

sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis

pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.

Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal


27

akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf

parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis

terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali

pada kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu

mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat

adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan

demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu

memperlihatkan tanda-tanda fisik. (Haswita & Sulistyowati,

2017).

b) Respon Perilaku

Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh

yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri

dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai respon perilaku

terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengkerutkan dahi,

gelisah, memalingkan wajah ketika diajak bicara. (Haswita,

2016).

6) Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

a) Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi

nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil

mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang

dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak

juga mengalami kesulitan secara verbal dalam


28

mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan

pasien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi

mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri

akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.

(Sulistyowati, 2016).

b) Jenis kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin

misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus

berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak

perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.

Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam berespon terhadap nyeri.(Asmadi,2015).

c) Kebudayaan

Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri

adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung

untuk melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi

budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan

demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran

fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.

(Hidayat, 2015)

d) Makna nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila

nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,


29

hukuman dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap

nyeri.(Heriana, 2015)

e) Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada

nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat

sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun.(Asmadi,2015).

f) Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri

juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila

rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan

suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius. (Haswita,

2016)

g) Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif

dan menurunkan kemampuan koping sehingga meningkat

persepsi nyeri (Mitayani, 2016).

h) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya

namun tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan


30

menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang.

(Haswita, 2016)

i) Gaya koping

Individu yang memiiiki lokus kendali internal

mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat

mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu

peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki

lokus kendali eksternal mempersepsikan faktor lain di

dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu

yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu

peristiwa.(Asmadi,2015).

j) Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana

sikap mereka terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri.

Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan

perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun

kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian

dan ketakutan.(Asmadi,2015).

7. Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri

a) Tanda dan gejala fisik

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang

berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui

ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-


31

tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi

keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut

jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan

meningkat.(Mitayani, 2016).

b) Efek perilaku

Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah

dan gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal

serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien

seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir,

gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan

gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan

menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan

hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.

(Asmadi,2015).

c) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari – hari

Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu

berpartisipasi dalam aktivitas rutin, seperti mengalami

kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan

dapat menganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

(Asmadi,2015).

8. Penanganan Nyeri

a) Farmakologi

1) Analgesik Narkotik
32

Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium

seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan

efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini

mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan

mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan

saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat

ini menimbulkan efek menekan pusat pernafasan di

medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara

teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan jika

menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare,

2015).

2) Analgesik Non Narkotik

Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen,

dan ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga

memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat

golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan

menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang

mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare,

2015). Efek samping yang paling umum terjadi adalah

gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan

perdarahan gaster.(Asmadi,2015).
33

a. Non Farmakologi

1) Relaksasi progresif

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari

ketegangan stres. Teknik relaksasi memberikan

individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman

atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter &

Perry, 2016).

2) Stimulasi Kutaneus Plasebo

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik

dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat

seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo

umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal,

atau air biasa (Tamsuri, 2015).

3) Teknik Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan

nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada

hal-hal yang lain sehingga pasien akan lupa terhadap

nyeri yang dialami ( Priharjo, 2016 ).

9. Pengukuran Nyeri

a) Skala Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima

kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama


34

di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

(Asmadi,2015).

b) Skala penilaian numerik

Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah intervensi terapeutik.(Tamsuri, 2015).

c) Skala Analog Visual

Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus

yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan

memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.

Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri.(Hidayat, 2015).

Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi

apendisitis, peneliti menggunakan skala nyeri numerik.

Karena skala nyeri numerik paling efektif digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan

teknik relaksasi progresif. Selain itu selisih antara

penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui

dibanding skala yang lain.(Hidayat, 2015).


35

3. Konsep Dasar Preeklamsia

a. Pengertian

Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah

tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih)

atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20

minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan (Suiraoka,

2015).

Preeklamsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang

ditandai dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tlanda

kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh

tingginya kadar protein pada urine (proteinuria). Preeklamsia juga

sering dikenal dengan nama toksemia atau hipertensi yang diinduksi

kehamilan (Harmoko, 2016).

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi

kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat

kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi

penyakit trofoblastik (Henilawati, 2015)

b. Klasifikasi

Menurut Obgynacea (2015), Preeklamsia terbagi menjadi 2 golongan

yaitu :

1) Preeklamsia Berat
36

Ibu dengan preeklamsia berat dan bayinya paling baik dirawat

dipusat kesehatan tersier. Tujuan penatalaksanaan adalah

pencegahan kejang, pengendalian tekanan darah ibu dan

memulai persalinan.

a) Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu

hamil, sudah dapat digolongkan preeklamsia berat.

b) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

c) Proteinuria lebh dari 3g/Liter

d) Oliguria, yaitu jumlah urin < 400 cc/24jam

e) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, nyeri

kepala, dan rasa nyeri pada epigastrium

f) Terdapat edema paru dan sianosis

g) Enzim hati meningkat dan disertai icterus

h) Perdarahan pada retina

i) Trombosit <100.000/mm

2. Preeklamsia Ringan

a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih diukur pada posisi

berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15mmHg atau

lebih, atau kenaikan diastolic 30mmHg atau lebih. Cara

pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan

dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

b) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan berat

1 kg atau lebih perminggu.


37

c) Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 +

atau 2 + pada urin kateter atau midstream

b. Tanda dan Gejala

Preeklamsia-eklamsia ditandai oleh hipertensi, edema generalisata

dan proteinuria tanpa penyakit vaskuler atau renal. Tanda dan gejala

muncul sejak minggu ke-20 kehamilan sampai dengan minggu ke-6

setelah melahirkakn.(Hidayat, 2015).

1) Hipertensi

Tanda klinis kunci untuk diagnosis PIH. Hipertensi pada

kehamilan adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥30

mmHg, peningkatan tekanan darah diastolic ≥15 mmHg atau

tekanan darah ≥140/90.Hipertensi juga terjadi pada peningkatan

tekanan arterial rerata 20 mmHg. Angka-angka yang diuraikan

diatas harus terjadi paling sedikit dua kali, selang 6 jam atau

lebih, dan didasarkan pada catatan tekanan darah terdahulu.

Sebagian keil pasien dengan hipertensi selama hamil harus tetap

tidak dapat diklasifikasikan sampai hasil pemeriksaan dapat

dinilai setelah nifas

2) Edema

Edema adalah tanda PIH yang paling tidak tepat karena edema

dependen normal terjadi pada kehamilan dan hingga 40% pasien

dengan PIH tidak mengalami edema. Namun, kriteria berikut

dapat mempermudah diagnosis :


38

1. Penumpukan cairan dalam jaringan secara generalisata, yaitu

pitting edema >+1 setelah tirai baring 1 jam

2. Penambahan berat badan ≥2 poin / minggu karena pengaruh

kehamilan

3. Edema non dependen pada tangan dan muka yang timbul

pada saat bangun pagi

3) Proteinuria

Proteinuria pada kehamilan seringkali merupakan tanda terakhir

yang timbul dan didefenisakan sebagai ≥0,3 g/liter dalam urin

24 jam atau >1 g/liter (+1 sampai +2 dengan metode dipstik)

dengan urinalisa pada urin aliran tengah atau kateter teinuria,

tetapi jika terjadi, proteinuria menandai peningkatakan resiko

janin (lebih bayi KMK dan terjadi peningkatan kematian

perinatal. (Asmadi, 2015)

Jika hanya terdapat kriteria preeklamsia, maka digolongkan

sebagai preeklamsia ringan, kriteria preeklamsia berat adaah

sebagai berikut :

1. Tekanan darah sistolik >160 atau diastolic >110 (saat tirah

baring, pada dua kejadian paling sedikit selang 6 jam)

2. Proteinuria >5 g/24 jam (+3 sampai +4 dengan dipstik)

3. Oliguria (≤500 ml/24 jam)

4. Gangguan sebral atau visual

5. Nyeri epigastrik
39

6. Edema paru atau sianosis

Sakit kepala menyeluruh, berat, dan menetap, vertigo, malaise

serta iritabilitas saraf yang merupakan gejala-gejala yang

menonjol pada khasus preeklamsia berat.Skotoma yang berkilau

dan kenutaan parsial atau komplit disebabkan oleh edema retina

atau pelepasan retina, nyeri epigrastrik, mual dan nyeri tekan

hati merupakan akibat bendungan atau trobosis system

periportal dan pendarahan subkapsular hati.(Asmadi, 2015)

Anda mungkin juga menyukai